[Nusantara] Dr Adjat Sudradjat : Pendidikan Ilmu Kebumian di Era Otonomi Daerah

Ra Penak edipur@hotmail.com
Fri Sep 13 11:13:09 2002


Dr Adjat Sudradjat : Pendidikan Ilmu Kebumian di Era Otonomi Daerah
Dr Adjat Sudradjat Guru Besar pada Jurusan Geologi Universitas
Padjadjaran,
Bandung


DENGAN terlaksananya otonomi daerah, maka banyak wewenang yang
dilimpahkan
kepada daerah. Walaupun peraturan perundangan yang mendukungnya
dirasakan
masih belum lengkap, antusiasme daerah terhadap pelaksanaan otonomi
daerah
telah mendorong selangkah demi selangkah penerapan sistem pemerintahan
baru
yang memberikan bobot kepada daerah. Dalam bidang pertambangan dan
energi
hampir semua wewenang, kecuali di bidang minyak dan gas bumi, telah
diserahkan kepada daerah. Malah sebagai konsekuensinya, Direktorat
Jenderal
Pertambangan Umum yang selama ini mengatur seluruh kegiatan
pertambangan
nonmigas, telah dibubarkan. Sebagai penggantinya menjelma dinas-dinas
yang
bertugas menangani pertambangan dan pengembangan sumber daya mineral.
Alur pikir yuridis menuju otonomi daerah memang telah tercermin sejak
UU No
11 Tahun 1967 tentang Pertambangan yang pelaksanaannya diatur dengan PP
No
32 Tahun 1969 tentang Wewenang Pemerintah Daerah untuk mengatur masalah
pertambangan di luar mineral strategis atau vital. Sekarang dengan UU
22/1999, maka UU 11/1967 itu menyesuaikan diri dengan cara mengubah PP
32/1969 menjadi PP 75/2001. Maka di bidang pengembangan sumber daya
mineral
peraturan pendukung untuk melaksanakan Pasal 10 UU 22/1999 sudah cukup
memadai dan daerah dapat melaksanakan tugasnya di bidang ini.
Namun, dalam masa transisi seperti sekarang ini terdapat pelbagai
hambatan.
Bukan saja ekses yang dirasakan negatif oleh banyak perusahaan
pertambangan
di daerah, akan tetapi juga kurangnya sumber daya manusia yang kompeten
di
bidang pertambangan. Bisa juga dikatakan bahwa ekses itu mungkin timbul
karena belum tersedianya dengan cukup pelaksana di bidang ini di
daerah.
Oleh karena itu, timbul pertanyaan sejauh mana peranan dunia
pendidikan,
khususnya perguruan tinggi dapat merespons tantangan ini. Terlebih
dalam
alam pikiran sekarang bahwa pendidikan harus mendapatkan porsi minimal
20%
baik dari APBN maupun dari APBD(?)
Tantangan masa depan
Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan sumber daya mineral dapat
kita
bagi atas lima kelompok besar. (1) Tantangan klasik yang sering kali
dirumuskan dan diantisipasi antara lain kelangkaan dan substitusi. (2)
Masalah kualitas kehidupan dan lingkungan hidup. (3) Kesadaran yang
makin
meningkat akan hak asasi manusia. (4) Merasuknya tatanan global, dan
(5)
khusus di Indonesia adalah transisi dalam otonomi daerah.
Dalam masa transisi otonomi daerah, kita akan mengenal lebih tajam
batas
antarwilayah. Setiap wilayah dipacu untuk berkompetisi. Disadari atau
tidak,
gejala paradoks global pada skala yang lebih kecil sedang dialami
Indonesia.
Pada episode kedua, alam tidak berdaya lagi. Karena itu, manusia
menuntut
pengembalian kualitas hidup alam sekitar. Industri ekstraksi harus
sudah
dianggap sebagai industri petang hari atau malahan senja (twilight
industry). Tapi, diam-diam kebutuhan akan sumber daya mineral tetap
bergerak
dengan eksponensial. Kebutuhan listrik meningkat luar biasa demi
perbaikan
kualitas hidup. Akibatnya, mineral fosil harus tetap dikeruk! Di
manakah
batas antara needs dan greeds? Manusia dituntut untuk menetapkan batas
itu,
batas antara kebutuhan dan ketamakan. Manusia dituntut untuk memahami
batas
kemampuan dukung alam. Oleh karena itu, pada episode kedua ini ahli
sumber
daya mineral hendaknya dilengkapi dengan pengetahuan tentang alam
sebagai
kendali terhadap kepiawaiannya di bidang keteknikan.
Pada episode ketiga, manusia mulai menyadari bahwa greeds (ketamakan)
dapat
menimbulkan kenistaan terhadap sesama. Neohomo homini lupus. Malahan
terkadang dilakukan dengan massal. Reaksinya adalah mereka yang
dizalimi
akan bersatu dan bangkit. Buruh mendirikan serikat. Masyarakat
membentuk
lembaga swadaya. Hak adat dan hak ulayat yang diratakan dengan bumi
oleh
mesin-mesin pertambangan bukanlah lagi menjadi mimpi para tetua. Ia
harus
dituntut dan dikembalikan! Seorang ahli geologi harus memperhitungkan
bahwa
cebakan mineral tidak semata-mata dihitung dari kadar dan cadangannya
akan
tetapi juga dari lingkungan sosial yang ada di sekitarnya. Dia harus
mengerti pengetahuan sosial (social sciences).
Episode keempat sesungguhnya datang bersamaan dengan kedua episode yang
