[Nasional-m] DIBALIKKEBAKARAN HUTAN KALIMANTAN TERSIMPAN SATU SERUAN

Budhisatwati J.KUSNI nasional-m@polarhome.com
Sun Sep 8 00:12:11 2002


C'est un message de format MIME en plusieurs parties.

------=_NextPart_000_0062_01C2556B.B9872A60
Content-Type: text/plain;
	charset="iso-8859-1"
Content-Transfer-Encoding: quoted-printable


DI BALIK KEBAKARAN HUTAN KALIMANTAN, TERSIMPAN SATU SERUAN

Oleh JJ.Kusni

Saban tahun kebakaran hutan Kalimantan selalu menjadi salah satu topik =
berita baik media cetak maupun media listrik.  Tapi kebakaran hutan =
tahun ini merupakan kebakaran paling parah, ditandai dengan jatuhnya =
tiga korban nyawa akibat asap yang menyelimuti daerah tersebut. =
Sebelumnya yang terdengar terbatas pada tidak sedikit para penduduk dari =
berbagai usia yang menderita penyakit pernafasan. Ternak pun terkena =
penyakit pernafasan ini. Kedahsyatan ini juga digambarkan ketika =
orangtua-orangtua terpaksa mengungsikan anak-anak balita mereka dari =
Palangka Raya, entah ke mana, karena sekali hutan terbakar, hampir tidak =
ada tempat yang bebas asap.=20

Ketika kebakaran hutan ini kembali berkobar, lagi-lagi yang dituding =
sebagai penyebabnya adalah petani-petani ladang berpindah dan itu tidak =
lain daripada orang Dayak, penduduk yang sejak turun-temurun menghuni =
pulau Kalimantan, termasuk Kalimantan Tengah (Kalteng) .

Benarkah tudingan itu?
Untuk menjawab pertanyaan ini saya ingin secara singkat mengajak Anda =
melihat kehidupan para petani Dayak itu dahulu dan sekarang

Kehidupan Petani Dayak:

Semenjak pengusahaan hutan tropika secara besar-besaran dilakukan =
sekitar 1970-an, kehidupan penduduk, terutama para petani peladang =
berpindah mengalami perobahan drastis seperti halnya perobahan wajah =
hutan dan alam lingkungan Kalteng. Perobahan ini nampak dengan kasat =
mata. Sebelum mendarat di Bandara Tjilik Riwut Palangka Raya, ketika =
menjenguk ke bawah dari kaca pesawat Fokker Merpati, kita akan melihat =
bahwa pepohonan yang di bawah kita nampak tidak padat rapat  lagi =
seperti yang dibayangkan tentang hutan tropika. Kalau menurut ukuran =
orang Dayak, yang nampak di bawah itu tidak lain dari semak-semak =
belaka, bukan lagi merupakan hutan-rimba yang tadinya tidak tertembus =
cahaya matahari. Semak-semak yang terkadang di sana-sini berdaun kering =
dan kerdil itu, nampak sudah di batasi oleh garis-garis kapling yang =
berarti tiap kapling mempunyai pemilik masing-masing. Dan memang =
hutan-hutan itu sudah dibagi-bagi melalui Jakarta. Karena itu banyak =
terjadi bahwa hutan adat, tanah pribadi bahkan rumah-rumah keluarga  =
termasuk ke dalam wilayah yang dimiliki oleh seorang pemegang Hak =
Pengusahaan Hutan (HPH) berdasarkan ketetapan dari Jakarta.  Sejak itu =
penduduk Dayak, terutama para petani peladang berpindah, tidak lagi =
memiliki tanah tempat mereka berladang sebagai mana dahulu kala sebelum =
hutan diusahakan secara buas. Tanah ladang mereka makin ciut dan makin =
ciut. Sistem ladang berpindah pun jadi sulit dilakukan lagi. Terjadi =
pula jika seorang petani atau penduduk Dayak mencari kayu api di hutan =
yang begitu ia kenal bahkan dahulu adalah bagian dari tanahnya, ia akan =
ditangkap polisi karena dituduh melakukan pencurian di kawasan pemegang =
HPH tertentu. Padahal hutan bagi orang Dayak adalah sumber kehidupan =
mereka. Hilangnya hutan dari tangan mereka sama dengan hilangnya sumber =
kehidupan dan hidup mereka itu sendiri. Masuknya HPH menyebabkan =
produksi beras yang tadinya memadai untuk memenuhi kehidupan mereka =
sendiri selama setahun paling tidak, sekarang beras itu harus =
didatangkan dari Jawa. Lumbung padi yang tadinya hampir dimiliki oleh =
setiap keluarga, sekarang lumbung itu sudah langka sekali didapat. =
Hilangnya lumbung dan lesung dari kampung-kampung menunjukkan bahwa =
dalam soal beras, penduduk Dayak sangat tergantung pada daerah  luar.=20

Hutan,  tadinya juga merupakan sumber sayur-mayur, sumber daging hewan =
buruan bagi penduduk Dayak. Masuknya HPH sekaligus melenyapkan "kebun =
sayur" dan "hewan buruan" di lapangan peternakan alami orang Dayak, =
termasuk punahnya tanaman obat-obatan tradisional.  Karena "kebun sayur" =
orang Dayak adalah hutan, maka pada orang Dayak tradisi berkebun sayur =
tidak begitu dikenal. Demikian pula halnya dengan beternak, karena hutan =
adalah lapangan perternakan mereka yang luas. Kehilangan hutan ini =
menjadikan orang Dayak menjadi kehilangan jati diri mereka, dan sekarang =
kehilangan itu menampakkan diri dengan jelas pada generasi muda. Orang =
Dayak dalam situasi ini seperti anak alam yang ternganga melihat =
hak-milik dan alam sekitarnya dijarah secara buas. Mereka kaget dan =
ternganga, menjadi penonton yang tidak menikmati keindahan tontonan yang =
tengah diperagakan.Kaget melihat serbuan mendadak para perampok ke =
kampunghalaman mereka.
=20
Semenjak pengusahaan hutan secara buas dan terus dilakukan sampai =
sekarang, maka keadaan hutan tropis Kalteng tergambarkan melalui =
ungkapan yang digunakan oleh seorang pengusaha penggergajian kayu asal =
etnik Banjar di daerah sungai Katingan, Kalteng: "perusahaan =
penggergajian jauh lebih banyak daripada kayu". Intensifikasi =
pengrusakan hutan Kalteng makin meningkat lagi pada masa otonomi daerah. =
Kayu dipandang sebagai salahsatu sumber utama penghasilan daerah. Tidak =
sedikit daerah yang sudah menjadi padang pasir sejauh mata memandang. =
Salah satu contoh saja adalah daerah Hampalit yang terletak antara =
Kasongan dan Sampit. Kecil dahulu, daerah Hampalit merupakan tempat =
bermain saya, di mana matahari samasekali tidak bisa sampai ke tanah =
oleh lebat rimbunnya dedaunan hutan. Sekarang daerah itu sama sekali =
menjadi  padang pasir. Pasir dan pasir saja sejauh mata memandang. Pasir =
hingga ke ujung cakrawala.

