[GMNI] Catatan Amandemen UUD 1945 (1)

munindo gmni@polarhome.com
Mon Aug 12 21:00:03 2002


Senin, 12 Agustus 2002

Catatan Amandemen UUD 1945 (1)

Kini Presiden Tergantung Rakyat

PERHELATAN akbar wakil rakyat telah berakhir. Hiruk pikuk dalam gedung,
hujan interupsi, dan aksi demonstrasi mahasiswa dan masyarakat selama
sidang berlangsung juga usai. Ketua MPR Amien Rais pun telah mengetukkan
palu tiga kali, pertanda kerja besar yang disebut Sidang Tahunan MPR 2002
ditutup.

Sidang tahunan yang digelar 10 hari tambah setengah hari berlangsung lebih
hidup dan demokratis. Itu dapat dimengerti. Karena, untuk menuntaskan
amandemen UUD 1945 yang dimulai dari sidang tahunan I dan II MPR. Sidang
III ini menuntaskan proses amandemen pasal-pasal UUD 1945.

Apalagi perdebatan tak hanya terjadi di Gedung MPR selama sidang. Jauh-jauh
hari masalah yang dibahas sudah menjadi wacana umum sehingga semua orang
bisa bicara dengan berbagai kepentingan yang melatarbelakangi. Wajar jika
sidang kali ini cukup menyita perhatian.

Salah satu sisa tugas adalah amandemen pasal pemilihan presiden secara
langsung oleh rak-yat, baik putaran pertama maupun kedua. Hal itu diatur
dalam amandemen Pasal 6 A: Presiden dan wakil presiden dipilih langsung
oleh rakyat. Dalam sidang tahunan 2001, pemilihan langsung sudah disetujui.
Namun masih terganjal pada putaran pertama. Jika calon tak mendapat suara
50% plus satu tetap dikembalikan ke rakyat pada putaran kedua. Itu hasil
amandemen dalam sidang tahunan 2002.

Pertama

Inilah yang bakal mendapat cukup perhatian masyarakat. Karena, selama 57
tahun merdeka, baru kali pertama Indonesia akan memilih presiden langsung.
yakni, dalam pemilu tahun 2004. Satu lompatan demokrasi. Meski, pada
dasarnya rakyat sudah terbiasa dengan cara dan sistem pemilihan seperti
itu. Misalnya ketika memilih kepala desa.

Lain dari selama dilakukan. Setiap lima tahun rakyat hanya disuguhi tanda
gambar partai untuk memilih anggota DPR. Karena menganut sistem perwakilan,
anggota DPR-lah yang dipilih menjadi wakil di Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR). Dengan sistem perwakilan, selanjutnya terserah anggota MPR.
Mereka pun berhak mengklaim mem-presentasikan rakyat.

Rakyat harus menerima kemauan MPR, meski banyak keinginan rakyat dan
keputusan wakil mereka tak nyambung karena pertimbangan kepentingan
politik. Sekali lagi, rak-yat yang diwakili tak bisa berbuat banyak dan
tidak bisa menuntut. Sebab, rakyat sudah memercayai mereka lewat pemilihan
umum.

Dengan amandemen pasal tentang pemilihan presiden yang tak lagi dipilih
MPR, rakyat berhak memilih presiden dan wakil presiden. Karena itu dalam
perkembangan demokrasi kelak, hanya presiden yang bisa mengklaim sebagai
representasi wakil rakyat. Tidak seperti sekarang, setiap orang, kelompok,
atau golongan bisa mengatasnamakan rakyat.

Dengan demikian, kedudukan presiden menjadi sangat kuat dan Majelis tak
dapat menjatuhkan presiden karena sama-sama berhak mengklaim diri sebagai
pilihan rakyat. Apakah akan muncul kekuatan diktator atau otoriter? Ini
yang dikhawatirkan.

Bisa saja begitu, karena tak akan ada kekuatan yang bisa menjatuhkan. Dalam
UUD 1945 sebelum diamandemen, kekuatan presiden dan DPR setara. Artinya,
mereka tak bisa saling menjatuhkan.

Tetapi DPR bisa mengusulkan ke MPR untuk menggelar sidang istimewa dan
menjatuhkan presiden, seperti terjadi dalam sidang istimewa tahun 2001,
ketika menjatuhkan Abdurrahman Wahid dan mengangkat Megawati Soekarnoputri
sebagai presiden.

Kontrol

Rakyat tak perlu khawatir jika presiden yang mereka pilih otoriter dan tak
menjalankan tugas. Yakni, menyejahterakan rak-yat, mendidik anak-anak
mereka dengan baik. Namun biaya sekolah malah melambung tinggi, biaya hidup
tinggi, pengangguran terus meningkat, dan rakyat miskin makin banyak, dan
seterusnya.

Sebab, rakyat bisa mencabut dukungan itu dengan tak memilih kembali tokoh
tersebut sebagai presiden karena mereka nilai gagal. Itulah arti kedaulatan
rakyat.

Dengan demikian, jika ingin dipilih kembali sesorang harus menjadi presiden
yang baik, tidak otoriter, serta tidak melakukan kolusi, korupsi, dan
nepotisme. Rakyatlah yang akan menilai. Dan pencabutan itu secara langsung,
yakni tak memilih kembali.

