From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 05:00:17 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (gigihnusantaraid ) Date: Tue Feb 11 05:00:17 2003 Subject: [Nusantara] Demo, gaji ndak cukup Message-ID: Pernah buruh Maspion, industri dengan puluhan ribu karyawan, serentak demo nuntut agar UMR, upah minimum regional, dinaikkan. Demonya seperti nutup jalan Surabaya-Malang, sampai macet pol. UMR Jatim, kalau nggak salah, sekarang 450-rebu sebulan. Dengan uang segitu buruh akan menyesuaikan cara hidupnya, untuk makan, kos, beli pakaian kapan-kapan, nyekolahkan anak, dan untung bisa pas, gak mikir nabung, lumayanlah. Gara-gara BBM naik kapan itu, semuanya jadi mahal. Duit yang segitu tadi, mungkin, atau pasti, sudah tak cukup. Wong sebelum harga pada demo naik sudah mefet-fet, kok. gaji kurang juga melanda semua orang, berpenghasilan tetap. Termasuk juga pilot Garuda, yang bersamaan dengan momentum demo mahasiswa menuntut kenaikan harga BBM (dkk) karena rakyat jelas sangat berat untuk mempertahankan hidupnya. Boro-boro nabung buat hari depan. Pilot Garuda juga nuntut gajinya diperbaiki. sampai di sini masih sama dengan demonya buruh nuntut UMR, yang belakangan naik, benar- benar dinaikkan, jadi 450 rebu itu. Para pilot Garuda kabarnya juga minta agar sesuai dengan UMPPU (upah minimum pilot pada umumnya), di mana yang senior minta agak lebih sedikit dari 80-juta sebulan. Kalau para pilot bisa meniru hidupnya buruh ber-UMR 450-rebu sebulan, pasti pilot masih ada kelebihannya untuk nabung. Cuma di sini perbedaannya dengan buruh tadi. (mari semua demo, pumpung pemerintah lagi mumet) From olga-sylvie@volny.cz Tue Feb 11 05:00:17 2003 From: olga-sylvie@volny.cz (Olga nebo Sylvie Gondokusumo) Date: Tue Feb 11 05:00:17 2003 Subject: [Nusantara] (no subject) Message-ID: <008701c2c8a3$a4a20060$54dc7ac3@olgasylvie> Toto je zprava ve formatu MIME obsahujmcm vmce hastm. ------=_NextPart_000_0079_01C2C8AB.8400C140 Content-Type: text/plain; charset="iso-8859-2" Content-Transfer-Encoding: quoted-printable ------=_NextPart_000_0079_01C2C8AB.8400C140 Content-Type: text/html; charset="iso-8859-2" Content-Transfer-Encoding: quoted-printable
 
------=_NextPart_000_0079_01C2C8AB.8400C140-- From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 05:00:18 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 05:00:18 2003 Subject: [Nusantara] Demokrasi Lokal dan Pemilu Langsung di Daerah Message-ID: <20030211022745.81324.qmail@web21308.mail.yahoo.com> Demokrasi Lokal dan Pemilu Langsung di Daerah Oleh : Tri Widodo W Utomo ARUS pemikiran yang menghendaki penguatan dan percepatan proses demokratisasi lokal semakin mengkristal akhir-akhir ini. Salah satu ide dasarnya adalah perlunya pemilu lokal, yang tentu saja, diikuti oleh parpol lokal. Meskipun di berbagai media mulai ramai dengan polemik tentang perlu tidaknya dan untung ruginya sistem pemilu langsung di daerah, namun kecenderungan ke arah sana kelihatannya makin tidak terhindarkan. Hasrat untuk memunculkan parpol dan pemilu lokal sesungguhnya merupakan manifestasi wajar terhadap keinginan banyak pihak untuk lebih menghormati keberadaan dan peran masyarakat sipil dalam sistem politik dan ketatanegaraan di daerah. Terlebih lagi, kebijakan desentralisasi luas lewat UU 22/1999 telah digulirkan yang semestinya turut memperbaiki iklim demokrasi. Namun, tampaknya, UU ini dipandang tidak cukup memberi peluang bagi berkembangnya partisipasi masyarakat secara langsung terhadap proses kebijakan publik di daerah. Akibatnya, muncullah gagasan tentang perlunya pemilu dan parpol lokal sebagai instrumen demokrasi, yang memang sama sekali tidak diatur dalam UU otonomi tadi. Oleh karena itu, secara konseptual ide ini dapat dikatakan sebagai terobosan penting dalam khazanah politik dan administrasi publik di Tanah Air. Namun, untuk dapat operasional, banyak aspek yang perlu dikaji dan dipertimbangkan. Pertama, pada umumnya dapat disimak bahwa para penganjur pemilu dan parpol lokal tidak percaya lagi terhadap fungsi parpol nasional sebagai wadah representasi kepentingan rakyat. Memang harus diakui bahwa para politikus (tokoh parpol) dewasa ini lebih banyak bertikai yang mencerminkan tarik ulur kepentingan internal mereka. Dalam keadaan demikian, wajar sekali jika timbul keraguan tentang efektivitas pemilu dan parpol nasional dalam menghasilkan tata kehidupan yang demokratis dan sosok pemerintah yang bersih dan bebas KKN. Meski demikian, perlu disadari pula bahwa tidak ada jaminan sama sekali bahwa model demokrasi lokal jauh lebih bersih, aspiratif, dan efektif dibanding demokrasi tingkat pusat. Seorang pengamat Indonesia di Jepang justru melihat politikus lokal sebagai kendala utama bagi proses demokratisasi. Ia mengatakan, ''politikus lokal kebanyakan lebih bersikap tradisional, otoriter, dan didominasi oleh kelas elite daerah yang berwawasan sempit, serta kurang terbiasa dengan proses demokratisasi dan keterbukaan informasi dibanding politikus nasional'' (Kimura, 1999). Di sisi lain, dari berbagai sumber bisa kita amati makin merebaknya korupsi di daerah sejak era otonomi secara luas. Dengan kata lain, gagasan pemilu/parpol lokal yang dipaksakan justru dikhawatirkan hanya memindahkan sekaligus menyebarkan kebusukan di tingkat nasional ke tingkat daerah. Terkait dengan belum matangnya politikus lokal kita ini, mekanisme pemilu lokal oleh parpol lokal boleh jadi menghasilkan demokrasi perwakilan yang memiliki akuntabilitas sangat rendah. Persepsi klasik kita bahwa sistem perwakilan selalu berarti lebih demokratis, dan demokrasi selalu berarti lebih akuntabel, mungkin sekali keliru. *** Kedua, para penganjur demokrasi lokal sering memakai argumen bahwa dalam ukuran kecil seperti negara kota, potensi demokrasi lebih besar ketimbang pemerintahan rakyat dalam ukuran besar. Namun, sesungguhnya paradigma ini sudah lama ditinggalkan, dan banyak negara maju yang melakukan penggabungan daerah-daerah kecil agar menjadi lebih besar, tanpa mengorbankan nilai-nilai demokrasi. Jepang misalnya, dewasa ini sedang giat melakukan amalgamasi dengan target pengurangan municipality dari 3.232 menjadi hanya 257 (Hayashi, 2002). Demikian halnya di Eropa. Di Swedia, unit pemda berkurang dari 1.006 pada tahun 1960-an menjadi 284 pada 1980-an. Sementara itu, pada periode yang sama, jumlah unit pemda di Belgia berkurang dari 2.663 menjadi 589; di Jerman dari 24.282 menjadi 8.426; dan di Inggris dari 1.288 menjadi 457 (Allen, 1990). Singkatnya, tidak ada korelasi positif antara ukuran daerah/negara dan kadar demokrasi. Ketiga, dorongan terhadap demokrasi lokal juga bersumber dari keraguan terhadap efektivitas UU otonomi daerah yang baru, yang hanya berkutat seputar demokratisasi pemerintahan. Sehingga terjadi penjarakan politik yang lebar dengan masyarakat daerah. Namun, sekecil apa pun harus diakui bahwa UU ini telah membawa perubahan yang cukup radikal dalam tata hukum dan tata pemerintahan kita. Kewenangan atau diskresi daerah yang jauh lebih besar dan perimbangan keuangan yang lebih proporsional, adalah dua upaya nyata untuk memberdayakan, memandirikan serta mendemokrasikan daerah. Bahwa grassroot democracy belum terjadi adalah betul, sebab desentralisasi yang ada saat ini baru merupakan desentralisasi tahap pertama (dari pusat kepada daerah). Untuk itu, yang kita butuhkan selanjutnya adalah desentralisasi tahap kedua (dari daerah kepada masyarakat). Namun, jelas dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk sampai pada tahap ini. Jika kita telah sampai pada tahap ini, maka konsep government yang telah berevolusi menjadi governance akan berproses lagi menjadi community governance atau citizen governance (Box, 1998). Dan pada saat itulah, kita semua akan menyaksikan wujud konkret demokrasi yang kita cita-citakan. Keempat, dalam artikel berjudul Budaya Imitasi dalam Birokrasi Lokal, saya melontarkan kritik terhadap kebiasaan untuk menerapkan sistem nasional di tingkat daerah. Salah satunya adalah ide mengadopsi sistem pemilihan presiden secara langsung menjadi pemilihan kepala daerah (KDH) secara langsung (SH, 20/12/01). Secara substansial, saya tidak menolak ide pemilihan KDH secara langsung. Namun, terdapat empat hal yang harus dijawab sebelum ide ini dilaksanakan, yaitu ada tidaknya konsep kedaulatan rakyat per daerah, mekanisme pertanggungjawaban KDH, tata laksana hubungan KDH dengan DPRD, serta efektivitas jalannya pemerintahan. Kegagalan menjawab keempat hal ini, bagi saya sama artinya dengan tidak logisnya ide pemilihan langsung. Dan jika sistem pemilihan KDH secara langsung tidak diperlukan, maka pemilu/parpol lokal juga tidak dibutuhkan. Kelima, perlu dicermati secara hati-hati agar demokrasi lokal tidak memperburuk semangat kedaerahan dan egoisme regional. Dalam konsep negara kesatuan, rakyat tidaklah terkotak-kotak berdasarkan batas-batas teritorial. Sehingga rakyat Papua semestinya memiliki hak untuk ikut menentukan format pemerintahan DKI, dan sebaliknya. Akhirnya, ada baiknya isu demokrasi lokal melalui pemilu dan parpol lokal ini dijadikan sebagai wacana dan debat publik sebelum dirumuskan secara formal dalam peraturan perundangan. Kita perlu belajar dari pemberlakuan otonomi daerah yang terburu-buru yang berakibat banyaknya masalah dalam tahap implementasinya. Oleh karena itu, sikap tergesa-gesa perlu dibuang jauh-jauh agar demokrasi yang sedang kita bangun benar-benar bermanfaat bagi rakyat banyak. Dan tidak dipelintir oleh sekelompok elite untuk kepentingan diri dan kelompoknya semata.*** Tri Widodo W Utomo, Graduate School of International Development, Nagoya University, Jepang ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now. http://mailplus.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 05:00:18 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 05:00:18 2003 Subject: [Nusantara] Peran TNI Di Era Reformasi Message-ID: <20030211022926.81704.qmail@web21308.mail.yahoo.com> Peran TNI Di Era Reformasi Oleh A Kardiyat Wiharyanto Di negeri kita, keamanan, rasa aman, ketertiban, dan kepastian bergejolak sebagai masalah besar sejak lima tahun lalu. Benih dan faktor-faktornya sudah ada sebelumnya. Tetapi, "meletus"nya timbul sejak lima tahun yang lalu, ketika beragam krisis yang akumulatif meletup serta menggerakkan perubahan. Perubahan-perubahan tersebut membawa gejolak-gejolak yang kadang-kadang membingungkan banyak orang, apa yang seharusnya dilakukan. Tidak hanya rakyat yang bingung mengenai apa yang harus dilakukan TNI, tetapi tidak mengherankan bahwa di kalangan pimpinan TNI sendiri terjadi kecanggungan-kecanggungan yang sebelumnya belum pernah terjadi. Kondisi ini memberi kesempatan kepada TNI untuk melaksanakan peningkatan, koreksi dan pembaharuan secara terus menerus, untuk menghadapi tantangan-tantangan baru yang terus akan muncul. TNI sebagai kekuatan pertahanan nasional saat ini berada pada titik balik yang kritis, tetapi harus mampu memberikan sumbangan bagi demokratisasi Indonesia. Sudah kita ketahui bersama bahwa TNI muncul untuk memenuhi panggilan sejarah dan revolusi kemerdekaan di tahun 1945. TNI lahir dari rakyat, oleh rakyat, hidup di tengah-tengah rakyat dan untuk membela kepentingan rakyat. TNI lahir untuk membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Mengingat bahwa TNI lahir dari rakyat, maka sudah barang tentu TNI memang benar-benar milik masyarakat. Karena itu, apa yang menjadi tantangan rakyat, juga berarti menjadi tantangan TNI. TNI yang berasal dari rakyat dan berada di tengah-tengah rakyat, sehingga terjadi interaksi yang tidak bisa dihindari. Inilah yang biasanya kita kenal sebagai kemanunggalan TNI dan rakyat. TNI mempunyai peran utama dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa Indonesia, mengawal dan diharapkan selalu bisa menjawab tantangan zaman yang selalu akan muncul menghadang kemajuan bangsa dan negara kita. Ini berarti, TNI selalu akan melihat tugas-tugasnya yang berkaitan dengan upaya masyarakat, bangsa dan negara kita untuk menjawab tantangan di waktu yang akan datang itu. Kemanunggalan TNI dengan rakyat tidak hanya terlihat dalam kerjasama, bahu-membahu dalam pejuangan fisik maupun nonfisik, tetapi kelahirannya benar-benar muncul dari rakyat. Asal kelahiran TNI diawali dari Badan Keamanan Rakyat (BKR) serta laskar-laskar rakyat. Tampilnya laskar-laskar rakyat ini jelas tanpa persenjataan lengkap dan tanpa pakaian seragam sempurna. Pada waktu itu tidak dituntut adanya profesionalisme, melainkan yang lebih diutamakan adalah tekad dan semangat juang yang bersemayam di dalam dada setiap anggota laskar rakyat. Tekad dan semangat untuk tetap merdeka, dan rela berkorban demi tetap tegaknya kemerdekaan serta kedaulatan Negara Republik Indonesia. Setelah ada perkiraan bahwa kedatangan Tentara Sekutu ke Indonesia juga sekaligus untuk mengembalikan penjajah Belanda ke Tanah Air kita, maka anggota Badan Keamanan Rakyat dan Laskar Rakyat (LR) ini mulai merebut senjata dari Jepang, sehingga sedikit demi sedikit mereka mempunyai senjata api. Meskipun dari segi semangat para anggota Badan Keamanan Rakyat dan Laskar Rakyat cukup hebat, tetapi persenjataannya itu bila dibanding dengan persenjataan Tentara Sekutu tidak berarti apa-apa. Di samping itu, kedudukannya yang otonom di bawah komite nasional daerah, maka agak sulit untuk dikoordinir oleh pemerintah Indonesia. Itulah sebabnya setelah Sekutu datang ke Indonesia, maka Badan Keamanan Rakyat itu tidak dapat dipertahankan lagi hidupnya. Masalah ini yang juga muncul, yakni sewaktu senjata yang diperebutkan dari tangan Jepang banyak yang jatuh ke tangan pemuda-pemuda yang tidak menjadi anggota badan keamanan tersebut. Bila keadaan ini dibiarkan berlarut, maka jelaslah akan membahayakan keadaan karena pemerintah akan sulit melakukan pengawasan terhadap penggunaan senjata itu. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan maklumat Tentara Keamanan Rakyat, yakni Angkatan Bersenjata yang berada di bawah kekuasaan pemerintah pusat, sehingga dapat digunakan sebagai penyangga berdirinya Negara Republik Indonesia. Di samping itu, terbentuknya tentara kebangsaan juga bermanfaat untuk menyatukan bermacam-macam badan perjuangan atau laskar-laskar yang didirikan oleh masyarakat karena terdorong untuk ikut berusaha mempertahankan tetap tegaknya Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Keluarnya maklumat pembentukan tentara kebangsaan tanggal 5 Oktober 1945 itulah yang sampai sekarang kita peringati sebagai hari lahirnya TNI. Dan sejak itu pula TNI menjaga, mengawal dan mempersatukan bangsa Indonesia untuk mencapai cita-cita dan tujuannya. Perjuangan TNI pada awalnya juga mengalami berbagai kesulitan, sebab tidak semua badan perjuangan mau bersatu dalam TNI. Antara TNI dan laskar-laskar yang tidak mau bergabung tersebut, sering masih terjadi pertentangan. Dengan sendirinya keadaan seperti itu akan memperlemah perjuangan bangsa Indonesia dalam menuju masa depan. Setelah melewati berbagai perkembangan, maka pada akhirnya seluruh laskar yang belum tergabung dalam TNI menyatu juga. Dengan demikian TNI semakin kokoh dan kuat, baik dari segi persenjataan maupun dari segi semangat perjuangan. Karena TNI berasal dari rakyat, maka pada saat rakyat Indonesia sedang melakukan pembangunan, TNI tetap bersama rakyat. Tiada tugas berat rakyat yang tiada melibatkan TNI. Begitu efektifnya TNI, sehingga membuat banyak pihak tertarik atau sebaliknya mencurigai peran TNI tersebut. Sebagai alat negara, TNI digunakan pemerintah untuk menjaga kedaulatan negara dari segala ancaman dan gangguan, TNI menjadi kekuatan yang paling dominan dalam mengatasi berbagai konflik yang muncul di masyarakat, dari politik sampai ekonomi. Banyak persoalan yang akan dan harus dihadapi TNI agar perannya bisa terlaksana tanpa melahirkan berbagai kecurigaan atau kecemburuan, terutama di kalangan masyarakat yang sangat kritis. Tantangan mempertahankan kredibilitas TNI bukan hal mudah dan perlu perhatian serta praktek sungguh-sungguh untuk itu. Pada saat kondisi negara masih dalan keadaan terancam perpecahan seperti sekarang ini, TNI diharapkan bisa mengaktualkan peran dinamisatornya. Sebagai dinamisator, TNI harus membangkitkan semangat kebersamaan di kalangan orsospol. Kemampuan mendinamisasikan kehidupan politik dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa itulah yang diharapkan masyarakat dengan menghormati pemerintahan sipil yang terbentuk, tanpa memihak salah satu partai politik. TNI yang berasal dari rakyat dan untuk rakyat, tetap akan menjadi pelindung semua lapisan masyarakat. Secara ideologis, khususnya dalam perjuangan mencapai cita-cita bangsa, TNI akan tetap netral. Kenetralan ini mulai dilakukan dalam Pemilu 1999 lalu. Netralitas itu penting agar politik aliran tidak mewarnai terus perjalanan bangsa ini. Sikap tanggap perlu terus diperlihatkan TNI. Medan juang TNI bagaimana pun tidak sama lagi dengan generasi pendahulu. Lebih mencuatnya paham dan pelaksanaan demokrasi menyebabkan TNI tidak sembarangan menggunakan pendekatan keamanan. Diperlukan kehati-hatian bagi TNI untuk ikut berperan dalam berbagai persoalan bangsa. Adalah menjadi harapan kita bersama bahwa TNI yang tangguh akan terus berkembang sesuai dengan panggilan sejarah bangsa. Hakikat TNI yang berpihak pada kepentingan rakyat sudah menunjukkan TNI sebagai lembaga demokratis. Saat ini sikap dan kredibilitas TNI akan terus teruji. TNI akan tetap di hati dan bersama rakyat karena motto "dari rakyat untuk rakyat" yang selalu menaungi kiprah dan pengabdiannya. *** (Drs A Kardiyat Wiharyanto MM adalah staf pengajar Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now. http://mailplus.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 05:00:18 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 05:00:18 2003 Subject: [Nusantara] Kesepakatan RI-GAM Pemerintah Bisa Cabut Sepihak Message-ID: <20030211023021.61856.qmail@web21307.mail.yahoo.com> Kesepakatan RI-GAM Pemerintah Bisa Cabut Sepihak JAKARTA - Pemerintah Indonesia bisa saja mencabut kesepakatan penghentian permusuhan yang ditandatangani dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 9 Desember 2002. Apalagi jika GAM menunjukkan keengganan untuk mengumpulkan persenjataan yang mereka miliki. Pernyataan itu disampaikan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto kepada wartawan usai rapat kerja dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Selasa (4/2). Menurut Panglima TNI, kesepakatan itu tidah hanya ditandatangani Indonesia tapi juga GAM yang dituakan. Dalam perjanjian itu dikatakan, setelah periode membangun rasa saling percaya ada periode demiliterisasi. Dalam periode demiliterisasi itu disepakati, TNI akan merelokasi pasukannya dan GAM wajib mengumpulkan senjata. Menurut jadwal, periode ini akan dilakukan sejak 10 Februari 2003. "Kalau mereka tidak mau dan enggan, bagaimana dong? Kalau begitu, dianggap apa yang ikut menandatangani kesepakatan itu. Jika yang tanda tangan itu tidak lagi dianggap atau dipegang sebagai pimpinan mereka, apa arti perjanjian itu?," kata Panglima TNI. Meski demikian, Panglima TNI menyerahkan sepenuhnya keputusan soal Aceh itu kepada pemerintah. Namun dikatakan, jika GAM terus menerus melakukan pelanggaran isi kesepakatan, bukan tidak mungkin pemerintah mencabut secara sepihak kesepakatan itu. "Keputusannya ada di pemerintah. Lihat saja nanti. Kalau kami melihat GAM sudah melewati batas dan tidak lagi bisa diterima, kami akan usul ke pemerintah untuk memutuskan saja secara sepihak perjanjian itu. Tapi, keputusan itu tergantung pemerintah," katanya. Kepada anggota Komisi I, Panglima TNI mengatakan, TNI telah menyiapkan rencana cadangan (contingency plan). Rencana itu disiapkan untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi di Aceh, termasuk bila kesepakatan dengan GAM gagal dilaksanakan. Panglima TNI tidak menjelaskan secara terperinci apa rencana cadangan yang telah disiapkan itu. Namun, pada 11 Februari 2003 Komisi I DPR mengusulkan diadakannya pertemuan secara tertutup dengan Panglima TNI untuk membahas masalah itu. Dari Banda Aceh dilaporkan, TNI dan GAM berkomitmen kuat dalam mematuhi kesepakatan penghentian permusuhan, termasuk dalam penempatan senjata GAM serta relokasi pasukan TNI yang mulai berlaku pada 9 Februari 2003. Meski diakui hingga kini masih terjadi banyak perbedaan dalam penafsiran. Hal itu disampaikan Kapendam Iskandar Muda Letkol CHB Firdaus, Wakil GAM di JSC Tgk Kamaruzzaman dan Wakil Henry Dunant Centre (HDC) David Gorman secara terpisah, di Banda Aceh, Rabu (5/2) pagi. Firdaus mengatakan, TNI senantiasa siap menjalankan proses perjanjian damai di Aceh, namun hal yang sama juga harus ditunjukkan oleh GAM. Dalam masa damai itu, menurut Firdaus, sejumlah aparat TNI menjadi korban akibat kurang tegasnya GAM dalam mensikapi perdamaian di Aceh. "Kita akan melihat keseriusan mereka, dalam masa lima bulan mendatang, yakni hingga 9 Juli 2003, pada kurun masa itu GAM harus menempatkan senjatanya bersamaan dengan relokasi pasukan TNI dan personil Polri di NAD," kata Firdaus. Hal senada juga diungkapkan Wakil GAM di JSC Tgk Kamaruzzaman. Hingga kini sikap GAM tetap konsisten dan komitmen dalam menjalankan kesepakatan penghentian permusuhan. Pada waktunya GAM juga akan menempatkan senjata pada lokasi yang dipilih GAM sendiri dan kemudian menyampaikan kepada HDC tentang jumlah senjata mereka Namun dalam penempatan senjata, GAM hingga kini masih merasa khawatir karena sejumlah kawasan di pedalaman Aceh cukup banyak TNI berkeliaran. Mereka khawatir diganggu dalam penempatan senjata di kawasan yang ditetapkan nanti. Sikap optimistis diung- kapkan HDC terutama pasca 9 Februari nanti. Pada masa itu tidak ada lagi orang yang meragukan kelangsungan perdamaian. "Saya sendiri selalu optimis dan kini yang harus dilakukan secara terus menerus selalu melihat ke depan dan jangan kita lihat ke belakang," kata Gorman. Meskipun dalam praktik di lapangan masih terjadi sejumlah hambatan dan tantangan, HDC tetap mendorong agar para pihak supaya tetap fokus. Namun disayangkan saat ini sering terkendala dalam hal-hal kecil, seperti masih adanya insiden. Di sisi lain, lanjutnya, masyarakat terfokus pada tanggal tertentu. "Sebenarnya yang penting kita lihat saat ini situasi keamanan sudah membaik, dan masyarakat Aceh senang melihat keadaan yang demikian," katanya.