[Marinir] Mengenang Usman & Harun (2)

Yap Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id
Wed Nov 16 19:34:01 CET 2005


Memasuki wilayah Singapura.

Tanggal 8 Maret 1965 pada waktu tengah malam buta, saat air laut tenang
ketiga Sukarelawan iini mendayung perahu,Sukarelawan itu dapat melakukan
tugasnya berkat latihan-latihan dan ketabahan mereka.
Dengan cara hati-hati dan orientasi yang terarah mereka mengamati
tempat-tempat penting yang akan dijadikan obyek sasaran, dan tugas mengamati
sasaran-sasaran ini dilakukan sampa larut malam. Setelah memberikan laporan
singkat, mereka meng adakan pertemuan di tempat rahasia untuk melaporkan
hasil pengamatan masing-masing. Atas kelihaiannya mereka dapa berhasil
kembali ke induk pasukannya, yaitu Pulau Sambu sebaga Basis II dimana Usman
dan Harus bertugas.

Pada malam harinya Usman memesan anak buahnya aga berkumpul kembali untuk
merencanakan tugas-tugas yang haru dilaksanakan, disesuaikan dengan hasil
penyelidikan mereka masing-masing. Setelah memberikan laporan singkat,
mereka mengadakan perundingan tentang langkah yang akan ditempuh karena
belum adanya rasa kepuasan tentang penelitian singkat yang mereka lakukan,
ketiga Sukarelawan di bawah Pimpinan Usman, bersepakat untuk kembali lagi ke
daerah sasaran untuk melakukan penelitian yang mendalam. Sehingga apa yang
dibebankan oleh atasannya akan membawa hasil yang gemilang.

Di tengah malam buta, di saat kota Singapura mulai sepi dengan kebulatan dan
kesepakatan, mereka memutuskan untuk melakukan peledakan Hotel Mac Donald,
Diharapkan dapat menimbulkan kepanikan dalam masyarakat sekitarnya. Hotel
tersebut terletak di Orchad Road sebuah pusat keramaian d kota Singapura.
Pada malam harinya Usman dan kedua anggotanya kembali menyusuri Orchad Road.
Di tengah-tengah kesibukan dan keramaian kota Singapura ketiga putra
Indonesia bergerak menuju ke sasaran yang ditentukan, tetapi karena pada
saat itu suasana belum mengijinkan akhirnya mereka menunggu waktu yang
paling tepat untuk menjalankan tugas. Setelah berangsur angsur sepi,
mulailah mereka dengan gesit mengadakan gerakan gerakan menyusup untuk
memasang bahan peledak seberat 12,5 kg.

Dalam keheningan malam kira-kira pukul 03.07 malam tersentaklah penduduk
kota Singapura oleh ledakan yang dahsyat seperti gunung meletus. Ternyata
ledakan tersebut berasal dari bagian bawah Hotel Mac Donald yang terbuat
dari beton cor tulang hancur berantakan dan pecahannya menyebar ke penjuru
sekitarnya. Penghuni hotel yang mewah itu kalang kabut, saling berdesakan
ingin keluar untuk menyelamatkan diri masing-masing. Demikian pula penghuni
toko sekitarnya berusaha lari dari dalam tokonya.

Beberapa penghuni hotel dan toko ada yang tertimbun oleh reruntuhan sehingga
mengalami luka berat dan ringan. Dalam peristiwa ini, 20 buah toko di
sekitar hotel itu mengalami kerusakan berat, 24 buah kendaraan sedan hancur,
30 orang meninggal, 35 orang mengalami luka-luka berat dan ringan. Di antara
orangorang yang berdesakan dari dalam gedung ingin keluar dari hotel
tersebut tampak seorang pemuda ganteng yang tak lain adalah Usman.

Suasana yang penuh kepanikan bagi penghuni Hotel Mac Donald dan sekitarnya,
namun Usman dan anggotanya dengan tenang berjalan semakin menjauh ditelan
kegelapan malam untuk menghindar dari kecurigaan. Mereka kembali memencar
menuju tempat perlindungan masing-masing.

