[Karawang] [Nasional] Setelah Suripto Kapan Giliran Nurmahmudi ?

admin karawang@polarhome.com
Fri Jan 17 16:36:11 2003


-----------------------------------------------------------------------
Mailing List "NASIONAL"
Diskusi bebas untuk semua orang yang mempunyai perhatian terhadap
Kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
-----------------------------------------------------------------------
BERSATU KITA TEGUH, BERCERAI KITA RUNTUH
-----------------------------------------------------------------------

Setelah Suripto Kapan Giliran Nurmahmudi

oleh He-Man

Polda Metro Jaya akhirnya menahan Soeripto seorang mantan anggota
intelejen yang kemudian menjabat menjadi sekjen Dephutbun pada masa
pemerintahan Presiden K.H Abdurrahman Wahid.Tuduhan yang dikenakan
terhadapnya adalah berkaitan dengan dugaan korupsi dan mark up pembelian
dua helikopter bekas tipe Bell 412 pada tanggal 14 Desember 2000 sebesar
Rp 84,69 miliar yang kemudian menggelembung lagi menjadi 93 miliar padahal
harga helikopter baru sejenis sebuahnya cuma seharga 39 miliar rupiah.
Sekitar tiga bulan  kemudian, salah  satu helikopter tersebut jatuh di
Gunung Burangrang , Subang.

Kejanggalan lainnya adalah tender senilai 50 miliar keatas berdasarkan
Kepres no 18/2000 seharusnya dilakukan oleh pejabat setingkat Mentri
tidak bisa oleh seorang pejabat eselon satu.Tapi mengapa tender itu
dilakukan oleh Soeripto , ada kesan bahwa Nurmahmudi berusaha
melindungi dirinya sendiri dengan bertindak di balik layar.

Dugaan ini diperkuat oleh penomoran registrasi kedua helikopter tersebut
yang menggunakan nomor registrasi pribadi yaitu PK-NMI (singkatan
Nurmahmudi Ismail) dan PK-SPT (singkatan Soeripto) , hal ini merupakan
sebuah keanehan karena kedua helikopter itu dibeli untuk keperluan
operasional dinas/instansi bukan pribadi.Selain itu helikopter yang dibeli
tersebut juga ditengarai digunakan Tommy Soeharto untuk melarikan diri
(Kompas , 17 Maret 2001).

Suripto seorang mantan pejabat intelejen di BAKIN yang juga merupakan salah
seorang deklarator Partai Keadilan diangkat menjadi SekJen Dephutbun pada
tanggal 31 Desember 1999 saat Nurmahmudi Ismail yang juga Presiden Partai
Keadilan diangkat menjadi Mentri Kehutanan dan Perkebunan pada masa
pemerintahan K.H Abdurrahman Wahid.Ia kemudian akhirnya diberhentikan
pada tanggal 27 Maret 2001.

Pengangkatan Suripto sendiri menebarkan aroma KKN serta memancing protes
bebrbagai kalangan mulai dari para karyawan Dephutbun juga sejumlah LSM.
Nurmahmudi dituding menabrak sejumlah peraturan demi menempatkan Suripto
dalam posisi itu.Diantaranya adalah UU Pokok Kepegawaian No 43/1999
yang memberi aturan bahwa pejabat eselon satu seharusnya diambil  dari
pejabat karier dan berdasarkan PP No.15/1994 untuk pengajuan pejabat
eselon satu seorang mentri harus mengajukan tiga nama calon dan kemudian
baru diputuskan oleh tim evaluasi jabatan sementara Nurmahmudi langsung
menetapkan sendiri satu nama tunggal yaitu Soeripto yang bukan pejabat
karier di lingkungan dephutbun selain itu ia juga tidak memiliki latar
belakang dan kualifikasi memadai dalam bidang kehutanan dan perkebunan
untuk memegang jabatan tersebut , aturan lain yang ditabrak Nurmahmudi
adalah menyangkut  usia sebagaimana yang ditetapkan dalam UU No 43/1999
dimana usia pejabat eselon satu itu maksimal adalah 60 tahun sementara
ketika diangkat usia Suripto sudah 63 tahun.

