[Marinir] Selamat Hari Raya Waisak 2549/2005

Yap Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id
Mon May 23 15:47:17 CEST 2005


Kepada rekan-rekan umat Budha,  kami sekeluarga mengucapkan :

Selamat Hari Raya Waisak 2549BE/2005.

Wassalam, yhg.
---------------


http://www.kompas.com/kompas-cetak/0505/23/utama/1767481.htm

Berita Utama
Senin, 23 Mei 2005
Renungan Waisak 2549/2005
Genta Waisak Membangunkan Kesadaran
Oleh Mahastavira Aryamaitri


BAGI orang yang sadar, selalu ada kebaikan; baginya kebahagiaan bertambah;
baginya esok adalah hari yang lebih baik; walaupun ia belum sepenuhnya
terbebas dari ketidaksenangan. Bagi orang yang baik siang maupun malam
mendapatkan kegembiraan tanpa kekerasan, membagi cinta kasih dengan semua
yang hidup, ia tidak menemukan permusuhan dengan siapa pun." (Samyutta
Nikaya 1,208)
Untuk ke-2.549 kalinya hari Waisak dirayakan. Genta Waisak kembali bertalu
membangunkan kesadaran, menumbuhkan kebijaksanaan dan kasih sayang. Ada tiga
peristiwa penting yang dikenang dalam satu detik saat purnama sidi di hari
Waisak. Ketiga peristiwa itu adalah kelahiran, penerangan Sempurna, dan
parinirwana-nya Buddha Gautama.
Meski Buddha bisa hidup sepanjang masa dunia (kalpa), Ia memutuskan untuk
meninggal dunia sesuai dengan waktu yang ditetapkan-Nya sendiri, menunjukkan
bahwa hidup di dunia itu tidak kekal.
Lahir dan mati merupakan peristiwa biasa yang pasti dialami setiap manusia.
Yang penting, apa yang telah dilakukan seseorang sepanjang hidupnya. Apa
artinya kelahiran seorang Siddharta Gautama jika Ia hanya bersenang-senang
di istana? Apa pedulinya dunia pada kematian sesosok Gautama jika Ia tak
membuat bahagia orang banyak? Buddha tidak hanya sekadar tokoh sejarah. Ia
bukan hanya milik masa silam. Kehadiran-Nya di dunia masih dirasakan hingga
kini. Siapa Ia sebenarnya?
Dona, seorang pertapa, bertanya kepada Buddha Gautama, "Yang Mulia tentu
adalah seorang Dewa."
"Bukan, pertapa, Aku bukanlah Dewa," jawab Buddha. Dona bertanya dan
bertanya lagi, dan Buddha menjawab bahwa Ia juga bukan gandarwa, bukan
yaksa. Dona pun berkata, "Yang Mulia tentu seorang manusia?" Buddha
menjawab, "Tentu saja bukan, Aku bukan manusia." Ia menyebut diri-Nya
Buddha, Yang Bangun. Buddha bangun atas sadar di saat seluruh dunia tertidur
lelap dan menunjukkan Jalan kepada manusia di bumi, segala makhluk di
berbagai alam, termasuk dewa di surga- surga, untuk mencapai keselamatan.
Apa yang dimaksud dengan keselamatan adalah kebebasan mutlak, bebas dari
segala bentuk penderitaan.
Membangun kesadaran
Buddha menyatakan, hidup berkesadaran adalah satu-satunya Jalan untuk
mengakhiri penderitaan. Hidup yang merupakan kenyataan adalah pada saat ini,
di tempat ini. Memiliki kesadaran berarti benar-benar hadir sekarang ini di
sini. Masa lalu telah lewat dan masa depan belum datang. Kita dapat belajar
dari masa lalu dan merencanakan masa depan dengan kesadaran masa sekarang.
Karena masa depan ditentukan oleh masa sekarang, menjaga masa sekarang
adalah hal yang terbaik yang dapat dilakukan untuk memastikan masa depan
yang baik.
Dengan adanya kesadaran, kita memusatkan perhatian pada apa yang terjadi.
Pengalaman sehari-hari menunjukkan, orang yang sukses melakukan pekerjaannya
dengan penuh kesadaran dan konsentrasi. Kesadaran dan konsentrasi
menghasilkan pengertian mendalam. Pengertian mendalam membantu kita untuk
menjadi bijaksana dan membebaskan kita dari persepsi yang salah. Hal ini
membuat kita berhenti menderita.
Saat kita menderita, acap kali kita berpikir bahwa kita adalah korban orang
lain dan hanya kita saja yang menderita. Hal ini tidak benar, orang lain
juga menderita. Semua orang mempunyai kesulitan dan kecemasan sendiri. Jika