Pada hari itu juga tanggal 10 Maret 1965 mereka berkumpul kembali.
Bersepakat bagaimana caranya untuk kembali ke pangkalan. Situasi menjadi
sulit, seluruh aparat keamanan Singapura dikerahkan untuk mencari pelaku
yang meledakkan Hotel Mac Donald. Melihat situasi demikian sulitnya, lagi
pula penjagaan sangat ketat, tak ada celah selubang jarumpun untuk bisa
ditembus. Sulit bagi Usman, Harun dan Gani keluar dari wilayah Singapura.
Untuk mencari jalan keluar, Usman dan anggotanya sepakat untuk menerobos
penjagaan dengan menempuh jalan masing masing, Usman bersama Harun,
sedangkan Gani bergerak sendiri.

Setelah berhasil melaksanakan tugas, pada tanggal 11 Maret 1965 Usman dan
anggotanya bertemu kembali dengan diawali salam kemenangan, karena apa yang
mereka lakukan berhasil. Dengan kata sepakat telah disetujui secara bulat
untuk kembali ke pangkalan dan sekaligus melaporkan hasil yang telah dicapai
kepada atasannya. Sebelum berpisah Usman menyampaikan pesan kepada
anggotanya, barang siapa yang lebih dahulu sampai ke induk pasukan, supaya
melaporkan hasil tugas telah dilakukan kepada atasan. Mulai saat inilah
Usman dan Harus berpisah dengan Gani sampai akhir hidupnya.

Gagal kembali ke pangkalan.

Usaha ketiga Sukarelawan kembali ke pangkalan dengan jalan masing-masing.
Tetapi Usman yang bertindak sebagai pimpinan tidak mau melepas Harun
berjalan sendiri, hal ini karena Usman sendiri belum faham betul dengan
daerah Singapura, walaupun ia sering memasuki daerah inf. Karena itu Usman
meminta kepada Harun supaya mereka bersama-sama mencari jalan keluar ke
pangkalan. Untuk menghindari kecurigaan terhadap mereka berdua, mereka
berjalan saling berjauhan, seolah-olah kelihatan yang satu dengan yang lain
tidak ada hubungan sama sekali. Namun walaupun demikian tetap tidak lepas
dari pengawasan masing-masing dan ikatan mereka dijalin dengan isyarat
tertentu. Semua jalan telah mereka tempuh, namun semua itu gagal.

Dengan berbagai usaha akhirnya mereka berdua dapat memasuki pelabuhan
Singapura, mereka dapat menaiki kapal dagang Begama yang pada waktu itu akan
berlayar menuju Bangkok. Kedua anak muda itu menyamar sebagai pelayan dapur.
Sampai tanggal 12 Maret 1965 mereka berdua bersembunyi di kapal tersebut.
Tetapi pada malam itu, waktu Kapten kapal Begama mengetahui ada dua orang
yang bukan anak buahnya berada dalam kapal, lalu mengusir mereka dari kapal.
Kalau tidak mau pergi dari kapalnya, akan dilaporkan kepada Polisi. Alasan
mengusir kedua pemuda itu karena takut diketahui oleh Pemerintah Singapura,
kapalnya akan ditahan. Akhirnya pada tanggal 13 Maret 1965 kedua Sukarelawan
Indonesia keluar dari persembunyiannya.

Usman dan Harun terus berusaha mencari sebuah kapal tempat bersembunyi
supaya dapat keluar dari daerah Singapura. Ketika mereka sedang mencari-cari
kapal, tiba-tiba tampaklah sebuah motorboat yang dikemudikan oleh seorang
Cina. Daripada tidak berbuat akan tertangkap, lebih baik berbuat dengan dua
kemungkinan tertangkap atau dapat lolos daribahaya. Akhirnya dengan tidak
pikir panjang mereka merebut motorboat dari pengemudinya dan dengan cekatan
mereka mengambil alih kemudi, kemudian haluan diarahkan menuju ke Pulau
Sambu. Tetapi apadaya manusia boleh berencana, Tuhan yang menentukan.
Sebelum mereka sampai ke perbatasan peraian Singapura, motorboatnya macet di
tengah laut. Mereka tidak dapat lagi menghindari diri dari patroli musuh,
sehingga pada pukul 09.00 tanggal 13 Maret 1965 Usman dan Harun tertangkap
di bawa ke Singapura sebagai tawanan.