Itulah kontrol utama agar tak terjadi kesewenang-wenangan dan
kesemena-menaan. Jadi, rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi. Jika
tak menghendaki seseorang menjadi presiden, rakyat tak perlu memilihnya.
Lain dari UUD 1945 yang belum diamandemen. Saat itu rakyat tak bisa memilih
karena sudah menyerahkan hak tersebut ke para wakil di MPR.

Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat memperkecil kemungkinan
terjadi politik uang. Sebab, siapa yang mampu dan mau membayar separo lebih
rakyat pemilih? Jika ada yang nekat seperti itu, peluang terkuak lebih
besar dan itu jelas bakal dijadikan senjata para lawan politik calon
presiden.

Itu sangat berbeda dari sistem perwakilan di MPR. Dalam sistem itu peluang
politik uang sangat besar karena calon presiden hanya menyediakan dana
untuk 500 anggota dari 700 anggota MPR, misalnya. Wajar jika dalam sidang
umum MPR selama masa Orde Baru selalu merebak kabar tentang politik uang.
Sulit dibuktikan memang, karena itu hanya terjadi di tingkat elite.

Karena itu pada tahun 2004, rakyat bisa memilih. Selama dua tahun ini
rakyat bisa melihat bagaimana kinerja pemerintahan sekarang. Inilah yang
mesti diperhatikan para calon presiden kelak. Kesempatan berlomba-lomba
meraih simpati rakyat sangat terbuka jika ingin menjadi presiden. (A Adib,
Bersambung-16g)

Hasil Perubahan Keempat UUD 1945

BERIKUT ini adalah hasil Perubahan Keempat UUD 1945 yang ditetapkan melalui
Sidang Tahunan MPR 2002:

(a) menambah bagian akhir pada Perubahan Kedua UUD 1945 dengan kalimat
"Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18
Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan".

(b) mengubah penomoran Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) Perubahan Ketiga UUD
1945 menjadi Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 25E Perubahan Kedua UUD
1945 menjadi Pasal 25A.

(c) menghapus judul BAB IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan mengubah
susbtansi Pasal 16 serta menempatkannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan
Pemerintahan Negara.

(d) mengubah dan/atau menambah Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat

(4); Pasal 8 ayat (3); pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal

23D; Pasal 24 ayat (3); Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2); Bab XIII,

Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5); Pasal

32 ayat (1) dan ayat (2); Bab XIV, Pasal 33 ayat (4) dan ayat (5);

Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); Pasal 37 ayat

(1), ayat (2) ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Aturan Peralihan

Pasal I, II, dan III; Aturan Tambahan Pasal I dan II UUD 1945.

Amandemen UUD 1945 Selengkapnya

Pasal 2

Ayat (1)

MPR terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan
Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih
lanjut dengan Undang-Undang.

Pasal 6A

Ayat (4)

Dalam hal tidak ada calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua
pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang
memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil
Presiden.

Pasal 8

Ayat (3)

Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan,
pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam
Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.

Selambat-lambatnya tigapuluh hari setelah itu, MPR menyelenggarakan sidang
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden
dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu sebelumnya, sampai habis masa
jabatannya.

Pasal 11

Ayat (1)

Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain.

Pasal 16

Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam UU.

Pasal 23B

Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan UU.

Pasal 23D

Negara memiliki suatu Bank Sentral yang susunan, kedudukan, tanggung jawab
dan independensinya diatur dengan UU.

Pasal 24

Ayat (3)

Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur
dalam UU.

Pasal 29

Ayat (1)

Negara berdasar atas Ketuahanan Yang Maha Esa. (Naskah asli).

Ayat (2)

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(Naskah asli).

Bab XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Pasal 31

Ayat (1)

Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

Ayat (2)

Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.

Ayat (3)

Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan, meningkatkan
akhlak mulia dan mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan UU.

Ayat (4)

Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen
dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.

Ayat (5)

Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban
serta kesejahteraan umat manusia.

Pasal 32

Ayat (1)

Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia
dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan
nilai-nilai budayanya.

Ayat (2)

Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional.

BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL

DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pasal 33

Ayat (4)

Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip keadilan, kebersamaan, efisiensi, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.

Ayat (5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam UU.

Pasal 34

Ayat (1)

Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

Ayat (2)

Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.

Ayat (3)

Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.

Ayat (4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam UU.

Pasal 37

Ayat (1)

Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila
diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.

Ayat (2)

Setiap usul perubahan UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan
jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

Ayat (3)

Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah anggota MPR.

Ayat (4)

Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 50 persen ditambah satu dari seluruh anggota MPR.

Ayat (5)

Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan.

ATURAN PERALIHAN

Pasal I

Segala lembaga negara yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan
yang baru menurut UUD ini.

Pasal II

Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk
melaksanakan ketentuan UUD dan belum diadakan yang baru menurut UUD ini.

Pasal III

Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan
sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

ATURAN TAMBAHAN

Pasal I

MPR ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum
TAP MPRS dan TAP MPR untuk diambil putusan pada sidang MPR 2003.

Pasal II

Dengan ditetapkannya perubahan UUD ini, UUD Negara RI Tahun 1945 terdiri
atas Pembukaan dan pasal-pasal.

Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna MPR RI ke-6 tanggal 11
Agustus 2002 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
(ant-16)

Copyright© 1996 SUARA MERDEKA