Apakah yang tersisa di padang pasir ini? Ketika berkali-kali mendatangi =
daerah bermain masa kanak saya ini sampai awal tahun ini, saya selalu =
mencoba menajamkan mata mencari tupai, kera, orang hutan ataupun enggang =
ataupun siamang yang selalu sahut-sahutan dengan pemotong rotan dahulu. =
Hewan-hewan dan burung-burung itu tidak lagi saya temui. Boleh jadi yang =
tersisa  adalah ular tanah dan itupun masih saya ragukan karena apakah =
mereka bisa bertahan terhadap endapan air raksa yang digunakan oleh para =
penambang emas kecil Hampalit (karena Hampalit juga kaya akan emas. Di =
sini soal tambang emas tidak saya bicarakan lebih jauh).

Jika hewan buruan memunah,  lahan ladang lepas dari tangan, jika lahan =
kebun yang luas melayang, lalu hidup dari apakah orang Dayak itu? Petani =
tidak, pemburu tidak, berkebun juga tidak. Keadaan inilah yang saya =
rumuskan sebagai "komunitas bayang-bayang" atau "komunitas tak  =
berbentuk". Mereka hidup dengan sistem ikut-ikutan. Terkadang memburuh =
pada pemegang HPH, kadang-kadang ikut-ikutan mencari emas. Tidak ada =
pekerjaan yang tetap. "Komunitas bayang-bayang" ini sesungguhnya tidak =
lain dari suatu komunitas para penganggur. Kelanjutan dari pengangguran =
ini tidak lain daripada berkembangnya kejahatan seperti perjudian, =
menjual narkoba, pencurian dan sampai pada kawin kontrak yang saya =
namakan sebagai nama baru dari pelacuran. Semuanya adalah hal baru dalam =
sejarah Dayak yang sebelum ini tidak mengenal pencurian dan pelacuran =
apalagi narkoba.=20

ANAK ALAM YANG MENYAYANGI HUTAN, IBU KANDUNGNYA

Dahulu ketika orang Dayak hidup dari ladang berpindah, mereka memang =
bisa disebut petani ladang berpindah. Waktu itu sampai dengan masuknya =
pengusaha HPH, tidak pernah terjadi kebakaran hutan seperti sekarang, =
sekalipun untuk membuka ladang itu orang Dayak memang membakar =
pohon-pohon yang sudah mereka tebang. Mengapa tidak terjadi?=20

Untuk mencegah agar api tidak menjalar ke daerah yang tidak diingini, =
orang-orang Dayak biasanya membuat jarak tertentu dengan menebang pohon =
antara ladang dan kawasan yang mereka lindung. Ladang inipun biasanya =
dibuka di dekat sungai sehingga kalau terjadi apa-apa di luar =
perhitungan mereka akan gampang mengatasinya dengan menggunakan air =
sungai itu. Jarak ini juga dimaksudkan untuk mencegah serbuan kera atau =
babi serta bintang-binatang rimba lainnya. Musim berladang ditentukan =
oleh munculnya bintang tertentu yang disebut patendu (istilah orang =
Dayak Katingan), bintang yang memberitahukan kepada mereka cuaca yang =
layak. Tanah yang digunakan untuk berladang pun adalah tanah jenis =
tertentu yang disebut tanah kereng dan bukan tanah gambut. Tanah kereng =
ini umumnya sekarang sudah jatuh ke tangan pemegang HPH karena di situ =
terdapat pohon-pohon yang jadi incaran dan lagipula kawasan itu =
ditetapkan oleh Jakarta tanpa konsultasi dengan orang lokal. =
Perlindungan hutan juga dilakukan melalui rupa-rupa ketentuan Masyarakat =
Adat (MA) tentang hutan dan isinya, antara lain dengan sistem pali =
(pantangan), dan melakukan sistem ladang berpindah yang memungkinkan =
tanah tetap subur dan hutan bisa tumbuh kembali. Isi hutan tidak =
terganggu.

Keterangan ini ini mau menunjukkan bahwa dalam sejarah dan tradisinya, =
orang Dayak itu mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk melindungi =
hutan mereka yang merupakan hidup mereka sendiri.=20

Masuknya HPH memang mendatangkan kelimpahruahan kekayaan bagi sementara =
orang, dan umumnya juga orang-orang dari luar Kalteng, sedangkan untuk =
mayoritas penduduk Dayak, masuknya HPH adalah awal dari keterpurukan =
total hidup mereka, awal dari terbentuknya komunitas bayang-bayang, =
komunitas amorp, dasar ekonomi dari kehancuran budaya Dayak, situasi =
yang mereka lukiskan dalam kata-kata "tempun petak batana sare, tempun =
uyah batawah belai, tempun kajang bisa puat" (punya tanah berladang di =
tepi, punya garam hambar di rasa, punya atap basah muatan).=20

Kembali kepada tudingan yang menyebabkan kebakaran hutan seperti =
sekarang adalah petani-petani peladang berpindah Dayak: Apakah pemilik =
tanah yang sudah tinggal tak seberapa, orang yang mencintai alam dan =
hutannya, orang yang tahu mengurus alamnya, apakah mungkin menjadi =
penyebab kebakaran begini dahsyat sehingga seluruh pulau terbakar? =
Apakah para penuding ini tidak paham bahwa para petani dan penduduk =
Dayak sendiri merasa tersiksa oleh kebakaran ini? Bagaimana mungkin =
mereka mau membakar kampung halaman mereka sendiri? Tidakkah ini =
tudingan yang dicari-cari untuk mengalihkan perhatian dari penyebab =
sesungguhnya dengan mencari kambing hitam dan kambing hitam itu adalah =
orang Dayak yang terpuruk dan asing di kampung halaman mereka sendiri?=20

Tudingan terhadap peladang berpindah yang tidak lain daripada adalah =
penduduk lokal, dalam hal ini adalah komunitas Dayak, sebenarnya bukan =
tudingan baru. Saban kali terjadi kebakaran hutan  selalu saja penduduk =
setempat yang dituduh sebagai penyebab utamanya. Hal ini jugalah yang =
dikemukakan oleh laporan penelitian Prof. Dr. Mubyarto dkk pada tahun =
1992. Laporan tersebut antara lain menulis:
=20
"Opini masyrakat tentang siapa yang paling bertanggungjawab terhadap =
kerusakan hutan tersebut pecah menjadi dua kelompok. Pihak pemerintah =
dan para pengusaha pemegang konsesi hutan menuding penduduk setempat =
sebagai yang bertanggungjawab. Alasan mereka adalah bahwa penduduk =
setempat menggunakan sistem  pertanian yakni sistem pertanian ladang =
yang berpindah-pindah dan bersifat boros dalam penggunaan lahan. Api =
yang merupakan  tekhnologi yang digunakan untuk membuka hutan baru oleh =
penduduk menyebabkan rusaaknya hutan, yang bersama dengan keborosan =
dalam menggunakan lahan menyebabkan terjadinya lahan kritis di kawasan =
yang semula merupakan kawasan hutan yang subur. Pihak pengusaha pemegang =
HPH menolak anggapan diri mereka sebagai perusak hutan karena dalam =
pengusahaan hutan, selain mereka terikat oleh peraturan pemerintah dalam =
mengusahakan hutan, mereka juga menggunakan teknologi canggih dalam =
menebang kayu yang mampu memperkecil kerusakan hutan" (Mubyarto dkk, =
"Desa Dan Perhutanan Sosial. Kajian Sosial --Antropologi di Prop. =
Jambi", P3PK -UGM- Penerbit  Aditya Media, Yogyakarta, Juni 1992, =
hlm.76-77).