Mereka menyerahkan diri kepada Tuhan, semua dihadapi walau apa yang terjadi,
karena usaha telah maksimal untuk mencari jalan. Nasib manusia di tangan
Tuhan, semua itu adalah kehendak-Nya. Karena itulah Usman dan Harus tenang
saja, tidak ada rasa takut dan penyesalan yang terdapat pada diri mereka.
Sebelum diadili mereka berdua mendekam dalam penjara. Mereka dengan sabar
menunggu saat mereka akan dibawa ke meja hijau. Alam Indonesia telah
ditinggalkan, apakah untuk tinggal selama-lamanya, semua itu hanya Tuhan
yang Maha Mengetahui.

TABAH SAMPAI AKHIR

Proses Pengadilan.

Usman dan Harun selama kurang lebih 8 bulan telah meringkuk di dalam penjara
Singapura sebagai tawanan dan mereka dengan tabah menunggu prosesnya. Pada
tanggal 4 Oktober 1965 Usman dan Harun di hadapkan ke depan sidang
Pengadilan Mahkamah Tinggi (High Court) Singapura dengan J. Chua sebagai
Hakim. Usman dai Harun dihadapkan ke Sidang Pengadilan Tinggi (High Court)
Singapura dengan tuduhan :

1. Menurut ketentuan International Security Act Usman dan Harun telah
    melanggar Control Area.
2. Telah melakukan pembunuhan terhadap tiga orang.
3. Telah menempatkan alat peledak dan menyalakannya.

Dalam proses pengadilan ini, Usman dan Harun tidak dilakukan pemeriksaan
pendahuluan, sesuai dengan Emergency Crimina Trials Regulation tahun 1964.
Dalam Sidang Pengadilan Tinggi (Hight Court) kedua tertuduh Usman dan Harun
telah menolak semua tuduhan itu. Hal ini mereka lakukan bukan kehendak
sendiri, karena dalam keadaan perang. Oleh karena itu mereka meminta kepada
sidang supaya mereka dilakukan sebagai tawanan perang (Prisoner of War).

Namun tangkisan tertuduh Usman dan Harun tidak mendapat tanggapan yang layak
dari sidang majelis. Hakim telah menola permintaan tertuduh, karena sewaktu
kedua tertuduh tertangkap tidak memakai pakaian militer. Persidangan
berjalan kurang lebih dua minggu, pada tanggi 20 Oktober 1965 Sidang
Pengadilan Tinggi (Hight Court) yan dipimpin oleh Hakim J. Chua memutuskan
bahwa Usman da Harun telah melakukan sabotase dan mengakibatkan meninggalnya
tiga orang sipil. Dengan dalih ini, kedua tertuduh dijatuhi hukuman mati.

Pada tanggal 6 Juni 1966 Usman dan Harun mengajukan naik banding ke Federal
Court of Malaysia dengan Hakim yang mengadilinya: Chong Yiu, Tan Ah Tah dan
J.J. Amrose. Pada tanggal 5 Oktober 1966 Federal Court of Malaysia menolak
perkara naik banding Usman dan Harun. Kemudian pada tanggal 17 Februari 1967
perkara tersebut diajukan lagi ke Privy Council di London. Dalam kasus ini
Pemerintah Indonesia menyediakan empat Sarjana Hukum sebagai pembela yaitu
Mr. Barga dari Singapura, Noel Benyamin dari Malayasia, Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja SH dari Indonesia, dan Letkol (L) Gani Djemat SH Atase ALRI
di Singapura. Usaha penyelamatan jiwa kedua pemuda Indonesia itu gagal.
Surat penolakan datang pada tanggal 21 Mei 1968.

Setelah usaha naik banding mengenai perkara Usman dan Harun ke Badan
Tertinggi yang berlaku di Singapura itu gagal, maka usaha terakhir adalah
untuk mendapat grasi dari Presiden Singapura Yusuf bin Ishak. Permohonan ini
diajukan pada tanggal 1 Juni 1968. Bersamaan dengan itu usaha penyelamatan
kedua prajurit oleh Pemerintah Indonesia makin ditingkatkan. Kedutaan RI di
Singapura diperintahkan untuk mempergunakan segala upaya yang mungkin dapat
dijalankan guna memperoleh pengampunan. Setidak-tidaknya memperingan kedua
sukarelawan Indonesia tersebut. Pada tanggal 4 Mei 1968 Menteri Luar Negeri
Adam Malik berusaha melalui Menteri Luar Negeri Singapura membantu usaha
yang dilakukan KBRI. Ternyata usaha inipun mengalami kegagalan. Pada tanggal
9 Oktober 1968 Menlu Singapura menyatakan bahwa permohonan grasi atas
hukuman mati Usman dan Harun ditolak oleh Presiden Singapura.

