[Nasional-m] APBN dan Utang

Ambon nasional-m@polarhome.com
Thu Aug 22 10:12:15 2002


This is a multi-part message in MIME format.

------=_NextPart_000_0226_01C24975.A0D4D820
Content-Type: text/plain;
	charset="Windows-1252"
Content-Transfer-Encoding: quoted-printable

Jawa Pos
Kamis, 22 Agt 2002=20

APBN dan Utang

Pidato pengantar nota keuangan dan RAPBN 2003 yang disampaikan Presiden =
Megawati Soekarnoputri 16 Agustus pekan lalu dibalut nuansa optimisme. =
Pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi lima persen: angka yang =
mencengangkan di tengah minimnya stimulus untuk investasi.

Mengapa target angka pertumbuhan ekonomi itu dianggap sangat tidak =
realistis? Cara mudah untuk menjawabnya adalah melihat besaran dalam =
pos-pos RAPBN 2003. Apakah dalam rancangan anggaran itu cukup persentase =
alokasi dana untuk pembangunan infrastruktur baru yang langsung =
berdampak pada naiknya investasi?=20

Yang tampak menonjol, sebagai sisi yang kontraproduktif, adalah besarnya =
alokasi anggaran untuk membiayai (cicilan pokok dan bunga) utang. Dengan =
total utang -dalam dan luar negeri- yang mencapai sekitar Rp 2.100 =
triliun (Rp 650 triliun dan USD 150 miliar), alokasi anggaran untuk =
membayar bunga utang membengkak menjadi 26,71 persen. Angka pastinya =
adalah Rp 27,4 triliun (utang luar negeri) dan Rp 59,6 triliun (utang =
dalam negeri) dari total volume APBN Rp 332,5 triliun.

Besarnya beban pembayaran cicilan pokok dan bunga utang ini tidak saja =
mengganggu fleksibilitas anggaran. Pembayaran utang yang lebih dari =
seperempat volume APBN ini berdampak pada membengkaknya deficit anggaran =
negara. Dampak yang paling konkret adalah pemerintah semakin sulit =
mengeluarkan kebijakan populis, seperti subsidi dan pembangunan =
infrastruktur. Juga pendidikan, kesehatan, dan pos-pos yang bisa =
menstimulasi perluasan kesempatan kerja.

Bahkan, kebijakan pemerintah akan semakin membebani rakyat. Misalnya, =
pencabutan subsidi dan penggejontan pajak. Sementara, kebijakan lain =
yang akan dilakukan adalah menjual aset-aset negara dan divestasi aset =
yang dikuasai BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).

Yang harus segera dipikirkan pemerintah saat ini adalah mencari solusi =
penyelesaian beban utang. Termasuk utang dalam negeri atas penerbitan =
obligasi rekap. Pekan lalu, Tim Penyelesaian Beban Obligasi yang =
difasilitasi Menteri PPN/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie telah merumuskan =
beberapa alternatif. Salah satunya adalah mengonversi obligasi rekap =
dengan perpetual bond (obligasi tanpa masa jatuh tempo).

Dengan skema itu, pemerintah berpotensi menarik obligasi rekap Rp 345,6 =
triliun. Penukaran obligasi rekap dengan perpetual bond ini akan mampu =
menunda beban pokok obligasi karena tidak ada waktu jatuh temponya.

Skema yang diajukan tim penyelesaian obligasi itu cukup cerdas di tengah =
beban utang yang kian mencekik. Persoalannya, apakah pelaksanaan solusi =
tersebut memang semudah membalik telapak tangan. Konversi obligasi rekap =
dengan perpetual bond berisiko menganggu likuiditas karena tidak bisa =
diperdagangkan di pasar sekunder obligasi.

Jadi, utang ini selalu menjadi akar masalah dalam setiap perumusan =
RAPBN. Pemerintah akan makin kesulitan mencapai target makro yang =
realistis jika persoalan utang ini tidak juga dituntaskan. (*)





------=_NextPart_000_0226_01C24975.A0D4D820
Content-Type: text/html;
	charset="Windows-1252"
Content-Transfer-Encoding: quoted-printable