Bertolakbelakang dengan pendapat ini adalah pandangan yang mengatakan =
bahwa justru pihak pengusaha pemegang konsensi hutanlah sebagai perusak =
utama hutan. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh pendapat ini adalah:

"Pertama, pertanian ladang berpindah tidak mungkin disalahkan sebagai =
perusak hutan karena ladang berpindah hanya membutuhkan tidak lebih dari =
9.000 are atau kuranglebih 90 Ha lahan baru per tahunnya yang diambil =
dari hutan yang ada di sekelilingnya, suatu jumlah yang sangat kecil =
apabila dibandingkan dengan dengan luas hutan yang diusahakan oleh para =
pemegang konsensi hutan yang jumlahnya sampai jutaan hektar (Stan =
Sesser, 1991). Kedua, penduduk tepian hutan dengan sistem pertanian =
ladang berpindahnya telah puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahu =
tinggal di tepi hutan dan melakukan sistem pertanian ladang berpindah. =
Apabila memang penduduk setempat dan sistem perladangan berpindah mereka =
itu yang merupakan sumber dari kerusakan hutan di Indonesia, maka sudah =
dapat dipastikan hutan-hutan di Indonesia telah lama habis ditebang atau =
dibakar oleh penduduk"  (Mubyarto dkk, 1992:77). =20

Kalau dilihat laju kerusakan hutan (per tahun ) dari 1982-1990 di =
Indonesia  dari angka FAO, "Forest Resource and Land Use", October 1989, =
dikutip oleh Majalah Tempo, Jakarta, 28 Oktober 1991, nampak Kalimantan =
merupakan pulau yang paling tinggi laju kerusakannya di tanahair. =
Menurut angka FAO tersebut, laju kerusakan hutan di Kalimantan pada =
periode tersebut telah mencapai angka 610.90 000 Ha , sedangkan Sumatra =
367.7 000 Ha, Sulawesi 117.5 000 Ha, Papua (Irian Jaya) 163.7 000 Ha.=20
=20
Mungkinkah kerusakan hutan demikian hebat ini disebabkan oleh petani =
ladang berpindah yang tidak lain adalah penduduk setempat yaitu =
orang-orang Dayak? =20

Perihal peraturan-peraturan yang disebutkan di atas, memang ada. Tapi =
peraturan-peraturan itu tidak lebih sebagai alat pemojokan efektif =
terhadap penduduk lokal dan alat untuk melakukan KKN sekaligus. Di =
Kalteng misalnya, sebuah LSM yang menggugat sebuah perusahaan kayu yang =
melakukan pembabatan hutan secara membabi-buta, justru dipanggil oleh =
pihak kepolisian. Di danau Sambuluh kabupaten Kotawaringan Timur, =
perusahaan kelapa sawit dengan seenaknya melanggar ketentuan-ketentuan =
pemerintah. Pelanggaran ini menjadi mungkin dilakukan karena ada =
kerjasama dengan unsur-unsur dari pemerintah dan aparat keamanan. =
Praktek ini pada era yang disebut otonomi daerah, bukannya berkurang =
tapi malah menjadi-jadi. Ketika LSM-LSM Kalteng yang tergabung dalam =
Forum Hijau Kalteng, pada awal tahun ini mengusulkan  agar DPRD Kalteng =
membuka dialog sebelum memutuskan Peraturan Daerah Tentang Kehutanan, =
usul itu sama sekali tidak digubris dengan alasan "rakyat memerlukan =
peraturan secepatnya". Salah seorang pejabat teras Kalteng bahkan =
menuding LSM-LSM sebagai perusak hutan.

Dalam keadaan begini hutan bukan lagi menjadi sumber kehidupan yang =
menyejahterakan rakyat daerah, tetapi justru menjadi sumber malapetaka.

Untuk mengatasi tragedi ini saya kira sudah pada tempatnya Masyarakat =
Adat (MA) dan LSM-LSM mengambil dan memainkan peranan mereka yang =
semestinya.=20
=20
HUTAN TANAMAN INDUSTRI DAN KEBAKARAN HUTAN

Ketika Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (FMI) menasehati =
pemerintah Indonesia agar mengembangkan tanaman industri seperti kelapa =
sawit untuk tidak tergantung semata-mata pada hasil minyak dan gas, maka =
Kalimantan termasuk Kalteng, yang berlahan sangat luas, menjadi =
salahsatu pulau incaran. Sejak itu masuklah perusahaan-perusahaan yang =
bermaksud untuk mengembangkan tanaman industri tersebut, terutama kelapa =
sawit. Perkebunan kelapa sawit ini memerlukan lahan luas. Sebelum =
perkebunan bisa dibuka maka hutan perlu ditebang. Untuk bisa ditanam =
pohon-pohon itu perlu dibakar sesudah kayunya yang besar-besar dijual. =
Saat pembakaran yang ideal adalah pada musim kemarau bukan pada musim =
hujan. Sementara itu pada musim kemarau, lahan-lahan gambut mengering =
dan gampang sekali terbakar dan mengembangkan kebakaran dari bawah =
tanah. Saya kira inilah penyebab pokok menghebatnya kebakaran saban =
musim kemarau. Dan penyebabnya bukan bermula dari petani ladang =
berpindah yang tanahnya sudah sangat menyusut dan tidak menggunakan =
lahan gambut untuk berladang. Orang Dayak tahu benar sifat-sifat tanah =
mereka. Kalau memang pemerintah Jakarta atau daerah sungguh-sungguh =
tidak menginginkan kebakaran begini bolak-balik terjadi, selayaknya =
mereka tidak menuding-nuding orang Dayak sebagai penyebab kebakaran atau =
sebagai kambing hitam. Sesungguhnya pemda bukan tidak tahu akan hal ini. =
Jadi kalau memang ingin kebakaran hutan ini tidak terulang dan tidak =
lagi terjadi, maka KKN perlu diberantas tuntas. KKN dan politik duitlah =
yang menjadi akar utama kebakaran hutan pada tahun-tahun dahulu dan =
sekarang yang kedahsyatannya sampai sudah merenggut nyawa penduduk dan =
merusak kesehatan seluruh penduduk Kalteng.
=20
FAKTOR PENDUDUK NON DAYAK:
=20
Faktor penduduk non Dayak, kongkretnya para pendatang baru yang bertani =
di Kalteng umumnya tidak mengenal sifat tanah daerah ini. Ketika =
melewati jalan-jalan dari Palangka Raya ke Kuala Kapuas atau dari =
Palangka Raya melalui Kasongan untuk ke Sampit, saya sering menyaksikan =
penduduk non Dayak ini dengan tanpa pikir panjang membakar pepohonan =
yang sudah ditebang guna membuka lahan yang berbatasan dengan lahan =
gambut, entah untuk kebun, ladang ataupun tempat tinggal. Kuantitas =
lahan yang dibakar memang tidak sebesar lahan yang dikuasai oleh =
perusahaan-perusahaan tanaman industri. Tapi faktor ini telah =
menciptakan titik-titik api baru yang tak terkontrol dan gampang =
mengembangkan kebakaran. Perbuatan begini tidak pernah saya saksikan =
dilakukan oleh petani-petani Dayak yang sekarang dituding-tuding sebagai =
kambinghitam kebakaran pulau.=20