Pemerintah Indonesia dalam saat-saat terakhir hidup Usman dan Harun terus
berusaha mencari jalan. Pada tanggal 15 Oktober 1968 Presiden Suharto
mengirim utusan pribadi, Brigjen TNI Tjokropanolo ke Singapura untuk
menyelamatkan kedua patriot Indonesia. Pada saat itu PM Malaysia Tengku
Abdulrahman juga meminta kepada Pemerintah Singapura agar mengabulkan
permintaan Pemerintah Indonesia. Namun Pemerintah Singapura tetap pada
pendiriannya tidak mengabulkannya. Bahkan demi untuk menjaga prinsip-prinsip
tertib hukum, Singapura tetap akan melaksanakan hukuman mati terhadap dua
orang KKO Usman dan Harun, yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober
1968 pukul 06.00 pagi waktu Singapura.

Permintan terakhir Presiden Suharto agar pelaksanaan hukuman terhadap kedua
mereka ini dapat ditunda satu minggu untuk mempertemukan kedua terhukum
dengan orang tuanya dan sanak farmilinya. Permintaan ini juga ditolak oleh
Pemerintah Singapura tetap pada keputusannya, melaksanakan hukuman gantung
terhadap Usman dan Harun.

Pesan terakhir.

Waktu berjalan terus dan sampailah pada pelaksanaan hukuman, dimana
Pemerintah Singapura telah memutuskan dan menentukan bahwa pelaksanaan
hukuman gantung terhadap Usman dan Harun tanggal 17 Oktober 1968, tepat
pukul 06.00 pagi Dunia merasa terharu memikirkan nasib kedua patriot
Indonesia yang gagah perkasa, tabah dan menyerahkan semua itu kepada
pencipta - Nya.

Seluruh rakyat Indonesia ikut merasakan nasib kedua patriot ini. Demikian
juga dengan Pemerintah Indonesia, para pemimpin terus berusaha untuk
menyelesaikan masalah ini. Sebab merupakan masalah nasional yang menyangkut
perlindungan dan pem belaan warga negaranya. Satu malam sebelum pelaksanaan
hukuman, hari Rabu sore tanggal 16 Oktober 1968, Brigjen TIN Tjokropranolo
sebagai utusan pribadi Presiden Suharto datang ke penjara Changi. Dengan
diantar Kuasa Usaha Republik Indonesia di Singapura Kolonel A. Ramli dan
didampingi Atase Angkatan Laut Letkol (G) Gani Djemat SH, dapat berhadapan
dengan Usman dan Harun di balik terali besi yang menyeramkan pada pukul
16.00. Tempat inilah yang telah dirasakan oleh Usman dan Harun selama dalam
penjara dan di tempat ini pula hidupnya berakhir.

Para utusan merasa kagum karena telah sekian tahun meringkuk dalam penjara
dan meninggalkan tanah air, namun dari wajahnya tergambar kecerahan dan
kegembiraan, dengan kondisi fisik yang kokoh dan tegap seperti gaya khas
seorang prajurit KKO AL yang tertempa. Tidak terlihat rasa takut dan gelisah
yang membebani mereka, walaupun sebentar lagi tiang gantungan sudah
menunggu.

Keduanya segera mengambil sikap sempurna dan memberikan hormat serta
memberikan laporan lengkap, ketika Letkol Gani Djemat SH memperkenalkan
Brigjen Tjokropranolo sebagai utusan Presiden Suharto. Sikap yang demikian
membuat Brigjen Tjokropranolo hampir tak dapat menguasai diri dan terasa
berat untuk menyampaikan pesan. Pertemuan ini membawa suasana haru, sebagai
pertemuan Bapak dan Anak yang mengantarkan perpisahan yang tak akan bertemu
lagi untuk selamanya. Hanya satu-satunya pesan yang disampaikan adalah bahwa
Presiden Suharto telah menyatakan mereka sebagai Pahlawan dan akan dihormati
oleh seluruh rakyat Indonesia, kemudian menyampaikan salut atas jasa mereka
berdua terhadap Negara. Sebagai manusia beragama, Brigjen Tjokropranolo
mengingatkan kembali supaya tetap teguh, tawakal dan berdoa, percayalah
bahwa Tuhan selalu bersama kita. Kolonel A. Rambli dalam kesempatan itu pula
menyampaikan, bahwa Presiden Suharto mengabulkan permintaan mereka untuk
dimakamkan berdampingan di Indonesia.

