<!DOCTYPE HTML PUBLIC "-//W3C//DTD HTML 4.0 Transitional//EN">
<HTML xmlns:o = "urn:schemas-microsoft-com:office:office" xmlns:st1 =
"urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"><HEAD>
<META http-equiv=Content-Type content="text/html; charset=iso-8859-1">
<META content="MSHTML 6.00.2800.1400" name=GENERATOR>
<STYLE></STYLE>
</HEAD>
<BODY bgColor=#ffffff>
<DIV><FONT face=Arial size=2>
<P class=MsoNormal style="MARGIN: 0in 0in 0pt; TEXT-ALIGN: center"
align=center><B><SPAN
style="FONT-SIZE: 16.5pt; COLOR: black; FONT-FAMILY: Arial">PBNU Patuhi Putusan
Alim Ulama Perbolehkan Presiden Perempuan</SPAN></B></P>
<P class=MsoNormal style="MARGIN: 0in 0in 0pt; TEXT-ALIGN: center"
align=center><B><SPAN
style="FONT-SIZE: 16.5pt; COLOR: black; FONT-FAMILY: Arial"></SPAN></B> </P>
<P class=MsoNormal style="MARGIN: 0in 0in 0pt; TEXT-ALIGN: center"
align=center><B><SPAN
style="FONT-SIZE: 16.5pt; COLOR: black; FONT-FAMILY: Arial"></SPAN></B><SPAN
style="FONT-SIZE: 9pt; COLOR: #ee0000; FONT-FAMILY: Arial">Reporter: Anton
Aliabbas</SPAN><SPAN
style="FONT-SIZE: 9pt; COLOR: black; FONT-FAMILY: 'Lucida Sans Unicode'"><o:p></o:p></SPAN></P>
<P class=MsoNormal style="MARGIN: 0in 0in 0pt"><SPAN
style="FONT-SIZE: 10pt; COLOR: black; FONT-FAMILY: Arial"><A
href="http://ad.detik.com/link/peristiwa/prs-relion.ad"
target=_blank></A><STRONG><SPAN style="FONT-FAMILY: Arial">detikcom -
Jakarta</SPAN></STRONG>, PBNU tetap berpegang teguh kepada putusan Alim Ulama NU
di Lombok tahun 1997 yang kemudian dikukuhkan dalam Muktamar NU di Kediri.
Isinya, kepemimpinan nasional tidak ditentukan berdasarkan warna kulit, suku,
dan jender.<BR><BR>"Yang penting seorang pemimpin itu memiliki akseptabilitas
dan kapabilitas. Siapapun dia, sebagai pemimpin harus memiliki amanah dan
komitmen terhadap kepentingan rakyatnya," kata Pelaksana Harian Ketua Umum PBNU
KH Masdar F Mashudi di Jakarta, Jumat (4/6/2004).<BR><BR>Mengenai perbedaan
pendapat di lingkungan NU, dia meminta para kiai tidak lagi mempertajam
perbedaan itu.<BR><BR>"Perbedaan itu <st1:place w:st="on"><st1:State
w:st="on">kan</st1:State></st1:place> biasa. Masalah <I>khilafiyah</I> ini pasti
akan ada titik temu," kata Masdar.<BR><BR>Rois Suriah PBNU KH Said Agil Siradj
mengatakan, fatwa itu berbau politik. "Itu jelas tujuannya untuk menjegal Mega.
