[Karawang] [Nasional] Fungsi Departemen Agama Perlu Ditinjau....
karawang@polarhome.com
karawang@polarhome.com
Thu Nov 7 04:24:08 2002
-----------------------------------------------------------------------
Mailing List "NASIONAL"
Diskusi bebas untuk semua orang yang mempunyai perhatian terhadap
eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
-----------------------------------------------------------------------
BERSATU KITA TEGUH, BERCERAI KITA RUNTUH
-----------------------------------------------------------------------
Sinar Harapan
30/10/2002
Dari Seminar Perki Se-Eropa di Berlin
Fungsi Departemen Agama Perlu Ditinjau, Satgas Agama Dibubarkan
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) diserukan
untuk meninjau peran dan manfaat Departemen Agama karena fungsinya yang
seka-rang kurang memberikan ruang kepada umat dan pemimpin agama untuk
mengatur sendiri kehidupan beragama dan hubungan antar umat beragama. Juga
diharapkan agar satuan tugas (satgas) hasil bentukan partai politik dan
lembaga keagamaan dibubarkan.
Demikian rekomendasi seminar yang diselenggarakan oleh Persekutuan Kristen
Indonesia (Perki) se-Eropa) di Berlin, ibu kota Republik Federasi Jerman,
25-27 Oktober 2002.
Wartawan SH Herman Hakim Galut dari Jerman melaporkan bahwa Seminar yang
bertemakan ”Membangun Kesepahaman Lintas SARA Menuju Indonesia Baru” ini,
dibuka oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Federasi Jerman Drs
Rahardjo Jamtomo MA, pada Sabtu, 26 Oktober 2002.
Seminar ini menampilkan makalah tertulis KH Hasyim Muzadi, Ketua Umum
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Romo Polykarpus Ulin Agan, SVD, kandidat
doktor Universitas Freiburg, Pendeta Stanley R. Rambitan, M.Phil, kandidat
doktor Universitas Negara Utrecht. Belanda.
Karena berhalangan, makalah Hasyim Muzadi dipresentasi dan dikembangkan oleh
H. Mohamad Nur Kholis, anggota Dewan Pengasuh Pesantren Ishomudin, Kebumen,
Jawa Tengah, kandidat doktor Orientalistik di Universitas Bonn, Republik
Federasi Jerman, sekaligus menampilkan makalahnya sendiri.
Seminar menilai, Departemen Agama kurang jelas memainkan perannya dalam
mencari jalan keluar dari berbagai kekerasan yang melanda Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir.
Atas dasar itu, peserta seminar menyerukan seluruh lembaga agama dan
pemimpin umat di Indonesia untuk mengembangkan berbagai model dialog,
seperti dialog antar pemimpin agama guna membahas berbagai hal dalam mencari
jalan keluar dari kemelut sosial yang ada.
Para pemimpin agama diharapkan dapat mengembangkan kegiatan pastoral yang
membawa pencerahan dalam hubungannya dengan nilai kemanusiaan, demikian
hasil seminar yang ditandatangani Ketua Umum PERKI se-Eropa, Yuyu A.N.
Krisna-Mandagie dan Ketua Panitia seminar Dr Purbo B. Hadinoto.
Seminar ini juga meminta pemerintah Indonesia untuk menyederhanakan
peraturan di bidang investasi dan perdagangan, penanggulangan kemiskinan,
dan menjamin keamanan investor asing. Menurut panitia, seminar ini merupakan
salah satu kegiatan BP PERKI se-Eropa periode 2001-2003.
Pada tahun 2001 dalam peringatan yang sama juga telah diselenggarakan
seminar dengan tema ”Apa Sumbangan Kita Untuk Melanjutkan Sumpah Pemuda”
Berpijak kepada kenyataan yang berkembang selama ini, peserta seminar yang
dihadiri orang Indonesia dari seluruh Eropa dari berbagai agama itu juga
mendesak pemerintah dan wakil rakyat untuk meningkatkan fungsi lembaga
kepolisian dan militer menjaga keamanan dan ketertiban demi keutuhan wilayah
NKRI.
