[Karawang] [Nasional] Dari Al-Mukmin Ngruki ke Al-Islam Tenggulun
karawang@polarhome.com
karawang@polarhome.com
Fri Nov 8 22:24:27 2002
-----------------------------------------------------------------------
Mailing List "NASIONAL"
Diskusi bebas untuk semua orang yang mempunyai perhatian terhadap
Kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
-----------------------------------------------------------------------
BERSATU KITA TEGUH, BERCERAI KITA RUNTUH
-----------------------------------------------------------------------
Datum: Fri, 08 Nov 2002 21:56:06 +0100
Von: panca <panca@arcor.de>
Rückantwort: national@mail2.factsoft.de
An: nasional <national@mail2.factsoft.de>
------------------------------------------------------------------
MEMBASMI TERORISME = MEMBASMI BARBARISME
------------------------------------------------------------------
+ Baik Asadullah dan Syuhada menolak jika dikatakan pondoknya beraliran
Muhammadiyah. Menurut Asadullah, mazhab (aliran) yang dianut pondoknya
adalah Mazhab Dzahiriyah. Maksudnya, warga pondok diajarkan bermazhab
disesuaikan dengan sikap dan keyakinan hatinya. Misalnya, dalam kaitan
persoalan musik, tambah Asadullah, pondok memakai pandangan Mazhab Syafi'i
yang melarang mendengarkan musik. Sehingga praktis di lingkungan pondok tak
ada suara musik dan tak diizinkan menyetel musik.
- Diajarkan bermazhab disesuaikan dengan sikap dan keyakinan hati? Kok, para
santri dilarang mendengarkan musik?
Nah, mirip yang diajarkan Thaliban-thaliban Afghanistan. Sikap dan keyakinan
ala Thaliban, nih ye?
-------------
Dari Al-Mukmin Ngruki ke Al-Islam Tenggulun
TRAGEDI Malam Minggu Kelabu di Pulau Dewata Bali ibarat telenovela yang
serialnya sangat panjang. Ada episode Sari Club, Legian, Kuta, yakni ketika
ledakan bom baru meletus dan menewaskan 185 jiwa. Kemudian ada episode
Ngruki Sukoharjo, Solo, yang diisi adegan aparat penyidik gabungan dari
Polri, FBI, AFP (Australia), dan intelijen negara (BIN), serta intelijen
negara asing sibuk menyidik dan menuding Ustaz Abu Bakar Ba'asyir sebagai
pelaku pengeboman pada malam Natal 2001 dan rencana pembunuhan Presiden
Megawati Soekarnoputri.
Kemudian, kini kita memasuki episode Al-Islam Tenggulun, Kecamatan Solokuro,
Kabupaten Lamongan. Dalam episode terbaru tersebut, "aktor" yang mendapat
peran menentukan adalah Amrozi. Betulkah pondok yang didirikan ''The four
alumni'' Pondok Al-Mukmin Ngruki, Solo - Ustaz Zakaria, Ustaz Ashari, Ustaz
Syaifuddin Zuhri, dan Ustaz Ali Abdan - ini memiliki hubungan dengan Amrozi,
yang disebut-sebut terkait dengan aksi peledakan bom di Bali?
Sejak petugas kepolisian mengintai dan membidik Amrozi sebagai orang yang
dinilai terkait dengan jaringan teroris yang meledakkan bom di Bali 12
Oktober 2002, nama Pondok Al-Islam di Tenggulun ikut terbawa-bawa. Jika
boleh dikata pondok yang berada di pedalaman Kota Tahu Campur itu kini ''go
international''. Apalagi, pondok yang didirikan pada tahun 1992 ini pernah
mendatangkan dua kali Ustaz Abu Bakar Bas'ayir ke sana untuk tujuan
memberikan ceramah.
Pondok yang berdiri di atas tanah sekitar 1,5 hektare itu sebenarnya bukan
merupakan pondok yang megah, gemerlap, dan luar biasa. Jangan bandingkan
Pondok Al-Islam ini dengan Pondok Modern Gontor Ponorogo atau Pondok
Langitan Tuban. Dari sisi fisik bangunan, Pondok Al-Islam termasuk kategori
sangat memprihatinkan. Hanya bangunan masjid yang kelihatan mentereng.