ALAT-ALAT PEMADAM KEBAKARAN HUTAN:

Secara singkat bisa dikatakan sangat minim. Jangankan alat pemadam =
kebakaran hutan, untuk menghadapi kebakaran yang sering terjadi di kota =
Palangka Raya saja,  mobil pemadam kebakaran kotapraja sangat terbatas. =
Sehingga jika terjadi kebakaran yang bisa dilakukan tidak lebih dari =
menunggu segalanya punah dimakan api. Ketiadaan dana, selalu dijadikan =
alasan untuk menjelaskan minimnya alat-alat pemadam kebakaran ini. =
Sementara dana yang dipungut oleh Yayasan Isen Mulang dari =
pengusaha-pengusaha kayu, dana reboisasi, tidak jelas ke mana lari dan =
bagaimana penggunaannya.=20
=20
DAMPAK KEBAKARAN: =20

Kebakaran hutan yang terjadi saban musim kemarau berdampak sangat buruk =
terhadap kesehatan penduduk paling tidak dua generasi. Yang jelas dua =
generasi penduduk Kalteng akan terkena penyakit pernafasan. Dua generasi =
penduduk Kalteng akan menjadi generasi berpenyakitan dan tidakkah hal =
ini akan mempengaruhi kualitas manusianya? Tidakkah kebakaran ini =
sekaligus melahirkan dua generasi yang terancam kalau bukan generasi =
yang hilang? Meninggalnya tiga orang warga Kalteng akibat asap baru-baru =
ini sebenarnya suatu peringatan keras kepada kita.=20

Dari segi kehidupan sehari-hari, kebakaran hutan yang dahsyat ini telah =
mengucilkan Kalteng dari dunia luar. Pesawat-pesawat terbang tidak bisa =
mendarat dan mengudara, kapal-kapal laut dan sungai tidak bisa melaut =
karena bahaya tabrakan. Agustus tahun lalu, saya masih di Palangka Raya. =
Pagi-pagi jam tujuh ketika akan pergi mengajar, saya melambatkan laju =
kendaraan karena jarak pandang hanya sejauh lima-enam meter. Petang jam =
empat atau lima kota sudah kelabu semata, asap pun menyusup ke =
ruang-ruang keluarga.Matahari berobah warna seperti iapun mengidap =
penyakit. Bagaimana mungkin lalulintas darat, laut dan sungai bisa =
berlangsung normal dalam syarat begini?

Keterkucilan daerah mendatangkan dampak susulan yaitu melonjaknya =
harga-harga. Itupun kalau barangnya tersedia. Beras, kubis, wortel, =
bawang merah, bawah putih, garam, aqua, dan lain-lain didatangkan dari =
Jawa atau Banjarmasin. Bagaimana barang-barang ini masuk ke Kalteng =
kalau lalulintas terputus oleh asap? Kebakaran hutan telah mendatangkan =
penderitaan bersifat generasi terhadap penduduk Kalteng. Siapakah =
penanggungjawabnya? Bagaimanakah mengatasinya. Kalau saya ditanya maka =
jawaban saya: Masyarakat lapisan bawah dan paling bawah bersekutu dengan =
semua kekuatan yang mungkin dipersatukan bersama-sama merebut hak tuan =
atas diri mereka, atas daerah dan kehidupan mereka untuk membentuk =
kekuasaan politik baru yang merakyat, berasal dari rakyat dan dikontrol =
oleh rakyat. Masyarakat Adat akan bisa menjadi tenaga teras dan =
pendorong untuk terwujudnya tujuan ini. Sejarah Kalteng telah =
membuktikan bahwa mereka bisa dan mampu. Saya seperti mendengar sebuah =
suara yang berseru dari balik kebakaran dan tirai asap kelabu itu, dan =
seruan itu: Oi, orang Dayak, rebut kembali hak tuan atas nasib, hidup =
dan daerahmu! Jangan tunggu Jakarta!

Perjalanan 2002.

------=_NextPart_000_0062_01C2556B.B9872A60
Content-Type: text/html;
	charset="iso-8859-1"
Content-Transfer-Encoding: quoted-printable

<!DOCTYPE HTML PUBLIC "-//W3C//DTD HTML 4.0 Transitional//EN">
<HTML><HEAD>
<META content=3D"text/html; charset=3Diso-8859-1" =
http-equiv=3DContent-Type>
<META content=3D"MSHTML 5.00.2919.6307" name=3DGENERATOR>
<STYLE></STYLE>
</HEAD>
<BODY bgColor=3D#ffffff>
<DIV>
<DIV>
<DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV align=3Dcenter><FONT face=3D"Times New Roman" size=3D4><STRONG>DI =
BALIK KEBAKARAN=20
HUTAN KALIMANTAN, TERSIMPAN&nbsp;SATU SERUAN</STRONG></FONT></DIV>
<DIV align=3Dcenter>&nbsp;</DIV>
<DIV align=3Dcenter><FONT face=3D"Times New Roman" size=3D4>Oleh =
JJ.Kusni</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Saban tahun kebakaran hutan =
Kalimantan selalu=20
menjadi salah satu topik berita baik media cetak maupun media =
listrik.&nbsp;=20
Tapi kebakaran hutan tahun ini merupakan kebakaran paling parah, =
ditandai dengan=20
jatuhnya tiga korban nyawa akibat asap yang menyelimuti daerah tersebut. =