Sebelum berpisah Usman dan Harun dengan sikap sempurna menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden RI Jenderal Suharto atas
usahanya, kepada Jenderal Panggabean, kepada mahasiswa dan pelajar, Sarjana
Hukum, dan Rakyat Indonesia yang telah melakukan upaya kepadanya. Pertemuan
selesai, Sersan KKO Usman memberikan aba-aba, dan keduanya memberi hormat.

Menjalani Hukuman Mati.

Pada saat ketiga pejabat Indonesia meninggalkan penjara Changi, Usman dan
Harun kembali masuk penjara, tempat yang tertutup dari keramaian dunia.
Usman dan Harun termasuk orang-orang yang teguh terhadap agama. Mereka
berdua adalah pemeluk agama Islam yang saleh. Di alam yang sepi itu menambah
hati mereka semakin dekat dengan pencipta - Nya. Karena itu empat tahun
dapat mereka lalui dengan tenang. Mereka selalu dapat tidur dengan
nyenyaknya walaupun pelaksanaan hukuman mati semakin dekat.

Pemerintah dan rakyat Indonesia mengenang kembali perjuangan kedua pemuda
ini dan dengan keharuan ikut merasakan akan nasib yang menimpa mereka.
Sedangkan Usman dan Harun dengan tenang menghuni penjara Changi yang sepi
dan suram itu. Mereka menghuni ruangan yang dibatasi oleh empat dinding
tembok, sedangkan di luar para petugas terus mengawasi dengan ketat. Usman
dan Harun yang penuh dengan iman dan taqwa dan semangat juang yang telah
ditempa oleh Korpsnya KKO AL menambah modal besar untuk memberikan
ketenangan dalam diri mereka yang akan menghadapi maut.
Di penjara Changi, pada hari itu udara masih sangat dingin Suasana mencekam,
tetapi dalam penjara Changi kelihatan sibuk sekali. Petugas penjara sejak
sore sudah berjaga-jaga, dan pada hari itu tampak lebih sibuk lagi.

Di sebuah ruangan kecil dengan terali-terali besi rangkap dua Usman dan
Harun benar-benar tidur dengan pulasnya. Meskipun pada hari itu mereka akan
menghadapi maut, namun kedua prajurit itu merasa tidak gentar bahkan
khawatirpun tidak. Dengan penuh tawakal dan keberanian luar biasa mereka
akan menghadapi tali gantungan.
Sikap kukuh dan tabah ini tercermin dalam surat-surat yang mereka tulis pada
tanggal 16 Oktober 1968, yang tetap melambangkan ketegaran jiwa dan menerima
hukuman dengan gagah berani. Betapa tabahnya mereka menghadapi kematian,
hal in dapat dilihat dari surat-surat mereka yang dikirimkan kepada
keluarganya:

Sebagian Surat Usman yang berbunyi sebagai berikut:

Berhubung tuduhan dinda yang bersangkutan maka perlu anak anda menghaturkan
berita duka kepangkuan Bunda sekeluarga semua di sini bahwa pelaksanaan
hukuman mati ke atas anakanda telah diputus kan pada 17 Oktober 1968, hari
Kamis 24 Rajab 1388.

Sebagian isi surat dari Harun sebagai berikut:
Bersama ini adindamu menyampaikan berita yang sangat mengharukan seisi kaum
keluarga di sana itu ialah pada 14-10-1968 jam 10.00 pagi waktu Singapura
rayuan adinda tetap akan menerima hukuman gantungan sampai mati.

MENGHADAPI TIANG GANTUNGAN

Pukul 05.00 subuh kedua tawanan itu dibangunkan oleh petugas penjara,
kemudian disuruh sembahyang menurut agamanya masing-masing.
Sebenarnya tanpa diperintah ataupun dibangunkan Usman dan Harun
setiap waktu tidak pernah melupakan kewajibannya untuk bersujud kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Karena sejak kecil kedua pemuda itu sudah diajar
masalah keagamaan dengan matang.

