<DIV>
<P class=MsoNormal>Biar saya luruskan dulu pembicaraan ttg kenaikan BBM biar lebih sistematis hehehehe</P>
<P class=MsoNormal>Awalnya, kita kan ribut-ribut bicara ttg penolakan terhadap pencabutan subsidi BBM oleh Pemerintah. Tiba-tiba Kwik berteriak bahwa Pemerintah tidak pernah memberikan subsidi BBM kepada rakyat, bagaimana bisa dikatakan mencabut? Alasan Kwik bahwa yang namanya subsidi berarti pengeluaran (mengeluarkan uang), padahal dari produksi dan perdagangan migas selama ini pemerintah justru mendapatkan surplus. Rumusnya telah saya tulis<SPAN style="mso-spacerun: yes"> </SPAN>di email saya sebelumnya, saya ambil dari Litbang PDI Perjuangan.</P>
<P class=MsoNormal>Oleh karena itu Kwik protes agar pemerintah tidak menggunakan kata “subsidi” dalam menaikkan harga BBM. Itu menyesatkan! Kenaikan harga BBM itu semata-mata hanya kepentingan pemerintah untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dengan mengikuti standar harga BBM internasional 3.250 rupiah/liter.</P>
<P class=MsoNormal>Kemudian Arya Gaduh (CSIS) mengkritik Kwik, benar pemerintah tidak pernah mengeluarkan uang untuk subsidi BBM, tetapi dengan menjual BBM seharga Rp 2.000 sama saja pemerintah kehilangan uang sebesar Rp 1.250 karena harga BBM internasional Rp 3.250. Dan menurut Arya itu juga bisa dikatan subsidi.</P>
<P class=MsoNormal>Tetapi Hanan Nugroho (Bappenas) mendukung Kwik,<SPAN style="mso-spacerun: yes"> </SPAN>bahwa pemerintah selama ini memang tidak memberikan pengertian yang jelas tentang subsidi, sehingga yang dipahami rakyat seolah-olah pemerintah telah mengeluarkan uang untuk BBM, padahal tidak. </P>
<P class=MsoNormal>Tiba-tiba Candra (Ketua Cabang Yogya) memberikan definisi sendiri ttg subsidi. Menurutnya “…<SPAN style="mso-bidi-font-size: 10.0pt">subsidi adalah selisih harga antara patokan harga domestik dengan harga interrnasional”. Saya harus pertanyakan ini, darimana Chandra mendapatkan definisi ini? <?xml:namespace prefix = o ns = "urn:schemas-microsoft-com:office:office" /><o:p></o:p></SPAN></P>
<P class=MsoNormal>Trus Yuen juga juga tidak percaya bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menyedot minyak mentah sampai jadi BBM dan didistribusikan hanya membutuhkan Rp 540/liter. Alasan ketidak percayaan Yuen karena menganggap hitungan itu belum memasukkan biaya cost of risk dan social cost. Saya belum paham tentang cost of risk dan social cost dimaksud, jadi harap dijabarkan lebih detail lagi.</P>
<P class=MsoNormal>Kemudian ada lontaran dari beberapa kawan GmnI kepada saya, katanya pemerintah itu tetap mengeluarkan uang, karena pemerintah selama ini masih melakukan impor minyak mentah dan BBM karena Pertamina tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri.</P>
<P class=MsoNormal>Benar, pemerintah masih mengeluarkan uang untuk impor minyak mentah dan BBM, tetapi uang yang dikeluarkan itu masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan keuntungan pemerintah dalam perdagangan BBM. Sebab pemerintah tidak impor 100%. Pemerintah hanya impor minyak sebesar 35% minyak mentah dan 25% BBM (sumber:Bappenas) atau 30 % BBM (sumber: <SPAN style="mso-bidi-font-size: 10.0pt">Center for Petroleum and Energy Economics Studies).<o:p></o:p></SPAN></P>
<P class=MsoNormal>Berangkat dari kerangka di atas maka saya akan menegaskan lagi hal-hal sebagai berikut:</P>
<P class=MsoNormal>Pertama, saya sepakat dengan Kwik bahwa kata subsidi untuk BBM tidak tepat karena akan bersifat menyesatkan. Sebab pemahaman umum selama ini tentang subsidi adalah “pengeluaran”. Akibatnya masyarakat selama ini menyangka Pemerintah telah mengeluarkan uang untuk membiayai kebutuhan BBM rakyat, padahal tidak!</P>
<P class=MsoNormal>Kedua, bagaimanapun kenaikan BBM akan memperlemah daya beli rakyat kecil sebagai rakyat mayoritas. Sehingga kenaikan BBM tetap tidak dapat diterima. </P>
<P class=MsoNormal>Saya tertarik dengan kampanye pemerintah yang dimuat di media cetak dan eletronik yang menggunakan pendekatan konflik kaya dan miskin. Seolah-olah subsidi BBM hanya akan memberikan keuntungan bagi “bos”. Begitu pula Candra menyatakan bahwa pihak <SPAN style="COLOR: black; mso-bidi-font-size: 10.0pt">yang mendapat subsidi paling besar selama ini adalah bos-bos pemilik bank-bank rekapitulasi, jumlahnya mencapai 400 T rupiah.</SPAN> </P>
<P class=MsoNormal>Opini ini benar tapi menjadi salah! Kenapa? Tidak perlu membutuhkan analisis ekonomi yang rumit untuk menjawab ini. Kita sudah tahu bahwa semua kegiatan produksi barang sampai proses distribusi tergantung dengan BBM. Jika BBM naik maka harga barang naik. Para pengusaha barang dari kelas menengah sampai konglomerat semuanya tergantung dari BBM. Selama ini yang dikampanyekan pemerintah seolah-olah konsumsi BBM untuk pabrik-pabrik dan transportasi adalah keuntungan yang akan diambil para pengusaha. Tentu saja tidak.</P>
<P class=MsoNormal>Jika pengusaha kemudian menaikkan harga barang dan jasa karena BBM naik itu hal wajar karena produksi barang dan jasa itu tergantung dengan BBM. Dan itu hal yang wajar dan bukan satu persoalan. Kenaikan barang dan jasa itu akan menjadi persoalan jika kenaikannya jauh lebih tinggi dari kenaikan BBM. Intinya, tidak benar jika kenaikan BBM itu lebih banyak dinikmati orang kaya<FONT face=arial><FONT size=2><SPAN style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman'; FONT-SIZE: 12pt; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-ansi-language: EN-US; mso-fareast-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA"><FONT face=Arial size=2>. </FONT></SPAN></FONT></FONT></P>
<P class=MsoNormal><FONT face=arial><FONT size=2><SPAN style="FONT-FAMILY: 'Times New Roman'; FONT-SIZE: 12pt; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-ansi-language: EN-US; mso-fareast-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA"><FONT face=Arial size=2>Ada juga yang memberikan justifikasi bahwa BBM memang perlu distandarkan dengan harga internasional untuk menghindari penyelundupan BBM ke luar negeri. Ini lebih ngawur lagi, karena bicara penyelundupan tidak ada hubungannya dengan BBM, itu murni masalah penegakan hukum. Yang salah penyelundupnya kok rakyat yang mau "digetok".</FONT></SPAN></FONT></FONT></P>
<P class=MsoNormal> </P>
<P class=MsoNormal> </P></DIV><p>
<hr size=1>Do you Yahoo!?<br>
Yahoo! Mail - Easier than ever with enhanced search. <a href="http://us.rd.yahoo.com/evt=29916/*http://info.mail.yahoo.com/mail_250">Learn more.</a>