[Karawang] HENTIKAN ISU TENTANG "APRIORI PADA SYARIAT ISLAM"!
panca
karawang@polarhome.com
Tue Sep 24 03:12:49 2002
Perbedaan pendapat yang berkembang selama ini jangan dijadikan alasan untuk
tidak bisa saling bekerja sama.
Yusril Ihza Mahendra berkata:
"Sampai kiamat pun yang namanya perbedaan pendapat itu selalu ada. Tapi
marilah kita mencari titik temu dari berbagai perbedaan itu, sehingga
segala persoalan bisa cepat terselesaikan. Urusan negara tidak bisa selesai
hanya dengan caci-maki dan marah-marah".
TITIK TEMU itu sudah ada dan sudah 57 tahun yang lalu disetujui dan
ditetapkan oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yakni diterimanya PANCASILA
di dalam Pembukaan UUD 1945. Jadi tidak usahlah terus menerus menyebarkan
isu tentang "apriori pada Syariat Islam"!
Dengan tidak diberlakukannya syariat Islam itu saja, lihat itu orang-orang
yang mengaku aktivis-ativis Islam sudah bertindak semau gue, seolah-olah
merekalah yang menjadi wakil Allah SWT di Indonesia, sambil beraksi dengan
mengacung-acungkan pedang dan kelewang untuk menakut-nakuti orang lain.
Nah, apalagi jika syariat Islam itu diberlakukan! Oleh karena itu saya
serukan:
HENTIKAN ISU TENTANG "APRIORI PADA SYARIAT ISLAM"!
Salam,
Panca
-------
Apriori pada Syariat Islam Cuma Kesalahpahaman
MAGELANG-Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Prof Dr Yusril Ihza
Mahendra SH MSc menilai, sikap apriori kalangan masyarakat tertentu
terhadap upaya penerapan syariat Islam ke dalam hukum di Indonesia, sebagai
kesalahpahaman.
"Karena itu, kalangan akademisi memiliki tugas menjelaskan kepada
masyarakat tentang pelaksanaan syariat Islam," katanya dalam kuliah umum
Universitas Muhamamdiyah Magelang, Minggu.
Dia mengingatkan, banyak hukum Islam telah hidup dalam masyarakat
Indonesia.
Namun penerapannya masih sebatas cita-cita, sehingga membutuhkan perjuangan
panjang. Perjuangan itu harus dilakukan secara hati-hati, arif, dan
bijaksana. Karena pemahaman umat Islam terhadap hukum Islam masih
berbeda-beda. Sebelum Islam masuk Indonesia sudah berlaku hukum adat yang
bersifat komunal.
Dalam politik hukum nasional, menurut Yusril, ingin dibangun suatu
identifikasi, tetapi tetap mengakui kemajemukan masyarakat. Jadi, tetap ada
unifikasi dan pluralisme dalam hukum Islam. "Jadi, pelaksanaan syariat
Islam bukan berarti diskriminasi bagi kelompok masyarakat tertentu,"
katanya.
Dia juga mengatakan, tidak perlu ada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Islam, tetapi cukup KUHP nasional dengan berbagai kaidah Islam di
dalamnya.
Karena prinsip hukum Islam, yakni mengajak semua orang melakukan kebaikan
dan mencegah perbuatan buruk.
Dalam kuliah umum bertema "Kedudukan dan Penerapan Syariat Islam dalam
Sistem Hukum di Indonesia", dia mengatakan, dominasi kekuatan politis akan
memengaruhi pelaksanaan syariat Islam. Karena itu, untuk mewujudkannya
sebagai hukum positif, perlu suatu rumusan secara konseptual, perjuangan
politis, sosialisasi kepada masyarakat dan pembangunan institusi
penunjangnya.
Pada bagian lain, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia menandaskan,
persoalan keadilan secara hukum tidak bisa dilihat secara sederhana.
Masyarakat diminta untuk melihat suatu persoalan hukum secara jernih agar
bisa memberikan penilaian secara benar. "Jangan mudah apriori. Pelajari
lebih dulu putusan hakim, serta pertimbangkan hukum yang diambil," katanya.
Menurut dia, media massa sering menyampaikan berita tanpa menelaah proses
pengambilan keputusan yang dilakukan para hakim dalam persidangan. Meski
demikian, hakim jangan memutuskan suatu perkara berdasarkan opini yang
berkembang dalam masyarakat. Tetapi hendaknya objektif atas dasar fakta.
Kaidah Islam Sementara itu, dalam Tablig Akbar Partai Bulan Bintang (PBB)
di Stadion Bumi Phala Temanggung, Minggu sore Yusril Ihza Mahendra mengakui
pihaknya saat ini sedang menggodok kemungkinan perubahan KUHP memakai dasar
kaidah Islam.
Sebab, KUHP warisan Belanda yang sekarang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman.
"Saya rasa kaidah Islam cocok untuk diterapkan. Misalnya yang sudah dikaji
untuk kasus perzinahan dan pembunuhan, tampaknya sangat sesuai dengan
perkembangan yang ada sekarang," kata Menkeh.
Yusril mencontohkan, dalam kasus pembunuhan nanti ada tiga sanksi yang bisa
dijatuhkan kepada terhukum. Yakni hukuman seumur hidup, atau hukuman denda,
atau bisa pula dimaafkan. "Dalam hal ini, hakim harus jeli karena
berpeluang besar dimasuki unsur KKN, baik dilakukan keluarga korban maupun
pihak lain," katanya.
Tentu penggodokan itu masih perlu masukan dari para pakar hukum. Tapi yang
pasti Menkeh memandang, KUHP warisan Belanda yang kini diberlakukan sudah
harus disesuaikan dengan keadaan sekarang.
Pada bagian lain Menkeh mengemukakan, sekarang masih banyak persoalan
negara yang harus diselesaikan bersama-sama. Perbedaan pendapat yang
berkembang selama ini jangan dijadikan alasan untuk tidak bisa saling
bekerja sama.
"Sampai kiamat pun yang namanya perbedaan pendapat itu selalu ada. Tapi
marilah kita mencari titik temu dari berbagai perbedaan itu, sehingga
segala persoalan bisa cepat terselesaikan. Urusan negara tidak bisa selesai
hanya dengan caci-maki dan marah-marah," tegasnya.
Sebelumnya Menkeh sempat menyaksikan pelantikan pengurus Ancab PBB
se-Kabupaten Temanggung, Kendal, Purworejo, serta Kodya dan Kabupaten
Magelang. Dalam kegiatan yang dihadiri Bupati Drs H Sardjono SH CN dan
Ketua DPRD Drs Bambang Soekarno itu, juga dimeriahkan pertandingan
sepakbola antara DPW PBB Jabar dan Jateng. (pr, nt-64t)
(SUARA MERDEKA, Senin, 23 September 2002)