Setelah melakukan sembahyang Usman dan Harun dengan tangan diborgol
dibawa oleh petugas ke kamar kesehatan untuk dibius.
Dalam keadaan terbius dan tidak sadar masing-masing urat nadinya dipotong
oleh dokter tersebut, sehingga mereka berdua lumpuh sama sekali.
Dalam keadaan, lumpuh dan tangan tetap diborgol, Usman dan Harun dibawa
petugas menuju ke tiang gantungan.
Tepat pukul 06.00 pagi hari Kamis tanggal 17 Oktober 1968 tali gantungan
kalungkan ke leher Usman dan harun.

Pada waktu itu pula seluruh rakyat Indonesia yang mengetahui bahwa kedua
prajurit Indonesia digantung batang lehernya tanpa mengingat segi-segi
kemanusiaan menundukkan kepala sebagai tanda berkabung. Kemudian mereka
menengadah berdoa kepada Illahi semoga arwah kedua prajurit Indonesia itu
mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya. Mereka telah terjerat di ujung
tali gantungan di negeri orang, Jauh dari sanak keluarga, negara dan
bangsanya.Mereka pergi untuk selama-lamanya demi kejayaan Negara, Bangsa
dan Tanah Air tercinta.

Eksekusi telah selesai, Usman dan Harun telah terbujur, terpisah nyawa dari
jasadnya. Kemudian pejabat penjara Changi keluar menyampaikan berita kepada
para wartawan yang telah menanti dan tekun mengikuti peristiwa ini, bahwa
hukuman telah dilaksanakan. Dengan sekejap itu pula tersiar berita ke
seluruh penjuru dunia menghiasi lembaran mass media sebagai pengumuman
terhadap dunia atas terlaksananya hukuman gantungan terhadap Usman dan
Harun.

Bendera merah putih telah dikibarkan setengah tiang sebagai tanda berkabung.
Sedangkan masyarakat Indonesia yang berada di Singapura berbondong-bondong
datang membanjiri Kantor Perwakilan Indonesia dengan membawa karangan
bunga sebagai tanda kehormatan terakhir terhadap kedua prajuritnya.

Begitu mendapat berita pelaksanaan eksekusi PemerintaH Indonesia mengirim
Dr. Ghafur dengan empat pegawai KedutaaN Besar RI ke penjara Changi untuk
menerima kedua jenazah iti dan untuk dibawa ke Gedung Kedutaan Besar RI
untuk dise mayamkan. Akan tetapi kedua jenazah belum boleh dikeluarkan dari
penjara sebelum dimasukkan ke dalam peti dan menunggu perintah selanjutnya
dari Pemerintah Singapura. Pemerintah Indonesia mendatangkan lima Ulama
untuk mengurus kedua jenazah di dalam penjara Changi. Setelah jenazah di
masukkan ke dalam peti, Pemerintah Singapura tidak mengizinkan Bendera
Merah Putih yang dikirimkan Pemerintah Indonesia untuk di selubungkan pada
peti jenazah kedua Pahlawan tersebut pada saat masih di dalam penjara.
Pukul 10.30 kedua jenzah baru diizinkan dibawa ke Kedutaan Besar RI

Mendapat penghormatan terakhir dan Anugerah dari Pemerintah

Setelah mendapatkan penghormatan terakhir dari masya rakat Indonesia di
KBRI, pukul 14.00 jenazah diberangkatkan ke lapangan terbang dimana telah
menunggu pesawat TNI-AU. yang akan membawa ke Tanah Air.
Pada hari itu Presiden Suharto sedang berada di Pontianak meninjau daerah
Kalimantan Barat yang masih mendapat gangguan dari gerombolan PGRS dan
Paraku. Waktu Presiden diberitahukan bahwa Pemerintah Singapura telah
melaksanakan hukuman gan tung terhadap Usman dan Harun, maka Presiden
Suharto menyata kan kedua prajurit KKO-AL itu sebagai Pahlawan Nasional.

Pada pukul 14.35 pesawat TNI-AU yang khusus dikirim dari Jakarta
meninggalkan lapangan terbang Changi membawa kedua jenazah yang telah
diselimuti oleh dua buah bendera Merah Putih yang dibawa dari Jakarta. Pada
hari itu juga, tanggal 17 Oktober 1968 kedua Pahlawan Usman dan Harun telah
tiba di Tanah Air. Puluhan ribu, bahkan ratusan ribu rakyat Indonesia
menjemput kedatangannya dengan penuh haru dan cucuran air mata. Sepanjang
jalan antara Kemayoran, Merdeka Barat penuh berjejal manusia yang ingin
melihat kedatangan kedua Pahlawannya, Pahlawan yang membela kejayaan Negara,
Bangsa dan Tanah Air.

