[Nusantara] "Olga nebo Sylvie Gondokusumo" <olga-sylvie@voxxx>Re: Kolom IBRAHIM ISA: TAKTIK

INFO PRAKTIS-KOMPUTER majalahtips@hotmail.com
Wed Sep 4 10:48:02 2002


"Olga nebo Sylvie Gondokusumo" <olga-sylvie@voxxx>Re: Kolom IBRAHIM ISA: 
TAKTIKKAH? . . STRATEGIKAH? --ATAUKAH PRAGMATISMEPOLITIK SEMATA?
3 Sep 2002 01:19:07 +0200

Kolom Bapak Ibrahim ISA selalu saya cermati. Karena substansinya selalu
kenthal dan pengutaraannya yang tenang, sejuk.
Begitu juga dengan ulasan dibawah ini, yg maaf saya delete karena
penghematan bytes.

Demikianlah, di belantara politik memang banyak hal bizarre serta
absurd
yang sering terjadi. Di milis ini dlm diskusi tsb juga dicermati
kompromi, koalisi serta aliansi bersifat jangka pendek yg sangat absurd
nampaknya. Spt apa yg terjadi di Tiongkok kala melawan fasisme
Jepang. Pakta Molotov-Ribbentrop tak saling menyerang antara Uni Soviet
dan
Jerman Nazi. Dlsbnya.

Kesan saya yg bukan political scientist, apalagi pengamat alias pakar,
ialah
dialam politik praktis mau tidak mau harus ada pragmatisme.
Kadarnya bisa berragam. Tergantung pada sikon, namun juga pada ethics
serta
moral. Machiavelli tentu berada ditempat ekstrim. Tanpa
pragmatisme, maka perpolitikan bisa seperti perkumpulan penggemar
burung
perkutut. Karena masalahnya ialah bagaimana cara
terbaik untuk memerintah sebuah "polis". Kita bicara tentang politik
praktis
dalam alam demokratisasi atau nanti dlm demokrasi itu.

Mengenai masalah dukung mendukung dalam sikon RI terkini, sebagai yang
jemelas diuraikan oleh Bpk Ibrahim Isa, maka memang banyak
hal dalam jalannya reformasi yang PELAN  itu, sangat mengingatkan saya
pada
judul ulasan klasik "Dua langkah mundur, satu langkah
kedepan". Memang banyak  dan bermacam langkah yg harus dilakukan demi
survival, namun juga demi keberhasilan. Sebagai orang
Minang dengan silat Lintau nya yang terkenal tentu diketahui
berragamnya
langkah itu. Yang penting supaya jangan sampai MATI LANGKAH,
seperti ayah dari Sabai Nang Aluih!

Bisa tragis, untuk negeri dan bangsa, juga negara!
Mengenai pantas atau tidaknya berbagai koalisi atau aliansi itu, saya
kira
setelah kita sungguh-sungguh mencermati situasi dan kondisi,
terutama imbangan kekuatan yang ada dalam belantara politik itu, lalu
kita
seyogianya berhypothesis, apa kiranya yang dapat terjadi
kalau koalisi demikian itu tidak ada. Revolusikah? Anarkikah? Berdiri
selusin banana republics?

Kedua, kalau kita tidak mau memakai hypothesis, maka kita harus
menunggu
jalannya sejarah, apakah langkah yang pernah diambil oleh
para pelaku politik itu tepat, dan Qui Bono, menguntungkan siapa?

Sifat kritis, sangat saya hormati. Dan sayapun berusaha menjalankannya.
Namun sangat merisikan kritik yang asal kritik. Yang hanya berakibat
situasi
bisa semakin kritis. Mengkritisi sistem? Bukankah sistem itu harus
dibangun
dulu? Dan ini memerlukan waktu.

Dan ketika ada beberapa nobodies yang berani mengkritisi pengritik
profesional kondang, maka mereka langsung dicap tidak proporsional,
emosional, dan para supporter nya mulai membodoh-bodohkan orang .....

Namun ini semua saya tanggapi sebagai beban transisional.
Para kritisi seyogianya menjauhkan diri dari hypokrisi. Ya īkan, Pak?!

Wassalam,  Bismo DG


_________________________________________________________________
Chat with friends online, try MSN Messenger: http://messenger.msn.com