(O-1/MH) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now. http://mailplus.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 05:00:22 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 05:00:22 2003 Subject: [Nusantara] Golput Karena Kesadaran Tak Dihukum Message-ID: <20030211023300.62286.qmail@web21307.mail.yahoo.com> Golput Karena Kesadaran Tak Dihukum JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah menilai usulan untuk menghukum penganjur golongan putih (golput) tidak bisa dilakukan jika kemudian terbukti bahwa mereka yang dipengaruhi itu tidak menggunakan hak pilihnya karena kesadaran sendiri. "Soal golput seharusnya dilihat dari dua sisi, yaitu orang yang tidak mengerti, dan yang mendapat tekanan. Jika karena kesadaran sendiri lalu memilih golput, kan tidak mungkin ditahan," kata juru bicara Depdagri Nyoman Sumaryadi di Jakarta, Rabu. Kepala Biro Organisasi, Hukum dan Protokol (OHP) Depdagri itu menekankan, menjadi golput dengan kesadaran sendiri tidak ada sanksinya. Itu merupakan hak warga negara. Bahkan menganjurkan golput atau mengkondisikan seseorang untuk menjadi golput pun sulit dibuktikan. "Bisa dipahami jika terjadi ada warga yang kecewa terhadap partainya. Tapi kalau tidak suka dengan satu parpol tertentu, yah sebaiknya jangan pilih parpol itu. Pilih saja yang lain," katanya. Ia mengakui bahwa pemilu memerlukan partisipasi aktif dari semua warga negara untuk bersama-sama membangun negara menjadi lebih baik dan demokratis. Kendati demikian, dia menyatakan bahwa pemerintah tidak khawatir golput semakin meluas, karena nasib bangsa dan negara bukan hanya dimiliki satu elemen, tapi seluruh rakyat Indonesia. "Pemerintah yakin bahwa rakyat masih perduli terhadap nasib bangsa dan negaranya. Jadi biarlah rakyat yang menentukan dengan kematangannya sendiri. Tapi jangan lupa bahwa proses menuju demokrasi itu membutuhkan waktu yang panjang," ujarnya. Seperti diketahui, dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pemilu muncul usulan untuk menetapkan ancaman hukuman penjara satu tahun atau denda maksimal Rp 10 juta bagi siapa saja yang menganjurkan untuk tidak menggunakan hak pilihnya saat pemilu. Langgar Demokrasi Di tempat terpisah, cendekiawan Prof Dr Nurcholish Madjid mengatakan bahwa larangan golput merupakan pelanggaran terhadap demokrasi. "Kalau golput betul-betul dilarang itu melanggar demokrasi karena tidak memilih itu hak setiap orang. Pemilu itu bukan kewajiban," ujarnya. Meski begitu, Cak Nur -begitu dia biasa dipanggil- setuju bahwa perlu ada tindakan bagi mereka yang menghalang-halangi pemilu. "Kalau menghalang-halangi terjadinya pemilu, itu yang harus ditindak," katanya. Senada dengan itu, budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) juga menilai larangan sebagai tidak masuk akal. "Selain bertentangan dengan akal sehat, hal itu juga bertentangan dengan prinsip demokrasi," ujarnya di Jakarta, kemarin. Aktivis koalisi ornop Bambang Widjoyanto balik mengusulkan bahwa yang harus ditindak itu bukan golput tetapi golhit alias golongan hitam. "Golongan hitam itu warga yang memakai uang supaya menang Pemilu. Itulah yang perlu diwaspadai," katanya. Sementara budayawan Setiawan Djody menilai sosialisasi tentang pentingnya pemilu perlu dilakukan dalam upaya menghindari meningkatnya jumlah golput. "Sosialisasi dan penjabaran mengenai pentingnya partisipasi rakyat dalam pemilu itu sangat perlu," katanya di Jakarta, kemarin. Menurut dia, soal golput itu terserah rakyat. Jadi jangan dikaitkan bahwa golput dapat dihukum. "Itu harus dibuang, orang tidak mau ikut pemilu terserah mereka. Di negara maju seperti di Amerika Serikat saja juga masih banyak yang golput," ujarnya. Ketua KPP PRD Haris Rusly Moti juga menyatakan bahwa golput merupakan hak warga negara. "Memilih golput atau mengkampanyekan golput, bahkan memboikot pemilu sekalipun adalah hak yang sama derajatnya dengan hak warga negara untuk memilih partai A atau B," katanya. Ia meminta negara menghormati dan menjamin melalui konstitusi hak warga negara untuk memilih, mengkampanyekan atau menganjurkan golput seperti halnya negara menjamin hak untuk memilih, mengkampanyekan atau menganjurkan memilih parpol tertentu. "Seharusnya, yang dilakukan itu adalah menjamin hak untuk memilih, mengkampanyekan atau menganjurkan golput melalui aturan di UU Pemilu, bukan justru memberi sanksi hukum," ujarnya. Bahkan, Wakil Ketua Umum PKB "Kuningan" Mahfud MD menyebut usul melarang golput sebagai gagasan gila, karena memilih atau tidak memilih adalah hak warga negara. "Orang menggunakan haknya tidak boleh dilarang, dan karena itu adalah gagasan gila jika melarang orang menjadi golput," katanya. Menurut Mahfud, mereka yang memilih golput itu hanyalah kalangan terpelajar di kota-kota besar, sementara masyarakat desa yang jumlahnya mencapai di atas 80 persen lebih banyak yang menggunakan haknya. Untuk itu, kata dia, pemerintah harus bisa dan berani menunjukkan ke masyakat besarnya golput yang ada. Ia juga mengatakan bahwa di AS jumlah pemilih yang menggunakan haknya hanya sekitar 40 persen, sedangkan sisanya 60 persen tidak menggunakan haknya (golput). (Ant/M-1) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now. http://mailplus.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 05:00:24 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 05:00:24 2003 Subject: [Nusantara] Pengurus PDI-P Sragen Cabut Dukungan pada Mega Message-ID: <20030211023435.12201.qmail@web21309.mail.yahoo.com> Pengurus PDI-P Sragen Cabut Dukungan pada Mega SEMARANG - Sejumlah pengurus PDI Perjuangan (PDI-P) di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, menyatakan mencabut dukungan terhadap ketua umum mereka, Megawati Soekarnoputri. Mereka menggugat kepemimpinan Megawati yang dinilai sudah tak berpihak lagi pada wong cilik, seperti yang selalu digembar-gemborkan partai berlambang banteng bulat tersebut. Aksi cabut dukungan dilakukan 15 pengurus PDI-P dari Kecamatan Sambongmacan, Sragen, di depan pintu masuk Kantor Gubernur Jawa Tengah, Selasa (4/2). Dalam aksi diam sambil menutup mulut dengan plester hitam itu, mereka juga menggelar aksi bakar kartu tanda anggota (KTA) PDI-P. Pimpinan pengunjuk rasa, Djoko Sukmolelono, yang juga Ketua Barisan Pemuda Marhaenis dan fungsionaris PDI-P Sambongmacan, sebelum aksi dimulai mengatakan, Megawati tak lagi bisa dipercaya memimpin partai. Megawati dinilai telah jauh melenceng dari cita-cita dan semangat partai untuk membela rakyat kecil dan pihak-pihak yang tertindas. Pendapat serupa juga dikemukakan rekannya, Slamet Dasuki, yang mantan Komandan Satgas PAC (pengurus anak cabang) PDI-P Sambongmacan. Menurut Slamet, yang mengaku sempat menjadi caleg (calon legislatif) PDI-P nomor urut 38 pada Pemilu 1999, cukup banyak kader/simpatisan hingga pengurus PDI-P di daerahnya yang kecewa melihat kondisi partai saat ini. Slamet Dasuki bahkan menuding partainya telah terkontaminasi Orde Baru dan mabuk kekuasaan, sehingga lupa diri dan tak lagi berpihak pada rakyat kecil. Dia juga menunjuk banyak anggota legislatif dari PDI-P baik di daerahnya maupun di banyak daerah lain, dan di pusat, yang kini hidupnya berubah drastis. "Dulunya banyak yang kere, motor saja tak punya. Sekarang mendadak jadi kaya, naik mobil mahal dan punya rumah mewah," ujarnya. Dasuki menolak tudingan bahwa sikapnya itu gara-gara tidak terpilih jadi anggota DPRD. Menurutnya, rasa kecewa mereka mencapai puncaknya saat Megawati selaku Presiden menaikkan harga BBM, tarif dasar listrik dan telepon, meski kemudian direvisi setelah mendapat kecaman dan protes dari masyarakat dan mahasiswa. Sebagai bukti rasa kecewa mereka terhadap Megawati, dia bersama Djoko dan 20 rekannya yang lain, memutuskan mundur dari PDIP, tepatnya pada 22 Januari 2003 lalu. Mereka ramai-ramai bergabung ke Partai Pelopor pimpinan kakak kandung Mega, Rachmawati Soekarnoputri. Sejumlah petinggi PDI-P menanggapi aksi itu menilai sebagai hal yang biasa terjadi dalam sebuah partai politik yang terbuka. Sebagai individu, anggota parpol bebas menentukan sikapnya terhadap partai. "PDI-P adalah partai terbuka. Tiap orang bisa menentukan sikapnya dan kita hargai," ujar Ketua DPP PDI-P, Gunawan Wirosarojo usai pertemuan dengan Megawati, di Jakarta, Selasa (4/2). Gunawan menambahkan, menyikapi aksi pembakaran itu, pengurus partai dengan sendirinya akan melepas keanggotaan mereka. "Sekarang mereka telah menentukan sikap sendiri, bisa mengekspresikannya secara emosional atau tidak. Bagi PDI-P semua itu akan diterima, dan akan ditata kembali. ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 05:00:25 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 05:00:25 2003 Subject: [Nusantara] Capres Dibatasi Kasihan Amien Rais Message-ID: <20030211023703.83485.qmail@web21308.mail.yahoo.com> Capres Dibatasi Kasihan Amien Rais JAKARTA (Suara Karya): Cendikiawan Prof Dr Nurcholish Madjid menyatakan tidak setuju apabila dilakukan pembatasan terhadap calon presiden (capres) dalam Pemilu 2004 mendatang. Alasan dia, pembatasan seperti itu tidak sesuai dengan norma demokrasi. "Kalau begitu kan kasihan Pak Amien Rais (Ketua Umum DPP PAN-red)," katanya seusai pertemuan dengan tokoh agama yang tergabung dalam Gerakan Moral Nasional Indonesia di kantor PBNU Jalan Kramat Raya, Jakarta, kemarin. Menurut Cak Nur, demikian dia biasa dipanggil, seleksi capres lebih baik dilakukan secara alamiah. "Jangan dibatasi, biarkan seleksi alamiah yang akan memunculkan siapa capres dan cawapres yang layak," katanya. Dalam RUU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan pemerintah kepada DPR disebutkan, usulan pasangan capres dan cawapres oleh parpol atau gabungan parpol hanya boleh dilakukan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memperoleh suara dalam pemilihan anggota DPR secara kumulatif nasional sekurang-kurangnya 20 persen. Cak Nur mencontohkan, di Pilipina Fidel Ramos hanya membentuk partai dalam waktu tiga minggu, tetapi karena dia dicintai publik maka hal tersebut tidak masalah dan akhirnya dia terpilih menjadi presiden. "Jika UU melakukan pembatasan, sangat ironis sekali," ujar Rektor Universitas Paramadina ini. Dalam kesempatan terpisah, budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) juga menyatakan tidak setuju dengan pembatasan capres dan cawapres. Ia menyebut hal tersebut tidak demokratis. "Itu hanya akal-akalan Yusril (Menkeh dan HAM yang juga Ketua Umum DPP PBB Yusril Ihza Mahendra-red) untuk mengurangi saingan," kata Cak Nun di sela-sela diskusi rutin yang digelar KAHMI di Jakarta, Rabu. Dengan pembatasan itu, menurut Cak Nun, tokoh yang hanya dicalonkan oleh partai kecil, meskipun kemungkinan mempunyai peluang, tidak akan dapat turut bersaing dalam pemilihan capres dan cawapres. Sementara budayawan yang juga pengusaha, Setiawan Djody, menilai setiap parpol seharusnya mampu menggalang partisipasi dari anggotanya dan jangan menggalang pendanaan melalui cara berkolusi dengan pengusaha, apalagi mengkorup uang rakyat. Ia menyatakan bahwa rakyat merupakan benteng yang menyimpan tenaga dahsyat. Karena itu, kata dia, harus dibangkitkan kesadaran pada rakyat bahwa mereka adalah benteng dengan segala potensinya. "Suatu potensi yang dapat membawa kejayaan juga kehancuran sebuah negara," katanya. (Ant/M-1) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now. http://mailplus.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 05:00:26 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 05:00:26 2003 Subject: [Nusantara] Jangan Tunda Eksekusi Mati Message-ID: <20030211023818.7373.qmail@web21305.mail.yahoo.com> Jangan Tunda Eksekusi Mati KETEGASAN hukum dan tertib sosial, antara lain, bisa dilihat dari perlakuan bangsa ini terhadap narkoba. Semakin mudah ia diperoleh, semakin rendah tertib sosial. Semakin gampang ia berkeliaran di masyarakat, semakin membuktikan hukum sangat lembek. Narkoba yang berbahaya itu harus dikatakan tergolong sangat gampang diperoleh di negeri ini. Konsumsi narkoba bisa dipastikan bukan semakin turun, melainkan meningkat. Celakanya, narkoba itu tidak saja masuk melalui tempat-tempat hiburan, tetapi juga masuk ke permukiman, bahkan ke halaman sekolah. Meluasnya korban narkoba ini sudah menjadi rahasia umum. Tempat-tempat rehabilitasi kewalahan menampung jumlah korban yang terus membengkak. Padahal, lebih banyak lagi keluarga yang malu atau tidak mampu secara keuangan sehingga tidak membawa anaknya ke tempat rehabilitasi. Jika mereka yang tidak terdata itu ikut dihitung maka jumlah korban narkoba bisa jauh membengkak. Menilik mudahnya mendapat narkoba di negeri ini, selayaknya dikhawatirkan bahwa bangsa ini merupakan bangsa yang paling hebat menjadi korban narkoba di kawasan Asia Tenggara. Kekhawatiran yang masuk akal karena negeri ini memenuhi semua syarat untuk menjadi pasar narkoba yang paling empuk. Inilah bangsa dengan penduduk terbesar di kawasan, dengan penegakan hukum yang sangat buruk, serta tertib sosial yang paling buruk. Maka, sempurnalah sebagai surga bagi pedagang narkoba, sekaligus neraka bagi anak muda bangsa ini. Dari perspektif itu, sungguh aneh bahwa terpidana kasus narkoba yang permohonan grasinya ditolak tiada kunjung dieksekusi. Terutama, tentu, karena kejahatannya telah divonis mati, tetapi sampai sekarang tidak seorang pun yang dieksekusi mati. Tertundanya pelaksanaan hukuman menimbulkan kecurigaan bahwa para bandar narkoba telah menyuap aparat sehingga menunda-nunda eksekusi. Di mana pun di dunia ini, perdagangan narkoba melibatkan jaringan, bahkan mafia itu sendiri. Karena itu, kelambanan mengeksekusi bisa menjadi pertanda bahwa jaringan itu telah bekerja dengan cara membeli penegak hukum. Menghadapi jaringan narkoba memerlukan ketegaran hukum dan ketertiban sosial. Tidak boleh ada ruang--baik ruang sosial maupun hukum--bagi tumbuhnya rasa kasihan. Sikap keras itulah yang diterapkan Malaysia dan Singapura, dengan cara menghukum mati. Beberapa hakim di negeri ini, memang, telah memberi hukuman mati bagi perkara narkoba. Tetapi, itu gejala baru karena sebelumnya lebih banyak yang memberi hukuman ringan. Celakanya, yang telah dihukum mati pun hingga sekarang belum pula dieksekusi. Harian ini pernah membongkar melalui investigasi, bahkan di dalam LP Cipinang sekalipun perdagangan narkoba masih dilakukan para terpidana. Karena itulah, menunda eksekusi hanyalah sebuah kebodohan. Melalui mimbar ini kita ingin menyampaikan kepada presiden untuk jangan pernah memberi grasi kepada terpidana kasus narkoba. Dan, jangan buang waktu berlama-lama memberi keputusan menolak grasi. Akhirnya, jangan tunda lagi mengirim ke liang kubur semua yang telah divonis mati. Sebab, mati untuk mereka adalah lebih baik daripada hidup ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now. http://mailplus.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 05:00:27 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 05:00:27 2003 Subject: [Nusantara] Haruskah AS Menyerang Irak? Message-ID: <20030211023923.83909.qmail@web21308.mail.yahoo.com> Haruskah AS Menyerang Irak? Oleh Dirgo D Purbo Memasuki awal abad ke-19, hadir seorang tokoh terkemuka geopolitik kelahiran Inggris bernama Sir Halford Mackinder yang juga mendapat julukan sebagai intellectual architect dalam pemahaman prinsip keamanan internasional. Dia mengklasifikasikan dunia menjadi empat bagian yakni: 1. Heartland mencakup kawasan Asia Tengah dan Timur Tengah (World Island); 2. Marginal Lands mencakup kawasan Eropa Barat, Asia Selatan, sebagian Asia Tenggara dan sebagian besar daratan Cina; 3. Desert mencakup wilayah Afrika Utara dan yang terakhir, 4. Island or Outer Continents meliputi Benua Amerika, Afrika Selatan, Asia Tenggara dan Australia. Menurut pandangan Mackinder, Heartland merupakan kawasan yang mempunyai kandungan sumber daya alam -aneka ragam mineral yang tidak tertandingi di belahan dunia lainnya dan nantinya ke depan diperlukan tatanan politik yang terorganisasi. Tesis Mackinder yang dibuat pada tahun 1904 mengungkapkan bahwa tidak dapat memprediksi siapa yang akan menguasai kawasan Heartland ini, bisa jadi Rusia atau Jerman atau bahkan gabungan antar Cina dan Jepang. Akan tetapi ada satu hal yang sempat disinggung dalam tesis tersebut bahwasanya siapapun yang akan menguasai kawasan itu dalam kehidupan politik modern dan kondisi ekonomi tertentu dapat melakukan pertaruhan untuk menuju ke arah "global imperium". Lain halnya dengan teori geopolitik yang dikembangkan oleh seorang kelahiran Amerika bernama Nicholas Spykman yang mempunyai pandangan sama terhadap Heartland (1), namun klasifikasi bagian dunia lainnya seperti urutannya yang telah disinggung di atas didapatkan ada sedikit perbedaan dengan teori Mackinder di mana kawasan Marginal Land diklasifikasikan menjadi Rimland (2), New World yang mencakup seluruh kawasan Benua Amerika (3), dan Offshore Continens and Islands mencakup benua Afrika, Asia Tenggara dan Australia (4). Namun kedua tokoh geopolitik ini sependapat dengan mengatakan bahwa: "Who rules the World Island commands the World". Keterangan tersebut di atas diuraikan Colin S. Gray dalam The Geopolitics of Superpower (1988). Selanjutnya Gray menyinggung juga bahwasanya menjelang tahun 1920 ada seorang profesor geograpfi dari Universitas Munich, Karl Haushofer telah meminjam tesis Mackinder yang dibuat tahun 1904 untuk digunakan sebagai policy advice kepada Adolf Hitler. Haushofer mengakui karya tulis Mackinder dengan sangat antusias dan semangat tinggi untuk digunakan sebagai suatu gagasan bahwasanya Jerman dapat mendominasi wilayah Rusia seperti apa yang telah diuraikan pada metoda gabungan negara-negara di kawasan Heartland. Begitu besar manfaatnya tesis Mackinder bagi Jerman, akhirnya pada tahun 1934 sampai 1937 Karl Haushofer dipercayakan untuk memimpin German Academy. Tercela Ironisnya, reputasi nama besar Mackinder yang dianggap sebagai ahli geopolitik yang dapat diekspresikan ke dalam kehidupan dunia politik dan strategi kondisi geografis, menjadi tercela yang cukup mendalam dikarenakan gagasannya telah memberikan pengaruh yang sangat kuat kepada Nazi Jerman. Satu hal yang perlu dicatat juga bahwa pandangan Mackinder telah memberikan suatu acuan toleransi yang cukup akurat untuk memahami hubungan kontemporer antara Amerika dan Soviet setelah Perang Dunia II. Perubahan politik dan ekonomi international mengalami pergerakan yang dinamis sehingga seringkali pergesekan atau friksi antar-kepentingan nasional dari setiap negara. Sejak minyak menjadi satu-satunya komoditas yang sangat strategis bagi kehidupan manusia dan semakin sulit diketemukan cadangan minyak baru di wilayah negara konsumen itu sendiri diiringi permintaan yang terus meningkat, kawasan Timur Tengah menjadi ajang perebutan pengaruh bagi negara konsumen seperti Amerika, Inggris, Rusia, Jerman, Italia, Prancis, Tiongkok, Jepang dan tentunya negara-negara industri lainnya untuk mendapatkan akses jaminan suplai minyak. Berbagai cara dilakukan oleh negara-negara Barat untuk mendapatkan hubungan kerja sama negara penghasil minyak di kawasan Heartland. Begitu tinggi tingkat ketergantungan suplai minyak dari kawasan ini, negara-negara Barat berupaya untuk membuat kebijakan "arm sales dan security assistance" kepada negara-negara yang mempunyai kemampuan atas jaminan pembayarannya seperti Arab Saudi, Iran, Kuwait, Oman, UAE, Bahrain dan Iraq. Dominasi penjualan berbagai ragam peralatan perang dari Amerika dan Inggris setelah Perang Dunia II mulai tergeser dengan Prancis, Jerman, Rusia, Italia. Setelah adanya oil shock 73 dan 79, kompetisi untuk pemasaran persenjataan dengan teknologi yang mutakhir semakin meningkat, terutama dari Rusia dan Prancis yang menjualnya ke Irak. Tidak ketinggalan juga dengan Jerman yang berupaya melakukan kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan dengan Arab Saudi. Prancis telah melakukan kontrak untuk pembangunan teknologi nuklir sebesar US$ 275 juta sehingga dicurigai oleh negara tetangganya mempunyai ambisi menjadi pusat pembangkit persenjataan nuklir. Begitu juga dengan Italia yang berkeinginan untuk mengeksport teknologi nuklir beserta materialnya ke Baghdad. (Energy Security in the 80s: The Response of US