[Marinir] Kepentingan Australia di Timor Timur
Yap Hong Gie
ouwehoer at centrin.net.id
Mon Mar 19 07:34:59 CET 2007
http://globalisasi.wordpress.com/2006/07/10/kepentingan-australia-di-timor-timur/
Kepentingan Australia di Timor Timur
Oleh Asep Setiawan
Pendahuluan
Keterlibatan Australia dalam masalah Timor Timur sudah ada sejak wilayah ini
dinyatakan jadi bagian Republik Indonesia.
Perang Dingin telah membuka jalan bagi Indonesia untuk menyatukan wilayah
yang rusuh dan dinyatakan Fretilin sebagai daerah yang merdeka.
Saat itu kecenderungan Fretilin jelas condong ke kubu sosialis sehingga
mencemaskan negara-negara Barat terutama Amerika Serikat dan Australia.
Masuknya Indonesia ke Timtim memang telah menimbulkan masalah sejak tahun
1975.
Restu negara besar karena iklim Perang Dingin mengharuskan soal Timtim
segera diselesaikan agar tidak membawa instabilitas kawasan Asia Tenggara.
Tidak terpikirkan bahwa berakhirnya Perang Dingin telah membuat Indonesia
berada dalam posisi rawan.
Australia jelas berkepentingan agar Timtim ini juga tidak jadi sumber
instabilitas kawasan Asia Tenggara yang jadi zona penyangga keamanannya dari
serangan utara.
Sejak awal Australia memahami alngkah ayng diambil Indonesia untuk
menggabungkan kawasan berpenduduk sekitar satu juta itu kedalam negara
kesatuan RI.
Bahkan secara eksplisit mengakui kedaulatan Indonesia atas Timtim.
Namun demikian sikap Australia itu tidak konsisten. Sejak PM John Howard
berkuasa dan terjadinya gejolak reformasi di Indonesia sehingga berada pada
posisi lemah
dalam tawar menawar diplomatik, Howard mendorong agar Indonesia melepaskan
Timtim.
Presiden BJ Habibie tak sadar terpengaruh gagasan Howard yang dilontarkan
bulan Desember 1998. Habibie pada bulan Januari 1999 menyatakan Timtim akan
diberi
dua pilihan otonomi luas atau menolaknya sehingga bisa memilih melepaskan
diri dari Indonesia.
Makalah ini akan menganalisa kepentingan politik dan ekonomi Australia
dengan Timtim sehingga jajak pendapat rakyat Timtim akhirnya memilih lepas
dari Indonesia.
Kekacauan setelah jajak pendapat membuat Australia terlibat lebih jauh
dengan menekan PBB agar mengijinkan tentaranya masuk Timtim yang saat itu
masih sah wilayah Indonesia.
Kepentingan Politik
Isu Timtim sejak lama telah menjadi bagian dari politik dalam negeri
Australia. Suara pro dan kontra tentang kebijakan Australia terhadap
Indonesia datang silih berganti.
Puncaknya, pada masa PM Paul Keating kebijakan Australia terhadap Indonesia
sangat dekat. Bahkan hampir-hampir dikatakan bahwa Keating itu adalah salah
seorang sahabat Indonesia ditengah masyarakat Australia yang kritis terhadap
kekuasaan Presiden Soeharto.
Kepentingan politik Australia yang paling kentara terhadap Timtim
pertama-tama adalah menghindari tidak melebarnya konflik di Timtim pada masa
tahun 1970-an itu
menjadi ancaman bagi wilayah Australia. Negeri Kangguru menghendaki Timtim
stabil sehingga hubungan politik RI-Australia tidak terganggu.
Oleh karena itu pada masa awal Australia seperti "memihak" Indonesia dengan
mengakui batas-batas wilayah di daerah Timtim.
Puncak pengakuan itu adalah disepakatinya pembagian Celah Timor berdasarkan
ketentuan yang disepakati kedua pihak oleh Menlu Ali Alatas dan Menlu Gareth
Evans.
Secara eksplisit adanya pengaturan batas laut di wilayah yang kaya minyak
itu menjadikan Australia negara yang pertama mengakui eksistensi Indonesia
atas Timtim.
Namun dengan hadirnya PM John Howard sikap Australia berubah total. Mereka
mulai menyatakan bahwa Timtim untuk jangka panjang harus merdeka.
Australia mulai mengubah kebijakannya atas Timtim dengan dasar bahwa otonomi
luas harus diberikan kepada Timtim sebelum merdeka penuh.