Setibanya di lapangan terbang Kemayoran kedua jenazah Pahlawan itu diterima
oleh Panglima Angkatan Laut Laksamana TNI R. Muljadi dan seterusnya
disemayamkan di Aula Hankam Jalan Merdeka Barat sebelum dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Pada upacara penyerahan kedua jenazah Pahlawan ini menimbulkan suasana yang
mengharukan. Di samping kesedihan yang meliputi wajah masyarakat yang
menghadiri upacara tersebut, di dalam hati mereka tersimpan kemarahan yang
tak terhingga atas perlakuan negara tetangga yang sebelumnya telah mereka
anggap sebagai sahabat baik. Pada barisan paling depan terdiri dari barisan
Korps Musik KKO-AL yang memperdengarkan musik sedih lagu gugur bunga,
kemudian disusul dengan barisan karangan bunga. Kedua peti jenazah tertutup
dengan bendera Merah Putih yang ditaburi bunga di atasnya. Kedua peti ini
didasarkan kepada Inspektur Upacara Laksamana TNI R. Mulyadi yang kemudian
diserahkan kepada Kas Hankam Letjen TNI Kartakusumah di Aula Hankam.
Di belakang peti turut mengiringi Brigjen TNI Tjokropranolo dan Kuasa Usaha
RI untuk Singapura Letkol M. Ramli yang langsung mengantar jenazah Usman
dan Harun dari Singapura.
Suasana tambah mengharukan dalam upacara ini karena baik Brigjen
Tjokropranolo
maupun Laksamana R. Muljadi kelihatan meneteskan air mata.

Malam harinya, setelah disemayamkan di Aula Hankam mendapat penghormatan
terakhir dari pejabat-pejabat Pemerintah, baik militer maupun sipil,
Jenderal TNI Nasution kelihatan bersama pengunjung melakukan sembahyang
dan beliau menunggui jenazah Usman dan Harun sampai larut malam.

Tepat pukul 13.00 siang, sesudah sembahyang Jum'at, kedua jenazah
diberangkatkan dari Aula Hankam menuju ke tempat peristirahatan yang
terakhir. Jalan yang dilalui iringan ini dimulai Jalan Merdeka Barat, Jalan
M.H. Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Gatot Subroto, Jalan Pasar
Minggu dan akhirnya sampai Kalibata. Sepanjang jalan yang dilalui antara
Merdeka Barat dan Kalibata, puluhan ribu rakyat berjejal menundukkan kepala
sebagai penghormatan terakhir diberikan kepada kedua Pahlawannya. Turut
mengiringi dan mengantar kedua jenazah ini, pihak kedua keluarga, para
Menteri Kabinet Pembangunan.

Laksamana R. Muljadi, Letjen Kartakusumah, Perwira-perwin Tinggi ABRI,
Korps Diplomatik, Ormas dan Orpol, dan tidak ketinggalan para pemuda
dan pelajar serta masyarakat.
Upacara pemakaman ini berjalan dengan penuh khidmat dan mengharukan.
Bertindak sebagai Inspektur Upacara adalah Letjen Sarbini. Atas nama
Pemerintah Letjen Sarbini menyerahkan kedua jasad Pahlawan ini kepada
Ibu Pertiwi dan dengan diiringi doa semoga arwahnya dapat diberikan tempat
yang layak sesuai dengan amal bhaktinya.

Dengan didahului tembakan salvo oleh pasukan khusus dari keempat angkatan,
peti jenazah diturunkan dengan perlahan-lahan ke liang lahat. Suasana
bertambah haru setelah diperdengarkan lagu Gugur Bunga.

Pengorbanan dan jasa yang disumbangkan oleh Usman dan Harun terhadap
Negara dan Bangsa maka Pemerintah telah me naikkan pangkat mereka satu
tingkat lebih tinggi yaitu Usmar alias Janatin bin Haji Muhammad Ali menjadi
Sersan Anumerta KKO dan Harun alias Tohir bin Mandar menjadi Kopral
Anumerta KKO.
Sebagai penghargaan Pemerintah menganugerahkan tanda kehormatan Bintang
Sakti dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional.

Copyright by : Korps Marinir




More information about the Marinir mailing list