Allies, Frans R. Bax analis politik CIA). Apa latar belakang upaya penjualan alat-alat persenjataan militer oleh negara-negara Barat yang begitu menggebu di kawasan ini? Keseluruhannya itu semata-mata untuk mengimbangi pembayaran impor minyak (oil bills) dan di sisi lain tidak ketinggalan juga tentunya untuk mendukung industri pertahanan. Henry Kissinger menyebut kebijakan ini "recycle petrodollar" yang mulai diterapkan setelah mengalami oil shock tahun 1973. Amerika Serikat telah memperlihatkan kepada dunia bahwa menjaga kawasan Timur Tengah yang stabil merupakan bagian dari pelaksanaan panggilan kepentingan nasional yang vital. Keberpihakan AS Ketergantungan atas impor minyak dari kawasan ini 45% dari total konsumsi dalam negeri. Langkah inisiatif untuk mendamaikan Israel dengan Palestina telah mendapat sambutan yang luar biasa oleh para sekutunya. Langkah itu berarti menurunkan ketegangan politik antar-negara Arab dengan Israel, sehingga dapat menurunkan juga tingkat kekhawatiran kemungkinan terganggunya jaminan suplai minyak. Namun, di satu sisi keberpihakan Amerika terhadap Israel juga sangat transparan. Terbukti sewaktu diadakan pertemuan antar Amerika dengan sekutunya di Venice tahun 1980, Presiden Carter mengatakan secara terbuka "United States would veto any European attempt to push a UN resolution supporting Palestinian self-determination". (Hal yang sama ternyata tidak dilakukan oleh Amerika terhadap Indonesia ketika ada yang mengusulkan self determination untuk Timor Timur, apalagi setelah adanya konfirmasi penemuan cadangan minyak yang sangat besar di Celah Timor). Doktrin Carter yang dicanangkan pada waktu itu bahwa kawasan Persia merupakan a vital interest of the United States kemudian diikuti dengan suatu pernyataan secara terbuka: "An attempt by outside force to gain control on the Persian Gulf region will be regarded as an assault on the vital interest of the Untied States of America, and such an assault will be repelled by any means necessary, including military force". Yang sangat dikhawatirkan oleh Amerika Serikat yakni adanya saingan dari negara lain yang masuk ke kawasan Timur Tengah untuk melakukan perjanjian ekonomi bilateral yang sifatnya jangka panjang dalam bentuk barter alat persenjataan militer dengan minyak, government-to-government contract. Data dari para geologis terkemuka, Irak mempunyai potensi kandungan minyak sebesar 112 miliar barel yang berarti menempati urutan kedua penghasil minyak terbesar setelah Arab Saudi. Jenis minyak dari Irak yakni Basrah Light dan Kirkuk yang mempunyai karakter tersendiri, sweet crude oil, kandungan sulfurnya sangat rendah dan meskipun tidak termasuk dalam bagian OPEC basket price, dalam perdagangan international jenis minyak dari Irak sangat mahal dan juga mempunyai pengaruh untuk penentuan harga internasional. Dengan potensi ini, negara-negara konsumen berlomba-lomba untuk melakukan kerja sama ekonomi dengan Irak. Tampaknya hal itu telah terjadi dan berkembang dalam lima tahun terakhir ini dengan adanya perjanjian bilateral antara Irak dengan Rusia, Prancis, Jerman dan Tiongkok. Rusia telah melakukan kontrak suplai minyak jangka panjang dengan Irak; Tiongkok melakukan penjualan peralatan militer terhadap Irak yang dikompensasikan dengan jaminan suplai minyaknya; Prancis telah mendapatkan konsesi minyak yang mempunyai potensi sangat besar. Kondisi ekonomi Irak sangat memprihatinkan. Semenjak diberlakukannya program Oil For food Security Council Resolution 986 (UN-SC 986) setelah perang teluk tahun 1991, membuat ketidakberdayaan ekonomi Irak untuk memiliki purchasing power dalam perdagangan internasional. Salah satu upaya Irak untuk mendapatkan ekstra devisa yakni dengan Rusia telah diupayakan penyelundupan melalui jalur rahasia, namun dapat diga-galkan oleh tim pengawas dari PBB yang dipimpin Amerika. Begitu ketatnya pengawasan itu, terkesan setiap barel yang keluar dari Irak dicatat oleh petugas pengawas PBB. Sanksi ekonomi terhadap Irak oleh PBB sejak tahun 1991 tampaknya sudah memakan korban cukup banyak yang diakibatkan penyakit radang paru-paru, sakit pernapasan dan kekurangan gizi. Departemen Kesehatan Irak mencatat sampai akhir tahun 2000 telah meninggal dunia sebanyak 1.300.867 orang, 500 ribu di antaranya anak-anak. Berbagai organisasi HAM internasional menilai bahwa sanksi ekonomi ini telah melanggar Geneva Convention 12-08-49, termasuk protokol tambahan yang telah dikeluarkan pada tahun 1977. (Oil for Food, Siapa yang Diuntungkan? SP, Mei 2000, DDP). Perkembangan terakhir dari tim investigasi PBB sampai batas waktu yang telah ditentukan, belum ditemukan adanya indikasi Irak memiliki WMD seperti yang telah dicurigai oleh Amerika. Hasil sementara investigasi ini membuat Jerman dan Prancis menarik dukungan Amerika untuk menyerang Irak, kemudian disusul dengan Rusia, Italia dan Tiongkok. Mereka telah mempertimbangkan bahwa perang bukanlah merupakan jalan terbaik, yang nantinya akan memicu reaksi negatif terhadap perang internasional melawan teroris. Kalau Amerika bersikeras untuk menyerang Irak, dukungan utama yang pasti akan datang dari Inggris dan sudah pasti tidak ketinggalan Australia, seperti yang selalu terjadi di berbagai tempat. Bagi negara-negara yang mundur dari dukungan terhadap Amerika untuk bergabung dalam Perang Teluk II telah mempelajari dengan seksama bahwa nantinya bila pecah perang di Irak akan menambah instabilitas politik negara-negara Islam di Timur Tengah dan biasanya akan diikuti dengan kekacauan suplai minyak sehingga dapat mengakibatkan tingginya harga minyak. Kalau sampai ini terjadi, selanjutnya akan bermuara pada resesi ekonomi dunia. Jalan yang terbaik pada saat ini adalah melakukan upaya diplomasi multilateral untuk menuju perdamaian, khususnya melalui Dewan Keamanan PBB. Terlebih lagi saat ini umat Islam sedang melaksanakan panggilan rukun Islam kelima untuk menunaikan ibadah Haji di Arab Saudi, yang juga masuk dalam kelompok kawasan Heartland. Penulis adalah pengamat perminyakan. ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now. http://mailplus.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 05:00:28 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 05:00:28 2003 Subject: [Nusantara] Menjembatani Islam dan Barat Message-ID: <20030211024103.7865.qmail@web21305.mail.yahoo.com> Menjembatani Islam dan Barat Oleh Muhamad Ali Pelajaran berharga yang dapat dipetik dari musibah 11 September 2001 di Amerika Serikat (AS), 12 Oktober 2002 di Bali, rencana AS menyerang Irak, dan kebijakan wajib lapor bagi warga negara Muslim, termasuk Indonesia, yang tinggal di AS, adalah pentingnya kesadaran akan dialog antarperadaban, dengan melibatkan sebanyak-banyaknya tokoh politik, cendekiawan dan masyarakat. Hal itu terjadi karena selama ini tidak terjadi saling memahami antardua peradaban yang kelihatan bertolak belakang, padahal sesungguhnya memiliki kesamaan-kesamaan. Peristiwa-peristiwa teror tidak hanya menimbulkan dampak politik, keamanan, dan ekonomi, tapi juga dampak keagamaan, budaya, dan peradaban. Kerugian tidak hanya tewasnya ribuan orang tak berdosa, sedihnya keluarga dan kerabat yang ditinggalkan, hancurnya gedung, dan hilangnya pekerjaan jutaan pegawai penerbangan internasional, tapi juga merebaknya pelecehan dan sentimen anti-Arab dan anti-Islam di negara-negara Barat dan Eropa, serta anti-Amerika, anti-Barat, dan anti-Kristen di negara-negara berpenduduk Muslim. Bahasa-bahasa keagamaan seperti jihad dan kafir pun diangkat sebagian umat beragama. Osama bin Laden sendiri membuat pernyataan tertulis yang menunjuk Amerika, Kristen, Yahudi, dan sekutu-sekutunya sebagai musuh Islam, dan menyerukan umat Islam untuk "berjihad". Di pihak lain, di media massa Barat, citra Islam sebagai agama teroris belum surut, masih saja bernada peyoratif dan negatif, bahwa Islam membenarkan terorisme. Terakhir, kebijakan imigrasi pemerintah AS terhadap sebagian warga negara dari negara-negara Muslim (termasuk Indonesia) yang studi dan tinggal di AS, dianggap diskriminatif dan tidak bersa- habat. Memang benturan antarperadaban tidak ditemukan, tetapi disalahgunakan (Bassam Tibi, 1995). Sejarah umat manusia adalah sejarah peradaban-peradaban yang berbeda, di mana berbagai budaya eksis. Di era globalisasi saat ini kebutuhan akan jembatan-jembatan yang menghubungkan Islam dan Barat makin mendesak. Ada banyak jalan, tapi banyak pula hambatan. Pengetahuan yang tidak lengkap (lack of knowledge) tentang agama dan peradaban lain menjadi salah satu penyebab makin sulitnya membangun hubungan yang bersahabat antarkelompok yang berbeda. Masing-masing merasa cukup dengan informasi yang diterima, tanpa melalui proses check and balances. Kecongkakan Budaya Kecongkakan budaya (cultural arrogance) bahwa sistem agama, budaya, dan peradaban yang dianutnya yang paling unggul, membuat seseorang tidak berdaya untuk tidak mengecilkan sistem agama, budaya, dan peradaban lain. Identitas diri begitu kuat sehingga menafikan identitas the Other. Publik Barat masih menganggap budaya dan peradaban mereka lebih maju, lebih superior dibandingkan peradaban Timur, dan selalu berusaha melalui penguasaan berbagai media informasi untuk mencitrakan bahwa superioritas itu adalah keniscayaan sejarah modern. Tradisi orientalisme (yang intinya memandang the Orient sebagai monolitik dan inferior) adalah salah satu ekspresi superioritas itu, seperti telah dikritik Edward Said. Ada pula kendala teologis. Barat begitu bangga dengan karakter keagamaannya dan sekulerismenya, sementara masyarakat Muslim fanatik dengan sistem budayanya yang kaffah (sempurna) dan diyakini bertentangan secara diametral dengan peradaban Barat. Banyak Muslim masih terlena dengan tekstualisme dalam bentuk penghidupan kembali konsep dar al-Islam dan dar al-harb bikinan mujtahid masa lalu ketika kekhalifahan Islam masih ada. Misalnya, negara AS dicap dar al-harb (negara wilayah perang) dan orang-orang Amerika dianggap kafir harby (yang wajib diperangi). Tentu saja pemahaman seperti itu tidak cocok dengan konsep negara-bangsa (nation-state) yang dianut semua negara Muslim saat ini. Apalagi, Amerika adalah negara yang pluralistik, di mana Islam berkembang pesat dan dianut tidak hanya oleh pendatang tetapi juga pribumi. Kehidupan keagamaan di Amerika pun cukup semarak. Meskipun negaranya disebut sekuler, masyarakatnya tidak selalu sekuler. Pemahaman sebagian kaum Muslim bahwa seluruh warga AS pro-zionisme Israel juga tidak didukung fakta. Cukup banyak orang Yahudi yang anti-zionisme dan sangat aktif berkampanye anti-penjajahan modern Israel atas Palestina. Begitu pula banyak masyarakat AS, termasuk kalangan agamawan, memprotes rencana serangan AS ke Irak. Sebagian Muslim pun masih enggan mempelajari sejarah dan tradisi Barat. Tradisi oksidentalisme (ilmu tentang Barat) belum mendapat tempat di dunia Timur. Padahal, oksidentalisme bakal membantu terjalinnya hubungan Barat dan Timur secara akademik dan kultural. Hal itu juga akan mengembangkan tradisi dialog (bukan monolog) antarperadaban. Dunia Timur akan belajar sejarah Barat sebagai sebuah peradaban. Kendala lain adalah ang-gapan bahwa demokrasi dan civil society berasal dari Barat. Oleh masyarakat yang cenderung memolitisasi agama dan fundamentalistik anti-Barat, demokrasi dan civil society dianggap sebagai solutions imported from the West (al-hulul al-mustawradah) dan karena itu harus ditolak. Padahal, nilai-nilai persamaan dan partisipasi yang menjadi inti demokrasi dan civil society juga terdapat dalam Islam. Paradoks Anti-Barat di satu sisi dan anti-Islam di sisi lain memperlihatkan paradoks globalisasi. Seperti kata David Held, globalisasi dalam wilayah-wilayah komunikasi dan informasi tidak menciptakan a sense of common purpose. Karenanya hambatan-hambatan politik dan budaya tetap besar. Kendala politik tidak kalah berpengaruh terhadap sulitnya dialog. Politik luar negeri Amerika yang masih menyisakan banyak masalah bagi dunia Muslim seperti standar ganda menyangkut konflik Palestina-Israel dan dukungannya terhadap rezim otoriter negara-negara Arab, ketidaksensitifan pemerintah dan pengamat Barat yang cenderung menggeneralisasi dunia Muslim. Banyak pakar dunia, termasuk Huntington dan banyak kalangan umat Islam tidak memberikan kemungkinan berkembangnya visi hidup yang lebih dialogis dan harmonis. Huntington tidak melihat sejarah harmonis umat manusia, termasuk antara umat beragama dan peradaban yang berbeda. Ia lebih tertarik dengan perbedaan-perbedaan tradisi, agama, dan peradaban umat manusia, daripada persamaan-persamaan dan hubungan serasi dalam sejarah masa lalu dan masa sekarang. Ia juga melihat Islam sebagai satu entitas monolitik, seperti halnya Barat sebagai satu entitas lain yang juga monolitik. Seolah tidak ada saling mempengaruhi dan melengkapi dalam kehidupan masyarakat dan bangsa di dunia. Sikap terbuka (open-mindedness) dari kedua pihak adalah prasyarat bagi upaya menjembatani kesenjangan-kesenjangan itu. Kita membutuhkan pendekatan lintas budaya (Bassam Tibi, 1997). Demokrasi dan civil society adalah jembatan Islam dan Barat. Kesatuan Islam dalam hal pandangan dunia dan keberagamaan Islam dalam hal budaya-budaya lokal dapat disebut peradaban Islam. Memang ada garis-garis pemisah antara peradaban-peradaban dunia. Tetapi karena semua umat manusia, tanpa kecuali, merupakan kesatuan kemanusiaan (one humanity), seharusnya ada nilai-nilai bersama yang menyatukan seluruh manusia demi perdamaian dunia. Nilai-nilai itu, menurut Tibi, adalah demokrasi dan civil society. Atau menurut Adam Seligman (1992), persyaratan pokok bagi demokratisasi dan perdamaian demokratis adalah pengembangan civil society. Mengapa demokrasi? Demokrasi tidak menginginkan perang. Demokrasi mengatasi konflik dengan cara-cara damai melalui negosiasi. Atas dasar pluralisme budaya, bukan universalisme ataupun relativisme, karena kedua hal itu cenderung menimbulkan benturan dan membahayakan perdamaian dunia. (The limits of pluralism: Neo-absolutism and relativism, 1994). Benturan antar-peradaban pada dasarnya adalah benturan antara fundamentalis. (Michele Schmiegelow, 1997). Esensi dialog adalah pertemuan antara orang-orang dalam suasana saling percaya, terus terang, dan jujur. Orang Islam dan orang Kristen, orang Arab dan orang Amerika, berkumpul dalam satu tempat untuk berbicara dan mendengar. Tujuan dialog antar-peradaban adalah terciptanya saling memahami, saling menghormati, dan saling belajar, dan bekerja sama. Masing-masing pihak seharusnya membumikan pluralisme paradaban. Karena peran media massa begitu penting, maka misalnya, media massa di Barat menurunkan tulisan tentang apa itu Islam dan sejarah Islam secara lebih objektif. Lembaga-lembaga non-pemerintah yang bergerak dalam dialog agama dan peradaban kini semakin diperlukan. Informasi yang lebih lengkap mengenai sesuatu yang menyangkut diri sendiri dan orang lain sangat dibutuhkan. Tokoh-tokoh politik, agamawan, dan ilmuwan seharusnya lebih banyak lagi melibatkan diri mereka dalam dialog antaragama dan peradaban. Kajian yang lebih intens tentang hubungan agama dan modernitas terasa makin penting dilakukan. Hubungan antara nilai-nilai Islam dan demokrasi, pluralisme, perdamaian, dan HAM, harus terus mendapat tempat dalam ruang publik, tidak berkutat pada simbol-simbol agama. Dengan begitu, kita sedang menyemai masa depan peradaban dunia yang lebih damai dan konstruktif. Penulis adalah dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now. http://mailplus.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 05:00:29 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 05:00:29 2003 Subject: [Nusantara] Megawati Paling Berpeluang Raih Kursi Presiden pada 2004 Message-ID: <20030211024155.30441.qmail@web21301.mail.yahoo.com> Megawati Paling Berpeluang Raih Kursi Presiden pada 2004 SEMARANG--MIOL: Megawati memiliki peluang terbesar untuk kembali menduduki kursi presiden pada 2004, kendati ada kekecewaan terhadap kiprah PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu 1999 dan kepemimpinan putri Proklamator Bung Karno tersebut.Peluang Megawati kembali terpilih menjadi Presiden RI semakin besar bila sistem pemilihan presiden secara langsung diterapkan pada 2004, kata pengamat politik Nur Hidayat Sardini ketika dihubungi di Semarang, Selasa. Menurut dosen FISIP Universitas Diponegoro Semarang itu, memang dari sekitar 40 juta pemilih yang pada Pemilu 1999 mencoblos PDIP ada yang kecewa, tetapi jumlah mereka yang tetap loyal kepada Megawati jauh lebih besar. Nur menambahkan, kebijakan tidak populer pemerintahan Megawati ketika menaikkan harga BBM, tarif dasar listrik dan tarif telepon kemungkinan bisa mengubah orientasi politik massa yang dulu memilih PDIP. "Sebenarnya kekecewaan sebagian besar massa PDIP lebih banyak ditujukan kepada elite PDIP sendiri, bukan kepada Megawati. Karena itu bila kelak ada pemilihan presiden secara langsung, Megawati tetap menjadi pilihan pertama mereka," katanya. Ia mengatakan, tidak mudah bagi massa PDIP untuk pindah ke partai lain meskipun hal ini juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik pemilih di daerah-daerah. "Kalau di DKI Jakarta, bisa jadi mereka beralih ke PPP, namun sulit pindah ke Golkar atau PAN. Di daerah lain mungkin berbeda," katanya. Menurut Hidayat, kandidat lain yang akan dihadapi Megawati pada 2004 antara lain Ketua Umum PAN Amien Rais yang juga Ketua MPR, kemudian Sri Sultan Hamengku Buwono X (Gubernur DI Yogyakarta, mantan Ketua DPD Golkar DIY). "Tetapi polularitas Amien Rais dan Sultan Hamengku Buwono X masih di bawah Megawati. Megawati akan jauh menggunguuli mereka," katanya menegaskan seraya menyebutkan nama Yusuf Kalla yang diperkirakan akan ikut meramaikan bursa capres dan cawapres pada 2004. Sistem pemilihan presiden hingga sekarang belum disepakati dan masih dicari formulasinya. Dari wacana yang berkembang di parlemen, ada usulan bahwa capres hanya bisa dicalonkan dari parpol yang memperoleh suara minimal 20 persen dalam pemilu, namun ada pula yang berpendapat di bawah persentase tersebut. Ia mengatakan, dugaan banyak kalangan bahwa jumlah golput pada pemilu 2004 akan meningkat bisa salah bila pemilihan presiden dilaksanakan secara langsung. Pemilih tradisional, katanya, memiliki ikatan emosional dengan figur sentral parpol ketimbang ikatan dengan parpol itu sendiri. (Ant/Ol-01) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now. http://mailplus.