Pria kelahiran Cirebon, 20 November 1936 merupakan salah seorang aktivis
GMSOS (Gerakan Mahasiswa Sosialis) sejak tahun 1957 .Pada masa
penggulingan Orla , Soeripto terlibat sebagai tukang "bakar" mahasiswa untuk
menghancurkan PKI. Ia kemudian direkrut dan dilatih menjadi anggota
intelejen dan akhirnya bertugas di BAKIN (Badan Administrasi dan Koordinasi
Intelejen Nasional) dan sempat duduk sebagai staf Kepala Bakin dan
Sekretaris Lembaga Studi Strategis/Wanhankamnas , pada tahun 1981
ia memimpin delegasi ke China untuk normalisasi hubungan China dan
Indonesia.Dan sejak tahun  1986 sampai tahun 2000 ia menduduki  posisi
sebagai Ketua Tim  Penanganan Masalah Khusus DIKTI/Depdikbud
yang menangani masalah  kemahasiswaan , dimana ia kemudian terlibat
sebagai  salah satu tokoh  di balik layar yang melakukan operasi intelejen
di masjid masjid kampus  untuk menjinakkan dan menyeragamkan
organisasi-organisasi  dakwah kampus melalui Gerakan Tarbiyah yang
dikemudian hari bertransformasi menjadi Partai Keadilan dan KAMMI.
Keterlibatan Soeripto dalam Gerakan  Tarbiyah sejak awal 80 an sendiri
dibenarkan oleh Fahri Hamzah Ketua  Umum KAMMI pusat (Republika ,
28 November 2002).

Gerakan Tarbiyah sendiri merupakan sebuah rekayasa operasi intelejen
sejak akhir 70 an untuk "mempersatukan" kelompok-kelompok Islam
radikal dan menjinakkannya serta menempatkannya dalam kontrol dan
kendali pemerintah .Keberhasilan operasi  inilah yang mengantarkan
Soeripto menduduki jabatan di DKTI/Depdikbud tersebut selama
14 tahun.Dan selama Soeripto menduduki jabatan itulah Gerakan
Tarbiyah yang bergerak dengan sistim sel khas operasi intelejen dengan
cepatnya berhasil mengembangan sistim jaringan yang kuat di organisasi
organisasi dakwah kampus bahkan secara total menguasainya pada
awal 90 an , diantaranya adalah kudeta di Salman ITB Bandung pada
tahun 1994 yang melibatkan sejumlah tokoh-tokoh intelejen.Jadi
tidaklah terlalu mengherankan kalau tokoh-tokoh Islam Fundamentalis
termasuk para pimpinan Partai Keadilan dan KAMMI dekat dengan
kalangan militer dan intelejen.

Kerusuhan Sampit

Kejahatan duet Nurmahmudi - Suripto sebetulnya bukan cuma kasus
korupsi dan mark up pembelian helikopter.Kasus itu cuma kasus kecil
saja dan tidak ada apa-apanya dibanding kejahatan mereka yaitu
menumpahkan darah ribuan orang tidak berdosa dalam kerusuhan
Sampit dan beberapa kasus pengeboman .

Nurmahmudi Ismail dari jabatannya oleh Presiden Abdurrahman Wahid
pada tanggal 16 Maret 2001 , alasan pemecatannya sendiri diakibatkan
oleh penolakannya untuk memecap Suripto yang dituding merencanakan
perbuatan makar serta
mengemukakan bahwa salah satu alasannya adalah karena Nurmahmudi
Ismail berada di belakang aksi KAMMI untuk mendongkel dirinya.
Beberapa hari kemudian ketika Soeripto dipecat Gus Dur pun juga
mengungkapkan alasan pemecatatannya yaitu karena terlibat upaya
makar dan yang paling penting lagi Gus Dur menuduh Suripto berada
di balik kasus Sampit (Media Indonesia , 24 Maret 2001)

Kasus Sampit sebagaimana kerusuhan-kerusuhan lain di berbagai
daerah seperti Maluku , Poso , Papua , Aceh dll sebetulnya bukan
konflik horizontal murni melainkan buntut pertikaian elite politik
di Jakarta yang menjadikan nyawa ribuan rakyat yang tidak berdosa
sebagai tumbalnya.

Kasus Sampit pada dasarnya bukanlah dipicu oleh konflik antar
etnis Dayak dan Madura melainkan oleh perebutan lahan HPH
oleh elite-elite politik dan militer di Jakarta.Izin HPH merupakan
tambang emas bagi siapa saja yang memilikinya karena bisa
menghasilkan uang sampai puluhan miliar rupiah per bulannya.
Karena itulah menguasai lahan HPH bisa berarti juga memiliki
kekuasaan yang besar dalam menentukan nasib Republik ini.