<!DOCTYPE HTML PUBLIC "-//W3C//DTD HTML 4.0 Transitional//EN">
<HTML><HEAD>
<META http-equiv=3DContent-Type content=3D"text/html; =
charset=3Dwindows-1252">
<META content=3D"MSHTML 6.00.2600.0" name=3DGENERATOR>
<STYLE></STYLE>
</HEAD>
<BODY bgColor=3D#ffffff>
<DIV><FONT size=3D2>Jawa Pos</FONT></DIV>
<DIV><FONT size=3D2><FONT size=3D3>Kamis, 22 Agt 2002 <BR></FONT><FONT=20
size=3D3><B></B></FONT></FONT></DIV>
<DIV><FONT size=3D2><FONT size=3D3><B>APBN dan Utang<BR></B><BR>Pidato =
pengantar=20
nota keuangan dan RAPBN 2003 yang disampaikan Presiden Megawati =
Soekarnoputri 16=20
Agustus pekan lalu dibalut nuansa optimisme. Pemerintah mematok target=20
pertumbuhan ekonomi lima persen: angka yang mencengangkan di tengah =
minimnya=20
stimulus untuk investasi.<BR><BR>Mengapa target angka pertumbuhan =
ekonomi itu=20
dianggap sangat tidak realistis? Cara mudah untuk menjawabnya adalah =
melihat=20
besaran dalam pos-pos RAPBN 2003. Apakah dalam rancangan anggaran itu =
cukup=20
persentase alokasi dana untuk pembangunan infrastruktur baru yang =
langsung=20
berdampak pada naiknya investasi? <BR><BR>Yang tampak menonjol, sebagai =
sisi=20
yang kontraproduktif, adalah besarnya alokasi anggaran untuk membiayai =
(cicilan=20
pokok dan bunga) utang. Dengan total utang -dalam dan luar negeri- yang =
mencapai=20
sekitar Rp 2.100 triliun (Rp 650 triliun dan USD 150 miliar), alokasi =
anggaran=20
untuk membayar bunga utang membengkak menjadi 26,71 persen. Angka =
pastinya=20
adalah Rp 27,4 triliun (utang luar negeri) dan Rp 59,6 triliun (utang =
dalam=20
negeri) dari total volume APBN Rp 332,5 triliun.<BR><BR>Besarnya beban=20
pembayaran cicilan pokok dan bunga utang ini tidak saja mengganggu =
fleksibilitas=20
anggaran. Pembayaran utang yang lebih dari seperempat volume APBN ini =
berdampak=20
pada membengkaknya deficit anggaran negara. Dampak yang paling konkret =
adalah=20
pemerintah semakin sulit mengeluarkan kebijakan populis, seperti subsidi =
dan=20
pembangunan infrastruktur. Juga pendidikan, kesehatan, dan pos-pos yang =
bisa=20
menstimulasi perluasan kesempatan kerja.<BR><BR>Bahkan, kebijakan =
pemerintah=20
akan semakin membebani rakyat. Misalnya, pencabutan subsidi dan =
penggejontan=20
pajak. Sementara, kebijakan lain yang akan dilakukan adalah menjual =
aset-aset=20
negara dan divestasi aset yang dikuasai BPPN (Badan Penyehatan Perbankan =

Nasional).<BR><BR>Yang harus segera dipikirkan pemerintah saat ini =
adalah=20
mencari solusi penyelesaian beban utang. Termasuk utang dalam negeri =
atas=20
penerbitan obligasi rekap. Pekan lalu, Tim Penyelesaian Beban Obligasi =
yang=20
difasilitasi Menteri PPN/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie telah merumuskan =
beberapa=20
alternatif. Salah satunya adalah mengonversi obligasi rekap dengan =
perpetual=20
bond (obligasi tanpa masa jatuh tempo).<BR><BR>Dengan skema itu, =
pemerintah=20
berpotensi menarik obligasi rekap Rp 345,6 triliun. Penukaran obligasi =
rekap=20
dengan perpetual bond ini akan mampu menunda beban pokok obligasi karena =
tidak=20
ada waktu jatuh temponya.<BR><BR>Skema yang diajukan tim penyelesaian =
obligasi=20
itu cukup cerdas di tengah beban utang yang kian mencekik. Persoalannya, =
apakah=20
pelaksanaan solusi tersebut memang semudah membalik telapak tangan. =
Konversi=20
obligasi rekap dengan perpetual bond berisiko menganggu likuiditas =
karena tidak=20
bisa diperdagangkan di pasar sekunder obligasi.<BR><BR>Jadi, utang ini =
selalu=20
menjadi akar masalah dalam setiap perumusan RAPBN. Pemerintah akan makin =

kesulitan mencapai target makro yang realistis jika persoalan utang ini =
tidak=20
juga dituntaskan. (*)</FONT><BR><BR><BR><BR></DIV></FONT></BODY></HTML>

------=_NextPart_000_0226_01C24975.A0D4D820--