Bangunan lainnya seperti ruang kelas 4 lokal, ruang asrama santri putra 4
lokal, dan ruang asrama santri putri terlihat sederhana sekali.
"Lha iya, masak pondok seperti ini dikaitkan dengan jaringan teroris
internasional dan bisa membuat bom yang berkekuatan sangat besar, masuk akal
nggak, Mas," kata Drs Syuhada, salah seorang guru di Pondok Al-Islam kepada
Suara Merdeka, Jumat (8/11).
Penuturan Syuhada terlihat rasional, kalau kita melihat bangunan fisik
pondok. Misalnya, asrama untuk santri yang luasnya sekitar 5 kali 3 meter
dipergunakan untuk menampung 12 santri. Bangunan asrama itu terbuat dari
papan yang disambung-sambung dengan paku dan di bagian atasnya terbuka.
Begitu pun dengan ruang kelas di pondok tersebut. Semuanya terbuat dari
papan yang disambung-sambung dan kini warnanya cokelat agak kehitam-hitaman.
Ruang kelas untuk proses belajar-mengajar ini juga tak ada atapnya, sehingga
kalau musim hujan tiba dan ada genting yang bocor atau lepas dari kait
kayunya, maka air hujan itu langsung masuk ke dalam kelas. Baik asrama
santri maupun ruang kelas semuanya berlantai semen. Tak ada tegel apalagi
keramik menghiasai kedua bangunan tersebut.
Bangunan Masjid
Yang terlihat agak megah adalah bangunan masjid yang berada di kawasan
tengah lingkungan pondok. Rumah ibadah untuk umat Muhammad SAW ini bercat
putih bersih dan berkeramik. "Pondok kami termasuk jarang mendapat bantuan,
sejak operasional pada tahun 1993 lalu sampai sekarang, seingat saya bantuan
yang pernah diberikan pemerintah kepada pondok kami sebesar Rp 1 juta. Jadi,
kehidupan pondok dan kelangsungan proses belajar-mengajar di pondok ini
berdasar iuran wali santri Rp 97.000 per bulan," ujar Asadullah, guru Pondok
Al-Islam lainnya.
Kendati kondisi bangunan fisiknya sangat teramat sederhana, tapi pengelola
pondok memiliki spirit tinggi dalam membangun mental dan akidah santrinya.
Sistem dan pola belajar-mengajar di Pondok Al-Islam tak jauh berbeda dari
Pondok Al-Mukmin Ngruki Solo. Kendati tak membahas dan mengulas persoalan
syariah yang tertuang dalam kitab kuning - yang lazimnya dilakukan pondok
yang lebih dekat kepada organisasi NU - tapi jangan kemudian menafsirkan
atau memvonis bahwa Pondok Al-Islam itu menganut aliran atau ideologi
keagamaan lebih dekat kepada Muhammadiyah.
"Dalam soal akidah dan syariah kami mengadopsi pola belajar yang
dikembangkan di Al-Mukmin Ngruki Solo, tapi jangan ditafsirkan sama secara
keseluruhan," tambah Asadullah. Kalau pun mau dicarikan perbandingan secara
pas, kata Asadullah, pola belajar-mengajar yang dipergunakan Pondok Al-Islam
adalah mirip dengan pola yang dijalankan di LPIA (Lembaga Pendidikan Arab
Saudi-Indonesia) dan Pondok Hidayatullah Surabaya. "Kami sering melakukan
perbandingan ke Hiyatullah Surabaya dibandingkan dengan Al-Mukmin Ngruki
Solo," jelas Asadullah yang dibenarkan Syuhada.
Baik Asadullah dan Syuhada menolak jika dikatakan pondoknya beraliran
Muhammadiyah. Menurut Asadullah, mazhab (aliran) yang dianut pondoknya
adalah Mazhab Dzahiriyah. Maksudnya, warga pondok diajarkan bermazhab
disesuaikan dengan sikap dan keyakinan hatinya. Misalnya, dalam kaitan
persoalan musik, tambah Asadullah, pondok memakai pandangan Mazhab Syafi'i
yang melarang mendengarkan musik. Sehingga praktis di lingkungan pondok tak
ada suara musik dan tak diizinkan menyetel musik.