Karena itulah seiring dengan jatuhnya Soeharto , dengan cepat
pula para elite politik termasuk kelompok-kelompok Islam radikal
berusaha pula menguasai asset-aset tersebut.

Sebagaimana pendahulunya Muslimin Nasution , Nurmahmudi juga
sangat royal mengeluarkan izin HPH baru.Rata-rata setiap bulannya
Nurmahmudi mengeluarkan 2-5 izin HPH baru yang sebagian besarnya
diberikan pada kroni-kroninya dan kalangan militer, sementara pendahulunya
Muslimin Nasution yang juga dikenal dekat dengan kelompok radikal
Islam mengeluarkan 51 izin HPH baru hanya dalam tempo 90 hari.

Padahal penerbitan HPH baru setidaknya memerlukan waktu 200 hari
kerja dengan perincian tahap survey , amdal , penetapan wilayah
penebangan dsb.Kerakusan duet Nurmahmudi-Suripto dalam membagi
bagi wilayah penguasaan hutan pada kroni-kroninya semakin menambah
daftar panjang kerusakan hutan alam di Indonesia.Penerbitan HPH-HPH
baru ini juga beriringan dengan meningkatnya arus penyeludupan kayu
gelondongan (log) dalam jumlah besar ke luar negri.Presiden Gus Dur
waktu itu menuding penyelundupan itu dilakukan oleh Soeripto dan
beberapa petinggi militer untuk membiayai operasi untuk memicu
kerusuhan di Sampit.

Penerbitan-penerbitan HPH baru ini juga akhirnya menajamkan friksi
dengan kelompok-kelompok pemegang HPH lama.Friksi inilah yang
kemudian memicu konflik dengan menggunakan isu etnis.

Keterlibatan unsur-unsur militer dalam kerusuhan Sampit juga terlihat
dengan tidak diterjunkannya pasukan khusus dalam mengatasi konflik
tersebut.Padahal pengiriman pasukan itu hanya memerlukan waktu
2-3 jam saja.Misalnya saja Skadron Pakshas  461 dan 465 (total
1.000 tentara bersenjata lengkap) yang bermarkas di Lanud Halim
hanya sepuluh langkah didepan hanggar Skadron Udara 31 yang
memiliki 9 buah pesawat Hercules dimana sebuahnya mampu mengangkut
135 pasukan.Skuadron Udara 31 sendiri memiliki kualifikasi dan
kemampuan untuk melakukan scramble (terbang segera) yang
bisa dilakukan dalam tempo 35 menit . Ini termasuk menyalakan mesin
mesin secara serentak dan memanasinya (karena ditenagai mesin turboprop
Hercules butuh sekitar 15-20 menit pemanasan sebelum take-off) serta
memuat (uploading) pasukan dan peralatan tempur. .Proses lepas landas
kesembilan Hercules tersebut bisa dilakukan dalam tempo 25-40 menit dan
Sampit dapat ditempuh dalam tempo 85 menit .Dan dalam tempo 2 x 85
menit tersebut 1.000 pasukan Kopassus bisa  diangkut dari Cijantung ke
Halim dengan 28 unit Helikopter NBell-412 dalam dua sorti dimana
satu sortinya memakan waktu 35 menit.Ini belum lagi skuadron udara
32 yang memiliki 10 Hercules dan bermarkas di Madiun.

Jadi sebetulnya tidak ada alasan mengenai keterlambatan dan ketidakmampuan
TNI untuk mengirim pasukan kesana kecuali mereka sendiri (catatan
sejumlah jendral) terlibat dalam peristiwa itu

Sehingga tidak mengherankan kalau Gus Dur langsung menuding Soeripto
dan sejumlah petinggi intelejen dan militer lainnya sebagai dalang peristiwa
tersebut.Selain itu Gus Dur juga menuding Soeripto sebagai dalang kerusuhan
berdarah di wilayah lainnya di Indonesia seperti Maluku , Poso dan Papua.

Pengakuan kelompok Coker baru-baru ini yang menyatakan mereka dilatih
dan dibiayai Kopassus dalam membuat dan memicu kerusuhan di Maluku
semakin memperkuat keterlibatan intelejen dan rogue elements di dalam TNI
AD terutama di dalam tubuh Kopassus dan Kostrad dalam berbagai aksi
kerusuhan berbau SARA di Indonesia.