Sikap ini dilandasi oleh kepentingan jangka panjang Australia terhadap
Timtim dan Indonesia. Terhadap Timtim, Australia seolah-olah ingin membalas
kesalahan
masa lalu dengan mengakui eksistensi Indonesia di Timtim yang sampai tahun
1998 tidak diakui PBB. Australia juga menilai dengan pendekatan ke Timtim
diharapkan
bisa menanamkan pengaruhnya di wilayah berpenduduk 800.000 jiwa ini.
Pengaruh Australia di Timtim ini seperti halnya pengaruh Australia di Papua
Niugini melebarkan lingkungan pengaruh politiknya yang dianggapnya sudah
layak diperbesar.
Di tengah krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia, termasuk
Indonesia, posisi Australia sangat menguntungkan.
Krisis ekonomi tidak menyebar ke Australia sehingga ketika posisi negara
Asia lemah, negeri ini berada dalam kondisi sehat baik militer, politik
maupun ekonomi.
Kepentingan Australia terhadap Indonesia adalah melakukan unjuk kekuatan
politik atas Timtim.
Dengan intervensi militer ke Timtim, Australia mengirim pesan kepada Jakarta
tentang kemampuan diplomatiknya yang berskala global.
Dengan pendekatan kepada Amerika Serikat dan Eropa, Australia dapat
menggolkan rencananya untuk memaksa masuk ke Timtim di bawah payung PBB.
Sikap Australia paling akhir ini dapat dilihat dari "Doktrin Howard" yang
kemudian direvisi sendiri. Menurut Ismet Fanany dalam tulisannya Doktrin
Howard dalam
Konteks Sejarah, doktrin itu merupakan pedoman politik luar negeri
Australia.
Howard menjelaskan doktrinnya dalam wawancara dengan Fred Brenchley dalam
majalah The Bulletin edisi 28 September 1999.
Doktrin ini adalah politik regional yang bersandar pada pandangan politik
internasional Australia yang ingin menjadi wakil atau 'deputy' penjaga
keamanan dan
perdamaian di kawasan ini. Yang dinobatkan sebagai 'ketua'-nya adalah
Amerika Serikat.
Dengan demikian, sasarannya adalah negara-negara Asia, termasuk Indonesia
tentunya. Inti dan dasar pemikiran Doktrin Howard ini telah mengundang,
berbagai
reaksi dari kawasan Asia dan di Australia sendiri. Di antara inti dan dasar
pemikiran tersebut;
a) Australia adalah bangsa Eropa yang karenanya punya special
characteristics dan occupies a special place di kawasan
Asia; ciri istimewa dan memiliki tempat istimewa ini dihubungkan Howard
dengan 'nilai' yang dimiliki Australia yang harus dipertahankan dan
dipromosikan di
kawasan ini;
b) untuk menjamin kehidupan nilai yang menjadi pedoman benar/salah dalam
kebijakan dan perilaku kebijakan luar negerinya di kawasan ini, Howard
menunjuk
Australia sebagai wakil Amerika Serikat dalam peranannya sebagai 'polisi'
internasional di kawasan ini.
Terjemahannya, seperti dikatakan Greg Sheridan dalam The Australian 24
September lalu, Australia akan memasuki setiap daerah di kawasan ini,
memaksakan
wawasan demokrasi dan hak asasi manusia yang dianutnya, kalau perlu dengan
menggunakan senjata.
Di dalam wawancara dengan Brenchley dari The Bulletin itu, Howard
menyebutkan peranan Australia di Timtim sebagai contoh kebijakannya.
Kepentingan ekonomi
Dibalik sikap Australia itu terdapat keinginan menguasai sumber minyak di
perbatasan. Akses terhadap energi ini tak bisa disangkal menjadi pendorong
semangat
Australia campur tangan dalam menangani gejolak di Timtim pasca jajak
pendapat. Minyak yang dilukiskan sangat besar kandungannya di perbatasan
Timtim-Australia
merupakan aset penting bagi perkembangan ekonomi masa depan negeri Kangguru.
Mudrajad Kuncoro, kandidat PhD University of Melbourne, dalam diskusi 22
Oktober 1999 menjelaskan, keterlibatan Australia tak lepas dari isu klasik
money and power.
Ia menilai, Australia mau membantu Timtim bukan untuk membalas jasa rakyat
Timtim yang pernah membantu mencegah invasi ke Australia saat Perang Dunia
II,
melainkan punya kepentingan bisnis yang dikemas dengan wadah humanis.
Mudrajat menulis, "Kalau Australia memang pejuang hak-hak asasi manusia dan
humanis tulen, hal pertama yang dilakukan sebelum terjun ke Timtim adalah
meminta
maaf dan memberi referendum kepada suku Aborigin yang nasibnya mirip dengan
suku Indian di Amerika Serikat.
Menurut Mudrajad, kesepakatan Celah Timor (Timor Gap) yang ditandatangani
Indonesia-Australia tahun 1989 menyetujui pembagian 62.000 km persegi zona
kerja
sama menjadi tiga wilayah.