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 08:48:07 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 08:48:07 2003 Subject: [Nusantara] Ayah Abdul Jabar dan Penggranatan Cikini Targetnya, Bunuh Bung Karno Message-ID: <20030211062359.9291.qmail@web21307.mail.yahoo.com> Ayah Abdul Jabar dan Penggranatan Cikini Targetnya, Bunuh Bung Karno Polisi membuka lembaran sejarah. Ahmad Kandai, ayah tersangka Abdul Jabar, disebut sebagai pelaku penggranatan di Cikini. Peristiwa itu memakan korban luka-luka. Sasaran utamanya, Bung Karno, justru selamat. Membuka lembaran sejarah silam itu, Bali Post menemui pelaku -- anggota jaringan penggranatan -- bernama Abdul Latif. Saat itu dia menjadi ajudan Panglima Tentara Negara Islam Indonesia (NII) Kota Jakarta Kiai Mukti. Berikut ceritanya. TAHUN 1950-an, Ahmad Kandai baru berusia belasan tahun. Baru saja akil balig. Oleh kakaknya, Saleh Ibrahim, dia dititipkan ke Abdul Latif. ''Tolong ajari dan bawa adik saya ini ke hutan,'' kata Saleh Ibrahim. Abdul Latif sudah paham. Maksud dibawa ke hutan itu tak lain untuk belajar ilmu agama. Kelak, jika sudah dewasa, Ahmad Kandai -- yang asli Dompu -- itu biar bisa menjadi orang yang berguna bagi agama dan bangsa. Hutan adalah sebutan pendidikan agama dan militer NII. Saat itu, imam besar NII (DI/TII) adalah Kartosuwiryo. Oleh Latif, Ahmad Kandai dibawa ke hutan di daerah Heurgeulis, Jawa Barat. Di sana, Kandai diajari ngaji dan jihad. Politik, ekonomi, dan seluruh isi tafsir kitab suci Alquran. Bagi NII, hutan inilah penggemblengan tentara untuk membangun kekuatan. Ahmad Kandai adalah satu generasi penerusnya. Tahun 1956, Kandai dikirim ke Jakarta. ''Dia ingin menemui saya. Waktu itu saya sebagai pembantu (ajudan) Panglima NII Kota Jakarta Kiai Mukti. Dia dikirim oleh Panglima Komandemen Divisi I Sunan Rahmad Agus Abdullah. Di tengah perjalanan, di daerah Purwakarta, Kandai ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara,'' kata Latif, di Masjid Al Fatah, Menteng, Jakarta Pusat. Usia Latif kini 70 tahun. Badannya sudah renta. Tetapi, masih tersisa bekas keperkasaannya sebagai militer DI/TII. Idealismenya, semangatnya, prinsip dan keteguhan sikapnya masih sangat tinggi. Namun, kondisi fisiknya mau tak mau sudah kian menyurut. Kulitnya keriput. Penyakit prostatnya pun menggerogoti kesehatannya. Dia tinggal di masjid itu. Anak istrinya ada di Cilacap. Latif asli Poso, Sulawesi. Saat di dalam penjara itulah, peristiwa penggranatan Bung Karno di Perguruan Cikini -- saat ultah Guntur Soekarnoputra -- terjadi. Untungnya, Bung Karno selamat. Tak cedera sedikit pun. ''Jadi, kalau Kandai dituduh terlibat, itu salah. Bukan dia. Tetapi tiga orang, yaitu Tasrif, Yusuf Ismail, dan Sa'dun,'' ingatan Latif masih segar. Setelah ditangkap, tiga orang ini langsung dieksekusi mati. Setelah kasus ini, masalah tak diam. Saleh Ibrahim -- yang Ketua Cabang Gerakan Pemuda Islam Indonesia -- dicari. Juga Wahab Pena. Mereka adalah pentolan gerakan Islam yang dituding ikut dalam jaringan Tasrif, Yusuf, dan Sa'dun. Bung Karno pun menjerat Partai Masyumi sebagai biang kerok rencana pembunuhan terhadap presiden itu. Maka, tokoh-tokoh Masyumi pun dikejar-kejar. Sebutlah Muhammad Natsir, Burhanuddin, Kasman Singodimejo, Syarifuddin Prawironegoro, dan Moh. Roem. Tokoh-tokoh ini melarikan diri ke Sumatera dan mendeklarasikan berdirinya PRRI/Permesta. Sejumlah tentara juga turut serta, seperti pendiri Kopassus Kawilarang dan Panglima Siliwangi. Gerakan ini pun akhirnya bisa diringkus setelah tokoh-tokohnya menyerah dan dipenjarakan. Buntutnya, Maysumi dan GPII dibubarkan. Ihwal terjadinya penggranatan di Perguruan Cikini itu, kata Latif, berawal dari pidato Bung Karno mengenai Nasakom (nasionalis, agama, dan komunis). Sebagai presiden, Bung Karno tidak bisa melepaskan realitas politik di negerinya. Elemen masyarakat terdiri atas tiga komponen itu. Agar tidak saling tabrak dan berbuntut pertumpahan darah, ketiganya harus dirangkul. Disatukan demi kemajuan dan pembangunan bangsa ke depan. Ide Bung Karno ini ditolak. Sejak awal, kelompok ini menentang komunis. TNI-AD yang digawangi AH Nasution pun banyak menolak ide itu. Komunis harus bisa dienyahkan dari negeri ini. Rupanya, Bung Karno lebih memilih berbeda. Itu sebabnya, sejumlah tokoh TNI-AD pun berbelok mendukung anak-anak muda yang militan seperti Tasrif, Sa'dun, Yusuf Ismail, Wahab Pena, dan Saleh Ibrahim itu. ''Saya tahu persis. Kala itu, Kasad Zulkifli Lubis sengaja memberikan granat itu kepada kelompok ini. Granat itu lantas disimpan. Setelah memilih hari dan momentum yang tepat, dari sini (Menteng), mereka bergerak dan melemparkan granat tersebut ke arah Bung Karno,'' kata Latif. Sayap militer yang membenci komunis amat banyak. Tetapi, mereka tak ingin terang-terangan menentang. ''Militer sering memanfaatkan anak-anak ini,'' katanya. Sebenarnya, Masyumi tak terlibat apa-apa dalam soal penggranatan itu. Sebab, tokoh-tokoh Masyumi memang tak tahu-menahu aksi itu. Cuma, penggranatan itu memiliki motif antikomunis. Masyumi juga antikomunis. ''Jadi, Bung Karno langsung bisa menebak siapa di balik aksi ancaman pembunuhan terhadap dirinya itu,'' kata Latif. Setelah komunis tumbang tahun 1965, Saleh Ibrahim dan Wahab Pena yang tak langsung dieksekusi mati, dibebaskan Soeharto. Rezim Soeharto saat itu justru berterima kasih karena anak-anak muda itu dianggap berani melawan komunis. Dan, benar, komunis tumbang setelah terjadi ''kudeta'' G-30-S. Soeharto menyebut G-30-S/PKI. Tak bermaksud memberi bantahan. Kata Latif, memang kejadian sebenarnya seperti itu. Ahmad Kandai tak tahu apa-apa soal penggranatan. Dia bebas lima tahun kemudian. Dia juga turut dibebaskan Soeharto. Tetapi, Kandai tetap diberi status tahanan kota. Selama itu pula, Kandai berbisnis. Akhirnya, Kandai meninggal tahun 1994, dengan status tetap tahanan kota. Kini, anak Kandai, Abdul Jabar, sebagai tersangka pengeboman di Bali. Kandai mewarisi jiwa dan semangat militansinya ke anak-anaknya. Tetapi, kata Latif, sejatinya Islam tak memerintahkan itu. ''Anak-anak itu keliru. Untuk mencapai tujuan, dilarang menyakiti anak-anak, wanita, orangtua, apalagi mengebom. Mereka tak mengerti arti perjuangan dan prinsip,'' katanya. Latif mungkin percaya Abdul Jabar juga pelaku pengeboman di Bali itu. * Heru B. Arifin ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 08:48:08 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 08:48:08 2003 Subject: [Nusantara] DEKRIT RATU ADIL 2003 Message-ID: <20030211062435.6347.qmail@web21306.mail.yahoo.com> DEKRIT RATU ADIL 2003 Oleh L Murbandono Hs Jika tidak direcoki para hero Orde Baru bertopeng yang merajalela di MPR, DPR, DPRD, kabinet, kehakiman, kejaksaan, keadvokatan, kepolisian, TNI, perbankan, dan di berbagai lembaga strategis negara maupun swasta yang panjang daftarnya, agaknya Presiden Megawati akan bisa lancar-lancar saja menjalankan tugasnya yang sekarang dan bukan mustahil bisa menjadi presiden lagi pada pemilu 2004. Mengapa? Sebab saat ini rata-rata rakyat hidup susah dan sudah amat ngiler akan ratu adil. Tahun 2003 adalah kesempatan emas bagi Megawati menjadi ratu adil. Jika sampai 17 Agustus 2003, hari keramat Indonesia, jadi artinya masih banyak waktu, fungsi ratu adil ini bisa dijalankan oleh Megawati dengan penuh semangat, niscaya dukungan rakyat akan pulih. Mahasiswa yang dulu nyobek-nyobek potret Megawati tentu saja akan unjuk rasa lagi, demonstrasi minta maaf kepada beliau! Bersediakah Megawati menjalankan fungsi ratu adil tersebut? Ya! Hanya soal bersedia atau tidak! Sebab problem mampu atau tidak itu tabu. Setiap presiden Indonesia mampu menjalankan fungsi ratu adil sebab sesuai Pancasila dan sudah diatur undang-undang. Nah, berdasarkan Pancasila maka dalam rangka melakukan tugas ratu adil, Megawati akan membuat dekrit. Isi dekrit macam-macam. Salah satunya yang terpenting adalah menyatakan perang total dan terbuka melawan KKN. Lho, lalu bagaimana dengan para pelanggar HAM? Diperangi juga? Ya, tentu! Tapi mengingat hal itu lebih kompleks sebab bukan saja harus melawan keperkasaan uang tetapi juga harus menyiasati keganasan peluru, untuk sementara cukuplah asal tetap digarap di atas kertas. Pelaksanaannya yang konkret ditunda, menunggu hari, bulan dan tahun yang baik. Tahun 2003 masih terlalu pagi bagi taraf peradaban kita yang masih primitif. Menurut primbon nenek moyang, perang terbuka melawan para pelanggar HAM itu baru bisa terlaksana setelah Pak Harto berada di surga. (Jangan lupa, kita sedang bicara politik dan hukum di Indonesia.) Jadi, kita konsentrasi pada perang melawan KKN saja. Nah, dengan dekrit itu, Ibu Mega akan tambah cantik menjeweri siapa saja yang nakal menganggu uang negara. Siapa pun mengganggu apalagi sampai mencopet uang negara, detik itu juga langung dituntut! Para pencopet itu kita semua sudah tahu. Yaitu, para konglomerat hitam, pejabat, birokrat, teknokrat, dan para hero Orde Baru yang harta bendanya limpah ruah berceceran tidak masuk akal enggak keruan. Rumus penting dalam keniscayaan peradaban kultural Indonesia terkini adalah, semua pejabat Indonesia yang amat kaya raya pasti korupsi. Tidak bisa lain! Dengan dekrit itulah mereka semua dituntut dan diproses dengan jurus-jurus jitu sampai betul-betul masuk penjara. Proses dan caranya banyak, segudang resepnya, semisal memberlakukan pembuktian hukum terbalik dan masih banyak cara lagi, terpenting asal sudah kelihatan tidak melanggar hukum dan tetap bersahabat dengan Pancasila. (Jangan lupa, kita sedang bicara politik dan hukum di Indonesia) Tapi ... apakah cukup tersedia tempat tahanan dan penjara? Sebab jumlah jemaat koruptor penganut agama korupsi di Indonesia itu banyak sekali. Umpama mereka ikan, akan memenuhi banyak telaga dan danau sehingga luber-luber airnya. Cukup dengan ember saja orang langsung bisa mencidukinya dengan gampang. Karena itulah, dekrit tersebut memang bukan dekrit sembarang dekrit melainkan dekrit yang ciamik. Dengan dekrit yang ciamik, bisa terjadi tahap-tahap, demi pemenuhan kebahagiaan psikologis rakyat banyak. Untuk tahap pertama sudah cukup jika terjaring ikan-ikan yang kakap saja. Siapa? Kita semua sudah tahu! Setiap nama yang paling kerap membuat geger koran dan membuat Anda jengkel, itulah orang-orangnya! Umpama tempat tahanan dan penjara di Indonesia tidak cukup, mengapa tidak memanfaatkan rumah-rumah dan villa-villa para koruptor yang sudah dibeslah untuk negara? Para koruptor ini mempunyai banyak rumah dan villa. Tidak sedikit yang tidak dihuni, selain ditunggui tukang tunggu. Daftar lengkapnya bisa tanya kepada semua Ketua RT di seluruh Indonesia. Karena itu, harus dipikirkan cara tercepat membeslahnya tanpa bertele-tele, asal tetap absah dan sudah kelihatan tidak melanggar hukum sebagaimana sudah dinasehatkan di atas. (Jangan lupa, kita sedang bicara politik dan hukum di Indonesia). Selain bisa difungsikan menjadi tempat tahanan dan penjara, rumah-rumah itu juga bisa dimanfaatkan menjadi asrama atau panti atau apa pun bagi rakyat setempat yang masih hidup susah. Nah, itu salah satu dekrit ratu adil. Mungkin dekrit no 01 tahun 2003. Dekrit yang lain adalah dekrit pembubaran beberapa departemen dan atau lembaga negara yang tidak berguna, semisal Departemen Agama dan Lembaga Wapres. Departemen Agama dibubarkan sebab eksistensinya amat ganjil bagi Republik Indonesia yang notabene negara madani berdasar Pancasila dan menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika. Bakal compang-campinglah benak kita, jika bilang Indonesia itu Negara Bukan Bukan (bukan negara sekuler dan bukan negara agama). Negara madani itu 99,9999 persen sekuler! Lembaga Wapres dibubarkan bukan karena sekarang Indonesia tertimpa sial belum mendapat Wapres yang serius selain kekonyolan yang absurd sebagai bagian moralitas vampir yang laku keras dalam jagat elite RI umumnya, tapi lebih serius adalah karena fungsi Wapres dan lembaganya itu mubazir sebab cuma dibikin-bikin yang babar blas tidak ada gunanya selain menghambur-hamburkan duit negara. Sejarah mencatat, tanpa Wapres dan lembaganya, Indonesia bisa jalan leha-leha. Berapa kali Indonesia pernah nggelindhing enak tanpa Wapres? Dekrit-dekrit yang lain memang masih banyak. Tapi asal tiga dekrit itu beres, yang lain-lain akan secara bertahap beres dengan sendirinya. Urusan perzinahan dengan IMF, main makelaran dengan Bank Dunia, CGI, soal utang, problem AS, teroris jebluk-jeblukan bom, perkara TKI, problem germo, judi, mental pengemis, gunjang-ganjing pengangguran, mau nge-blok Taliban atau nge-blok Kutub Utara atau menjothak AS atau berkawan dengan Suriname, kontroversi pribumi Tionghoa atau Cina Nusantara, masalah lingkungan dan narkoba, problem disintegrasi dan radikalisme agama plus problem golput, juga gegeran soal GAM dan OPM dan sejenisnya, semuanya akan menjadi perkara kecil. Apalagi cuma problem Akbar Tanjung, wah, hanya perkara membalik telapak tangan. Jadi, jalan menjadi ratu adil bagi putri Bung Karno itu sudah terbentang lebar terang benderang! Terpenting ya asal dekrit pernyataan perang total dengan korupsi itu betul-betul dilancarkan dengan gencar. Nah, Dear Ibu Mega, tunggu apa lagi? Apalagi, Pak Permadi sudah siap sedia menjadi Jaksa Agung. Sudah siap dan bertekad menggulung para koruptor Orde Baru satu per satu, baik mantan Presiden Soeharto maupun para kroninya, termasuk konglomerat hitam yang nyata-nyata telah membangkrutkan negara, akan ia tahan di gedung Kejaksaan Agung. Pak Permadi antara lain mengatakan, "Akan kita masukkan mereka ke Gedung Bundar, biar mereka umpel-umpelan di situ, yang penting penegakan hukum jalan. Saya akan abdikan sisa hidup ini untuk memberantas KKN, termasuk para provokator yang membuat kacau negara ini." Nah, Dear Ibu Mega, mau apa lagi? Meski pun tampak agak nyentrik, tapi siapa tahu Pak Permadi itulah satria pinigit di Kejagung? Di samping beliau sudah terkenal, juga SH, paranormal pula! Kita semua tahu, kaum SH yang normal semuanya sudah tidak berkutik melawan KKN meskipun sudah menjadi Jaksa Agung. Memang, satria piningit di zaman edan selalu mengundang kecemasan dan teka-teki. Jika Pak Permadi menjadi Jaksa Agung, dan mengaku sebagai penyambung lidah Bung Karno, apakah betul-betul berani menangkap para konglomerat yang telah diberi pengampunan dan pembebasan lewat release and dischargei? Betul-betul beranikah beliau menggulung pejabat korup, baik yang ada di luar birokrasi maupun yang masih menjabat? Dan terpenting, untuk membuktikan keseriusannya memberantas KKN, sebagaimana dituntut salah seorang anggauta DPR kita, beranikah Pak Permadi bersumpah, yakni bila di kemudian hari ternyata dia ikut KKN, sanggup dipenggal batang lehernya? Lepas dari hasrat Pak Permadi itu serius atau melucu, Dear Ibu Mega, hasrat rakyat akan dekrit perang terbuka dan total melawan KKN, sudah tak terbendung. Dekrit itu amat mendesak. Keluarkan sekarang! Itulah jalan terlancar setiap presiden untuk menjadi ratu adil! L Murbandono Hs Rakyat Biasa Warganegara RI Tinggal di Hilversum, Nederland ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 08:48:11 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 08:48:11 2003 Subject: [Nusantara] Golput Tidak Bisa Dipidana Message-ID: <20030211062530.31233.qmail@web21304.mail.yahoo.com> Golput Tidak Bisa Dipidana SEMARANG- Ancaman pidana terhadap seseorang yang menjadi golongan putih (golput) masih hangat diperbincangkan. Sebab, memilih atau tidak memilih merupakan hak seseorang. Namun, pengertian terhadap ancaman pidana itu seolah-olah menjadi bias. ''Mereka yang dipidana itu yang menghalang-halangi seseorang untuk menyampaikan hak pilihnya. Itu yang harus dibedakan dari golput. Tidak ada ancaman pidana bagi seseorang yang tidak memilih,'' ungkap Koordinator Divisi Partai Pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mulyana W Kusumah, Sabtu (1/2) lalu di gedung Dharma Wanita Semarang saat berbicara sebagai narasumber dalam seminar yang digelar Partai Golkar. Pembicara lain adalah Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan Dr Irma Alamsyah dan kader Partai Golkar Bati Mulyono. Hadir pula Menneg Infokom Syamsul Mu'arif. Seseorang yang menghalang-halangi jalannya pemilihan umum bisa dikenai sanksi tersebut. Namun bersikap kritis terhadap partai politik dan pemilihan umum tidak bisa dikategorikan untuk mendapatkan ancaman. Mulyana mengemukakan, besaran persentase golput pada pemilu nanti tidak akan memengaruhi legitimasi formal. Dia mencontohkan, kendati di Jerman terdapat golput posisi kanselir tetap diakui secara legal. Demikian pula dengan Filipina, ketika Fidel Ramos terpilih, partisipasi pemilu hanya 26%. Sama halnya dengan Amerika yang rata-rata hanya diikuti 60%. Dia tidak bisa memprediksi persentase angka golput, apakah lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu. Namun di Indonesia pemilu masih dianggap sebagai peristiwa kultural, sehingga mungkinan golput tak terlalu besar. ''Mereka yang tak ikut mencoblos akan menjadi asing sendiri.'' Terpangkas dia mengemukakan, setidaknya 50% partai akan terpangkas oleh beratnya syarat legalitas. ''Keabsahan sejumlah partai mungkin batal. Bukan hal mudah untuk membangun infrastruktur kepengurusan hingga tingkat kecamatan.'' Sesuai dengan UU tersebut, lanjutnya, setiap partai harus memiliki sekitar 1.200 kepengurusan tingkat kecamatan, lebih dari 200 kepengurusan di kabupaten/kota, dan 15 kepengurusan di tingkat provinsi. Karena beratnya ketentuan, diperkirakan peserta pemilu hanya sekitar 30 partai. KPU akan memulai pendaftaran dan seleksi paling lambat sebulan setelah RUU Pemilu disahkan. Bila Agustus nanti DPR menyetujui RUU Pemilu, KPU akan menyeleksi Maret. Selain itu KPU harus menetapkan paling lambat dua bulan setelah UU Partai Politik berjalan (terhitung sejak November 2002). Dia meyakini, pengesahan RUU tersebut akan selesai tepat pada waktunya. Terhadap masa depan Golkar, dia memprediksi prospek partai ini lebih baik dalam pemilu mendatang. Bahkan besar peluangnya untuk kembali menjadi partai terbesar. Bati Mulyono dalam kesempatan itu mengemukakan, sudah waktunya kader Partai Golkar berani tampil lagi. Pada Pemilu 1999 diakui kondisi partai itu sangat terpukul secara psikologis. Bati dalam kesempatan itu menyatakan islah dengan Ketua Partai Golkar Jateng Moch Hasbi. Dia tidak menjelaskan secara terperinci, tetapi hanya menyatakan meski lebih dari 20 tahun harus bersembunyi dia tidak sakit hati. ''Saya tidak akan dendam.'' Kemudian keduanya berangkulan.(G1-31j) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 08:48:13 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 08:48:13 2003 Subject: [Nusantara] Sophan Sophiaan: PDI-P Sudah Kehilangan Arah Message-ID: <20030211062627.26665.qmail@web21308.mail.yahoo.com> Sophan Sophiaan: PDI-P Sudah Kehilangan Arah JAKARTA - Tokoh PDI Perjuangan (PDI-P) yang juga mantan anggota Komisi I DPR, Sophan Sophiaan menyatakan, PDI-P kini sudah kehilangan arah, karena itu perlu diluruskan. "Caranya, terserah teman-teman. Apa menemui Megawati (Ketua Umum PDI-P), atau musyawarah di antara teman- teman, atau langsung diadakan Kongres Luar Biasa (KLB). Itu terserah para kader partai," kata Sophan yang juga dikenal sebagai pekerja film itu, di Jakarta, Kamis (30/1). Ia mengatakan, sebagai partai modern PDI-P tidak boleh bergantung pada satu orang, tetapi harus kepada program. "Selama partai tetap memperjuangkan aspirasi rakyat, tanpa figur pun bisa. Pada permulaan, memang diperlukan seorang figur, tapi selanjutnya tak bisa bergantung pada figur itu," ucapnya. Karena itu, menurut dia, pemimpin harus menyiapkan kadernya yang baik untuk sewaktu-waktu menggantikannya. Untuk menyelamatkan partai, semua kader PDI-P harus introspeksi. Sementara itu tokoh PDI-P lainnya, Haryanto Taslam, yang juga Ketua Umum Pemuda Demokrat, menyatakan setuju jika DPP PDI-P pimpinan Megawati dilikuidasi dengan alasan kepemimpinannya sudah tidak kredibel, tidak dipercaya oleh rakyat. Ia mengambil contoh sikap partainya tentang sistem Pemilu 2004, yang semula ngotot minta sistem proporsional tertutup tapi sekarang setuju sistem proporsional terbuka. "Ini menandakan kepemimpinan PDI-P tak bisa dipercaya lagi, karena sikap politiknya yang membingungkan," ujarnya. Berdasarkan alasan itu, Taslam menganggap KLB satu-satunya cara untuk memperbarui kepemimpinan partai. Taslam juga mengecam acara "malam reboan" yang digelar Ketua Umum PDI-P di kediamannya di Kebagusan, Jakarta Selatan, karena forum itu digunakan untuk menghujat mahasiswa dan pers. "Itu justru menambah musuh Mega," tegasnya. Keluar dari PDI-P Sementara Haryanto Taslam sendiri disarankan keluar dari PDI-P, karena banyak pernyataannya yang menyerang Megawati. Pernyataan itu dianggap membingungkan kader PDI-P di daerah. Hal itu ditegaskan Ketua DPC PDI-P Tegal, Jawa Tengah, Agil Abdurochim, Dansatgas DPC Tegal Rolik Ikwan, Ketua PAC PDI-P Tegal Barat Edi S Saka dan Wakil Ketua Ranting PDI-P Tegal Barat Rudi Irawan, di gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (30/1). Mereka menemui Taslam di lobi gedung DPR dan menyarankan agar Taslam lebih baik keluar dari PDI-P dan bikin partai lain ketimbang berseberangan dan sering membingungkan kader di daerah. "Kita masih solid mendukung Bu Mega, dan daerah sudah siap menghadapi Pemilu 2004. Tapi kalau begini terus, bagaimana kita menghadapi pemilu," kata Rolik. Rolik dan kawan-kawannya mencatat, Taslam tidak senang pada mekanisme kebijakan di DPP PDI-P, dengan mengucapkan "PDI Perjuangan, apa yang diperjuangkan." "Ini pengaruhnya besar sekali bagi daerah," tegas Rolik. Namun dia juga mengingatkan agar oknum-oknum DPP jangan bersikap besar kepala. "Mereka harus introspeksi." katanya. Rolik mengatakan, jika Taslam sudah tidak betah di PDI-P lebih baik keluar seperti yang dilakukan Dimyati Hartono atau Sophan Sophiaan, dan mendirikan partai baru. "Jangan tunggu dipecat, terus terang kami tidak senang Bu Mega dijelek-jelekkan di muka umum. Itu bukan sikap kader yang baik," katanya. Menurutnya, bisa saja pihaknya menurunkan massa dari daerah untuk "membungkam" Taslam, dan ini berlaku bagi siapa pun. "Karena itu, kedatangan kami ke sini untuk menemui orang-orang itu. Kepala kami sudah panas dan mohon didinginkan. Terus terang, kami tak senang dengan cara-cara seperti itu," tegasnya. (Ant) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 08:48:14 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 08:48:14 2003 Subject: [Nusantara] Melarang Golput Tidak Rasional Message-ID: <20030211062800.26875.qmail@web21308.mail.yahoo.com> Melarang Golput Tidak Rasional YOGYAKARTA - Pelarangan terhadap golongan putih (golput/tidak menggunakan hak pilihnya) dalam pemilu tidak rasional, bahkan merupakan tindakan otoriter. Golput atau abstain adalah sikap politik yang sah. Keberadaan mereka menunjukkan tumbuhnya sikap kritis masyarakat dan tidak adanya ketakutan seperti pada zaman Orde Baru. Demikian benang merah pernyataan pakar ilmu politik Universitas Gadjah Mada Prof Dr Ichlasul Amal, Rektor Universitas Paramadina Prof Dr Nurcholish Madjid, dan Wakil Sekjend Partai Amanat Nasional Alvin Lie kepada wartawan di sela-sela seminar bertema ''Inflasi Partai Politik dan Involusi Kepemimpinan Nasional di Indonesia'' yang diselenggarakan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (30/1). Ichlasul memperkirakan jumlah pemilih dalam Pemilu 2004 mendatang tidak akan mencapai 80 persen seperti Pemilu 1999 lalu. ''Memang jelas turun, tapi tidak drastis. Kalau dulu 80 persen (pemilih), ya paling ini (Pemilu 2004) 70 persen,'' katanya pula. Hal itu berarti jumlah golput akan mencapai 30 persen. Meningkatnya jumlah golput tersebut, karena besarnya kekecewaan terhadap kehidupan partai saat ini. Cendekiawan Nurcholis Madjid mengatakan, golput tidak akan mempengaruhi jalannya Pemilu 2004. ''Golput tidak akan punya efek, karena yang dihitung itu yang punya suara. Akan punya efek kalau total, semacam pemboikotan yang total, yang besar-besaran,'' katanya. Hal senada diungkapkan Alvin Lie. Ia mengatakan, dalam politik, abstain itu juga satu sikap politik. Golput itu sikap