Sebelumnya yang terdengar terbatas pada tidak sedikit para penduduk dari =

berbagai usia&nbsp;yang menderita penyakit pernafasan. Ternak pun =
terkena=20
penyakit pernafasan ini. Kedahsyatan ini juga digambarkan ketika=20
orangtua-orangtua terpaksa mengungsikan anak-anak balita mereka dari =
Palangka=20
Raya, entah ke mana, karena sekali hutan terbakar, hampir tidak ada =
tempat yang=20
bebas asap. </FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Ketika&nbsp;kebakaran hutan ini =
kembali=20
berkobar, lagi-lagi yang dituding sebagai penyebabnya adalah =
petani-petani=20
ladang berpindah dan itu tidak lain daripada orang Dayak, penduduk yang =
sejak=20
turun-temurun menghuni pulau Kalimantan, termasuk Kalimantan Tengah =
(Kalteng)=20
.</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Benarkah tudingan itu?</FONT></DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Untuk menjawab pertanyaan ini saya =
ingin=20
secara singkat mengajak Anda melihat kehidupan para petani Dayak itu =
dahulu dan=20
sekarang</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman" size=3D4><STRONG>Kehidupan Petani=20
Dayak:</STRONG></FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Semenjak pengusahaan hutan tropika =
secara=20
besar-besaran dilakukan sekitar 1970-an, kehidupan penduduk, terutama =
para=20
petani peladang berpindah mengalami perobahan drastis seperti halnya =
perobahan=20
wajah hutan dan alam lingkungan Kalteng. Perobahan ini nampak dengan =
kasat mata.=20
Sebelum mendarat di Bandara Tjilik Riwut Palangka Raya, ketika menjenguk =
ke=20
bawah dari kaca pesawat&nbsp;Fokker Merpati, kita akan melihat bahwa =
pepohonan=20
yang di bawah kita nampak tidak padat rapat&nbsp; lagi seperti yang =
dibayangkan=20
tentang hutan tropika. Kalau menurut ukuran orang Dayak, yang nampak di =
bawah=20
itu tidak lain dari semak-semak belaka, bukan lagi merupakan hutan-rimba =
yang=20
tadinya tidak tertembus cahaya matahari. Semak-semak yang terkadang di =
sana-sini=20
berdaun kering dan kerdil itu, nampak sudah di batasi oleh garis-garis =
kapling=20
yang berarti tiap kapling mempunyai pemilik masing-masing. Dan memang=20
hutan-hutan itu sudah dibagi-bagi melalui Jakarta. Karena itu banyak =
terjadi=20
bahwa hutan adat, tanah pribadi bahkan rumah-rumah keluarga&nbsp; =
termasuk ke=20
dalam wilayah yang&nbsp;dimiliki oleh seorang pemegang Hak Pengusahaan =
Hutan=20
(HPH) berdasarkan ketetapan dari Jakarta.&nbsp; Sejak itu penduduk =
Dayak,=20
terutama para petani peladang berpindah, tidak lagi memiliki tanah =
tempat mereka=20
berladang sebagai mana dahulu kala sebelum hutan diusahakan secara buas. =
Tanah=20
ladang mereka makin ciut dan makin ciut. Sistem ladang berpindah pun =
jadi sulit=20
dilakukan lagi. Terjadi pula jika seorang petani atau penduduk Dayak =
mencari=20
kayu api di hutan yang begitu ia kenal bahkan dahulu adalah bagian dari=20
tanahnya, ia akan ditangkap polisi karena dituduh melakukan pencurian di =
kawasan=20
pemegang HPH tertentu. Padahal hutan bagi orang Dayak adalah sumber =
kehidupan=20
mereka. Hilangnya hutan dari tangan mereka sama dengan hilangnya sumber=20
kehidupan dan hidup mereka itu sendiri.&nbsp;Masuknya HPH menyebabkan =
produksi=20
beras yang tadinya memadai untuk memenuhi kehidupan mereka sendiri =
selama=20
setahun paling tidak, sekarang beras itu harus didatangkan dari Jawa. =
Lumbung=20
padi yang tadinya hampir dimiliki oleh setiap keluarga, sekarang lumbung =
itu=20
sudah langka sekali didapat. Hilangnya lumbung dan lesung dari =
kampung-kampung=20
menunjukkan bahwa dalam soal beras, penduduk Dayak sangat tergantung =
pada=20
daerah&nbsp; luar. </FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Hutan,&nbsp; tadinya juga merupakan =
sumber=20
sayur-mayur, sumber daging hewan buruan bagi penduduk Dayak. Masuknya =
HPH=20
sekaligus melenyapkan "kebun sayur" dan "hewan buruan" di lapangan =
peternakan=20
alami orang Dayak, termasuk punahnya tanaman&nbsp;obat-obatan =
tradisional.&nbsp;=20
Karena "kebun sayur" orang Dayak adalah hutan, maka pada orang Dayak =
tradisi=20
berkebun sayur tidak begitu dikenal. Demikian pula halnya =
dengan&nbsp;beternak,=20
karena hutan adalah lapangan perternakan mereka yang luas. Kehilangan =
hutan ini=20
menjadikan orang Dayak menjadi kehilangan jati diri mereka, dan sekarang =

kehilangan itu menampakkan diri dengan jelas pada generasi =
muda.&nbsp;Orang=20
Dayak dalam situasi ini seperti anak alam yang ternganga melihat =
hak-milik dan=20
alam sekitarnya dijarah secara buas. Mereka kaget dan ternganga, menjadi =

penonton yang tidak menikmati keindahan tontonan yang tengah =
diperagakan.Kaget=20
melihat serbuan mendadak para perampok ke kampunghalaman =
mereka.</FONT></DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">&nbsp;</FONT></DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Semenjak pengusahaan hutan secara =
buas dan=20
terus dilakukan sampai sekarang, maka keadaan hutan tropis Kalteng =
tergambarkan=20
melalui ungkapan yang digunakan oleh seorang&nbsp;pengusaha =
penggergajian kayu=20
asal etnik Banjar di daerah sungai Katingan, Kalteng: <EM>"perusahaan=20
penggergajian jauh lebih banyak daripada kayu"</EM>. Intensifikasi =
pengrusakan=20
hutan Kalteng makin meningkat lagi pada masa otonomi daerah. Kayu =
dipandang=20
sebagai salahsatu sumber utama penghasilan daerah. Tidak sedikit daerah =
yang=20
sudah menjadi padang pasir sejauh mata memandang. Salah satu contoh saja =
adalah=20
daerah Hampalit yang terletak antara Kasongan dan Sampit. Kecil dahulu, =
daerah=20
Hampalit merupakan tempat bermain saya, di mana matahari samasekali =
tidak bisa=20
sampai ke tanah oleh lebat rimbunnya dedaunan hutan. Sekarang daerah itu =
sama=20
sekali menjadi&nbsp; padang pasir. Pasir dan pasir saja sejauh mata =
memandang.=20
Pasir hingga ke ujung cakrawala.</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Apakah yang tersisa di padang pasir =
ini?=20
Ketika berkali-kali mendatangi daerah bermain masa kanak saya ini sampai =
awal=20
tahun ini, saya selalu mencoba menajamkan mata mencari tupai, kera, =
orang hutan=20
ataupun enggang ataupun siamang yang selalu sahut-sahutan dengan =
pemotong rotan=20
dahulu. Hewan-hewan dan burung-burung itu tidak lagi saya temui. Boleh =
jadi yang=20
tersisa&nbsp; adalah ular tanah&nbsp;dan itupun masih saya ragukan =
karena apakah=20
mereka bisa bertahan terhadap endapan air raksa yang digunakan oleh para =