kita melihat penderitaan pada diri kita, kita dapat memahami orang lain.
Saat pengertian itu hadir, kasih sayang muncul. Karena itulah, kita tergerak
untuk membantu orang-orang yang mengalami bencana alam dan berbagai musibah.
Kita juga menempatkan diri dalam diri makhluk lain, tidak melakukan sesuatu
yang tak kita inginkan diperbuat orang lain terhadap kita.
Diri yang luas
Hadirnya kesadaran sama artinya dengan hadirnya kehidupan. Napas adalah
jembatan yang menghubungkan kehidupan dengan kesadaran, menyatukan tubuh dan
pikiran. Segala macam benda di jagat ini mengambil bagian dalam hidup yang
bernapas. Lewat bernapas, hidup terus diberikan kepada manusia dan oleh
napasnya manusia menukar daya hidupnya dengan kosmos. Karena itu, sudah
seharusnya manusia merasa bersatu dengan alam semesta. Manusia adalah bagian
integral dari keseluruhan masyarakat dan jagat raya.
Biksu Thich Nhat Hanh mempertanyakan mengapa kita memisahkan aku dan bukan
aku? Apa yang kita sebut sebagai aku berasal dari unsur yang bukan aku.
Orang yang penuh kesadaran saat melihat setangkai bunga mengerti bahwa
segala unsur di kosmos ini menembus atau ada di dalam bunga. Tanpa seluruh
unsur yang bukan bunga, seperti sinar matahari, awan, tanah, mineral,
sungai, panas, dan kesadaran, bunga itu tidak akan muncul. Pandangan ini
menjelaskan pernyataan dalam Avatamsaka-sutra mengenai hubungan
interpenetrasi antara kita dalam lingkungan. Seluruh dunia memengaruhi
sebuah pori dan sebuah pori memengaruhi seluruh dunia. (Bandingkan dengan
kesalinghubungan partikel sub-atomik dalam dinamika satu kesatuan yang
utuh). Begitu pula seluruh makhluk memengaruhi satu tubuh dan satu tubuh
memengaruhi seluruh makhluk.
Bumi adalah tubuh kita. Karena itu, untuk melindungi makhluk hidup, kita
harus melindungi batu, tanah, dan samudra. Ada kontinuitas dari dunia dalam
dan dunia luar. Artinya, dunia adalah large self, "diri luas" kita. Kita
harus menjadi "diri luas" itu dan peduli terhadapnya. Pohon-pohon, misalnya,
ada dalam tali- temali dengan manusia. Karena itu, kita adalah pohon dan
udara, belukar, dan awan. Bila pepohonan tak dapat hidup, manusia juga tak
dapat hidup. Saya ada, maka Anda ada. Anda ada, maka saya ada. Kita saling
tali-temali. Itulah tatanan antarmakhluk.
Menghadirkan surga
Dengan membangunkan kesadaran, menumbuhkan kebijaksanaan dan kasih sayang,
kita bisa menghadirkan surga di sini sekarang ini. Kita tidak perlu mati
untuk masuk ke surga. Seorang prajurit menemui seorang biksu. Katanya,
"Ajari aku tentang surga dan neraka!" Biksu itu menatapnya dan menjawab
dengan angkuh, "Mengajarimu tentang surga dan neraka? Aku tak mau
mengajarimu tentang apa pun. Engkau kotor, engkau bau, pedangmu berkarat.
Engkau membawa aib, memalukan kelas kesatria saja. Menyingkirlah dariku. Aku
tak tahan denganmu."
Prajurit itu menjadi marah. Ia mengacungkan pedangnya kepada biksu itu, siap
memenggalnya. Lalu kata sang biksu dengan lembut, "Itulah neraka." Si
prajurit tertegun. Ia merasakan kepasrahan dan belas kasih biksu yang
memberinya ajaran, menunjukkan kepadanya apa itu neraka. Perlahan ia
menurunkan pedangnya dengan perasaan damai. "Nah, itulah surga," kata biksu
dengan ramah.
Tentu saja kesadaran, kebijaksanaan, dan kasih sayang tak cukup hanya untuk
dimiliki, tetapi perlu dipraktikkan dalam interaksi dengan segala makhluk
dan alam semesta.
Mereka yang sepenuhnya hidup berkesadaran dan mempraktikkan Dharma akan
merasakan kehadiran Buddha di dalam hidupnya. Selamat Hari Waisak. Semoga
semua makhluk bahagia.

Mahastavira Aryamaitri  Biksu, Anu Mahanayaka (Wakil Ketua Umum) Sangha
Agung Indonesia; Pembina Majelis Buddhayana Indonesia



More information about the Marinir mailing list