[Nasional-m] Wanita Berkendaraan

Ambon nasional-m@polarhome.com
Sat, 12 Oct 2002 21:00:40 +0200


Al Madina
Edisi 20 : 21 Okt - 04 Nov 2001

- Fatwa -

Wanita Berkendaraan

Bila seorang wanita mengendarai kendaraan bersama sopir tanpa ditemani oleh
seorang muhrim maka ini adalah suatu hal yang mungkar. Dan seorang pria yang
rela akan hal ini terjadi pada muhrimnya maka ia adalah seorang pria yang
lemah agamanya, kejantanannya berkurang dan tidak memiliki rasa cemburu
terhadap muhrimnya, padahal rasulullah saw telah bersabda
"tidaklah seorang pria berduaan dengan seorang wanita melainkan setan adalah
(orang) ketiga dari mereka berdua" dan ketika wanita tersebut mengendarai
kendaraan dengan sopir, maka itu lebih berat lagi dibanding ia berkhalwat
dengannya dirumah dan sejenisnya, karena sangat memungkinkan sekali ia dapat
pergi dengannya kemanapun ia mau, didalam kota ataupun diluar kota, secara
sukarela ataupun terpaksa.
Dan tentu saja itu akan menimbulkan bahaya yang melebihi bahaya yang
ditrimbulkan oleh berkhalwat.

Bolehkah seorang wanita bersama wanita lain (sekelompok wanita) mengendarai
mobil sewa (taksi)
Seorang wanita tidak boleh berkendaraan sendiri bersama sopir (laki-laki)
yang bukan muhrim baginya karena itu termasuk berkholwat yang dilarang oleh
rasulullah saw. Adapun jika bersama mereka ada orang yang dapat
menghilangkan unsur khalwat ini, seperti (ada wanita lain) maka tidak
mengapa sekelompok wanita mengendarai kendaraan bersama seorang sopir
(laki-laki) jika mereka menutup tubuh mereka dan tetap menjaga sifat malu
dan iffah, bukan karena wanita tersebut muhrim, tapi karena hilangnya unsur
khalwat yang diharamkan.
Bagaimana hukum para dokter membuka aurat wanita untuk pengobatan dan
berkhalwat dengan mereka?
Pertama, bahwasanya wanita adalah aurat dan pusat perhatian kaum pria, oleh
karena itu tidak seyogyanya ia membiarkan kaum pria (memperhatikannya)
dengan membuka auratnya untuk mengobati.
Kedua, apabila tidak ada dokter wanita yang diinginkan maka tidak mengapa ia
berobat dengan dokter pria, karena hal ini serupa dengan kondisi darurat
namun tetap terikat dengan syarat-syarat yang telah dikenal, oleh karena itu
para ulama' mengatakan "kondisi darurat diukur sesuai dengan kadarnya" maka
tidak boleh seorang dokter pria melihat atau menyentuh sesuatu yang tidak
perlu di sentuh atau dilihat, dan sang wanita juga harus menutup segala
sesuatu yang tidak perlu disingkap pada saat pengobatan.
Ketiga, meskipun wanita itu adalah aurat namun aurat itu berbeda-beda,
diantaranya ada yang berat dan ada yang ringan. Sebagaimana penyakit yang
harus disembuhkan dari wanita tersebut terkadang berupa penyakit berbahaya
yang tidak boleh terlambat diobati dan terkadang berupa penyakit yang ringan
saja, sehingga tidak mengapa terlambat untuk diobati hingga kehadiran dokter
wanita dan muhrimnya. Sebagaimana wanita itu sendiri berbeda-beda, ada yang
sudah lanjut usia dan ada pula yang masih muda dan cantik, ada pula yang
pertengahan dalam hal ini.

Bagaimanapun berkahalwat dengan wanita asing adalah haram meskipun untuk
dokter yang akan mengobatinya. Maka bersamanya harus hadir bersama muhrimnya
baik suami atau salah seorang muhrim pria lainnya, jika tida ada maka
kerabat wanitanya. Dan jika tidak ada seorangpun maka minimal kehadiran
seorang suster atau semisalnya untuk menghilangkan unsur kholwat yang
terlarang.