Hal itu dibuktikan Suara Merdeka saat salat Jumat di masjid pondok tersebut.
Khotib saat menyampaikan ceramah terdengar tak mempergunakan alat bantu
mikrofon, sehingga isi ceramahnya kedengarannya sangat lirih. Selain itu, di
lingkungan pondok tak pernah terdengar suara musik.
Tapi, jelas Asadullah, dalam kaitan persoalan qunut dalam salat subuh,
pengasuh dan warga Pondok Al-Islam tak memakai pandangan Mazhab Syafi'i yang
memperbolehkan qunut. Karena itu, salat subuh di pondok tersebut tak memakai
qunut sebagaimana dilakukan warga Muhammadiyah.
"Yang penting dalam menjalankan amalan syariah itu kita memiliki rujukan
yang kuat sebagai dasar dalam kita menjalankan ibadah. Jadi, kita tak
ikut-ikutan," tegasnya.
Dalam kaitan pembekalan dan pembangunan mental akidah dan syariah santri
ini, pondok yang dipimpin Ustaz Zakaria bin Rindung ini sangat menekankan
pentingnya menghindari jauh-jauh perbuatan yang masuk kategori TBC (tahayul,
bid'ah, khurafat) dalam menjalankan amalan agama. Tujuannya, biar pembekalan
dan pemahaman keagamaan santrinya bersifat murni dan puritan, yakni mengacu
pada Alquran dan Hadis. "Yang namanya TBC itu harus ditinggalkan jauh-jauh,"
tegas Syuhada.
Tes Mental
Pondok yang telah berhasil melepas 125 santri/santriwati tingkatan madrasah
aliyah ini juga memberikan materi pelajaran tes mental kepada santrinya.
Targetnya, untuk menumbuhkan sikap dan perilaku berani di kalangan santri.
Bagaimana tes mental dilakukan? Asadullah menjelaskan, misalnya, pada tengah
malam santri ditugaskan untuk mengambil bunga di sekitar lokasi pemakaman
(kuburan). "Itu mesti dilakukan sendiri. Tes mental ini kami lakukan secara
tentatif, ya bisa 3 bulan sekali," katanya.
Sama dengan saudaranya di Pondok Al-Mukmin Ngruki Solo, kini warga Pondok
Al-Islam Tenggulun ini diselimuti keresahan dan kegundahan mendalam.
Pondoknya baik secara langsung maupun tak langsung, dikait-kaitkan dengan
"lakon" Amrozi yang disebut-sebut dalam aksi pengeboman di Bali. Dan kini,
kabar terakhir yang berkembang bahwa pimpinan Pondok Al-Islam itu dipanggil
petugas penyidik ke Polda Bali. "Saya sangat kaget Amrozi dikaitkan bom di
Bali, orangnya baik kok, Mas," jelas Syuhada.
Keresahan itu dialami warga Pondok Al-Islam satu minggu sebelum Amrozi
digerebek petugas kepolisian pada hari Selasa lalu. "Seminggu sebelum
penangkapan Amrozi, banyak petugas intelijen mengintai pondok ini," ujar
seorang santri.
Apakah pengintaian itu sekarang masih berlangsung? "Ya," jawab sang santri
tersebut. Saat ini petugas keamanan cenderung mencurigai siapa saja yang ada
kaitan dengan pondok, terutama warga pondok. "Setiap malam kami
dimatai-matai, ketika kami kejar orang yang memata-matai itu langsung lari.
Biasanya itu dilakukan di bagian belakang bangunan pondok," kata Syuhada
yang dibenarkan Asadullah dan para santri. (Ainur Rohim-16t)
-------------------------------------------------------------
Info & Arsip Milis Nasional: http://www.munindo.brd.de/milis/
Nasional Subscribers: http://mail2.factsoft.de/mailman/roster/national
Netetiket: http://www.munindo.brd.de/milis/netetiket.html
Nasional-m: http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-m/
Nasional-a: http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-a/
Nasional-e: http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-e/
------------------Mailing List Nasional------------------