penambang emas kecil Hampalit (karena Hampalit juga kaya akan emas. Di =
sini soal=20
tambang emas tidak saya bicarakan lebih jauh).</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Jika hewan buruan memunah,&nbsp; =
lahan ladang=20
lepas dari tangan, jika lahan kebun yang luas melayang, lalu hidup dari =
apakah=20
orang Dayak itu? Petani tidak, pemburu tidak, berkebun juga =
tidak.&nbsp;Keadaan=20
inilah yang saya rumuskan sebagai "komunitas bayang-bayang" atau =
"komunitas=20
tak&nbsp; berbentuk". Mereka hidup&nbsp;dengan sistem ikut-ikutan. =
Terkadang=20
memburuh pada pemegang HPH, kadang-kadang ikut-ikutan mencari emas. =
Tidak ada=20
pekerjaan yang tetap. "Komunitas bayang-bayang" ini sesungguhnya tidak =
lain dari=20
suatu komunitas para penganggur. Kelanjutan dari pengangguran ini tidak =
lain=20
daripada berkembangnya kejahatan seperti perjudian, menjual narkoba, =
pencurian=20
dan sampai pada kawin kontrak yang saya namakan sebagai nama baru dari=20
pelacuran. Semuanya adalah hal baru dalam sejarah Dayak yang sebelum ini =
tidak=20
mengenal pencurian dan pelacuran apalagi narkoba. </FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman" size=3D4><STRONG>ANAK ALAM YANG =
MENYAYANGI=20
HUTAN, IBU KANDUNGNYA</STRONG></FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Dahulu ketika orang Dayak hidup dari =
ladang=20
berpindah, mereka memang bisa disebut petani ladang berpindah. Waktu itu =
sampai=20
dengan masuknya pengusaha HPH, tidak pernah terjadi kebakaran hutan =
seperti=20
sekarang, sekalipun untuk membuka ladang itu orang Dayak memang membakar =

pohon-pohon yang sudah mereka tebang. Mengapa tidak terjadi? =
</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Untuk mencegah agar api tidak =
menjalar ke=20
daerah yang tidak diingini, orang-orang Dayak biasanya membuat jarak =
tertentu=20
dengan menebang pohon antara ladang dan kawasan yang mereka lindung. =
Ladang=20
inipun biasanya dibuka di dekat sungai sehingga kalau terjadi apa-apa di =
luar=20
perhitungan mereka akan gampang mengatasinya dengan menggunakan air =
sungai itu.=20
Jarak ini juga dimaksudkan untuk mencegah serbuan kera atau babi serta=20
bintang-binatang rimba lainnya. Musim berladang ditentukan oleh =
munculnya=20
bintang tertentu yang disebut <EM>patendu</EM> (istilah orang Dayak =
Katingan),=20
bintang yang memberitahukan kepada mereka cuaca yang layak. Tanah yang =
digunakan=20
untuk berladang pun adalah tanah jenis tertentu yang disebut <EM>tanah=20
kereng</EM> dan bukan tanah gambut. <EM>Tanah kereng</EM> ini umumnya =
sekarang=20
sudah jatuh ke tangan pemegang HPH karena di situ terdapat pohon-pohon =
yang jadi=20
incaran dan lagipula kawasan itu ditetapkan oleh Jakarta tanpa =
konsultasi dengan=20
orang lokal. Perlindungan hutan juga dilakukan melalui rupa-rupa =
ketentuan=20
Masyarakat Adat (MA) tentang hutan dan isinya, antara lain dengan =
<EM>sistem=20
pali</EM> (pantangan), dan melakukan sistem ladang berpindah yang =
memungkinkan=20
tanah tetap subur dan hutan bisa tumbuh kembali. Isi hutan&nbsp;tidak=20
terganggu.</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Keterangan ini ini mau menunjukkan =
bahwa dalam=20
sejarah dan tradisinya, orang Dayak itu mempunyai pengetahuan dan =
kemampuan=20
untuk melindungi hutan mereka yang merupakan hidup mereka sendiri. =
</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Masuknya HPH memang mendatangkan=20
kelimpahruahan kekayaan bagi sementara orang, dan umumnya juga =
orang-orang dari=20
luar Kalteng, sedangkan untuk mayoritas penduduk Dayak, masuknya HPH =
adalah awal=20
dari keterpurukan total hidup mereka, awal dari terbentuknya komunitas=20
bayang-bayang, komunitas amorp, dasar ekonomi dari kehancuran budaya =
Dayak,=20
situasi yang mereka lukiskan dalam kata-kata <EM>"tempun petak batana =
sare,=20
tempun uyah batawah belai, tempun kajang bisa puat" (punya tanah =
berladang di=20
tepi, punya garam hambar di rasa, punya atap basah muatan). =
</EM></FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Kembali kepada tudingan yang =
menyebabkan=20
kebakaran hutan seperti sekarang adalah petani-petani peladang berpindah =
Dayak:=20
Apakah pemilik tanah yang sudah tinggal tak seberapa, orang yang =
mencintai alam=20
dan hutannya, orang yang tahu mengurus alamnya, apakah mungkin menjadi =
penyebab=20
kebakaran begini dahsyat sehingga seluruh pulau terbakar? Apakah para =
penuding=20
ini tidak paham bahwa para petani dan penduduk Dayak sendiri merasa =
tersiksa=20
oleh kebakaran ini? Bagaimana mungkin mereka mau membakar kampung =
halaman mereka=20
sendiri? Tidakkah ini tudingan yang dicari-cari untuk =
mengalihkan&nbsp;perhatian=20
dari penyebab sesungguhnya dengan mencari kambing hitam dan kambing =
hitam itu=20
adalah orang Dayak yang terpuruk dan asing di kampung halaman mereka =
sendiri?=20
</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Tudingan terhadap peladang berpindah =
yang=20
tidak lain daripada adalah penduduk lokal, dalam hal ini adalah =
komunitas Dayak,=20
sebenarnya bukan tudingan baru. Saban kali terjadi kebakaran hutan&nbsp; =
selalu=20
saja penduduk setempat yang dituduh sebagai penyebab utamanya. Hal ini =
jugalah=20
yang dikemukakan oleh laporan penelitian Prof. Dr. Mubyarto =
dkk&nbsp;pada=20
tahun&nbsp;1992. Laporan tersebut antara lain menulis:</FONT></DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">&nbsp;</FONT></DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman"><EM>"Opini masyrakat tentang siapa =
yang paling=20
bertanggungjawab terhadap kerusakan hutan tersebut pecah menjadi dua =
kelompok.=20
Pihak pemerintah dan para pengusaha pemegang konsesi hutan menuding =
penduduk=20
setempat sebagai yang bertanggungjawab. Alasan mereka adalah bahwa =
penduduk=20
setempat menggunakan sistem&nbsp;&nbsp;pertanian yakni sistem pertanian =
ladang=20
yang berpindah-pindah&nbsp;dan bersifat boros dalam penggunaan lahan. =
Api yang=20
merupakan &nbsp;tekhnologi yang digunakan untuk membuka hutan baru oleh =
penduduk=20
menyebabkan rusaaknya hutan, yang bersama dengan keborosan dalam =
menggunakan=20
lahan menyebabkan terjadinya lahan kritis di kawasan yang semula =
merupakan=20
kawasan hutan yang subur. Pihak pengusaha pemegang&nbsp;HPH menolak =
anggapan=20
diri mereka sebagai perusak hutan karena dalam pengusahaan hutan, selain =
mereka=20
terikat oleh peraturan pemerintah dalam mengusahakan hutan, mereka juga=20
menggunakan teknologi canggih dalam menebang kayu yang mampu memperkecil =