politik yang sah, katanya. Memberikan suara adalah hak, dan hak itu boleh dipakai, boleh tidak. Ia mengatakan, bila partai-partai politik bagus dengan politisi yang bagus pula, maka rakyat disuruh golput pun akan melawan, karena mereka akan menggunakan haknya untuk memilih. (135) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 08:48:15 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 08:48:15 2003 Subject: [Nusantara] KH Muzadi: Konflik Irak-AS Bukan Antara Islam-Kristen Message-ID: <20030211062832.26956.qmail@web21308.mail.yahoo.com> KH Muzadi: Konflik Irak-AS Bukan Antara Islam-Kristen MADIUN--MIOL: Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengemukakan konflik antara Irak dengan Amerika Serikat (AS) jangan sampai ditarik ke Indonesia yang bisa menimbulkan konflik Islam-Kristen. "Saya meminta kepada semua lapisan masyarakat agar semua konflik di luar negeri jangan sampai ditarik ke sini," katanya menjawab pertanyaan wartawan di Madiun, Jawa Timur, Rabu. Ia mengemukakan hal itu seusai memberi pembekalan wawasan kebangsaan kepada ratusan perwakilan perguruan pencak silat se-Kabupaten Madiun yang dilaksanakan oleh Pengurus Cabang Ikatan Pencak Silat Indonesia (Pengcab IPSI) Kabupaten Madiun. "Konsep ini sangat penting dipahami oleh seluruh masyarakat agar konflik yang terjadi di luar ditarik ke Indonesia dan kemudian dibelokkan seolah-olah konflik Islam-Kristen," katanya. Untuk itu, katanya, dirinya pada awal bulan depan bersama-sama dengan para cendekiawan dan tokoh agama akan membuat pernyataan resmi masalah konflik antara Irak-AS yang hingga kini memanas. Saat berbicara di hadapan warga pencak silat, pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang itu merasa khawatir jika AS benar-benar menyerang Irak maka dampaknya akan menjalar ke Indonesia. "Agar tidak merembet, kita akan memberitahukan kepada rakyat bahwa semua agama itu menentang serangan ke Irak. Paus Yohanes Paulus II dan para bishop (pendeta--Red) di Irak pun menentang serangan itu," katanya. Selain mengambil contoh Irak, alumni Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo itu mengatakan konfik antara Palestina dengan Israel tidak bisa ditarik sebagai konflik antara Islam dengan agama lain. "Di Palestina itu masalah penjajahan. Bahkan, orang Kristen pun ikut perang melawan Israel dan di Palestina juga banyak orang Kristen dan sama persis seperti di Indonesia," ucapnya. (Ant/Ol-01) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 08:48:17 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 08:48:17 2003 Subject: [Nusantara] RUU Pemilihan Presiden Bernuansa Parlementer Message-ID: <20030211062908.31724.qmail@web21304.mail.yahoo.com> RUU Pemilihan Presiden Bernuansa Parlementer JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden/Wakil Presiden yang diajukan pemerintah ke DPR lebih bernuansa parlementer. Materi yang terkandung dalam RUU itu jelas harus mendapat perhatian semua kalangan karena Indonesia jelas menganut sistem politik presidensial. Hal itu dikemukakan Ketua Umum Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Prof Dr Ryaas Rasyid dalam sambutannya ketika membuka diskusi buku bertajuk Amandemen Konstitusi dan Strategi Penyelesaian Krisis Politik Indonesia, di LIPI, Jakarta, Senin (3/2) pagi. Mantan Menteri Negara Otonomi Daerah itu mengatakan, RUU Pemilihan Presiden yang diajukan pemerintah ke DPR 29 Januari memberikan kesan bahwa pemilihan anggota legislatif sama dengan pemilihan presiden. Padahal, pemilihan presiden dengan DPR adalah dua hal yang berbeda. Ryaas menyoroti pembatasan pencalonan presiden dari partai-partai politik. Dalam RUU Pemilihan Presiden maupun RUU Pemilu hanya parpol-parpol dengan suara mayoritas yang bisa mencalonkan presiden. Hal itu sangat berbeda jika dibandingkan dengan praktik di Amerika Serikat yang juga menggunakan sistem presidensial. Di Amerika misalnya, seorang presiden bisa saja berasal dari partai yang berbeda dengan partai yang memperoleh suara mayoritas di parlemen. Selain menyoroti masalah pemilihan presiden, Ryaas juga menilai amandemen UUD 45 tentang proses pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Meminjam istilah Presiden Megawati bahwa mekanisme pemilihan DPD dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) njomplang. Mekanisme pemilihan DPD sangat sulit sementara pemilihan anggota DPR begitu gampang karena cukup dengan perolehan suara dari wilayah kabupaten atau kota. "Peraturan mengenai pemilihan DPD jelas harus dikaji ulang," tandasnya. (M-15) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 08:48:18 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 08:48:18 2003 Subject: [Nusantara] Gerakan Anti-Megawati Message-ID: <20030211062946.7098.qmail@web21306.mail.yahoo.com> Gerakan Anti-Megawati Denny JA Akankah Megawati jatuh sebelum Pemilu 2004? Seandainya ia selamat, akankah Megawati terpilih kembali melalui pemilihan presiden langsung di tahun 2004? Pertanyaan itu muncul secara spontan ketika melihat meluasnya gerakan anti-Megawati. Tak hanya pendukung PDI-P dan pemuja Megawati yang kaget dengan gerakan politik mutakhir itu. Mereka yang peduli dengan tumbuhnya demokrasi di Indonesia juga harus merenung, apa yang sesungguhnya terjadi. Telah muncul berbagai aksi yang melibatkan dan merangkum banyak kalangan politik. Koalisi Nasional dideklarasikan. Di dalamnya terdapat berbagai komponen politik, mulai dari tokoh partai baru dan partai kecil, juga buruh, dan mantan aktivis mahasiswa tahun 1980-an. Lahir pula Front Ampera, dengan komponen politisi dan tokoh yang jauh lebih berpengaruh. Rachmawati Soekarnoputri, beserta Abdurrahman Wahid, dan aneka kelompok dari kalangan Islam, kumpul bersama purnawirawan, dan kelompok ekonomi kerakyatan, serta berbagai tokoh mahasiswa yang masih aktif. Perbedaan platform politik seolah telah dinisbikan oleh hadirnya musuh bersama di kalangan mereka. Mengapa kekuatan anti-Megawati semakin lama semakin banyak? Tiga Gerakan Sungguhpun sama-sama anti-Megawati, gerakan politik mutakhir itu punya motif dan target politik yang beragam. Sebagian murni, sebagian dimobilisasi, dan sebagian dipolitisasi. Semua bercampur-baur menjadi satu. Namun demi kepentingan analisis, aneka motif itu dapat diurai. Pertama, sebagian dari gerakan anti-Megawati berasal dari gerakan protes dan kontrol publik biasa. Mereka marah terhadap situasi. Bukan kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik dan telepon itu yang menjadi the prime cause dari gerakan, tetapi mereka merasa adanya ketidakadilan yang dilakukan pemerintah. Tak lagi penting apakah benar pemerintah sudah tidak adil, namun persepsi itu sudah terbentuk. Subsidi atas BBM memang dapat menghemat uang negara sebesar 17 triliun rupiah, tetapi mereka tahu, utang konglomerat hitam itu jauh lebih besar, lebih dari 80 triliun rupiah. Muncul persepsi, pemerintah memilih mengurangi subsidi, akibatnya harga BBM, listrik dan telepon naik. Tetapi, pada saat yang bersamaan, sebagian utang para konglomerat hitam itu juga dikurangi dan tindakan pidana mereka diampuni. Mereka meyakini, pemerintah memilih kongkalikong dengan konglomerat hitam, dan mengorbankan rakyat banyak. Mereka yakin pula, kongkalikong dengan konglomerat hitam itu pasti juga ada unsur KKN yang membuat tebal kantong sebagian tokoh penguasa. Sementara subsidi untuk rakyat banyak dikurangi, pemerintah juga membiarkan korupsi meluas. Tak hanya publik, bahkan lembaga internasional seperti Transparency International berpandangan korupsi di era reformasi justru bertambah buruk. Mereka menyaksikan pemerintah Megawati tidak bertindak keras terhadap misalnya Jaksa Agung, yang oleh trial by the press, sudah dinyatakan berbohong tentang kekayaannya sendiri. Sungguhpun mereka anti-Megawati, tetapi gerakan mereka dapat dikatakan murni, berdasarkan kalkulasi rasional yang mandiri. Terlepas apakah persepsi politik dan ekonomi mereka benar atau salah, namun mereka memang bertindak atas nama hati nuraninya sendiri. Rasa ketidakadilan itu yang membuat mereka turun ke jalan. Umumnya mereka adalah intelektual, aktivis LSM papan atas, dan mayoritas gerakan mahasiswa. Kedua, ada pula gerakan anti-Megawati yang sudah dengan target politik tertentu. Mereka membaca situasi bahwa publik sedang berada dalam kemarahan kolektif. Mereka juga melihat memang banyak kebijakan, sikap pribadi, serta gaya kepemimpinan Megawati yang dapat dijadikan target kemarahan. Kemarahan publik itu mereka mobilisasi dengan tujuan memburukkan citra Megawati secara maksimal. Hal yang lumrah pula di alam demokrasi bahwa politisi saling bersaing. Mereka akan memanfaatkan semua situasi yang potensial untuk saling memburukkan. Semakin menjelang pemilu, sikap saling memburuk-burukkan di kalangan elite itu semakin intensif. Bahkan dalam politik Amerika Serikat pun dikenal istilah negative campaign. Istilah itu merujuk pada teknik kampanye yang negatif, dengan sasarannya hanya untuk memburuk-burukkan citra lawan politik. Di kalangan kelas menengah atas, popularitas Megawati memang sudah jatuh secara mencolok. Jajak pendapat harian Kompas membuktikannya. Setelah 18 bulan memerintah, ketidakpuasan publik atasnya sangat tinggi. Untuk beberapa kasus ketidakpuasan itu bahkan melampaui angka 90 persen. Tetapi metodologi jajak pendapat hanya menggunakan responden yang memiliki telepon. Sementara, pemilik telepon di Indonesia hanya 5-7 persen. Berarti lebih dari 90 persen publik luas tidak terwakili dalam jajak pendapat itu. Sangat mungkin publik luas yang tidak memiliki telepon punya pandangan berbeda. Survei yang dibuat IAIN (sekarang UIN, - Red) Syarif Hidayatullah Ciputat misalnya, dengan metodologi face to face, dan semua populasi dijadikan responden (tidak hanya pemilik telepon), memang menunjukkan hasil yang berbeda. Megawati tetap menjadi tokoh yang paling mungkin dipilih kembali pada 2004. Rakyat dari kalangan bawah rupanya tidak serasional kalangan menengah atas. Bagi pengikut yang fanatik, mati dan hidup yang penting ikut Mbak Mega. Bagi lawan politik, itu saat yang tepat untuk kampanye anti-Megawati. Mereka meyakini jumlah pengikut fanatik Megawati dapat diperkecil. Didengang-dengungkan bahwa wong cilik sudah ditinggal oleh Megawati. Komunitas nasionalis dan pengagum Bung Karno juga dipecah dengan menampilkan Rachmawati Soekarnoputri sebagai tokoh oposisi atas Megawati. Pendukung jenis protes itu adalah aktivis partai besar. Mereka berkepentingan agar jago mereka yang memang dalam pemilihan presiden di tahun 2004. Dengan upaya memecah-belah kelompok nasionalis, dan memperluas oposisi, pada waktunya di tahun 2004, Megawati diharapkan terpuruk citranya, tidak hanya di kalangan kelas menengah atas (pemilik telepon), tetapi juga kalangan luas. Sungguhpun ingin menghantam Megawati secara sengaja, namun gerakan jenis itu tidak ingin menjatuhkan Megawati di tengah jalan. Bagi mereka jauh lebih menguntungkan Megawati tetap berkuasa, toh kekuasaannya tinggal setahun lagi. Lebih baik mereka mengambil-alih kekuasaan melalui pemilu dengan cara mengalahkan Megawati yang sudah terpuruk. Jika Megawati jatuh di tengah jalan, ibarat bola liar, kursi kekuasaan dapat jatuh ke tangan pihak lain. Jenis Ketiga Ada pula jenis gerakan anti-Megawati yang ketiga. Kelompok ini tidak hanya protes atas kebijakan buruk Megawati seperti kelompok pertama. Kelompok ini juga tidak hanya ingin memburukkan citra Megawati agar tak terpilih kembali dalam pemilu 2004. Lebih dari itu, kelompok ini memang ingin menjatuhkan Megawati beserta Hamzah Haz di tengah jalan. Jika mereka mampu, sebelum pemilu tahun 2004, bahkan jika bisa di awal tahun ini juga, Megawati dan Hamzah Haz lengser dari kekuasaan. Kelompok itu juga memperkenalkan konsep presidium nasional. Jika Megawati dan Hamzah Haz lengser atau dilengserkan, presidium nasional itu akan mengambil-alih pemerintahan. Kemungkinan pemilu diundur sampai 2005 atau 2006. Presidium nasional diharap mengkonsolidasikan kekuasaannya dahulu. Sangat mungkin pula pemilu itu ditunda untuk waktu yang lebih lama jika presidium yang baru tak yakin dapat menang dalam pemilu. Kelompok ketiga ini datang dari kalangan yang lebih kecil dan radikal. Umumnya mereka politisi kelas dua yang mustahil dapat meraih kekuasaan melalui pemilu. Mereka bukan datang dari partai besar. Mereka berharap terjadi revolusi. Hanya revolusi yang mungkin membawa mereka ke puncak kekuasaan. Sebagian kecil aktivis mahasiswa berhasil pula diradikalisasi untuk menempuh jalan revolusi itu. Mereka memiliki spirit antipartai yang cukup tinggi. Pemilu dianggap hanya menjadi mekanisme pembenaran orang partai untuk berkuasa. Sementara kualitas dan orientasi orang partai dianggap tidak hanya korup, tetapi juga primordial dan terlalu partisan. Indonesia tak akan pernah lebih baik walau dilakukan pemerintahan baru yang dipilih melalui pemilu 2004. Secara benar ataupun salah, mereka membayangkan presidium nasional adalah jawaban yang dibutuhkan. Presidium itu terdiri atas tokoh yang kredibel, dan gabungan dari beberapa unsur. Yang terbaik jika presidium itu dibentuk sendiri oleh MPR. Namun jika terpaksa, presidium itu mengambil-alih kekuasaan untuk sementara, demi kepentingan nasional yang lebih luas. Substansi perubahan Indonesia dianggap lebih penting daripada formalisme prosedur politik melalui pemilu. Dari kaca mata demokrasi, aksi protes jenis pertama dan jenis kedua masih dapat dibenarkan. Setiap warga dan kekuatan politik dibolehkan untuk protes dan marah kepada pemimpinnya, sejauh masih dalam koridor hukum demokrasi. Bahkan setiap pesaing politik dibolehkan pula ikut memburuk-burukkan lawan politiknya, sejauh data dan faktanya akurat. Justru kritik dan deklarasi keburukan lawan politik membuat politisi akan semakin hati -hati dengan track record-nya. Dari kaca mata demokrasi, aksi protes jenis ketiga yang tidak sehat. Tradisi menjatuhkan presiden dalam sistem presidensialisme tak akan berujung ke mana pun, kecuali hancurnya pelembagaan politik negara itu. Ketidakpedulian kepada lembaga pemilu juga tidak membawa ke mana-mana kecuali rusaknya tradisi demokrasi di negara tersebut. Di Amerika Serikat selama 200 tahun merdeka, tidak ada presiden yang dijatuhkan di tengah jalan. Semua pergantian kekuasaan dilakukan melalui pemilu. Hanya Nixon yang pernah mengundurkan diri. Kecuali hanya presiden yang melakukan kejahatan tingkat tinggi, sebaiknya kita mentradisikan pergantian presiden hanya melalui pemilu. Setidaknya hal itu juga membuat pemilih bertanggung jawab dengan pilihan politiknya. Jika tak ingin pemimpin yang buruk, harus hati-hati memilih dan me- ngenal tokoh yang dipilih-nya. Pengganti presiden juga haruslah tokoh lain yang dipilih rakyat melalui pemilu, bukan presidium nasional yang tak dikenal dalam konstitusi. Konstitusi dibuat sebagai aturan main yang melembagakan demokrasi. Sekali prinsip konstitusi dilanggar, ia akan membuka preseden pelanggaran berikutnya. Tidak ada negara di dunia yang stabil dan maju jika konstitusi ditradisikan untuk dilanggar. Sedangkan presidium nasional adalah pelanggaran konstitusi tingkat tinggi. Penulis adalah Direktur Eksekutif Yayasan Universitas dan Akademi Jayabaya. ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 08:48:19 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 08:48:19 2003 Subject: [Nusantara] Krisis Konstitusi Belum Berakhir Message-ID: <20030211063119.11056.qmail@web21307.mail.yahoo.com> Krisis Konstitusi Belum Berakhir RH Siregar PADA awalnya aksi-aksi unjuk rasa menentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDOL) dan telepon berlangsung biasa-biasa saja. Tidak ada yang luar biasa. Tapi ketika pemerintah bersikap ngotot tidak mau kompromi atas kebijakannya, bahkan Menko Polkam Susilo Bambang Yudoyono menuduh aksi-aksi mahasiswa ada yang menunggangi, maka demonstrasi makin meluas, dan juga berkembang ke arah penentangan lebih keras dan ngotot. Keadaan makin memanas ketika Presiden Megawati dalam pidatonya sebagai Ketua Umum DPP PDI-Perjuangan pada peringatan HUT partai itu di Kabupaten Badung, Bali, 12 Januari 2003 lalu membela kebijakan menaikkan harga BBM, TDL dan telepon tersebut. Presiden Megawati mengatakan, kebijakan menaikkan harga BBM, TDL dan telepon memang tidak populis dan memberatkan masyarakat. Namun kebijakan tersebut bersifat konstruktif untuk jangka panjang membebaskan bangsa Indonesia dari ketergantungan pada pihak luar. "Saya lebih memilih kebijakan tidak populis tetapi konstruktif untuk jangka panjang, daripada kebijakan populis jangka pendek tetapi menjerumuskan. Ini memang menyakitkan, tetapi akan menjadi obat karena tidak ada pilihan lain", katanya menandaskan. Segera setelah itu, keadaan makin memanas. Tidak lain karena argumentasi yang dikemukakan dalam pidato pembelaan diri itu kurang tepat dan juga tidak menjawab tuntutan masyarakat. Sebab siapa pun mengakui, kebijakan subsidi memang tidak sehat, bahkan hanya meninabobokkan masyarakat dan akibatnya kalkulasi ekonomi tidak riil. Yang dituntut masyarakat sebenarnya ialah, apa imbalan atas pengorbanan rakyat akibat pencabutan subsidi tadi. Memang pemerintah telah mengimbanginya dengan stimulus fiskal serta kompensasi BBM secara langsung kepada anggota masyarakat yang berhak menerimanya. Tuntutan Meluas Namun pengalaman di masa lalu mengenai penyaluran dana kompensasi yang tidak mencapai sasaran, maka yang dituntut masyarakat sebenarnya tidak sekadar mencabut subsidi. Tetapi di samping mencabut subsidi, maka serentak dengan kebijakan itu harus dilakukan serangkaian tindakan nyata lainnya seperti mengembalikan ratusan triliun rupiah uang negara yang "dirampok" oleh para konglomerat. Tidak justru mengampuni mereka dengan memberikan letter of release and discharge (R&D) atau jaminan pembebasan dari proses dan tuntutan hukum. Di samping tu, secara konkret melakukan efisiensi terhadap semua BUMN, termasuk bersikap tegas menindak para pelaku KKN. Tidak mengherankan apabila kemudian aksi-aksi unjuk rasa makin meningkat. Tuntutan pun meluas. Tidak lagi sekadar menolak kenaikan harga BBM, TDL dan telepon tapi menuntut Presiden Megawati Soekarnoputri dan Wakil Presiden Hamzah Haz mengundurkan diri. Seiring dengan tuntutan mengundurkan diri itu, timbul wacana membentuk presidium. Wacana itu segera mendapat tanggapan. Seperti biasa, di sana-sini terjadi pro-kontra. Mantan Presiden Gus Dur pun ikut bicara. Ada kalangan politisi di luar pemerintahan mengajaknya membentuk presidium untuk menggantikan pemerintahan Mega-Hamzah. Ajakan untuk duduk di dalamnya ditolak, tapi apabila pembentukan presidium tersebut konstitusional, dipersilakan. Juga pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie ikut memberi komentar dengan mengatakan bahwa pembentukan presidium bila berpatokan pada konstitusi, wadah itu tidak mungkin terbentuk. Sebab pergantian pemerintahan yang sah harus dilakukan secara konstitusional. Dan itu baru terjadi bila Presiden dan Wakil Presiden melanggar konstitusi. Dengan demikian, menurutnya dalam konteks politik saat ini, pemerintahan Megawati tidak bisa digantikan dengan dewan presidium (Pembaruan, 11/1/2003). Keberadaan Presidium Tetapi sebenarnya kalau kita mengacu pada ketentuan, maka pergantian Presiden dan Wakil Presiden melalui presidium sudah diformalkan melalui Tap MPR No VII/ MPR/1973. Pasal 5 Ayat (2) Tap MPR itu mengatakan, sejak Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap, maka Menteri-menteri yang memegang jabatan Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan-Keamanan secara bersama-sama melaksanakan Jabatan Pemangku Sementara Jabatan Presiden yang pengaturan kerjanya ditentukan oleh Menteri-menteri yang bersangkutan. Namun Tap MPR No VII/ MPR/1973 pun tidak menyelesaikan persoalan. Sebab tidak jelas, kapan Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap. Apakah "berhalangan tetap" secara bersamaan itu terbatas hanya secara alami atau juga karena dipaksa oleh tekanan massa seperti jatuhnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 lalu? Lagi pula Tap MPR itu tidak secara tegas menyebutkan presidium sehingga menimbulkan multiinterpretasi. Menurut pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie, dewan presidium tak mungkin terbentuk kalau berpatokan pada konstitusi. Dewan presidium baru bisa terbentuk bila terjadi revolusi sosial. Perlu dicatat bahwa Tap MPR No VII/MPR/1973 itu dibuat karena UUD '45 tidak mengatur keadaan apabila Presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan tidak dapat melakukan kewajibannya sebagai pimpinan pemerintahan. Karena itulah materi Tap MPR No VII/MPR/1973 itu dimasukkan ke dalam UUD '45 melalui Amendemen IV pada Sidang Tahunan MPR bulan Agustus 2002 lalu. Dalam Pasal 8 Ayat (3) UUD '45 ditetapkan, "Sejak Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya". Krisis Konstitusi Dalam Pasal 8 Ayat (3) UUD '45 itu pun tidak secara tegas dicantumkan perkataan presidium. Apakah karena tidak disebut dengan tegas seperti itu dapat dikatakan pembentukan presidium merupakan tindakan inkonstitusional? Atau apakah yang dimaksud di sana semacam triumvirat yang menurut Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai "tritunggal, tiga serangkai atau pemerintahan atau kekuasaan yang dipegang oleh tiga orang sebagai satu kesatuan". Kalau mengacu pada teks Pasal 8 Ayat (3) UUD '45 itu, maka sekalipun di sana tidak terdapat perkataan "presidium", namun apabila terjadi keadaan di mana Presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan tidak dapat melakukan kewajibannya sebagai pimpinan pemerintahan, maka pelaksanaan tugas kepresidenan dilakukan secara bersama-sama oleh tiga menteri. Karena yang melaksanakan tugas kepresidenan itu terdiri dari beberapa orang yang berkedudukan sama, maka dapat diartikan semacam presidium atau triumvirat. Hanya saja tidak jelas dalam UUD '45, kapan terjadi keadaan di mana "Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan". Apakah keadaan di mana Presiden dan Wakil Presiden dipaksa turun dari jabatannya oleh massa seperti yang terjadi terhadap Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 dapat dikategorikan sebagai keadaan di mana "Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan" seperti termaktub dalam Pasal 8 Ayat (3) UUD '45? Jadi mengacu kepada Tap MPR No VII/MPR/1973 dan Pasal 8 Ayat (3) UUD '45, jelaslah, sekalipun konstitusi tidak tegas menyebut presidium, namun pelaksanaan tugas-tugas kepresidenan sementara oleh tiga menteri, dapat diartikan sebagai suatu presidium. Atau triumvirat yang melaksanakan tugas-tugas kepresidenan sebagai satu kesatuan. Namun, mengingat keadaan bangsa dan negara dilanda krisis multidimensi yang berkepanjangan, sangat mahal harganya apabila mekanisme seperti itu terpaksa diadakan sebagai akibat Presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan tidak dapat melakukan kewajibannya. Karena sekalipun keberadaan semacam presidium ada dalam konstitusi, namun kalau mekanisme seperti itu terus-menerus dilakukan, akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Sebab itu, pemerintah yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum yang jujur dan adil serta transparan, jangan sekali-kali mengabaikan kepen- tingan atau tuntutan konstituen karena ada mekanisme yang dapat ditempuh apa- bila Presiden dan Wakil Presiden dipaksa tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan seperti dialami oleh mantan Presiden Soeharto. Tetapi kembali terbukti empat kali amendemen atas UUD '45 selama tiga tahun terakhir tidak berhasil mengatasi krisis konstitusi akibat multiinterpretasi. Contohnya itu tadi seperti termaktub dalam Pasal 8 Ayat (3) UUD '45 yang mengatakan, "Jika Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan", menimbulkan multitafsir mengenai apa yang dimaksud dengan "tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan". Memang sangat berbahaya karena krisis konstitusi sebagai akibat multiinterpretasi memberi peluang terjadinya konspirasi politik melalui penggalangan opini publik sehingga mekanisme yang masih diperdebatkan akhirnya memenuhi asas legalitas dan memperoleh legitimasi. Penulis adalah wartawan senior, pengamat politik dan konstitusi . ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 09:00:28 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 09:00:28 2003 Subject: [Nusantara] Suksesi sebelum 2004? Message-ID: <20030211063219.48213.qmail@web21310.mail.yahoo.com> Suksesi sebelum 2004? GENDERANG ''Perang Terbuka'' kakak beradik putri Bung Karno, Megawati Soekarnoputri dengan Rachmawati, telah ditabuh. Presiden RI menentang keras cara-cara ekstraparlementer yang digunakan oleh berbagai kalangan untuk melengserkannya dari kursi kepresidenan. Sementara itu adik kandungnya, Rachmawati, yang juga Ketua Partai Pelopor telah mendeklarasikan Front Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera). Bersama dengan komunitas tokoh-tokoh yang beroposisi dengan pemerintahan Mega itu malah disebut-sebut embrio presidium bila Megawati tak lagi duduk di kursi kepresidenan. Tidak berlebihan jika disebut perseteruan dua putri Bung Karno semakin terbuka dan bahkan saling menyerang. Putri Bung Karno yang berkuasa melihat cara-cara tidak konstitusional, bahkan menantang bila mau menjatuhkan pada Pemilu 2004 dengan cara tidak memilih PDI-P, partai berkuasa yang dipimpinnya sekarang. Pernyataan itu ditujukan pada masyarakat, termasuk Rachma, yang merasa tidak puas dengan pemerintahannya. Karena itu, lebih baik tidak memilih dia pada Pemilu 2004 yang menggunakan sistem pemilihan presiden langsung. Mega sadar dan tahu persis tentang kemerebakan aksi demonstrasi yang dilakukan berbagai komponen dan kegiatan ekstraparlementer untuk memintanya turun dari jabatan presiden. Adalah wajar bila Mega tidak setuju dengan cara-cara seperti itu. Jika tidak puas dengan kinerja pemerintah, lakukan lewat mekanisme yang konstitusional yang disepakati bersama dengan ikut Pemilu 2004. Jangan lakukan itu di kegiatan ekstraparlementer. Cara-cara ekstraparlementer untuk mengganti pemerintahan justru bisa memperkeruh pembangunan demokrasi di Tanah Air, bukan memperkuat pembangunan demokrasi. Bila menggunakan cara-cara ekstraparlementer, presiden-presiden berikutnya juga akan digoyang dengan kegiatan ekstraparlementer. Tidak akan ada habisnya proses-proses penggulingan demikian. Jika demikian, semua pihak harus tetap mempertahankan pemerintahan Mega dan Hamzah hingga Pemilu 2004. Apalagi pemilu sebagai salah satu cara menyampaikan aspirasi masyarakat. Sebab bila pemerintahan Mega dewasa ini gagal, proses reformasi akan semakin panjang dan tidak jelas arahnya. Pandangan Mega seperti itu adalah satu keharusan, karena dalam posisi sebagai pemegang kekuasaan. Sama seperti Soeharto saat berada dalam posisi sebagai Presiden RI. Sebelum dia lengser karena gerakan ekstraparlementer, tokoh Orde Baru itu juga selalu menekankan perlunya semua pihak berpegang pada konstitusi. Soeharto pun mundur secara kontroversial menyusul saran MPR setelah gedung DPR/ MPR dikuasai mahasiswa dan massa. Dia menyatakan mundur di Istana Negara yang dihadiri pimpinan MPR dan Wapres BJ Habibie yang kemudian menggantikan posisinya. Proses pergantian itu tidak melalui Sidang Istimewa (SI) MPR, sehingga menimbulkan kontroversi konstitusi. Embrio Presidium Pada satu sisi, gerakan oposisi menentang pemerintahan Megawati Soekarnoputri semakin mengkristal. Selain dari kalangan mahasiswa lewat aksi demonstrasi, kini sejumlah tokoh dari berbagai kelompok telah sepakat mendeklarasikan Front Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera). Tak tanggung-tanggung, Rachma mendapat dukungan mantan presiden Gus Dur, Ketua KAHMI Fuad Bawazier, Ketua Ihwanul Muslimin Habib Husen Al Habsyi, Pimpinan FPI Habib Rizieq, tokoh Pejuang Pro-integrasi Timtim Enrico Guterres, Sekjen Partai Keadilan Anis Matta, budayawan Harry Roesli, Emha Ainun Nadjib, dan artis Dorce Gammalama. Artinya, berbagai komponen yang dahulu ramai-ramai ikut mendorong Gus Dur mundur kini akur lagi. Masih ingat peran Fuad Bawazier melalui jalur PAN yang aktif melakukan lobi-lobi politik dengan partai lain menggoyang posisi mantan Ketua Umum PBNU tersebut? Begitu juga dengan Habib Husin Alhabsi yang dengan lantang menyerukan pelengseran Gus Dur. Juga Habib Rizieq, tokoh Islam garis keras yang ikut andil. Yang jelas beberapa komponen itu sekarang sudah berkumpul menjadi satu suara dengan Rachmawati. Dalihnya jelas. Para aktivis dan tokoh nasional yang mengadakan pertemuan hanya ingin mencari solusi terbaik buat bangsa. Kondisi bangsa ini sudah semakin carut marut dan sudah waktunya bagi semua komponen masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat bersatu menyelamatkan bangsa. Pertemuan itu dilakukan lantaran khawatir pemerintahan Mega-Hamzah tidak sampai 2004, bila kondisi sekarang diteruskan. ''Seharusnya pemerintahan Mega mundur lantaran tidak bisa menjalankan tugas,'' tandas Rachma. Itu kata akhir dari aksi yang dilakukan. Motivasi munculnya deklarasi, kini negara Indonesia dalam keadaan bahaya lantaran aparatur penyelenggara negara tidak mampu menjalankan fungsi secara baik dan benar sesuai dengan amanat konstitusi. Keutuhan bangsa terancam lantaran peningkatan konflik elite dan konflik sosial akibat pemerintahan yang tidak kredibel. Munculnya kebijakan pemerintahan yang terang-terangan tidak memihak pada rakyat telah menyebabkan hilangnya harapan rakyat yang mendorong terjadinya gejolak perpecahan bangsa dan memancing revolusi sosial. Penjualan aset-aset strategis negara membahayakan masa depan Indonesia, karena dilakukan secara tidak transparan dengan indikasi praktik KKN, melanggar ketentuan perundang-undangan sekaligus mengancam ketahanan nasional, serta mengusik nasionalisme bangsa. Begitu pula dengan kebijakan dan perilaku pemerintah saat ini yang menunjukkan terjadinya pembajakan kedaulatan rakyat oleh rezim pemerintahan yang berkuasa. Atas pertimbangan kondisi di atas perlu upaya dan tindakan nyata untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari cengkeraman kekuasaan pemerintahan yang korup dan tidak amanah. Demikian tekad Rachma bersama barisan Front Ampera. Tak Berjalan Pandangan serupa juga datang dari Ketua Dewan Syuro PKB Gus Dur. Pemerintahan Megawati saat ini sudah tidak berjalan. Karena itu, harus diganti. Bila tidak mau diganti, ya diturunkan. Wajar jika Gus Dur berpendapat seperti itu. Apalagi kejatuhan dia dari kursi presiden akibat pelanggaran konstitusi oleh Megawati. Tak tanggung-tanggung, Gus Dur menuduh Megawati telah tiga kali melanggar konstitusi. Pada 21 Juli 2001, sebelum dia lengser, di rumah Mega Jalan Kebagusan, dia mengumpulkan pimpinan partai dan tiga kepala staf TNI. Mereka diundang untuk membicarakan soal penyelenggaraan Sidang Istimewa (SI) MPR. ''Itu melanggar konstitusi.'' Gus Dur mengaku sebagai pihak yang berada dalam posisi sulit. Menghadapi kondisi bangsa dewasa ini, ujar Gus Dur, sebenarnya dia ingin mengambil inisiatif. Namun, lanjutnya, hal itu tidak bisa dia lakukan. Jika ada yang paling sulit, itu adalah posisinya. Sebab, para ulama tidak mengizinkannya mengambil inisiatif. ''Jika sekadar wacana boleh saja. Bila sampai nanti keluar presidium dan nama saya masuk, saya akan nonaktif selama para kiai belum mencabut larangan kepada saya untuk mengambil inisiatif.'' Terlepas dari itu, setelah amandemen UUD 1945, jelas MPR sekarang tidak memiliki kekuatan konstitusi untuk mengganti karena kewenangannya sudah dipreteli. Memanggil presiden lewat SI MPR untuk meminta pertanggungjawaban jelas tidak ada aturannya. Pasalnya, ada ketentuan bahwa presiden tidak dapat dijatuhkan oleh oleh MPR karena yang mengangkat dan memilih presiden adalah rakyat secara langsung. Begitulah aturan konstitusi yang telah disahkan, meski Presiden Megawati masih diangkat oleh MPR. Di sini terjadi kekosongan aturan konstitusi yang mengatur lembaga apa yang bisa melakukan impeachment terhadap presiden. Ketentuannya sudah ada, yaitu usulan DPR ke Komisi Konstitusi. Lembaga itu belum terbentuk dan baru dalam pembahasan. ''Bagaimana cara menurunkan (Megawati) seperti diungkapkan Mbak Rachma dengan membikin presidium? Namun sebelum itu, harus ada kesepakatan untuk perbaikan-perbaikan,'' ungkap Gus Dur. Inilah yang dimaksud gerakan ekstraparlementer yang ditolak oleh Megawati. Hanya bila sampai Pemilu 2004, dari pihak oposisi yang diwakili Rachma justru mengkhawatirkan masa depan rakyat lantaran ada sinyalemen yang disebut Rachma sebagai kroni-kroni baru yang menggunakan ''aji mumpung'' melakukan KKN karena toh pada Pemilu 2004 belum tentu terpilih lagi. Itulah yang mendesak mereka untuk segera mengganti presiden. Rachma tak berhenti pada deklarasi. Front itu akan menyampaikan aspirasi tersebut ke DPR dan MPR. Intinya, berharap agar MPR meminta pertanggungjawaban Presiden Mega dalam forum-forum yang dapat digunakan. Bisa Sidang Istimewa (SI) MPR atau forum lain. Di Parlemen Kalangan pengamat menilai, kelahiran gerakan ekstraparlementer yang menginginkan pemerintahan Presiden Megawati dibubarkan dinilai tidak akan bisa berhasil. Gerakan ekstraparlementer akan sukses bila didukung kekuatan politik resmi yang besar. Untuk sementara, kekuatan politik resmi yang mempunyai akar tetap menghendaki konstitusi tetap dipertahankan. Dengan begitu, kekuatan lain yang ingin menggeser Megewati tidak akan mampu. Untuk sementara semua kekuatan politik besar tidak mendukung upaya penurunan Megawati oleh kelompok tertentu. Kekuatan politik resmi itu yang ada di parlemen, seperti PDI-P, Golkar, PPP, PKB, dan partai besar lain. Merekalah yang membawa aspirasi rakyat lewat Pemilu 1999. Kehadiran Fuad Bawazier dan Gus Dur yang juga Ketua Dewan Syuro PKB dalam pertemuan sejumlah tokoh nasional bukan hal signifikan. Pertemuan para tokoh nasional itu akan berbeda bila yang hadir adalah ketua umum partai. Dia mengatakan, untuk sementara waktu sebab di DPR sekarang terdapat sejumlah agenda yang akan dibawa pada rapat paripurna. Misalnya soal interpelasi Sipadan-Ligitan, Divestasi PT Indosat, termasuk posisi Akbar Tandjung sebagai Ketua DPP Partai Golkar dan DPR RI. Semua masih dalam tahapan bargaining politik yang menentukan posisi elite politik termasuk Megawati di parlemen. Dengan demikian jawaban pertanyaan, bisakah suksesi sebelum 2004, tergantung pada para elite politik. Terlalu dini menyatakan bisa atau tidak bisa. Dalam politik, kepentingan yang akan banyak berbicara. (A Adib-16j) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 09:00:31 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 09:00:31 2003 Subject: [Nusantara] Oportunisme, Tradisionalisme, dan Radikalisme Message-ID: <20030211063259.60487.qmail@web21309.mail.yahoo.com> Oportunisme, Tradisionalisme, dan Radikalisme Oleh Siti Jumaroh S Hari ini, tanggal 31 Januari 2003, merupakan hari bersejarah bagi Nahdlatul Ulama (NU). Karena hari ini tepat 77 tahun organisasi yang sekarang memiliki 40-an juta anggota ini didirikan oleh KH. Hasyim Asy'ari dan ulama terkemuka lainnya di Surabaya Jawa Timur. Tentu dengan umur 77 tahun NU telah menjaring pengalaman hidup yang tidak sedikit dan harus diperhitungkan oleh orang NU sendiri maupun kelompok-kelompok lain. Hidup di roda atas, di bawah, pahit getir, dan jatuh bangun, semua pernah melekat pada NU. Kelanggengan NU hingga hari ini, merupakan pelajaran berharga betapa cekatannya NU mendayung bahtera di tengah entakan gelombang dan badai. Secara umum NU telah kenyang dengan pengalaman membangun jam'iyah diniyah, bertarung di wilayah politik praktis, dan juga kembali lagi ke organisasi jam'iyah diniyah, kemudian di susul era terakhir, membangun kembali partai melalui jalur PKB, meski dengan "malu-malu". Artinya, bahwa berbagai dunia pernah digeluti NU, dan tampak berubah-ubah dan melompat-lompat. Keputusan dari satu wilayah ke wilayah lain, tentu membutuhkan kejeniusan sekaligus ketajaman berfikir dan bertindak. Meskipun disisi lain orang seperti pakar Indonesia Ben Anderson sering bilang sikap NU tersebut sebagai oportunis. Cara pandang dan kesimpulan Benedict Anderson tentang NU di atas berbeda dengan pembacaan Mitsuo Nakamura. Menurut antropolog asal Jepang ini, meskipun dianggap sebagai organisasi tradisional tetapi sejatinya NU sangat radikal dalam arti yang orisinil, yang disebut Nakamura sebagai tradisionalisme radikal. Keradikalan NU tampak dalam struktur organisasi yang otonom dan independen dari unit-unit komponen utama. NU juga tampak radikal dalam politik. NU sangat kritis terhadap negara, dan selalu membaca arena pertandingan dalam setiap keputusan-keputusan politiknya. NU juga bersifat tradisional dalam arti yang vital, membangun kehidupan beragama dan transmisi nilai agama melalui tradisi pendidikan. Namun demikian, tradisionalisme NU tidak berarti muatan yang ditransmisikan juga bersifat tradisional. Karena apa yang ditran misikan tersebut adalah sesuatu yang ideal. Bentuk transmisi bisa tradisional tetapi yang ditransmisikan bisa sangat radikal. Ketiga bingkai tersebut (radikalisme organisasi, situasionalisme politik, dan tradisionalisme keagamaan) dapat dijelaskan dalam suatu kerangka bahwa keyakinan NU pada tradisi sunni menopang otonomi ulama dan memperkuat institusionalisasi tradisi dalam struktur NU. Tradisionalisme keagamaan meningkatkan radikalisme organisasinya dan membuatnya berperilaku selektif secara situasional yakni adaptif-radikal vis a vis politik eksternal. Dalam situasi yang berlawanan secara politik, radikalisme organisasi memunculkan perannya sebagai artikulator kesumpekan politik massa yang diabaikan. Analisis Nakamura tersebut menurut masih layak dipakai sebagai "guide" untuk meneropong situasi NU pada saat sekarang ini. Berbekal analisis tersebut, tulisan ini mencoba menelusup dan menyusur ke dalam wilayah keagamaan dan gairah intelektual NU, terutama yang ada pada generasi mudanya. Peran Pesantren Pesantren merupakan kantong-kantong besar NU, di semua wilayah. Dengan figur kiainya, transmisi pengetahuan-keagamaan terus dibangun. Dengan demikian pesantren merupakan basis utama NU, dan menjadi pusat penggodokan ulama-ulama masa depan. Lahirnya Ma'had 'Aly diberbagai pesantren merupakan upaya nyata pesantren betapa seriusnya mereka mempersiapkan generasi ulama yang tangguh dan akan mengawal NU dengan penuh kesetiaan. Orang boleh bilang NU itu tradisional, kaum sarungan, wong ndeso, tetapi produk-produk yang dihasilkan saya kira semua orang tahu, betapa radikalnya orang NU itu. Contoh paling akhir adalah hasil Munas NU di Jakarta 2002, tentang orang yang korupsi, yang tidak perlu dishalatkan dan lain sebagainya. Betapa banyaknya orang terkaget-kaget dengan keputusan NU tersebut. Masak, dengan hanya berbekal kitab kuning, bisa menghasilkan keputusan lebih radikal dari mereka yang mengklaim memiliki pisau bedah dan analisis yang lebih komprehensif. Melalui pesantren inilah, kultur NU terus dibangun oleh santri yang telah pulang ke kampung halaman. Ajaran-ajaran keagamaan inilah yang kemudian ditransmisikan secara langsung pada umat. Untuk masalah-masalah yang dianggap rumit, NU juga memiliki forum yang disebut dengan Bahsul Masail. Forum ini dalam aplikasinya juga berjenjang, mulai dari ranting, cabang, wilayah, hingga pusat (PB). Kesemua jenjang tersebut memiliki forum bahsul masail. Kedua, masalah gairah intelektualitas ummat. Sebetulnya, hal ini tidak bisa dilepaskan dari dunia pesantren dan kiai di atas. Karena akar intelektualitas ulama NU disamping berbasis pesantren juga terkait dengan jaringan ulama lainnya terutama di Timur Tengah. Pergulatan dan pembangunan jaringan ini sebagaimana hasil penelitian Azyumardi Azra telah ada sejak abad 17 dan 18. Jaringan ulama tersebut kemudian tetap berlanjut hingga sekarang, sehingga genealogi jaringan ulama NU tampak terang. Timur Tengah (Makah, Madinah, Mesir) merupakan kiblat intelektualitas ulama NU, sejak jauh sebelum era Hasyim Asy'ari. Geneologi Hasyim Asyari (misalnya) dapat ditarik ke Kiai Khalil Bangkalan, Nawawi Banten, Mahfoudz Termas, dan terus ke daratan Timur Tengah. Gairah intelektualitas NU memang terkesan datar, hingga tahun 1980-an baru tampak gairah yang meluap-luap seiring dengan kehadiran figur Abdurrahman Wahid dan Ahmad Shidiq. Dan tradisi yang dibangun (terutama) oleh kedua tokoh tersebut kini menunjukkan nyalanya, dan tampak nyata. Generasi Muda NU yang studi di berbagai perguruan tinggi umum maupun agama (terutama IAIN) yang gandrung pada pemikiran dan keliaran Gus Dur, mulai membangun komunitas untuk mengasah diri. LKiS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial) yang bermarkas di Yogyakarta, misalnya merupakan salah satu lokomotif pemikiran radikal di kalangan anak muda NU. Di Jakarta ada Lakpesdam, P3M, dan Desantara; di Surabaya ada Elsad; dan kantong-kantong lainnya, yang biasanya mayoritas anak NU ada di situ. Meskipun kegemilangan NU tampak dalam uraian di atas, bukan berarti tanpa catatan. Beberapa catatan berikut merupakan agenda yang mestinya segera diselesaikan oleh NU. Pertama, pesantren yang menjadi gerbong NU, sudah semestinya terus tetap dalam koridor al muhafadhatu ala qadimish shaleh wal akhdu bil jadidil ashlah (menjaga hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik). Karena itu, bukan saatnya lagi pesantren manapun dalam kondisi seperti katak dalam tempurung. Kedua, generasi progresif NU, selama ini banyak yang tidak diakomodir NU. Akibatnya, tak sedikit anggota komunitas NU yang berpotensi menjadi "bajing loncat" ke kelompok lain, dengan iming-iming jabatan dan status. Mestinya ke depan, hal seperti ini NU harus melihat secara objektif. Agar generasi yang potensial ini tidak lepas begitu saja. Ketiga, keterlibatan NU dalam politik sedapat mungkin di rem kalau perlu di "cut" atau distop. Orang NU silahkan berpolitik di manapun, tetapi NU tetap steril dalam politik. Ketika NU terlalu dalam bermain politik praktis, hampir selalu menyebabkannya dalam posisi sulit dan terjepit. Ketika KH. Abdurrahman Wahid menjadi presiden, NU tampak kikuk antara kritis atau mendukung pemerintah, hingga detik-detik akhir pelengseran tokoh yang dipandang sebagai-meminjam bahasanya Hasyim Muzadi-jimatnya NU tersebut. Keempat, pilihan-pilihan perjuangan NU yang berubah-ubah dari jam'iyah diniyah ke arena politik praktis, dan kembali lagi ke arena politik dengan malu-malu dan sebagainya, juga memberatkan dan menyulitkan NU dalam bergerak dan sekaligus identitas oportunis akan dilekatkan orang pada NU. Problem ini cukup mendesak untuk diselesaikan oleh NU. Menempatkan posisi dan perjuangan NU secara tegas dan jelas sangat penting bagi NU. Semoga pengalaman masa lalu dapat dijadikan cermin bening bagi NU ke depan. Wallahu a'lam. Penulis adalah warga NU, alumnus Pondok Pesantren Salafiyah Wali Songo Cukir Jombang dan Pondok Pesantren Modern Gontor Jawa Timur, tinggal di Yogyakarta. ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 09:00:33 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 09:00:33 2003 Subject: [Nusantara] Demokrasi Dan Penegakan Hukum Message-ID: <20030211063347.48422.qmail@web21310.mail.yahoo.com> Demokrasi Dan Penegakan Hukum Oleh Oksidelfa Yanto Mempersoalkan demokrasi sebagai suatu sistem politik dalam negara hukum sesungguhnya tidak sekedar terfokus pada dimensi tujuannya saja. Namun, penting diperhatikan juga tentang cara berdemokrasi yang benar. Jika kita lihat sekarang masyarakat lebih cenderung mengaktualisasikannya dengan cara yang tidak terpuji. Yang dengan alasan demokrasi, semua aturan-aturan hukum bisa dilanggar dengan seenaknya. Problem utama setelah reformasi bergulir adalah adanya kebebasan tanpa arah yang kebablasan sebagai dasar dari demokrasi. Padahal dalam pelaksanaannya sendiri seharusnya dibatasi oleh kebebasan orang lain. Inilah yang disebut dan dikenal dengan prinsip hak dan kewajiban. Yaitu, adanya hak oarng lain yang mesti dihargai dan kewajiban kita untuk mematuhi sistem demokrasi dengan benar. Kemerdekaan yang diperoleh melalui perjuangan yang cukup lama dan memakan banyak korban, maka kata demokrasi mempunyai arti penting sebab merupakan salah satu tonggak daripada penyanggah kemerdekaan yang telah dicapai. Bertolak pada hal di atas, kemerdekaan yang telah dicapai tersebut haruslah diisi dengan sistem demokrasi yang berkeadilan. Dengan demikian nantinya demokrasi akan jauh lebih bermakna sebab telah terpenuhinya nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) untuk berekspresi dengan segala kebebasan yang positif dan bukan kebebasan yang anarkhis. Oleh sebab itu, tahapan demokrasi yang benar dan baik harus dikedepankan sehingga nanti akan dijumpai suatu masyarakat yang hidup dalam suasana yang sejahtera dengan koridor hukum yang berlaku. Sebagai suatu sistem politik, demokrasi dapat dilihat sekitar lima abad sebelum masehi (SM). Saat itu orang Yunani membentuk Polis (Negara Kota) dengan menerapkan bagaimana suatu sistem politik harus diorganisasikan sehingga dapat memenuhi kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Pentingnya demokrasi juga dikemukakan oleh Samuel P Hunngtington yang menulis dalam bukunya, The Third Wave Democratization in The Late Twentieth Century (1991) yang mengatakan bahwa demokrasi telah menjadi kata kunci dalam wacana dan pergerakan politik dunia. Dan, tidak ada keragu-raguan untuk itu. Serta proses demokratisasi atau perjuangan untuk menegakkan demokrasi dewasa ini telah ada dan sedang berlangsung di berbagai pelosok dunia. Jadi, hampir semua istilah demokrasi selalu memberikan arti penting bagi masyarakat. Karena sebagai dasar hidup bernegara, demokrasi memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat merasakan langsung manfaat demokrasi yang dilaksanakan. Rakyat berhak menikmati demokrasi sebab hanya dengan demikianlah arah kehidupan rakyat dapat diarahkan pada kehidupan yang lebih adil dalam semua aspek kehidupan. Maka dari itu, negara demokrasi adalah negara yang berlandaskan kehendak dan kemauan rakyat, karena kedaulatan berada di tangan rakyat. Ketidakadilan dalam mengujudkan fungsi hukum merupakan salah satu bentuk demokrasi tidak berjalan di tengah masyarakat. Lumpuhnya kedaulatan hukum rakyat dan mandulnya lembaga-lembaga hukum menggambarkan keadaan tersebut. Pemerintah sebagai penguasa yang mengklaim dirinya sebagai reformator demokrasi hukum tidak seharusnya bersikap acuh tak acuh dalam menegakkan hukum. Pemerintah harus mendorong agar hukum berjalan sebagaimana mestinya. Harus dihindarkan hukum seolah-olah hanya berlaku bagi golongan masyarakat kecil. Bahwa demokrasi telah tumbuh menjadi alasan reformasi dengan kecendrungan mengabaikan HAM memang tidak bisa dipungkiri. Semua sikap demokrasi yang dijalankan selalu membonceng makna reformasi sebebas-bebasnya, tanpa mampu membedakan sikap-sikap yang arogan. Khusus untuk melindungi HAM, negara harus dibangun atas prinsip negara hukum dan diawasi oleh instrumen yang berwenang. Agar demokrasi dapat berjalan tanpa menginjak HAM, maka perlulah segera agenda penting diutamakan oleh penguasa dengan memberikan perhatian khusus cara-cara demokrasi yang tidak menyimpang. Sebab, mempersoalkan demokrasi sebagai suatu paham dari sistem politik dalam negara hukum pada hakekatnya tidak terpusat pada dimensi aktualitas dan tujuan yang ingin dicapai saja tetapi juga menyangkut HAM yang sebenarnya tidak boleh diabaikan. Jika demokrasi hanya dipersoalkan pada tujuan yang ingin dicapai saja maka jelas akan mengandung sejumlah problem terutama yang berdampak pada kelangsungan kehidupan masyarakat. Karena, demokrasi tidak berada pada ruang hampa yang kebal dari aturan yang anarkis. Namun sebaliknya bahwa demokrasi tersebut harus tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku yang nantinya berdampak pada aktivitas masyarakat. Pertanyaannya, sudahkah demokrasi berjalan dengan semestinya di negeri ini? Atau, jika benar demokrasi sudah ditegakkan di manakah tempat rakyat yang sesungguhnya? Apakah rakyat bisa mendapatkan manfaat dalam proses politik yang didengungkan secara demokratis? Atau, dapatkah masyarakat memperoleh persaman dan keadilan di muka hukum? Menjawab pertanyaan ini penulis teringat dengan apa yang dikatakan Gus Dur dalam tulisannya di harian Kompas edisi 1 September 1998 yang berjudul "Masa Depan Demokrasi di Indonesia". Dalam tulisannya Gus Dur mempertanyakan mungkinkah demokrasi dapat ditegakkan pada periode setelah pemilu yang akan datang? (Pemilu pertama setelah tumbangnya kekuasaan Orde Baru). Dengan enteng Gus Dur menjawab, "Tidak". Walaupun pertanyaan tersebut sempat mengejutkan berbagai pihak sebab dalam kenyataannya telah terjadi perubahan besar di panggung politik yang memberikan peluang bagi tegaknya demokrasi seperti berdirinya partai-partai politik yang didukung oleh cendekiawan, mahasiswa, media massa, LSM yang semuanya hampir bertujuan menegakkan demokrasi. Namun di sisi lain Gus Dur beralasan bahwa konstelasi politik yang ada belum memungkinkan tumbuhnya demokrasi yang sebenarnya karena masih banyaknya rekayasa dan intrik yang berlaku. Di samping itu masih adanya lembaga negara yang mempertahankan status quo, demikian juga dengan UU Pemilu dan sistem politik yang ada masih memungkinkan terjadinya hal itu serta yang lebih penting tradisi kita belum melahirkan budaya politik yang sehat. Dari uraian yang digambarkan oleh Gus Dur di atas dan jika dilihat kondisi peta politik sekarang memang sangatlah tepat. Demokrasi seolah tidak ada artinya. Semua serba anarkis. Partai politik saling berkonflik ria. Pejabat dan elite politik saling beragumen semua atas nama rakyat. Hukum belum berjalan sebagai mana mestinya. Lembaga negara khususnya di bidang hukum masih saja diintervensi. Untuk itu Gus Dur menyarankan bahwa tradisi budaya politik haruslah sejalan dengan perkembangan lembaga-lembaga yang ada. Dan, perlu perjuangan melalui serangkaian pemilu sebab dari situlah dimulainya perombakan aturan mengenai mekanisme kerja pemerintah. Hubungan pusat dan daerah serta perumusan kembali peran institusi yang ada agar dapat berjalan secara efektif. Untuk mengujudkan sistem demokrasi yang baik maka perlu dituangkan di dalam kaidah hukum dalam suatu sistem pemerintahan. Demikian juga dengan lembaga-lembaga negara yang ada. Karena, secara umum prinsip demokrasi itu mempunyai empat pilar utama yang mempunyai peran signifikan, seperti lembaga legislatif atau parlemen sebagai tempat wakil rakyat, lembaga eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan negara, lembaga yudikatif sebagai tempat memberi putusan hukum dan keadilan dalam pelaksanaan UU serta pers sebagai alat kontrol masyarakat. Semua lembaga di atas sangat menentukan sekali bagi proses tegaknya demokrasi. Untuk itu dengan tetap berpegang pada pilar-pilar demokrasi dan konsep-konsep demokrasi hukum serta politik pada umumnya, diharapkan akan terwujud penyelenggara negara yang bersih dan baik. Karena apa pun alasannya, demokrasi tanpa diwadahi dengan hukum yang responsif maka segala bentuk kekacauan dan kecurangan akan selalu datang dan seolah tidak mau pergi menghinggapi masyarakat. Oleh sebab itu, menurut penulis, perlu ditumbuhkan kesadaran moral para elite pemerintah di negeri ini untuk membawa muatan kepentingan memperjuangkan amanat rakyat. Dengan motto bahwa sekali amanat rakyat yang diemban itu dikhianati dan dijadikan barang komoditas maka saat itu juga kekuasaan telah kehilangan keabsahan. Perlu dicamkan bahwa demokrasi akan menjadi prasyarat yang utama bagi pembangunan yang dilaksanakan. Dan, nantinya akan memberikan berkah pada rakyatnya. Pemerintah dengan segala sumber daya yang dimilikinya tidak akan dapat tegak tanpa adanya dukungan yang memadai dari rakyat. Kita sepakat bahwa sasaran utama dari gerakan reformasi adalah membangun suatu kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kerangka demokratis. Semua tujuan itu akan tercapai kalau kita telah menjamin suatu kehidupan yang demokratis. Kehidupan yang demokratis itu berlaku dalam semua bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, hukum maupun pendidikan. Karena itu, yang dimaksud dengan reformasi total adalah membangun demokrasi yang berlandaskan hukum menuju kehidupan yang lebih berdaya guna dalam setiap kesempatan. Dari konteks di atas maka perlu kita membangun demokrasi dengan struktur sosial politik yang baik serta membangun mental dan budaya yang penuh damai. Jika hal ini dapat diwujudkan sudah barang tentu perundangan yang ada memungkinkan dijalankan sesuai dengan kedudukan dan fungsinya sebagai pengikat dan pemberi sanksi. Berkenaan dengan itu maka keberadaan legitimasi kekuasaan yang otoriter jelas tidak dapat dijalankan di dalam suatu negara hukum. Dan, legitimasi pada keteraturan dalam konteks negara hukum akan memberikan kedaulatan pada rakyat dengan sebesar-sebesarnya. Dari uraian yang dikemukakan di atas maka penulis berkesimpulan bahwa setidaknya yang harus dikedepankan dalam suatu negara demokrasi adalah adanya persamaan di depan hukum, yang berarti negara demokrasi hendaknya mencerminkan ketaatan akan hukum yang ada. Untuk itu Rule of Law harus dijalankan oleh seluruh warganegara tanpa membedakan latar belakang. Jika hukum dapat dijalankan sesuai dengan kaidah yang benar maka akan tercipta suatu tatanan demokrasi yang baik. Dan kita akan terhindar dari kekacauan yang cenderung mengabaikan HAM. Sekali lagi demokrasi saja tanpa hukum akan melahirkan sikap anarkhis dan chaos. Dan, hukum saja tanpa demokrasi akan membuat bangsa ini kembali ke pangkuan kediktatoran. Karena, hukum bisa dibuat dan dimanipulasi hanya sekedar sebagai alat untuk memberikan legitimasi bagi kekuasaan. Untuk itu, jika ingin mengembangkan demokrasi haruslah dengan cara yang demokratis pula. Intinya, kesediaan berbeda pendapat, kesediaan mendengar haruslah diiringi dengan ketentuan hukum yang ada. Semoga cita-cita merespon tegaknya demokrasi dalam negara hukum akan terlaksana. Sebab, kita tentu tidak ingin ada lagi aktivitas demokrasi yang anarkis dan brutal. *** (Penulis adalah alumnus Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang, bekerja di CSIS Jakarta ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 09:00:35 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 09:00:35 2003 Subject: [Nusantara] Kemenangan Debitor di Pengadilan Dipertanyakan Message-ID: <20030211063624.39495.qmail@web21303.mail.yahoo.com> Kemenangan Debitor di Pengadilan Dipertanyakan JAKARTA - Keputusan dari sejumlah pengadilan yang memenangkan para debitor dalam berbagai perkara dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) telah menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat, khususnya menyangkut proses penegakan hukum di Indonesia. Di satu sisi, eksekutif melalui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan BPPN, berupaya melakukan penegakan hukum dengan cara membawa para debitor nakal ke pengadilan. Di sisi lain, pihak yudikatif justru tidak memberikan hasil yang memuaskan. Meskipun demikian, pemerintah tetap menghormati keputusan pengadilan dan menyiapkan strategi lain untuk menjerat sejumlah pihak yang terkait dengan penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pernyataan tersebut dikemukakan Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Mahendra Siregar ketika dihubungi Pembaruan, Kamis (6/2). "Terus terang, kami kecewa terhadap keputusan pengadilan yang memenangkan debitor. Pemerintah berupaya menegakkan hukum dengan menyerahkan debitor bandel ke polisi, lalu diproses di pengadilan. Tetapi pengadilan tidak memberikan hasil memuaskan,'' katanya. Pemerintah, lanjutnya, telah memiliki strategi baru untuk menjaring sebanyak mungkin pihak dalam kasus penyalahgunaan BLBI. Kalau selama ini hanya pemegang saham yang bertanggung jawab, kelak komisaris dan manajemen juga diminta bertanggung jawab. Strategi ini telah mulai digunakan dalam kasus 5 debitor yang berkasnya diserahkan ke polisi, Selasa (4/2). Seperti diberitakan, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan debitor Fadel Muhammad dalam gugatannya kepada BPPN dan Bank Indonesia. Para tergugat dihukum membayar secara tanggung renteng kerugian materiil Rp 23,5 miliar kepada Fadel Muhammad. Dalam beberapa perkara lainnya yang melibatkan debitor yang terkait BLBI, seperti Kaharuddin Ongko, pengadilan juga memenangkan debitor. Sementara itu, Farid Faqih dari Government Watch menyatakan berbagai perkara yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sering menghasilkan keputusan yang kontroversial. Sehingga, pengadilan ini harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Dalam kasus Fadel, lanjutnya, tidak tertutup kemungkinan terjadi penyuapan terhadap hakim. Namun, hal tersebut sulit dibuktikan. ''Praktik penyuapan memang sering terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tetapi hal itu sulit dibuktikan. Salah satu bukti terjadi praktik penyuapan bisa dilihat dari kasus Hakim Torang,'' katanya. Apabila proses peradilan ingin ditegakkan dalam berbagai kasus yang melibatkan debitor BLBI, Farid mengusulkan adanya pengadilan ad hoc dengan melibatkan para hakim nonkarier yang diakui kredibilitasnya di masyarakat. Langkah ini diharapkan bisa memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Berkaitan dengan kemenangan Fadel Muhammad, Direktur Hukum BPPN Robertus Bilitea yang dihubungi Pembaruan, Kamis (6/2) menyatakan pihaknya akan mengajukan banding atas perkara tersebut. Dikatakan, dalam memutuskan suatu perkara, hakim memang memiliki penilaian sendiri. Namun, penilaian itu atas suatu perkara harus bersifat menyeluruh. Dalam kasus gugatan Fedel Muhammad, majelis hakim harus mengaitkannya dengan perkara pemailitan Fadel di pengadilan niaga. Ketika di pengadilan niaga, hakim memailitkan Fadel Muhammad, lalu dia menggugat BPPN dan BI ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam proses verifikasi, jumlah utang dari para kreditor, termasuk BPPN, diakui pengadilan niaga, bahkan dikuatkan oleh keputusan Mahkamah Agung. Dengan demikian, sebenarnya tidak ada lagi celah hukum yang bisa dipersoalkan. Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kembali mengeluarkan putusan yang kontroversial. Hanya berselang sehari setelah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melaporkan Fadel Muhammad, Presiden Komisaris Bank Intan, sebagai obligor bermasalah ke Mabes Polri, majelis hakim yang diketuai Soedarjatno, Rabu (5/2), justru memenangkan gugatan Fadel terhadap BPPN (tergugat I) dan Bank Indonesia BI (tergugat II). Dalam putusannya, majelis hakim menghukum BPPN dan BI secara tanggung renteng membayar hak tagih Fadel senilai Rp 23,5 miliar di Bank Intan. Nilai ganti kerugian yang harus dibayarkan BPPN dan BI kepada Fadel sebesar Rp 23,5 miliar harus dilakukan secara tunai dan sekaligus. Pasalnya, uang itu merupakan sisa modal yang disetorkan Fadel selaku pihak yang akan meresktrukturisasi Bank Intan. Dikabulkannya gugatan Fadel yang kini menjadi Gubernur Gorontalo, menurut majelis hakim, karena BI masih terikat perjanjian restukturisasi Bank Intan dengan Fadel selama 15 tahun (terhitung sejak tahun 1996 sampai 2011). Karena itu, BI tidak bisa begitu saja melakukan pembekuan terhadap Bank Intan, yang kemudian diserahkan kepada BPPN. Kasus gugatan Fadel sendiri diawali dari tidak diindahkannya perjanjian rekstrukturisasi Bank Intan yang sudah dibuat BI dengan Fadel pada 31 Oktober 1996, yang berlaku selama 15 tahun. Namun baru dua tahun program resktrukturisasi itu jalan, BI secara sepihak membatalkannya. Bahkan, BI selanjutnya membekukan Bank Intan. Sebagaimana diketahui, Fadel merupakan satu dari lima penandatangan penyeleasaian kewajiban pemegang saham (PKPS) tidak kooperatif yang dilaporkan BPPN ke Mabes Polri. Selain Fadel, penandatangan PKPS yang juga dilaporkan, di antaranya Prijono Gondokusumo (Bank Putera Surya Perkasa), Santoso Sumali (Bank Bahari dan Bank Metropolitan), Baringin Panggabean dan Joseph Januardy (Bank Namura Internusa). ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 09:00:44 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 09:00:44 2003 Subject: [Nusantara] Asal Bayar, Bebas Pidana dan Perdata Message-ID: <20030211063718.49649.qmail@web21310.mail.yahoo.com> Asal Bayar, Bebas Pidana dan Perdata oleh wartawan "Pembaruan" Elly Burhaini Faizal KETIKA masyarakat semakin sulit menanggung beban kebutuhan pokok sehari-hari, terbit Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang akan menjamin debitor dan obligor Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang dianggap kooperatif dari tuntutan hukum perdata maupun pidana (release and discharge). Inpres yang terbit 30 Desember 2002 itu menyentakkan masyarakat. Banyak yang kemudian bertanya apa sebetulnya yang ada di benak para pejabat pemerintah kita? Pertanyaan itu dilontarkan karena subsidi kebutuhan pokok rakyat dicabut, tetapi "subsidi" triliunan rupiah untuk bank-bank yang tidak pernah sehat malah ditopang mati-matian. Subsidi untuk bank-bank bermasalah itu konon jumlahnya mencapai Rp 91 triliun per tahun. Bahkan setelah empat tahun terus disubsidi, bank-bank bermasalah itu tetap saja sakit. Obligasi yang dikeluarkan pemerintah hingga bulan Januari 2002, meminjam analisis ekonomi BPPN, jumlahnya mencapai Rp 698,99 triliun. Jika tidak ditempuh penundaan pembayaran, jumlah pokok dan bunga utang yang harus dibayar pada periode 2002-2009 lebih dari Rp 100 triliun. Jumlah tersebut akan mencapai puncaknya sebesar Rp 160 triliun pada tahun 2017 dan 2018. Beban obligasi yang harus ditanggung, menurut sejumlah pengamat perbankan, sebetulnya tidaklah sebesar itu apabila tidak terjadi penyalahgunaan. Obligasi yang dikeluarkan untuk dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), contohnya, ikut-ikutan dimanipulasi. Dari keseluruhan Rp 144,5 triliun dana BLBI yang dikucurkan sejak awal krisis ekonomi hingga tanggal 29 Januari 1999, sekitar Rp 84,8 triliun disalahgunakan. Dana itu dipinjamkan kepada perusahaan terafiliasi sebesar Rp 20,5 triliun. Mengacu audit BPK, dana tersebut juga telah dipakai untuk transaksi derivatif (Rp 22,5 triliun), ekspansi kredit tanpa jaminan (Rp 16,8 triliun), pembayaran pihak ketiga di luar kesepakatan (Rp 4,5 triliun), dan banyak lagi. Utang domestik, contohnya, berupa obligasi yang dikeluarkan untuk BLBI, tersebut telah menambahi beban berat APBN negara kita. Belum lagi obligasi untuk rekapitalisasi bank sebesar Rp 431,6 triliun, yang diterbitkan untuk mengganti kredit macet perbankan. Tetapi sayang, terkesan kurang ada kemauan pemerintah untuk menyelesaikan krisis perbankan nasional. Krisis itu sendiri antara lain dipicu pelanggaran batas maksimum pemberian kredit (BMPK), dan penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Sementara beban APBN semakin mencekik leher rakyat. Kematian Hendra Rahardja, mantan pemilik dan Komisaris Utama Bank Harapan Santosa, beberapa waktu lalu di Australia, cukup menampar wajah pemerintah kita. Hendra dituduh menyalahgunakan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sekitar Rp 3,6 triliun. Akibat perbuatan tersebut, negara dirugikan Rp 2,6 triliun. Kematian Hendra kian menyulitkan upaya pemerintah mengusut Rp 2,6 triliun kerugian negara akibat penyalahgunaan BLBI tersebut. Hendra cuma satu contoh kasus kejahatan perbankan melibatkan para konglomerat hitam, yang kurang tegas disikapi pemerintah. Bila didukung kemauan politik yang kuat, sebetulnya tidak ada alasan krisis ekonomi sulit diatasi. Piutang pada para debitor dan obligor yang tergabung dalam penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS), misalnya, kalau dilunasi, akan sangat berarti untuk menyelesaikan krisis perekonomian. Piutang itu jumlahnya Rp 130,6 triliun, dan kabarnya kini tinggal sekitar Rp 97 triliun. Namun, mekanisme PKPS itu sendiri ternyata justru banyak merugikan negara. Contohnya master of settlement and