<DIV>Kontrak politik? panganan opo iku? </DIV>
<DIV> </DIV>
<DIV>yang jelas soal kontrak politik ini muncul karena kekhawatiran konstituen memberikan cek kosong. Lha sistem pemilunya wae masih nanggung. Peran parpol masih gede menentukan anggotanya yg jadi legislator, ketika dukungan tidak mencapai kuota (BPP). Akan beda jika menggunakan sistem distrik murni. Janji / kontrak langsung antar organisasi massa pendukung dengan calon yg didukung. Kalau ternyata setelah menang ternyata janjiya palsu, ya kontrak diperbaharui, dengan memilih calon lain. </DIV>
<DIV> </DIV>
<DIV>Kalo sekarang? Ah, mana mungkin. Karena biarpun ada hubungan langsung antara konstituen dengan calegnya, peran parpol tak bisa dihilangkan. Pun, etikanya kontrak berlangsung antara masyarakat di daerah pemilihan yang bersangkutan dengan caleg yang bakal dipilih. </DIV>
<DIV> </DIV>
<DIV>Yang paling memungkinkan ya kontrak politik antar organisasi. Misale, GMNI dengan parpol tertentu. Kira2 gitu, para sahabatku. Kalau calegnya sudah dilantik, ya telat atuh. Kan posisi tawarnya rakyat cuma dukungan suara. Arep recall yo gak isok. Sing isok yo parpol. Jadi, ya sekarang waktunya.</DIV>
<DIV> </DIV>
<DIV>didiek "sersan"<BR><BR></DIV><p><hr SIZE=1>
Do you Yahoo!?<br>
Yahoo! Search - <a href="http://search.yahoo.com/?fr=ad-mailsig-home">Find what you’re looking for faster.</a>