[Nusantara] "Pandu DEWANATA" : BERJUANG MEMPERTAHANKAN REPUBLIK INDONESIA

gigihnusantaraid gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Oct 18 10:12:49 2002


"Pandu DEWANATA" : BERJUANG MEMPERTAHANKAN REPUBLIK INDONESIA 

Bung Ibrahim  dan saudara2 lain yang baik,

Sebagai anak bangsa dari generasi 45 yangmengalami semua goncangan di 
Tanah 
Air, dari Peristiwa Madiun sebagai bayi, gerombolan DI/TII, Kahar 
Muzakkar 
dan Daud Beureueh  sebagai anak2,  G30S sebagai mahasiswa, dan kini 
Reformasi dan akhir Orde Baru sebagai orang tua, ingin saya 
mengeluarkan 
pendapat dan pemikiran saya mengenai apa yang akan dialami Indonesia 
ini.

Soempah pemoeda 1928 yang bermuara pada Proklamasi Kemerdekaan adalah 
buah 
upaya generasi2 pemimpin bangsa yang tumbuh dewasa dibawah bendera 
penjajahan Hindia Belanda. Tak heran, kalau impian mereka yang paling 
jelas 
dan romantis adalah menuju bangsa merdeka.

Generasi itu, dari HOS Cokroaminoto sampai bung Karno dan para 
pemimpin 
kala 
itu (rata2 mahasiswa dizaman Belanda) berhasil mewujudkan impian 
mereka. 
Impian, yang pemenuhannya  bak jatuh dari langit, karena tiba2 
balatentara 
Dai Nippon takluk pada sekutu, dan mereka menawarkan pada BPPPKI 
(badan 
persiapan kemerdekaan) untuk memproklamasikan Indonesia.

Experiment pemerdekaan Indonesia berhasil, diikuti dengan experiment 
mengisi 
kemerdekan. Experiment ini menuntut banyak korban. Darah mengalir. 
Setiap 
kepala negara pada akhir pemerintahan diperlakukan sebagai pesakitan. 
Juga 
bung Karno, sang pendiri negara. Bung Hatta nasibnya juga tak lebih 
baik. 
Juga Sutan Syahrir. Dll.

Nah, kini timbul generasi penerus. Generasi yang kini memegang 
kendali 
negara. Mereka tak hadir dalam pertemuan yang membuah sebuah sumpah 
yang 
mirip sumpah Palapa itu, karena mereka belum lahir. Mereka juga tak 
menyadari perjanjian, ya kontrakt sosial yang disumpahkan para wakil2 
bangsa 
kita, dari Ki Bagus dan Haji Agus Salim  yang islami sampai Dr.  Sam 
Ratoelangie yang kristiani. Sumpah mereka adalah: Bhineka Tunggal 
Ika. 
Tunggal walaupun bhineka.

Sumpah ini kelihatannya tak dapat dipenuhi oleh sebagian (besar) 
saudara2 
kita, yang mempertanyakan azas Pancasila, dan menginginkan negara 
yang 
islami. Ini syah2 saja, kalau memang mayoritas menginginkan. Bukankah 
ini 
inti sebuah demokrasi? The will of the majority?

Tetapi: inti sumpah kebhinekaan tahun 1928 tidak lagi dipenuhi. 
Apabila 
demikian, maka syah2 sajalah anak2 bangsa yang kini menjadi dewasa 
dan 
menentukan hari depan bangsa MEMPERTANYAKAN  what is then our common 
aim?

NKRI adalah warisan luhur ayah dan kakek kita. Tetapi warisan, 
misalnya 
keris pusaka, haruslah kita penuhi persyaratannya. Dan kita harus 
jujur 
mejawab pertanyaan, apakah warisan ini masih kita inginkan? NKRI 
adalah 
wujud kenegaraan yang sudah diimpikan ya disiapkan sejak awal abad 
yang 
lalu, dalam kekelaman masa penjajahan.

