[Nusantara] Regulasi Partai Politik

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Dec 17 09:24:15 2002


Regulasi Partai Politik 
Oleh Mulyana W Kusumah 

SETELAH hampir enam bulan pembahasan sejak diajukan
Menteri Dalam Negeri, 29 Mei lalu, DPR menyetujui RUU
Partai Politik untuk disahkan menjadi Undang-undang
(UU). Meski dalam Penjelasan UU Partai Politik
(parpol) disebutkan, "Untuk mewujudkan tujuan
kemasyarakatan dan kenegaraan yang berwawasan
kebangsaan, diperlukan adanya kehidupan dan sistem
kepartaian yang sehat dan dewasa, yaitu sistem
multipartai sederhana. 

Dalam sistem multipartai sederhana akan lebih mudah
dilakukan kerja sama menuju sinergi nasional", tetapi
jelas aturan-aturan hukumnya sarat pasal-pasal
restriktif, kontrol negara, dan ancaman sanksi. 

Parpol-parpol "kecil" dan baru sebagian akan
terpangkas karena legalitasnya ditentukan
syarat-syarat (Pasal 2 Ayat 3): (a) Memiliki akta
notaris pendirian partai politik sesuai UUD 1945 dan
peraturan perundang-undangan lainnya; (b) Mempunyai
sekurangnya 50 persen dari jumlah provinsi, 50 persen
dari jumlah Kabupaten/Kota pada tiap Provinsi yang
bersangkutan, dan 25 persen dari jumlah Kecamatan pada
tiap Kabupaten/Kota yang bersangkutan; (c) Memiliki
nama, lambang, dan tanda gambar yang tidak mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan nama,
lambang, dan tanda gambar partai politik lain; (d)
mempunyai kantor tetap. 

Pasal 29 Ayat (1) dan (2) Undang-undang itu
menyebutkan: (1) Partai politik yang menurut UU No
2/1999 tentang Partai Politik telah disahkan sebagai
badan hukum oleh Menteri Kehakiman diakui
keberadaannya dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan
UU ini, selambat-lambatnya sembilan bulan sejak
berlakunya UU ini; (2) Partai politik yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Ayat (1)
dibatalkan keberadaannya sebagai badan hukum dan tidak
diakui keberadaannya menurut UU ini. 

Dengan begitu sejumlah parpol berpotensi dibatalkan
keabsahannya karena bukan hal yang mudah untuk
membangun infra struktur kepengurusan sampai tingkat
Kecamatan (artinya parpol harus punya sekitar 1.000
kepengurusan di tingkat Kecamatan, selain lebih dari
200 kepengurusan di Kabupaten/Kota dan 15 kepengurusan
di tingkat Provinsi). 

Konsekuensinya, parpol-parpol itu mustahil ikut
pemilu, karena syarat pemilu diakui keberadaannya
sebagai badan hukum sesuai UU Partai Politik.
Departemen Kehakiman dan HAM akan meneliti 225 dalam
kerangka relegalisasi. SECARA teknis, kesempatan
parpol ikut Pemilu terhadang sejak awal, mengingat
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah akan memulai
pendaftaran, seleksi, dan verifikasi parpol peserta
pemilu selambat-lambatnya satu bulan setelah RUU
Pemilu disahkan. 

Jika RUU Pemilu disetujui DPR Januari 2003, KPU akan
menyeleksi parpol peserta Pemilu pada Februari 2003,
dan harus menetapkannya paling lambat satu tahun
sebelum pelaksanaan pemilu, Juni 2003. Secara
"ideologis", perundang-undangan tentang parpol ini
tampak ketat. 

Rumusan-rumusan dalam pendirian, asas, ciri, tujuan,
kewajiban, dan larangan yang tersebar tidak kurang
lima pasal, misalnya, Pasal 9 mengenai kewajiban
parpol antara lain: (a) Mengamalkan Pancasila,
melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan
Peraturan Perundang-undangan lainnya; (b) Memelihara
dan mempertahankan Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. 

Lihat juga bab tentang larangan, Pasal 19 Ayat (2).
Parpol dilarang (a) Melakukan kegiatan yang
bertentangan dengan UUD 1945 Negara RI tahun 1945 atau
Peraturan Perundang-undangan lainnya; (b) Melakukan
kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia; atau (c) Melakukan kegiatan yang
bertentangan dengan kebijakan pemerintah dalam
memelihara persahabatan dengan negara lain dalam
rangka ikut memelihara ketertiban dan perdamaian
dunia. 

Bagi parpol yang melakukanpelanggaran kewajiban dan
larangan, dapat dikenai sanksi administratif, misalnya
pembekuan sementara parpol paling lama satu tahun oleh
pengadilan untuk pelanggaran Pasal 19 Ayat (2), maupun
sanksi pidana. Sanksi ganda berupa sanksi pidana berat
bagi pengurus parpol sesuai Pasal 107 huruf c, d, e
KUHP tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, dan
sanksi yang berupa pembubaran parpol dapat terjadi
jika partai politik melanggar larangan dalam Pasal 19
Ayat (5), yakni partai politik dilarang menganut,
mengembangkan dan menyebarkan ajaran atau paham
Komunisme/Marxisme-Leninisme. 

Pengawasan dan penerapan sanksi terhadap parpol
sebagai bentuk kontrol negara dilakukan oleh sejumlah
instansi, yakni Departemen Kehakiman, Komisi Pemilihan
Umum, Departemen Dalam Negeri, Pengadilan, Mahkamah
Agung, serta-jika sudah berbentuk-Mahkamah Konstitusi.


Regulasi baru tentang partai politik jelas akan
mengakhiri "liberalisasi politik" yang selama ini
dicerminkan dalam pembentukan lebih dari 200 (dua
ratus) parpol, membatasi jumlah kontestan pemilu, dan
memulihkan kontrol negara atas parpol. 

Mulyana W Kusumah, Dosen FISIP-UI 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com