[Marinir] [KCM] Marinir Pemburu Mayat Itu...

YapHongGie ouwehoer at centrin.net.id
Sat Feb 19 22:44:13 CET 2005


http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/19/Geliat/1567594.htm

Geliat NAD & SUMUT
Sabtu, 19 Februari 2005
Marinir Pemburu Mayat Itu...

JIKA ada pertanyaan, sebutan apa yang kini paling cocok diberikan untuk
Satuan Tugas Batalyon Artileri Medan dari Pasukan Marinir I Surabaya,
jawabnya mungkin pasukan pemburu mayat. Dalam 52 hari terakhir, 50 anggota
kesatuan itu telah mengevakuasi 28.340 mayat korban gempa bumi dan tsunami
di Banda Aceh dan Aceh Besar. Artinya, setiap hari mereka rata-rata
mengevakuasi 545 mayat atau 11 mayat tiap personel.
"Kami hanya memenuhi panggilan nurani," kata Mayor CTO Sinaga, Komandan
Satuan Tugas Batalyon Artileri Medan (Satgas Armed) Pasukan Marinir I
Surabaya, saat ditanya soal prestasi kesatuannya.

Jika melihat sejarah keterlibatan Satgas Armed dalam evakuasi mayat di NAD,
jawaban Sinaga tidaklah berlebihan. Sebab, sebenarnya mereka tidak pernah
diperintah melakukan hal itu. "Tugas ini (evakuasi mayat) kami lakukan
karena pada 26 Desember kebetulan kami berada di Banda Aceh," kata Sinaga.
Setelah bertugas tiga bulan di Meulaboh, tutur Sinaga, pasukannya yang
meninggalkan Surabaya sejak April 2004 tiba di Banda Aceh pada 22 Desember
2004. "Pada 26 Desember pagi, sebenarnya kami sedang bersiap pergi ke
Lhokseumawe. Namun tiba-tiba ada gempa hingga saya memutuskan membawa
pasukan ke markas Komandan Distrik Militer 0101 Aceh Besar. Pukul 10.00 kami
sampai di sana untuk menawarkan bantuan. Dandim lalu meminta kami membantu
mengevakuasi pengungsi," kenang Sinaga.

Setelah selesai membawa pengungsi ke Lambaro, Aceh Besar, pada 26 Desember
petang Sinaga meminta pasukannya ikut mengevakuasi mayat. "Minggu pertama
keadaan amat memprihatinkan. Kami tak punya pelindung seperti sarung tangan
atau masker. Kantong mayat juga belum ada, hingga mayat yang ditemukan
langsung dibawa ke kuburan massal," katanya.
Ini sempat membuat sebagian anggota pasukan Sinaga ragu-ragu. Selain tidak
pernah dilatih melakukan tugas itu, mereka juga khawatir terkena penyakit.
Namun, keragu-raguan itu lenyap karena saat itu tidak seorangpun anggota
pasukan Sinaga yang sakit meski banyak terkena cairan yang keluar dari
mayat.

Memasuki hari kedelapan, operasi mulai terkendali. Pasukannya mulai mendapat
kantung jenasah, kaos tangan karet, dan masker dari sejumlah posko
penanggulangan bencana. Saat itu juga mulai datang relawan-relawan dari
segala penjuru untuk membantu evakuasi. "Saya lalu membagi pasukan dalam
lebih banyak tim evakuasi. Anggota tim tidak lagi hanya TNI, tapi juga ada
relawannya," katanya.

SAMPAI hari ke-52 pada Kamis (17/2), jumlah mayat yang dievakuasi pasukan
Sinaga sudah jauh berkurang. Jika pada minggu-minggu pertama mereka
mengevakuasi hingga 1.000 mayat per hari, sekarang "hanya" sekitar 200
mayat.
"Sekarang kami harus mencari mayat di sela-sela tumpukan sampah dan
sisareruntuhan. Tidak ada lagi mayat tergeletak di pinggir jalan. Kami juga
harus lebih hati-hati dan cermat karena sudah banyak yang membusuk dan
bercampur tanah," kata Letnan Dua Prio Sigit, salah seorang anggota Satgas
Armed Pas Marinir I.
Menurut Sigit, belakangan ini sebagian besar mayat, terutama yang tergeletak
di atas tanah atau tertimbun sampah umumnya sudah berupa tulang-belulang.
Sedangkan yang terendam di air, bentuknya relatif lebih utuh.
Untuk memudahkan mencari mayat, Sigit dan pasukannya memutuskan tidak lagi
memakai masker selama bertugas. "Kalau pakai masker, kami tidak dapat
mencium bau mayat. Padahal, bau merupakan petunjuk utama keberadaan mayat,"
jelas Sigit sambil menambah, semua anggota pasukannya sudah hafal bau mayat.
Selain itu, Sigit dan anggota Satgas Armed Pas Marinir I lain juga tidak
lagi merasa jijik atau takut . Dengan tenang mereka bisa beristirahat sambil
menikmati nasi bungkus dengan lauk sepotong ikan laut menu makan siang
mereka, meski di sampingnya ada setumpukan mayat dengan bau menyengat.
"Jika hanya melihat satu mayat, mungkin akan muncul perasaan tertentu.
Namun karena mayat yang setiap hari kami lihat amat banyak, perasaan itu
tidak ada lagi," kata Prajurit Kepala Arie, anak buah Sigit.
"Lagipula buat apa takut jika maksud kami baik dan tulus. Bagaimanapun
mayat-mayat itu lebih terhormat dimakamkan di kuburan massal daripada
dibiarkan tertimbun seperti sampah," katanya.

Hambatan yang muncul dalam evakuasi mayat ini, kata Kapten Aris B, Wakil
Komandan Satgas Armed Pas Marinir I, justru timbul dari terbatasnya dukungan
logistik. "Kami masih harus datang ke posko-posko atau lapangan udara guna
mendapatkan kantong mayat atau makanan dan minuman untuk anggota. Karena
tidak ada pihak yang resmi membiayai operasi ini. Untunglah posko-posko
selalu memberi apa yang kami butuh," kata Aris.
Gangguan lain, lanjut Aris, datang dari anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
"Tanggal 10 Februari lalu kami sempat bentrok dengan GAM ketika mengevakuasi
mayat di daerah Lhok Nga. Saat itu ada dua anggota GAM yang dapat kami
tangkap," kata Aris. "Untuk mengantisipasi gangguan GAM, semua anggota
pasukan bersenjata lengkap saat evakuasi".

Namun, berbagai gangguan tidak mengendorkan semangat Satgas Armed Pas
Marinir I. Bahkan, saking semangatnya memenuhi panggilan nurani, Sinaga
memutuskan memenuhi permintaan Dandim 0101 Aceh Besar Letkol Joko Warsito
untuk bertahan di Banda Aceh daripada ke Lhokseumawe seperti diperintahkan
semula. Keputusan Sinaga patut dihargai. Sebab, meski sudah 120.514 mayat
yang dievakuasi, masih ada 114.897 lain yang diberitakan hilang.
(M Hernowo)




More information about the Marinir mailing list