kerusakan hutan" (Mubyarto dkk, "Desa Dan Perhutanan Sosial. Kajian =
Sosial=20
--Antropologi di Prop. Jambi", P3PK -UGM- Penerbit&nbsp; Aditya Media,=20
Yogyakarta, Juni 1992, hlm.76-77).</EM></FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Bertolakbelakang dengan pendapat ini =
adalah=20
pandangan yang mengatakan bahwa justru pihak pengusaha pemegang konsensi =

hutanlah sebagai perusak utama hutan. Beberapa alasan yang dikemukakan =
oleh=20
pendapat ini adalah:</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">"Pertama, pertanian ladang berpindah =
tidak=20
mungkin disalahkan sebagai perusak hutan karena ladang berpindah hanya=20
membutuhkan tidak lebih dari 9.000 are atau&nbsp;kuranglebih 90 Ha lahan =
baru=20
per tahunnya yang diambil dari hutan yang ada di sekelilingnya, suatu =
jumlah=20
yang sangat kecil apabila dibandingkan dengan dengan luas hutan yang =
diusahakan=20
oleh para pemegang konsensi hutan yang jumlahnya sampai jutaan hektar =
(Stan=20
Sesser, 1991). Kedua, penduduk tepian hutan dengan sistem pertanian =
ladang=20
berpindahnya telah puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahu tinggal di =
tepi=20
hutan dan melakukan sistem pertanian ladang berpindah. Apabila memang =
penduduk=20
setempat&nbsp;dan sistem perladangan berpindah mereka itu yang merupakan =
sumber=20
dari kerusakan hutan di Indonesia, maka sudah dapat dipastikan =
hutan-hutan di=20
Indonesia telah lama habis ditebang atau dibakar oleh penduduk"&nbsp; =
(Mubyarto=20
dkk, 1992:77).&nbsp;&nbsp;</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Kalau dilihat laju kerusakan hutan =
(per tahun=20
) dari 1982-1990 di Indonesia&nbsp; dari angka FAO,<EM> "Forest Resource =
and=20
Land Use"</EM>, October&nbsp;1989, dikutip oleh Majalah <EM>Tempo</EM>, =
Jakarta,=20
28 Oktober 1991, nampak Kalimantan merupakan pulau yang paling tinggi =
laju=20
kerusakannya di tanahair. Menurut angka FAO tersebut, laju kerusakan =
hutan di=20
Kalimantan pada periode tersebut telah mencapai angka 610.90 000 =
Ha&nbsp;,=20
sedangkan Sumatra 367.7 000 Ha, Sulawesi 117.5 000 Ha, Papua (Irian =
Jaya) 163.7=20
000 Ha. </FONT></DIV>
<DIV><FONT size=3D2></FONT>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman"><EM>Mungkinkah kerusakan hutan =
demikian hebat=20
ini disebabkan oleh petani ladang berpindah yang tidak lain adalah =
penduduk=20
setempat yaitu orang-orang Dayak?&nbsp;</EM> </FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Perihal peraturan-peraturan yang =
disebutkan di=20
atas, memang ada. Tapi peraturan-peraturan itu tidak lebih sebagai alat=20
pemojokan efektif terhadap penduduk lokal dan alat untuk melakukan KKN=20
sekaligus. Di Kalteng misalnya, sebuah LSM yang menggugat sebuah =
perusahaan kayu=20
yang melakukan pembabatan hutan secara membabi-buta, justru dipanggil =
oleh pihak=20
kepolisian. Di danau Sambuluh kabupaten Kotawaringan Timur, perusahaan =
kelapa=20
sawit dengan seenaknya melanggar ketentuan-ketentuan pemerintah. =
Pelanggaran ini=20
menjadi mungkin dilakukan karena ada kerjasama dengan unsur-unsur dari=20
pemerintah dan aparat keamanan. Praktek ini pada era yang disebut =
otonomi=20
daerah, bukannya berkurang tapi malah menjadi-jadi. Ketika LSM-LSM =
Kalteng yang=20
tergabung dalam&nbsp;<EM>Forum Hijau Kalteng,</EM> pada awal tahun ini=20
mengusulkan&nbsp; agar DPRD Kalteng membuka dialog sebelum memutuskan =
Peraturan=20
Daerah Tentang Kehutanan, usul itu sama sekali tidak digubris dengan =
alasan=20
<EM>"rakyat memerlukan peraturan secepatnya".</EM> Salah seorang pejabat =
teras=20
Kalteng bahkan menuding LSM-LSM sebagai perusak hutan.</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Dalam keadaan begini hutan bukan =
lagi menjadi=20
sumber kehidupan yang menyejahterakan rakyat daerah, tetapi justru =
menjadi=20
sumber malapetaka.</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Untuk mengatasi tragedi ini saya =
kira sudah=20
pada tempatnya Masyarakat Adat (MA) dan LSM-LSM mengambil dan memainkan =
peranan=20
mereka yang semestinya.&nbsp;</FONT></DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman" size=3D2></FONT>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman" size=3D4><STRONG>HUTAN TANAMAN =
INDUSTRI DAN=20
KEBAKARAN HUTAN</STRONG></FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman"><FONT face=3DArial><FONT=20
face=3D"Times New Roman">Ketika Bank Dunia dan Dana Moneter =
Internasional (FMI)=20
menasehati pemerintah Indonesia agar mengembangkan tanaman industri =
seperti=20
kelapa sawit&nbsp;untuk tidak tergantung semata-mata pada hasil minyak =
dan gas,=20
maka Kalimantan termasuk Kalteng, yang berlahan sangat luas, menjadi =
salahsatu=20
pulau incaran. Sejak itu masuklah perusahaan-perusahaan yang bermaksud =
untuk=20
mengembangkan tanaman industri tersebut, terutama kelapa=20
sawit.</FONT></FONT></FONT>&nbsp;<FONT face=3D"Times New =
Roman">Perkebunan kelapa=20
sawit ini memerlukan lahan luas. Sebelum perkebunan bisa dibuka maka =
hutan perlu=20
ditebang. Untuk bisa ditanam pohon-pohon itu perlu dibakar&nbsp;sesudah =
kayunya=20
yang besar-besar dijual. Saat pembakaran yang ideal adalah pada musim =
kemarau=20
bukan pada musim hujan. Sementara itu pada musim kemarau, lahan-lahan =
gambut=20
mengering dan gampang sekali terbakar dan mengembangkan kebakaran dari =
bawah=20
tanah. Saya kira inilah penyebab pokok menghebatnya kebakaran saban =
musim=20
kemarau. Dan penyebabnya bukan bermula dari petani ladang berpindah yang =