Apa yang diimpikan generasi sekarang dan mendatang adalah buah 
pengalaman 
beberapa dasa warsa sejak proklamasi. Impian Dwi Tunggal dan bapak2 
kita 
adalah indah dan mulia, juga impian kita generasi yang lahir ditahun 
1940an 
sampai 1950an. Tetapi apakah ini juga impian generasi yang mengalami 
kegagalan2 pimpinan nasional sejak bung Karno sampai kini? Megawati 
boleh2 
saja mewarisi impian ayahnya, tetapi anak2nya mempunyai impian yang 
bertolak 
dari pengalaman mereka sendiri.

Juga ayah saya termasuk pemimpin nasional yang menyandang Bintang 
Mahaputra, 
tetapi kita harus jujur. Kita tak berhak memaksakan impian kita pada 
generasi kemudian. Mereka berhak mengambil kesimpulan bertumpu pada 
pengalaman mereka. Bertumpu pada kesalahan2 pahit yang kita lakukan.

Bung Bismo G. dan saya adalah termasuk generasi yang sama, kita sama2 
bersekolah di Yayasan KRIS di jalan  Sam Ratulangi, Jakarta. Tetapi 
hari 
depan negeri ini adalah ditangan anak2 kita. Cucu2 kita. Mereka 
mempunyai 
impian yang lain. Persoalan yang lain. Dan pemecahan yang lain.

Kemerdekaan belaka, bukan lagi impian mereka. Mereka tak lahir dalam 
era 
penjajahan. Tetapi membangun masyarakat madani! Biarlah yang 
menginginkan 
negara agama mendirikannya, kalau memang mereka ini merupakan 
sebagian 
besar 
bangsa kita. Tetapi, biarkanlah saudara2 yang tetap mau negara 
nasionalis 
demokratis membangun masyarakat yang bebas dari azas keagamaan.

The future is theirs, not ours anymore.

Salam perjuangan

Pandu DEWANATA




IBRAHIM ISA
------------------
15 Oktober 2002.

BERJUANG  MEMPERTAHANKAN REPUBLIK INDONESIA  -
ATAU BIARKAN SAJA NEGARA DAN BANGSA INI TERPECAH BERKEPING-KEPING ?

Sdr. Andie Coekisantoro y.b.,

Saya sudah baca tulisan Anda mengenai Skenario Peristiwa Bali dan 
Dampaknya
Pada Presiden Indonesia.

Interesan!

Yang Anda bahas memang b u k a n  terorisme yang kali ini sasarannya 
adalah
Bali dan Manado. Anda membikin suatu "ramalan" tentang haridepan 
Indonesia,
yang "gloomy", dan "pessimistic".

Itu adalah suatu tema diskusi yang muncul bukan baru sekarang ini 
saja.
Ketika kaum muda Indonesia berkumpul pada tahun 1928 untuk 
menyatakan  
bahwa
kita ini adalah SATU BAHASA, SATU NUSA DAN SATU BANGSA, ketika itu 
masalah
tsb sudah muncul. Bahkan sudah sebelumnya.

Pada saat itupun pada pokoknya sudah ada dua pendapat.

Satu pendapat:
Tidak mungkin bisa ada nasion Indonesia, kita terlalu berbeda-beda 
satu 
sama
lain. Tidak mungkin apa yang dulu dinamakan Hindia Belanda itu, bisa 
menjadi
suatu nasion yang bersatu dan dipersatukan dalam suatu INDONESIA. 
Apalagi
fihak penguasa Belanda, tidak mengizinkannya. Belanda tidak 
membenarkan
adanya  suatu Indonesia yang merdeka. Itu tidak mungkin, itu suatu 
ilusi.
Maka, lebih baik masing-masing jalan sendiri-sendiri saja. Yang Jawa, 
ya
Jawa saja, yang Sumatra ya Sumatra saja, yang Ambon ya Ambon saja, 
yang
Manado, ya Manado saja, dst.

Pendapat kedua:
Untuk bisa lebih baik berjuang demi bebas dari kolonialisme, rakyat 
yang
menghuni Hindia Belanda itu harus bersatu, dalam suatu nasion baru, 
yaitu
nasion Indonesia. Pembinaan nasion baru ini bukan angan-angan belaka, 
tetapi
suatu "keharusan sejarah" , kalau bangsa-bangsa yang menghuni Hindia
Belanda itu, hendak merdeka dari kekuasaan asing, hendak maju, 
mengambil
tempatnya YANG WAJAR DAN TERHORMAT di antara bangsa-bangsa lainnya di 
dunia
ini. Tetapi, "keharusan sejarah" itu tidak akan lahir dengan 
sendirinya, ia
akan terjadi dalam proses perjuangan yang lama dan sulit, susah payah 
dan
banyak pengorbanan.