Ini sangat merugikan NU. Karena selama ini kita dikenal moderat, <I>balance</I>,
dan objektif. Kenapa kok Mega dipersoalkan. Tapi kenapa ketika Gus Dur
menggandeng Marwah tidak ada yang mempersoalkan," tukasnya.<BR><BR>Said meminta
semua pihak menahan diri. Jangan hanya karena kekuasaan, umat yang tidak berdosa
dikorbankan dengan menggunakan fatwa agama.<BR><BR>"Karena saya tahu persis
bagaimana sejarah NU memutuskan untuk membolehkan presiden perempuan," ujar
Said.<BR><BR>Munas Alim Ulama NU di <st1:place w:st="on">Lombok</st1:place> pada
20 November 1997 memutuskan memperbolehkan presiden perempuan. Hal itu tertuang
dalam keputusan nomor 004/Munas/11/1997. Keputusan itu diambil dalam rapat pleno
yang dipimpin KH Ma'ruf Amin. Tim Alim Ulama yang membahas masalah itu diketuai
KH Cholil Bisri.</SPAN></P>
<P class=MsoNormal style="MARGIN: 0in 0in 0pt"><SPAN
style="FONT-SIZE: 10pt; COLOR: black; FONT-FAMILY: Arial"></SPAN> </P><SPAN
style="FONT-SIZE: 10pt; COLOR: black; FONT-FAMILY: Arial">
<P class=MsoNormal style="MARGIN: 0in 0in 0pt; TEXT-ALIGN: center"
align=center><B><SPAN
style="FONT-SIZE: 16.5pt; COLOR: black; FONT-FAMILY: Arial">Ketua PWNU Jatim
Sesalkan Fatwa Presiden Perempuan Haram</SPAN></B><SPAN
style="FONT-SIZE: 9pt; COLOR: black; FONT-FAMILY: 'Lucida Sans Unicode'"><BR></SPAN><SPAN
style="FONT-SIZE: 9pt; COLOR: #ee0000; FONT-FAMILY: Arial">Reporter: Budi
Hartadi</SPAN><SPAN
style="FONT-SIZE: 9pt; COLOR: black; FONT-FAMILY: 'Lucida Sans Unicode'"><o:p></o:p></SPAN></P>
<P class=MsoNormal style="MARGIN: 0in 0in 0pt"><SPAN
style="FONT-SIZE: 10pt; COLOR: black; FONT-FAMILY: Arial"><A
href="http://ad.detik.com/link/peristiwa/prs-relion.ad" target=_blank><!-- IMAGE --></A><STRONG><SPAN
style="FONT-FAMILY: Arial"> detikcom - Surabaya</SPAN></STRONG>, Fatwa
presiden perempuan haram yang dikeluarkan beberapa kiai sepuh NU dipertanyakan
dan disesalkan Ketua PWNU Jatim Ali Maschan Moesa.<BR><BR>"Kenapa keputusan
melarang presiden perempuan wanita harus keluar lagi," tukas Ali usai mengikuti
di Asrama Haji, Sukolilo, <st1:City w:st="on"><st1:place
w:st="on">Surabaya</st1:place></st1:City>, Jumat (4/6/2004).<BR><BR>Ali
mengingatkan keputusan yang membolehkan perempuan menjadi pemimpin. Karena Munas
Alim Ulama tahun 1997 sudah memperbolehkan perempuan menjadi
Presiden.<BR><BR>"Keputusan Munas itu merupakan keputusan tertinggi setelah
keputusan Muktamar. Saya kira warga NU juga tahu, baik secara institusi maupun
secara organisasi tentang keputusan itu," kata Ali.<BR><BR>Jadi bagi warga NU,
lanjut dia, keputusan Munas Alim Ulama lebih mengikat dari pada keputusan orang
per orang.<BR><BR>"Tapi sekali lagi, kami sangat menghargai beliau-beliau.
Karena beliau-beliau yang sampai hari ini <st1:State w:st="on"><st1:place
w:st="on">kan</st1:place></st1:State> dengan tegas mendukung Gus Solah, dan
beliau-beliau tidak mendukung Pak Hasyim," ujar Ali.<BR><BR>Mengenai perbedaan
pendapat di kalangan NU, menurut dia, itu merupakan hal biasa. Tapi harus ada
saling menghargai. Karena di kalangan NU, perbedaan pendapat yang terjadi sangat
demokratis.<BR><BR>"Tetapi saya sangat menyayangkan kenapa keputusan melarang
presiden perempuan itu harus keluar lagi," sesalnya.<BR><BR>Meski menyesalkan
sikap para kiai yang mengeluarkan fatwa haram memilih presiden perempuan,
menurut Ali, bagi warga NU hal itu tidak berpengaruh.<BR><BR>"Karena warga
nahdliyin sangat demokratis. Jadi mereka akan menentukan, akan memilih, dan
mencoblos pilihannya pada Pemilu presiden," demikian Ali. </SPAN><B><SPAN
style="FONT-SIZE: 7.5pt; COLOR: black; FONT-FAMILY: sans-serif; mso-bidi-font-family: Arial">(sss)</SPAN></B></P>
<P class=MsoNormal
style="MARGIN: 0in 0in 0pt"></SPAN> </P></FONT></DIV></BODY></HTML>