dikemukakan di atas. Akibat dari kemajuan teknologi, maka bumi planet
bagaikan satu bangunan rumah. Globalisasi hanya dapat dilawan dengan
kekuatan, daya saing. Dalam alam global siapa menguasai informasi,
dialah
yang memunyai keunggulan. Orang sering kali menyebut information is
power.
Dalam alam persaingan global, maka seorang sarjana geologi dituntut
untuk
menguasai informasi dan teknik informasi. Agar mampu bersaing ia juga
dituntut untuk mengenal efisiensi. Karena itu, ia memerlukan
pengetahuan
tentang manajemen sumber daya mineral.
Otonomi daerah
Ketika episode demi episode datang bergelombang, Indonesia mengalami
pula
episode lainnya, otonomi daerah. Semua urusan pengembangan mineral
diserahkan kepada daerah. Dalam masa transisi masih banyak hal yang
tidak
jelas atau berbeda interpretasi. Otonomi daerah memberikan ruang yang
amat
luas bagi keragaman daerah. Karena itu, seorang ahli geologi dituntut
untuk
memahami keragaman daerah. Ia harus paham mengenai sosial budaya
setempat,
ia juga harus tahu cara berkomunikasi. Dalam menunaikan tugas, landasan
utama adalah pemahaman terhadap peraturan perundangan. Karena itu, ia
harus
paham akan pengetahuan noneksakta atau soft science.
Otonomi daerah di satu sisi merupakan tantangan, tetapi di lain sisi
merupakan peluang. Keahlian yang diperlukan terpecah menjadi keahlian
untuk
tataran pusat dan tataran daerah. Di tingkat pusat bobotnya terletak
pada
regulasi atau kebijakan-kebijakan umum antara lain berupa standar,
kriteria,
dan pedoman. Pengawasan yang dilakukan pusat hanya akan sebatas
konsistensi
terhadap regulasi tersebut.
Di tingkat daerah para pelaksana dibutuhkan dalam segala aspek, baik
sebagai
regulator maupun manajer. Sebagai regulator seseorang harus mengerti
regulasi yang ada di atasnya dan menerjemahkannya dalam regulasi
setempat
yang kaya akan muatan lokal. Ia juga harus mengawasi pelaksanaannya.
Sebagai
manajer, pelaksana harus mampu mengerahkan sumber daya secara efektif
dan
efisien. Persaingan terjadi secara simultan baik antardaerah maupun
global.
Siapa yang dapat menarik investor maka akan mampu mengembangkan sumber
daya
dan siapa yang mengelolanya dengan baik, maka eksploitasi sumber daya
akan
memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat setempat.
Manajemen sumber daya mineral diperlukan untuk melakukan regulasi,
pengawasan, dan pembinaan. Karena semua urusan dilimpahkan ke daerah,
maka
kebutuhan akan pelaksana regulasi, pengawasan, dan pembinaan berada di
daerah. Inspektur tambang yang menegakkan good mining practice adalah
organ
pelaksana daerah.
Kurikulum harus diubah
Keahlian bidang ilmu kebumian yang dibutuhkan di masa depan setidaknya
terdiri dari lima kelompok yaitu bidang pendidikan, pengelolaan
lingkungan
hidup, manajemen sumber daya mineral, dan lingkungan industri. Salah
satu
komponen yang cukup penting adalah kurikulum. Dalam era otonomisasi
pendidikan, maka terdapat kesempatan luas untuk mengelola muatan lokal.
Muatan lokal pada masa depan sangat mungkin menjadi ciri pendidikan
setiap
perguruan tinggi. Mungkin juga menjadi komponen unggulan suatu lembaga
pendidikan. Porsi bobot kurikulum sudah waktunya untuk disesuaikan.
Bilamana
dulu komponen pengetahuan keteknikan mencapai hampir 70% hingga 80%,
barangkali sekarang ini komponen tersebut perlu dikurangi. Selain itu,
bobot
130-140 SKS untuk pendidikan S-1 perlu pula dipersingkat dengan
menggabung
pelbagai subbidang ilmu yang sifatnya vertikal.
Di dalam aturan umum kurikulum pendidikan kebumian terdapat tiga
kelompok
mata kuliah yaitu mata kuliah umum, mata kuliah keahlian, dan mata
kuliah
muatan lokal. Diusulkan agar mata kuliah muatan lokal harus diperbesar
yang
bila mungkin mencapai 50%. Dilihat dari jenisnya maka porsi ilmu dasar
(basic science) sebaiknya ditambah dan dilengkapi dengan soft science
serta
pengetahuan bahasa komunikatif. Diusulkan juga untuk menggunakan dua
bahasa
pengantar (bilingual) atau dibuat kelas Inggris.
Dalam menjawab kebutuhan tenaga pengelola sumber daya alam di daerah,
maka
komponen muatan lokal perlu lebih ditingkatkan. Manajemen sumber daya
mineral harus menjadi mata kuliah penting dalam menyiapkan para manajer
sumber daya alam di daerah. Variasi dari muatan lokal sangat tergantung
pada
kebutuhan dan kondisi daerah masing-masing serta di lain pihak
bergantung
pula pada misi perguruan tinggi di daerahnya.***


_________________________________________________________________
Send and receive Hotmail on your mobile device: http://mobile.msn.com