tanahnya sudah sangat menyusut dan tidak menggunakan lahan gambut untuk=20
berladang. Orang Dayak tahu benar sifat-sifat tanah mereka. Kalau memang =

pemerintah Jakarta atau daerah sungguh-sungguh&nbsp;tidak menginginkan =
kebakaran=20
begini bolak-balik terjadi, selayaknya mereka tidak menuding-nuding =
orang Dayak=20
sebagai penyebab kebakaran atau&nbsp;sebagai kambing hitam. Sesungguhnya =
pemda=20
bukan tidak tahu akan hal ini. Jadi kalau memang&nbsp;ingin kebakaran =
hutan ini=20
tidak terulang dan tidak lagi terjadi, maka KKN perlu diberantas=20
tuntas.&nbsp;<EM>KKN dan politik duitlah yang menjadi akar utama =
kebakaran hutan=20
pada tahun-tahun dahulu dan sekarang</EM> yang kedahsyatannya sampai =
sudah=20
merenggut nyawa penduduk dan merusak kesehatan seluruh penduduk=20
Kalteng.</FONT></DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman" size=3D2></FONT>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman" size=3D4><STRONG>FAKTOR PENDUDUK NON =

DAYAK:</STRONG></FONT></DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman" size=3D2></FONT>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Faktor penduduk non Dayak, =
kongkretnya para=20
pendatang baru yang bertani di Kalteng umumnya tidak mengenal sifat =
tanah daerah=20
ini. Ketika melewati jalan-jalan dari Palangka Raya ke Kuala Kapuas atau =
dari=20
Palangka Raya melalui Kasongan untuk ke Sampit, saya sering menyaksikan =
penduduk=20
non Dayak ini dengan tanpa pikir panjang membakar pepohonan yang sudah =
ditebang=20
guna membuka lahan yang berbatasan dengan lahan gambut, entah untuk =
kebun,=20
ladang ataupun tempat tinggal. Kuantitas lahan yang dibakar memang tidak =
sebesar=20
lahan yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan tanaman industri. Tapi =
faktor ini=20
telah menciptakan titik-titik api baru yang tak terkontrol dan gampang=20
mengembangkan kebakaran. Perbuatan begini tidak pernah saya saksikan =
dilakukan=20
oleh petani-petani Dayak yang sekarang dituding-tuding sebagai =
kambinghitam=20
kebakaran pulau. </FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman" size=3D4><STRONG>ALAT-ALAT PEMADAM =
KEBAKARAN=20
HUTAN:</STRONG></FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Secara singkat bisa dikatakan sangat =
minim.=20
Jangankan alat pemadam kebakaran hutan, untuk menghadapi =
kebakaran&nbsp;yang=20
sering terjadi di kota Palangka Raya saja,&nbsp; mobil pemadam kebakaran =

kotapraja sangat terbatas. Sehingga jika terjadi kebakaran yang bisa =
dilakukan=20
tidak lebih dari menunggu segalanya punah dimakan api. Ketiadaan dana, =
selalu=20
dijadikan alasan untuk menjelaskan minimnya alat-alat pemadam kebakaran =
ini.=20
Sementara dana yang dipungut oleh Yayasan Isen Mulang dari =
pengusaha-pengusaha=20
kayu, dana reboisasi,&nbsp;tidak jelas ke mana lari dan bagaimana=20
penggunaannya.&nbsp;</FONT></DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman" size=3D2></FONT>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT size=3D4><FONT face=3D"Times New Roman"><STRONG>DAMPAK=20
KEBAKARAN:</STRONG>&nbsp; </FONT></FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Kebakaran hutan yang terjadi saban =
musim=20
kemarau berdampak sangat buruk terhadap kesehatan penduduk paling tidak =
dua=20
generasi. Yang jelas dua generasi penduduk Kalteng akan terkena penyakit =

pernafasan. Dua generasi penduduk Kalteng akan menjadi generasi =
berpenyakitan=20
dan tidakkah hal ini akan mempengaruhi kualitas manusianya? Tidakkah =
kebakaran=20
ini sekaligus melahirkan dua generasi yang terancam kalau bukan generasi =
yang=20
hilang? Meninggalnya tiga orang warga Kalteng akibat asap baru-baru ini=20
sebenarnya suatu peringatan keras kepada kita. </FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Dari segi kehidupan sehari-hari, =
kebakaran=20
hutan yang dahsyat ini telah mengucilkan Kalteng dari dunia luar.=20
Pesawat-pesawat terbang tidak bisa mendarat dan mengudara, kapal-kapal =
laut dan=20
sungai tidak bisa melaut karena bahaya tabrakan. Agustus tahun lalu, =
saya masih=20
di Palangka Raya. Pagi-pagi jam tujuh ketika akan pergi mengajar, saya=20
melambatkan laju kendaraan karena jarak pandang hanya sejauh lima-enam =
meter.=20
Petang jam empat atau lima kota sudah kelabu semata, asap pun menyusup =
ke=20
ruang-ruang keluarga.Matahari berobah warna seperti iapun mengidap =
penyakit.=20
Bagaimana mungkin lalulintas darat, laut dan sungai bisa berlangsung =
normal=20
dalam syarat begini?</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Keterkucilan daerah mendatangkan =
dampak=20
susulan yaitu melonjaknya harga-harga. Itupun kalau barangnya tersedia. =
Beras,=20
kubis, wortel, bawang merah, bawah putih,&nbsp;garam, aqua, dan =
lain-lain=20
didatangkan dari Jawa atau Banjarmasin. Bagaimana barang-barang ini =
masuk ke=20
Kalteng kalau lalulintas terputus oleh asap? Kebakaran hutan telah =
mendatangkan=20
penderitaan bersifat generasi terhadap penduduk Kalteng. Siapakah=20
penanggungjawabnya? Bagaimanakah mengatasinya. Kalau saya ditanya maka =
jawaban=20
saya: Masyarakat lapisan bawah dan paling bawah bersekutu dengan semua =
kekuatan=20
yang mungkin dipersatukan bersama-sama merebut hak tuan atas diri =
mereka, atas=20
daerah dan kehidupan mereka untuk membentuk kekuasaan politik baru yang=20
merakyat, berasal dari rakyat dan dikontrol oleh rakyat. Masyarakat Adat =
akan=20
bisa menjadi tenaga teras dan pendorong untuk terwujudnya tujuan ini. =
Sejarah=20
Kalteng telah membuktikan bahwa mereka bisa dan mampu. Saya seperti =
mendengar=20
sebuah suara yang berseru dari balik kebakaran dan tirai asap =
kelabu&nbsp;itu,=20
dan seruan itu: Oi, orang Dayak, rebut kembali hak tuan atas nasib, =
hidup dan=20
daerahmu! Jangan tunggu Jakarta!</FONT></DIV>
<DIV>&nbsp;</DIV>
<DIV><FONT face=3D"Times New Roman">Perjalanan=20
2002.</FONT></DIV></DIV></DIV></DIV></BODY></HTML>

------=_NextPart_000_0062_01C2556B.B9872A60--