Wilayah joint development merupakan wilayah yang berada di tengah dan
terbesar dimana kedua negara berhak mengontrol eksplorasi dan produksi
migas.
Dua zona lainnya dibagi secara tidak merata yang masing-masing negara secara
terpisah diberi hak mengatur dan menguasainya.
Sampai sekaran dari 41 sumur yang telah dibor di zona kerja sama, sekitar 10
ditemukan cadangan migas. Secara ekonomis, kelayakannya relatif kecil.
Namun kandungan gas dan hidrokarbon tidak bisa diabaikan. Sebagai contoh,
tulis Mudrajad, di ladang Bayu-Undan, ditaksir punya cadangan minyak 400
juta barel,
tiga trilyun kubik gas alam dan 370 juta barel cairan (kondensat dan LPG).
Menurut Oil & Gas Joournal edisi 1999, cadangan hidrokarbon ini dinilai
paling kaya di luar Timur Tengah dan merupakan ladang minyak terbesar
Australia di luar
selat Bass,
Menurut Mudrajad, sejumlah perusahaan Amerika, Australia, Belanda sudah
aktif di wilayah Celah Timor ini.
Di Ladang Bayu-Undan, kerja sama perusahaan AS Phillips Petroleum Co. dan
perusahaan tambang Australia, Broken Hill Propietary (BHP Ltd., mencanangkan
akan
beroperasi penuh mulai tahun 2002.
Kabar terakhir, BHP telah menjual sahamnya di Bayu-Undan dan Elang kepada
Phillips sebagai bagian dari restrukturisasi perusahaan Australia ini.
Saat ini Phillips baru mencari pelanggan atas rencananya membangun jaring
pipa gas bawah laut dari Bayu-Undan ke Darwin, wilayah utara Australia.
Nick Beams dalam World Socialist Web Site (1999) menyebutkan pula
kepentingan Australia akan minyak. Ia menyebutkan awal 1990 kepentingan
Portugal bangkit
kembali ke Timtim setelah ditemukan cadangan minyak yang nilainya
diperkirakan antara 11 sampai 19 milyar dollar AS. Tahun 1991, Portugal
mengadukan Australia
ke Pengadilan Internasional karena menandatangani perjanjian Celah Timor
bulan Desember 1989.
Beams mengutip pernyataan Portugal yang menyebutkan, "Perjanjian itu
dirancang untuk mendapatkan minyak Timtim yang melebihi kepentingan lainnya.
Hanya kerakusan (Australia) seperti itu dapat menjelaskan pengakuan secara
de jure aneksasi oleh kekuatan yang memakan korban 100.000 tewas."
Namun Beams juga melihat, perilaku Portugal itu juga dimotivasi oleh
ketamakan serupa yang dilakukan Australia terhadap sumber minyak.Portugal
lalu berusaha
merebut kembali wilayah Timtim yang dikuasai Indonesia dengan mendorong
penentuan nasib sendiri rakyat Timtim.
Penutup
Baik kepentingan politik maupun ekonomi menjadi dasar bagi langkah baru
Australia terhadap Timtim. Australia menjadikan isu Timtim menjadi perhatian
publik Australia.
Dari reaksi rakyat Australia terhadap gejolak di Timtim itu dibenarkan
Australia melaksanakan kebijakan luar negerinya dengan mendorong tentaranya
masuk Timtim.
Sedangkan kepentingan Australia yang berdimensi ekonomi didorong oleh
kebutuhan menemukan sumber energi baru. Celah Timor yang sudah dieksplorasi
dan
diperkirakan mengandung cadangan minyak yang kaya menjadi andalan Australia
di masa datang. Oleh karena itu Australia berusaha menyelamatkan kekayaan
alam
itu dengan memberikan jasa keamanan di Timtim di bawah payung PBB.
Daftar Pustaka
Adil, Hilman, Hubungan Australia dengan Indonesia 1945-1962. Jakarta:
Djambatan, 1993.
Beams, Nick, The Western Powers and East Timor- a History of Manueuvre and
Intrigue dalam World Socialis Web Site, 1 Oktober 1999.
Horta, Arsenio Ramos, The Eyewitness: Bitter Moments in East Timor Jungles.
Singapore: Usaha Quality Printers, 1981.
Ismet Fanany, Doktrin Howard dalam Konteks Sejarah, Kompas, 29 September
1999.
Saladanha, Joao Mariano De Sousa, Ekonomi Politik: Pembangunan Timor Timur.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994.
Taylor, John G., Indonesia's Forgotten War: the Hidden History of East
Timor. LLondon: Zed, 1991.
More information about the Marinir
mailing list