Pemboman di Parkir Timur Senayan

Pada tanggal 29 April 2001 sebuah bom meledak di pintu sektor VII
Parkir Timur Senayan ketika sedang dilangsungkan acara Istigotsah
Nahdlatul Ulama , delapan orang mengalami cedera.Dan esoknya
tim serse Polda Metor Jaya setelah memeriksa sejumlah saksi menangkap
tiga orang tamu yang menginap di Hotel Cemara Jl. H.O.S.Cokroaminoto
no 1, Menteng, Jakarta Pusat. Ketiganya adalah Asep Saefullah, 38
tahun, Ahmad Paradis, 37 tahun, dan Agus Julianto, 32 tahun.Tiga
orang ini bukanlah orang yang dikenal publik , tapi dari penangkapan
tiga orang ini polisi mengembangkan penyelidikan dan akhirnya
menangkap Fakih Munawar dan Derry yang juga merupakan mantan
ajudan dan tangan kanan Nurmahmudi Ismail ketika menjabat sebagai
Mentri Kehutanan dan Perkebunan.

Kasus ini akhirnya juga menyeret nama Suripto karena tiga orang
pelaku pengeboman tersebut menginap di kamar nomor 311 dan
434 Hotel Cemara yang ternyata disewa atas nama Suripto.Sehingga
pada tanggal 1 Mei 2001 dengan dipimpin oleh Kepala Unit Kejahatan
dan Kekerasan Ditserse Polda Metro Jaya, Komisaris Polisi Tagam
Sinaga , Suripto pun ditangkap.

Tapi Suripto dibebaskan dua hari kemudian dan cuma dikenai wajib
lapor setiap hari selasa , dan beberapa jam kemudian Asep dkk pun
ikut dibebaskan.Akan tetapi Soeripto pun dikenai tuduhan baru yaitu
menjual rahasia negara kepada pihak asing melalui Lesperssi (Lembaga
Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia) sebuah lembaga study
yang ditengarai banyak berhubungan dengan agen rahasia asing.Walaupun
tidak jelas dokumen rahasia apa yang dituduhkan dijual oleh Suripto
tapi sejumlah sumber menyebutkan bahwa yang dijual tersebut adalah
dokumen-dokumen rahasia militer dan peta udara.Selama kurun waktu
2000-2001 banyak terjadi penyusupan pesawat-pesawat mata-mata
militer asing ke dalam wilayah udara Indonesia yang tidak mampu terpantau
oleh sistim radar maupun pesawat dan kapal-kapal patroli TNI termasuk
penyusupan personel militer asing , kegiatan pelatihan kelompok militan
oleh instruktur militer asing dan penyelundupan senjata serta bahan
peledak.

Akan tetapi kasus inipun menguap begitu saja seiring dengan semakin
menajamnya pertikaian elite politik dan kejatuhan Gus Dur dari kursi
kepresidenannya.

Penutup

Kedekatan kaum fundamentalis Islam dengan kalangan militer dan
intelejen seharusnya mulai diwaspadai oleh kita bersama.Pengikut
utama kalangan ini bukanlah kaum santri melainkan kaum abangan
yang diarahkan untuk menjadi fanatik dan radikal.Dan mereka lebih
pada dasarnya tidak memperjuangkan Islam melainkan cenderung
untuk merusak nama Islam melalui aksi-aksi kekerasan maupun
terorisme yang dilatarbelakangi oleh kepentingan elite politik dan
militer tertentu.

Keterlibatan aktif organisasi-organisasi Islam radikal dalam berbagai
aksi kerusuhan berdarah rata-rata ditunggangi oleh militer.Sehingga
nampak jelas bahwa mereka hanyalah bidak untuk menjalankan
"dirty operation" demi kepentingan militer dan unsur-unsur orba
dan agama hanya dijadikan tameng bagi mereka untuk menutupi tangan
tangan kotor mereka.














-------------------------------------------------------------
Info & Arsip Milis Nasional: http://www.munindo.brd.de/milis/
Anggota Nasional: http://mail2.factsoft.de/mailman/roster/national
Netetiket: http://www.munindo.brd.de/milis/netetiket.html
Nasional-m: http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-m/
Nasional-a:  http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-a/
Nasional-e:  http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-e/
------------------Mailing List Nasional------------------