[Nusantara] Philips Jusario Vermonte : Kontroversi Terorisme

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Oct 4 06:00:51 2002


Koran Tempo, 27 September 2002

Kontroversi Terorisme
Philips Jusario Vermonte
Peneliti CSIS

Beberapa hari terakhir, isu perang melawan terorisme
kembali 
menjadi perhatian publik, baik nasional maupun
internasional. 
Pemberitaan majalah Time pekan lalu mengenai pengakuan
Al Faruq 
sebagai elemen penting Al Qaeda di kawasan Asia
Tenggara memicu 
kontroversi tersendiri. Reaksi umum yang bisa kita
tangkap adalah 
adanya 'sense of denial' dari sebagian besar kita
terhadap 
pemberitaan tersebut dan atas tudingan dari berbagai
pihak di Barat.

Walaupun demikian, tampaknya persoalan harus
didudukkan secara 
proporsional. Persoalan yang paling utama adalah bahwa
Indonesia 
belum mencapai kesepakatan mengenai bagaimana kita
harus mensikapi 
Al Qaeda. Bahkan tidak sedikit orang yang menganggap
Osama bin Laden 
sebagai pahlawan. Artinya, belum ada kesamaan pendapat
bahwa aksi 
serangan teroris ke gedung WTC tahun silam adalah aksi
kriminal. 
Padahal, kelompok Al Qaeda, sebagaimana disiarkan Al
Jazeera telah 
menyatakan bertanggung jawab terhadap serangan
tersebut. Pengakuan 
ini adalah pengakuan 'resmi' kedua yang dilakukan Al
Qaeda atas 
perannya dalam serangan tersebut setelah bulan April
lalu juru 
bicara Al Qaeda Suleiman Abu Ghaith juga mengklaim 
bertanggungjawab (Koran Tempo, edisi 11 September
2002).

Oleh karena itu kita harus menegaskan sikap bahwa aksi
teror yang 
membunuh warga penduduk sipil yang tidak terkait
langsung dengan 
sebuah konflik politik adalah aksi kriminal. Pada saat
yang sama, 
toh, Indonesia tetap bisa bersikap tegas dan kritis
terhadap Amerika 
Serikat dalam isu Palestina. Karena PLO, Hamas dan
pejuang Palestina 
lainnya sungguh berbeda dari Al Qaeda. Memerangi Al
Qaeda tidaklah 
berarti kita menarik dukungan terhadap perjuangan
Palestina. 

Perjuangan Palestina adalah bagian dari right of
self-determination, 
yang diakui dunia internasional, untuk merebut kembali
wilayahnya 
dari Israel. 

Intinya, sikap kita terhadap Al Qaeda seharusnya
terang benderang 
bahwa Al Qaeda tidak patut didukung karena ia adalah
organisasi yang 
tidak segan mengorbankan warga sipil non-combatant.
Karena itu, 
tantangan terbesar pemerintah Indonesia dan aparat
terkait adalah 
mengkomunikasikan kepada masyarakat pandangan terhadap
Al Qaeda 
tersebut.

Persoalan berikutnya adalah bagaimana kita mensikapi
temuan-temuan 
intelijen asing dan intelijen kita. Agaknya,
persoalannya juga 
terletak pada lembaga intelijen kita sendiri yang
tidak pernah bisa 
menyampaikan temuan-temuannya kepada publik secara
meyakinkan. 
Persoalan ekstradisi, juga penangkapan warga Indonesia
diluar negeri 
karena diduga terlibat terorisme, pun penangkapan
warga asing yang 
diduga bagian dari kelompok teroris internasional di
Indonesia, 
menunjukan bahwa kehadiran sebuah undang-undang
anti-terorisme 
sangat dibutuhkan.

Sayangnya, UU semacam ini pagi-pagi sudah ditolak
berbagai kalangan 
yang khawatir UU ini akan memberi jalan masuk bagi
pemerintahan 
otoritarian. Padahal, kekhawatiran ini bisa ditepis
sepanjang UU 
anti terorisme diikuti dengan kehadiran UU mengenai
badan intelijen, 
misalnya.

Pada sisi Amerika Serikat, tentunya juga bisa
diberikan beberapa 
catatan. AS tampaknya masih memilih tindakan-tindakan
unilateral. 
Paling tidak hal ini nampak dari rencana serangan ke
Irak yang, jika 
jadi diperintahkan oleh Presiden Bush, akan memecah
dukungan dari 
negara-negara Muslim terhadap perang melawan
terorisme. Bukan tidak 
mungkin simpati terhadap kelompok semacam Al Qaeda
akan membesar. 

Osama bin Laden bersumpah untuk memerangi AS setelah
AS menempatkan 
pasukannya di tanah suci Arab Saudi, suatu hal yang
tidak bisa 
diterima Osama, dalam persiapan Perang Teluk I
mengusir Irak dari 
Kuwait. Osama sebelumnya menawarkan diri kepada
keluarga kerajaan 
Arab Saudi untuk melawan Sadam Hussein dengan
menggunakan ribuan 
veteran Mujahidin di Afghanistan yang berada dibawah
kontrolnya. 
Namun keluarga kerajaan lebih memilih bersekutu dengan
AS (lihat 
Rohan Gunaratna, Inside Al Qaeda, 2002:27-28).

Catatan kedua, patut disayangkan bahwa Amerika Serikat
cenderung 
menjadi sebuah hegemon yang tidak mau 'mendengarkan'.
Seperti 
disampaikan oleh John Lewis Gaddis, sejarawan
terkemuka di Yale 
University, dalam buku The Age of Terror: America and
the World 
After September 11 (di editori oleh Strobe Talbott dan
Nayan 
Chanda), bahwa AS mengabaikan kritik-kritik terhadap 
inkonsistensinya dalam menerapkan regional justice. AS
sangat aktif 
di  Kosovo, tapi tidak di Chechnya atau Tibet, juga di
Somalia dan 
Rwanda.

Lebih jauh, menurut Gaddis, AS memang mendukung
pemenuhan hak-hak 
rakyat Palestina, namun pada saat yang sama AS juga
mentoleransi 
represi Israel terhadap warga dan para pemimpin
Palestina. AS tidak 
meng-adjust kebijakannya terhadap Iran, padahal Iran
telah menjadi 
negara yang menjalankan prinsip-prinsip parlementarian
yang 
demokratis. Dengan kata lain, AS hendak menerapkan
prinsip 
universal, namun tidak dengan basis universal pula.
Akibatnya, AS 
senantiasa menuai kecurigaan dari berbagai pihak,
sebagaimana kita 
lihat beberapa waktu belakangan ini.

Dalam hubungannya dengan Indonesia, tampaknya saat ini
adalah saat-
saat penting bagi pemerintah AS untuk lebih memahami
Indonesia. 
Karena  sebelumnya AS terbiasa berhubungan dengan
Indonesia dalam 
konteks yang sangat berbeda. Di masa Sukarno,
lingkungannya adalah 
Perang Dingin.

Demikian pula dimasa Suharto, dimana AS relatif
menutup mata 
terhadap pemerintahan yang otoritarian. Di sisi
Indonesia, kita 
harus bisa memilah persoalan dalam menghadapi isu
terorisme yang 
mengancam keselamatan warga sipil demokratis yang
sedang kita bangun.





=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
New DSL Internet Access from SBC & Yahoo!
http://sbc.yahoo.com