Dalam bidang seni budaya dan pendidikan, para peserta sepakat perlunya tiap
etnis memelihara identitasnya, menyerukan pencerdasan rakyat secara formal
dan informal baik oleh pemerintah maupun swasta termasuk pendidikan politik
serta memberikan kesempatan yang sama bagi pria dan wanita dalam mengelola
kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam diskusi kelompok, para peserta menilai, peran satgas justru meresahkan
masyarakat. Oleh karena itu, para peserta seminar mendukung peraturan
pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) mengenai antiterorisme dan
mendesak pemerintah segera merancang dan menetapkan UU antiterorisme.
Primordial Hasyim Muzadi dalam makalahnya menyebutkan, gerakan reformasi di
Indonesia belum secara tegas mengarah kepada pengembangan demokrasi yang
berkualitas karena yang timbul dalam masyarakat sekarang ini adalah semangat
primordial. ”Primordialisme itu tidak kompatibel dengan demokrasi.
Akibatnya, upaya pengembangan demokrasi mengalami hambatan,” demikian
Hasyim.
Mohamad Nur Kholis dalam pada itu mengatakan, para pemimpin agama dan pakar
teologi harus mencari titik tengkar dan belajar menghormati
perbedaan-perbedaan yang selama ini justru menjadi sumber pertengkaran di
kalangan sesama rakyat Indonesia.
Mendukung pendapat itu, Romo Polykarpus mengatakan, konflik di Indonesia
diakibatkan oleh sempitnya pengetahuan tentang agama sendiri dan agama lain.
”Umat dari kualitas seperti ini pada akhirnya gagal untuk menangkap pesan
Kitab Suci karena melandaskan semua penafsiran secara harafiah dan sempit.
Umat seperti ini cenderung mengatakan, agamanya adalah yang paling benar dan
agama lain tidak benar,” kata Polykarpus.
Untuk itu para pemimpin agama dan pakar agama harus berdialog untuk belajar
menghargai perbedaan teologis dari agama masing-masing.
”Misalnya, umat Katolik dan Protestan belajar menghormati iman umat Islam
bahwa Al-Qur’an diturunkan secara langsung melalui Nabi Muhamad SAW.
Umat Islam belajar menghargai Inkarnasi Allah dari umat Katolik dan
Protestan. Umat Islam dan Protestan belajar menghargai Trinitas dan devosi
kepada Santa Maria, ibu Yesus Kristus yang diimani oleh umat Katolik,”
katanya.
Pendeta Stanley R. Rambitan mengatakan, dialog antar umat beragama akan
membawa semua agama di Indonesia kepada religiositas universal yang percaya
kepada satu Tuhan. ”Konflik di Indonesia terjadi karena kita gagal membawa
semua agama di Indonesia kepada religiositas universal,” katanya.
Menurut Yuyu A.N. Krisna, penyelenggaraan seminar di Berlin membawa pesan
persatuan dan kesatuan agar unifikasi Jerman pada 1990 dapat menjadi
inspirasi bagi para peserta demi integritas kedaulatan NKRI.
”Berlin merupakan simbol unifikasi dan integrasi Jerman. Jadi,
penyelenggaraan seminar untuk memperingati Sumpah Pemuda di Berlin memiliki
nilai simbolis yang tinggi,” kata Yuyu. (*)
-------------------------------------------------------------
Info & Arsip Milis Nasional: http://www.munindo.brd.de/milis/
Nasional Subscribers: http://mail2.factsoft.de/mailman/roster/national
Netetiket: http://www.munindo.brd.de/milis/netetiket.html
Nasional-m: http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-m/
Nasional-a: http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-a/
Nasional-e: http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-e/
------------------Mailing List Nasional------------------