Jalannya sejarah Indonesia, menunjukkan bahwa mayoritas kaum muda kita
ketika itu (1928) memilih jalan kedua. Jalan kedua ini kemudian 
mendapat
dukungan mayoritas pejuang-pejuang kemerdekaan ketika itu. Jalan  yang
dipilih dan ditempuh adalah jalan pembangunan suatu nasion Indonesia, 
yang
punya tugas untuk membebaskan rakyat Indonesia dari penindasan dan
penguasaan asing, menuju kemerdekaan. Menuju suatu Indonesia Baru.

Jalan kedua yang dipilih dan ditempuh itu ternyata memang tidak mudah.
Tetapi cita-cita utama itu tercapai, dengan diproklamasikannya 
Indonesia
Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Tetapi kemerdekaan Indonesia itu
memang baru langkah pertama dalam suatu "long march" menuju suatu 
Indonesia
Baru,  yang adil, makmur dan kuat.

Pada saat ini, 74 tahun sesudah HARI SUMPAH PEMUDA (1928), dua 
pendapat 
itu
masih ada.
Mungkin, seratus tahun sesudah Hari Sumpah Pemuda, nanti, dua 
pendapat 
itu
masih ada. Dalam suatu Demokrasi, perbedaan pendapat termasuk hak 
dasar
warganegara.

Satu pendapat:
Indonesia akan buyar, hancur seperti hancur berantakannya Uni Sovyet 
dan
Yugoslavia. Masing-masing suku-bangsa atau pulau akan jalan 
sendiri-sendiri.
"INDONESIA BESTAAT NIET" (MEER), seperti kata orang-orang Belanda 
kolot 
yang
masih bermimpi kembalinya "tempo dulu" Hindia Belanda. Pendapat 
serupa 
ini,
adalah pendapat yang sebut tadi, pendapat yang "pesimis". Yang melihat
haridepan Indonesia "gloomy". Pendapat ini ada di Indonesia dan juga,
tentunya, di luar Indonesia. Mereka ada harapan bila Indonesia
terpecah-belah dan buyar, lebih mudah dimanipulasi dan dikuasai, untuk
kepentingan mereka sendiri.

Pendapat lainnya:
Indonesia hanya akan bisa menjadi kuat dan makmur, bisa menjadi suatu 
negara
yang demokratis, yang menghormati HAM, bisa mengambil dan memperkuat
kedudukannya  diantara bangsa-bangsa lainnya. dalam era globalisasi, -
-
dimana yang kuat masih tetap saja berusaha memanipulasi dan 
mendominasi 
yang
kecil dan lemah, masih tetap berlangsung, - -  bila rakyat Indonesia,
bersatu meneruskan perjuangan untuk Demokratisasi dalam kesatun 
perjuangan
untuk mempertahankan, membela dan memperkuat negara Republik
Indonesia,  - - - tanpa menutup dilakukannya diskusi mengenai masalah 
apakah
Indonesia akan tetap menjadi suatu negara kesatuan, ataukah suatu 
negara
federasi.

Masalah ini di satu segi menyangkut masalah analisis mengenai situasi
kongkrit dewasa ini dan latar belakang sejarahnya. Disegi lain ia 
menyangkut
masalah cita-cita dan keyakinan seseorang bahwa cita-cita itu akan 
bisa
direalisasi.

Maka tidak heran, ada yang optimis mengenai haridepan Indonesia, dan 
ada
yang pesimis.(Yang pesimis bisa juga menganggapnya optimis, dilihat 
dari
sudut pandangannya bahwa jika Indonesia terpecah-belah itu akan lebih 
baik
terbanding sekarang ini).

Sdr. Andie y.b.,

Sementara sampai sini saja dulu. Lain kali bisa diteruskan lagi. 
Sebaiknya
tema ini didiskusikan oleh lebih banyak mailis.

Amsterdam, 15 Oktober 2002.