acquisition agreement (MSAA), sebuah perjanjian penyelesaian bantuan likuiditas Bank Indonesia. Ketika harga jual aset para debitur ternyata rendah, kerugian harus ditanggung pemerintah, tanpa ada kewajiban para obligor untuk menambah aset yang belum diserahkannya ke BPPN. Sebab recourse kewajiban pemegang saham, hanya sebatas pernyataan dan jaminan (representation and warranties) yang disepakati dalam perjanjian. "Saya tidak mengerti, kenapa pemerintah mau melakukan aset settlement? Itulah kelemahan pemerintah,'' ungkap Alexander Lay, anggota Departemen Hukum dan Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW). Pasalnya, recovery rate aset yang diserahkan para debitur tidak mungkin seratus persen, melainkan cuma sekitar 20 persen saja, akibat mark up nilai aset dan kondisi pasar yang tidak kondusif selama krisis. Selain MSAA, dalam rangka PKPS bagi bank beku operasi (BBO), bank take over (BTO), dan bank beku kegiatan usaha (BBKU), juga dibuat perjanjian pengembalian utang dengan menambah pemberian jaminan (master of refinancing and note insuance agreement/ MRNIA) dan akta pengakuan utang (APU). Ironisnya lagi, release and discharge, salah satu klausul rangkaian perjanjian PKPS tersebut, dimaksudkan untuk membebaskan para debitur dan obligor berdasarkan pemenuhan kewajiban sesuai perjanjian. Mereka dibebaskan dari segala tuntutan dan proses hukum baik perdata maupun pidana. Polemik pun kemudian bergulir "MSAA itu kan ada kewajibannya, nah itu mereka penuhi semuanya. Jadi mereka itu kooperatif. Aset diserahkan, ada misrepresentative mereka juga mau bayar,'' kata Raymond van Beekum, Kepala Divisi Komunikasi BPPN, menjawab Pembaruan. Kepastian hukum diberikan kepada para obligor yang kooperatif, sesuai janji pemerintah. Ia justru menilai kecurigaan rencana pemberian release and discharge kepada empat debitur dan obligor sangat tidak masuk akal. Empat obligor itu ialah The Nin King, Sudwikatmono, Hendra Liem, dan Ibrahim Risjad. "Mengapa orang sudah kooperatif kok masih saja dianggap public enemy?'' tanya Raymond sedikit kesal. "Sementara yang lolos jerat hukum dan betul-betul mengemplang uang rakyat kok tidak dianggap public enemy?'' tanyanya lagi Penghapusan Pidana Tanpa berniat menggolongkan konglomerat hitam atau putih, soal release and discharge wajar saja disikapi. Persoalannya terletak pada perbuatan pidana para debitur dan obligor itu. Contohnya pelanggaran BMPK dan penyalahgunaan BLBI? Jaksa Agung Andi Ghalib dulu (1999) menolak menandatangani MSAA, karena ia tidak setuju pemberian release and discharge untuk perkara pidana. Ketua BPPN Glen MS Yusuf dan Menkeu Bambang Subianto, serta para obligor BPPN yang kemudian menandatangani MSAA. Dalam tindak pidana korupsi, Pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Demikian pula pada UU Kejaksaan Nomor 5 Tahun 1991, disebutkan bahwa presiden tidak dapat semena-mena memberi perintah Kejaksaan untuk membebaskan seseorang yang terdapat cukup bukti untuk diduga melakukan tindak pidana. "Jaksa harus tetap melimpahkan tersangka debitur BPPN ke pengadilan, walaupun sudah mendapatkan release and discharge dari BPPN,'' kata Iskandar Sonhaji, salah satu anggota Tim Hukum Tolak R & D, kepada Pembaruan. Meskipun aturan menyebut seperti itu, Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 menyebutkan, Kejaksaan dan Kepolisian diinstruksikan untuk membebaskan para debitur BPPN yang menjadi tersangka dalam proses penyidikan dan penuntutan apabila telah mendapat release and discharge. "Tampaknya, pemerintah cenderung memakai pintu oportunitas Kejaksaan Agung, ketimbang SP 3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), untuk membebaskan para obligor tersebut dari jerat pidana,'' Sonhaji menambahkan. ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 09:00:47 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 09:00:47 2003 Subject: [Nusantara] Presiden Tidak Tandatangani UU Penyiaran Message-ID: <20030211063822.49791.qmail@web21310.mail.yahoo.com> Presiden Tidak Tandatangani UU Penyiaran UU PenyiaranTetap Berlaku Otomatis JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang disetujui DPR menjadi Undang-Undang (UU) pada 28 November 2002 telah dimasukkan dalam daftar lembaran negara. Namun hingga kini Presiden Megawati Soekarnoputri tidak menandatangani UU tersebut karena adanya perbedaan pandangan terhadap materi UU. Hal itu terungkap dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi I DPR dengan Sekretaris Negara (Sekneg) Bambang Kesowo di Senayan Jakarta Rabu (5/2). Kesowo mengakui, UU Penyiaran itu tidak ditandatangani Presiden Megawati. Namun ia mengingatkan, sesuai dengan UUD 1945, UU tersebut otomatis berlaku jika dalam tempo 30 hari tidak ditandatangani presiden. Konstitusi tidak mempermasalahkan adanya perbedaan pandangan menanggapi UU Penyiaran. " Masalah siaran yang beroperasi di wilayah terbatas memang masih mengundang perdebatan. Tapi sekarang, perbedaan tersebut tidak relevan lagi diperdebatkan. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah melakukan pengkajian," tuturnya. Dalam rapat kerja tersebut KH Nadier Muhammad dan Karmani dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPP) mempertanyakan ketidaksediaan Presiden menandatangani UU Penyiaran. "Kalau itu yang ditanyakan, sebaiknya bukan saya yang menjawab, saya tidak mau berpolemik," tegasnya. Meski Presiden Megawati tidak menandatanganinya, Setneg tetap mengundangkan RUU tersebut dan mencantumkannya dalam lembaran negara sebagai UU No 32/ 2002. Peraturan Pemerintah (PP) terhadap pemberlakuan UU itu juga akan segera diterbitkan. Keberatan Sebagaimana diketahui, rapat paripurna DPR yang menyetujui RUU Penyiaran, diwarnai pula penyampaian catatan keberatan (minderheidsnota) dua anggota DPR, yakni Engelina Patris Pattiasina dari Fraksi partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) dan Alvin Lie dari Fraksi Reformasi. Alvin menyampaikan keberatan terhadap pasal yang melarang televisi swasta beroperasi secara nasional. Alvin mengaku sebagai pendukung munculnya televisi swasta lokal yang mandiri dan menguntungkan. Namun demikian, ia mengingatkan, maraknya televisi swasta jangan sampai mengkerdilkan televisi nasional. " Justru seharusnya televisi swasta lokal didorong menjadi televisi swasta nasional yang berada di luar Jakarta," tandasnya. Sejumlah pasal dari 64 pasal dalam UU Penyiaran usul inisiatif DPR ditentang keras karena dinilai akan membelenggu kebebasan pers seperti yang terjadi di masa Orde Baru. Asosiasi Televisi Siaran Indonesia (ATSI) yang diketuai Karni Ilyas saat itu dengan keras menolak RUU Penyiaran karena merugikan hak publik memperoleh informasi seluas-luasnya. Penolakan serupa juga disampaikan Komunitas Televisi Indonesia yang mendesak DPR dan pemerintah menunda pengesahan RUU tersebut dan melakukan beberapa revisi. Beberapa pasal yang dinilai mengancam hak publik dan eksistensi televisi swasta berkaitan dengan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Lembaga tersebut dinilai akan menjadi monster baru seperti Departemen Penerangan (Deppen) di masa Orde Baru. Namun, tidak semua elemen penyiaran menolak RUU Penyiaran yang telah disahkan tersebut. Buktinya, sejumlah elemen penyiaran lainnya seperti Indonesian Media Law an Policy Centre, Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Jaringan Radio Komunitas Indonesia, Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta, Jaringan Radio Komunitas Jawa Barat, justru mendukung pengesahan RUU itu. Berkaitan dengan UU Penyiaran, Kementrian Komunikasi dan Informasi membuka pendaftaran calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di tingkat pusat. KPI adalah lembaga independen yang akan akan terdiri dari sembilan anggota. Informasi lebih lanjut mengenai pendaftaran anggota KPI bisa diakses di www.kominfo.go.id. Dalam bagian lain keterangannya, Kesowo mengungkapkan, selain UU Penyiaran, UU Pembentukan Provinsi Riau Kepulauan juga tidak ditandatangani Presiden Megawati. Tetapi hal itu berarti bahwa UU tersebut tidak berlaku. "Ya kita harus menerima ketidaklaziman ini, karena konstitusi yang baru memang demikian," kata Kesowo. Amandemen kedua UUD 1945 Pasal 20 Ayat (5) memang tidak mengharuskan Presiden menandatangani RUU yang telah diundangkan. Pasal 20 Ayat (5) UUD 1945 menyatakan, "Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut menjadi undang-undang dan wajib diundangkan." (M-15) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 09:00:49 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 09:00:49 2003 Subject: [Nusantara] Registrasi Khusus yang Menakutkan Itu Message-ID: <20030211063941.78876.qmail@web21301.mail.yahoo.com> Registrasi Khusus yang Menakutkan Itu Bara Hasibuan Keputusan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) untuk memasukkan Indonesia ke dalam daftar negara-negara yang warga laki-lakinya di atas umur 16 tahun diwajibkan melakukan registrasi khusus di kantor Immigration and Naturalization Service (INS), betul-betul mengagetkan warga Indonesia di AS. Memang benar bahwa sebelumnya sudah ada 20 kebangsaan yang diharuskan mendaftar sebagai bagian dari inisiatif baru untuk melacak puluhan ribu pendatang dari negara-negara yang dianggap mensponsori atau diduga memiliki jaringan terorisme. Namun tidak ada yang pernah memperkirakan bahwa nama Indonesia juga akan masuk. Selama ini kebanyakan orang percaya bahwa Indonesia, walaupun terjadi pengeboman Bali, tidak pernah dikategorikan sama seperti negara-negara lainnya yang dianggap oleh AS mempunyai masalah serius soal terorisme, seperti Arab Saudi, Syria, Iran, Sudan, Pakistan atau Irak. Tetapi ternyata tidak demikian. Indonesia akhirnya dimasukkan ke dalam gelombang keempat bersama-sama dengan Bangladesh, Mesir, Yordania dan Kuwait di mana warganya harus melapor mulai tanggal 24 Februari sampai 28 Maret. Karena tujuannya adalah mencari teroris, ketentuan itu bukan hanya menyangkut wajib lapor. Selain disidik jari dan difoto, para pelapor juga di-interview untuk diselidiki latar belakangnya termasuk keluarga, pergaulan ataupun juga aktivitas agama mereka. Interview itu mereka harus hadapi sendiri dan tidak boleh didampingi oleh pengacara. Namun selama sudah lebih dari dua bulan berjalan, banyak pihak menilai kebijakan itu tidak efektif untuk menangkap teroris. Dari kira-kira hampir seribu orang yang sudah pernah ditahan, misalnya, tidak ada satu pun yang dicurigai mempunyai kaitan dengan Al-Qaeda. Akhirnya, seperti kata ahli terorisme dari Harvard University, Juliette Kayyem, kebijakan itu lebih merupakan immigration sweep (penyapuan imigrasi) dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan mencari teroris. Yang lebih mengganggu lagi, pelaksanaan kebijakan itu dilakukan dengan melanggar prinsip-prinsip dasar rakyat Amerika, seperti civil rights (hak-hak sipil), civil liberty (kebebasan sipil) dan juga hak asasi manusia. Banyak orang ditahan begitu saja setelah interview tanpa due process of law (prosedur hukum yang adil) seperti diberikan haknya untuk didampingi oleh pengacara. Ada juga yang ditahan tanpa alasan yang jelas dan hanya karena kesalahan dokumen yang bersifat sederhana. Atau bahkan ada yang sebetulnya tidak memiliki kesalahan apa pun namun hanya karena proses diberikan izin tinggal tetapnya sedang meng- alami penundaan. Yang lebih tragis, banyak pula yang mengalami perlakuan tidak manusiawi selama dalam tahanan. Contohnya, pengalaman Ali Salahieh, seorang insinyur biomedis kelahiran Syria yang datang ke AS sebagai pelajar 17 tahun lalu. Seperti laporan stasiun televisi terkemuka PBS, Salahieh, yang tinggal di kota San Francisco (California) dan sedang menunggu dikeluarkannya status tetap kewarganegaraan pada dirinya, selama tiga hari ia dibawa melalui jalan darat, dalam keadaan tangan dan kaki dibelenggu, ke sebuah fasilitas penahanan di kota Sacramento (California) dan kembali lagi ke San Francisco. Perlakuan itu ia terima hanya karena dianggap ada irregularity (ketidakwajaran) dalam status permohonannya. Ceritanya belum selesai. Setelah itu, melalui pesawat tahanan, ia dibawa dari kota Oakland (California) ke negara bagian Arizona, kemudian ke negara bagian Kentucky dan kembali ke kota Oakland. Dari situ ia dibawa ke kota San Diego (California). Di dalam tahanan di kota itu, ia bertemu dengan Faramarz Farahani, seorang manajer database di sebuah perusahaan komputer di daerah Silicon Valley (California), yang ironisnya, walaupun lahir di Iran, sudah menjadi warga negara Kanada. Cerita Farahani tidak kalah tragisnya. Ia mengaku diangkut di dalam pesawat tahanan ke lokasi yang tidak diketahui, juga dalam kondisi tangan dan kaki dibelenggu. Panik dan Bingung Dengan bermacam cerita buruk itu, tentu banyak warga negara RI yang panik dan bingung di seluruh AS. Bagi mereka, registrasi khusus itu dianggap sebagai prospek yang begitu menakutkan. Siapa pun itu, termasuk mereka yang berstatus legal, bahkan mempunyai pekerjaan cukup mapan seperti Salahieh dan Farahani, punya risiko yang sama. Ada yang takut ditahan tanpa waktu yang jelas. Ada pula yang takut dideportasi sehingga harus berpisah dengan anak dan istri. Banyak pula yang tidak mampu berbahasa Inggris secara layak sehingga takut memberi jawaban salah dalam wawancara. Di antara pelajar, ada kecemasan tidak dapat menyelesaikan sekolah. Mereka yang bekerja takut kehidupan yang sudah dibangun sekuat tenaga, hilang dalam sekejap. Mereka yang beragama Islam dan yang beragama Kristen sama resahnya. Padahal kebanyakan warga Indonesia yang bekerja di AS (total warga Indonesia di AS ada sekitar 100.000) adalah orang-orang jujur, pekerja keras dan mempunyai skill yang cukup. Selain menjadi buruh di pabrik, banyak dari mereka yang juga melakukan pekerjaan kasar seperti menjadi tukang cuci di dapur restoran, loper koran atau kurir. Tidak pernah terpikir oleh mereka untuk ikut ataupun simpati dengan perjuangan Al-Qaeda. Mereka hanyalah orang-orang yang datang ke AS untuk mencari kehidupan yang lebih layak karena krisis yang berkepanjangan dan membuat makin sulit mencari pekerjaan di Tanah Air. Namun banyak juga yang statusnya ilegal. Ada yang overstay (melebihi batas waktu tinggal) atau belum memiliki izin kerja dan green card. Ada pula yang tidak punya dokumen apa pun seperti paspor karena hilang atau ditahan majikan. Banyak pula dari mereka yang tidak pernah lapor ke kedutaan. Ini yang membuat kedutaan sering mengalami kesulitan untuk menolong kalau terjadi apa-apa. Tentu hal itu bukan alasan bagi pemerintah untuk tidak turun tangan. Apalagi karena banyak yang statusnya ilegal, maka sangat mungkin akan dideportasi secara massal atau ditahan. Pemerintahnya seharusnya sudah belajar bahwa dalam situasi seperti itu, terutama krisis Nunukan, lambatnya repons dapat menimbulkan tragedi kemanusiaan. Sangat mungkin masalah itu berakhir pula pada tragedi. Untuk itu beberapa inisiatif harus segera diambil. Desk Khusus Yang sangat urgen bagi kedutaan tentunya adalah membuka desk khusus untuk melayani segala macam pertanyaan dan permintaan terutama untuk melengapi surat-surat. Selain itu, juga harus disiapkan bantuan advokasi hukum untuk mereka yang nantinya ditahan. Bantuan itu bisa dilakukan dengan kerja sama dengan beberapa kelompok advokasi hukum yang selama ini sudah aktif memberikan pelayanan bagi warga-warga kebangsaan lainnya. Kedutaan bersama Jakarta juga harus menyiapkan contingency plan kalau ada yang nantinya harus dideportasi. Kita tentu tidak ingin melihat ribuan orang berbondong-bondong pulang dan akhirnya harus ditampung dengan kondisi mengenaskan, seperti kasus Nunukan. Yang lebih penting lagi, perlu ada usaha diplomatik, baik yang dilakukan oleh Jakarta maupun kedutaan di Washington, dengan menggunakan segala jalur dan sumber daya untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar wajib registrasi itu. Duta Besar kita harus segera menemui beberapa pejabat terkait di sana. Duta Besar Pakistan, misalnya, sudah menemui Jaksa Agung John Ashcroft dan menekankan bahwa sebagai sekutu AS yang penting dalam war on terror, Pakistan tidak pantas diperlakukan seperti itu. Pakistan meminta agar dikeluarkan dari daftar. Sampai saat tulisan ini dibuat belum diketahui apakah Dubes Indonesia punya rencana untuk melakukan hal yang sama. Dari Jakarta, Presiden Magawati dapat menelepon Presiden Bush untuk menjelaskan kenapa penting Indonesia dikeluarkan dari daftar. Usaha itu tentu saja harus diperkuat dengan mengirimkan utusan khusus setingkat menteri untuk bertemu dengan pejabat di Washington yang relevan seperti Menteri Luar Negeri Colin Powell, Jaksa Agung John Ashcroft atau Penasihat Keamanan Condoleezza Rice. Selain kepada pemerintah, pendekatan juga harus dilakukan kepada Kongres, khususnya para anggota yang duduk di Komisi Hubungan Internasional, baik yang di Senat maupun di House of Representatives. Minimal yang mereka bisa lakukan adalah memberikan tekanan kepada pemerintah untuk meninjau kebijakan itu. Di sini leverage (kekuatan) Indonesia cukup tinggi. Dalam usaha AS memerangi terorisme, yang diakui oleh Presiden Bush bersifat panjang, posisi Indonesia jelas sangat strategis. AS tentu saja berkepentingan untuk terus mendapatkan dukungan dan kerja sama, dalam bentuk atau level apa pun, dari Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduk Islamnya terbesar di dunia. Presiden Megawati juga bisa menekankan keberhasilan yang sudah banyak dicapai dalam investigasi pengeboman Bali yang menunjukkan bahwa Indonesia sekarang serius memerangi terrorisme. Selan itu, Presiden Megawati dapat mengingatkan kembali bahwa, dengan segala risiko politik, ia datang mememui Bush di Washington kira-kira hanya sepuluh hari setelah peristiwa 11 September. Betul memang, pada saat itu Presiden Megawati tidak secara terbuka mengumumkan dukungan Indonesia pada usaha Amerika memerangi teror seperti yang tadinya diharapkan oleh Gedung Putih. Dan sikap Megawati yang sangat hati-hati itu juga tidak kena dengan prinsip hitam putih Bush yang "you are either with us or with the enemy," (apakah anda bersama kami atau bersama musuh). Dukungan Indonesia Tetapi tindakan Megawati untuk menemui Bush hanya sepuluh hari setelah peristiwa 11 September sebetulnya secara implisit menunjukkan dukungan Indonesia. Keberanian untuk datang itu juga seharusnya merupakan kredit tersendri di mata AS. Mungkin masalahnya terletak pada kegagalan kita menjelaskan bahwa hal itu merupakan yang maksimal yang bisa dilakukan oleh Presiden Megawati mengingat limitasi politik yang dimilikinya. Indonesia juga dapat mengingatkan bahwa kebijakan registrasi khusus itu justru akan makin membakar sentimen anti-Amerika sehingga usaha keras pemerintah Amerika selama ini untuk memperbaiki citranya sia-sia. Tidak dapat dibayangkan kalau nantinya perang melawan Irak benar-benar terjadi. Tentu pihak AS sudah bisa melihat sendiri bahwa sekarang saja sentimen anti-Amerika sudah banyak terdengar sebagai reaksi atas rencana perang itu. Yang jelas nantinya akan susah bagi pemerintah atau kelompok moderat untuk membendung meluasnya gelombang anti-Amerika. Akhirnya kelompok radikal lagi-lagi akan merebut lapangan politik dan kelompok moderat menjadi teralienasi. Dan kalau medium politik sudah betul-betul dikuasai kelompok radikal, maka proses demokratisasi Indonesia, yang sudah cukup kompleks dan tidak menentu, akan menderita set back berikutnya. Presiden Megawati juga dapat menekankan kepada Bush bahwa meluasnya sentimen anti-Amerika bukan hanya akan memperlemah kapasitas pemerintah tapi juga dapat diapakai sebagai alat untuk menekan pemerintah. Kehilangan Teman Yang tidak kalah penting, mungkin saja nantinya AS juga terpaksa kehilangan orang-orang yang selama ini mereka anggap sebagai teman strategis, terutama kalangan moderat. Bahkan, Hashim Muzadi dan Syafei Ma'arif, dua tokoh Islam utama yang selama ini oleh AS dianggap penting karena memiliki sikap toleran, plural dan moderat, sudah mulai menjauhi AS dengan membatalkan rencana kunjungan mereka ke Washington awal Febuari ini. Secara terang-terangan alasan yang disebutkan adalah bukan hanya rencana serangan ke Irak tapi juga kebijakan registrasi khusus itu. Tanpa mengecilkan implikasi peristiwa 11 September yang menimbulkan kebutuhan untuk memperkuat homeland security (keamanan dalam negeri), pihak Amerika sendiri harus memperhitungkan apakah nantinya kebijakan registrasi khusus itu justru akan menimbulkan kebencian baru terhadap mereka. Orang-orang yang selama ini tidak pernah terpikir untuk ikut Al-Qaeda, namun karena merasa telah disakiti, sekarang akan terdorong untuk ikut, hanya karena ingin balas dendam. Mereka yang masih anak-anak, karena tidak terima melihat ayah atau pamannya diperlakukan semena-mena, akan tumbuh menjadi karakter yang membenci AS. Akhirnya inisiatif yang dilakukan dalam kerangka war on terror, justru melahirkan generasi teroris baru. Namun yang menyakitkan bagi kita semua orang Indonesia, dimasukkannya Indonesia ke dalam daftar registrasi khusus itu, seakan menjadi penegasan bahwa negara kita disamakan dengan negara-negara lain yang punya persoalan serius soal terorisme. Ada yang bertanya apakah itu dipicu oleh pengeboman di Bali? Namun bukankah dunia luar, termasuk AS, mengakui bahwa sudah banyak kemajuan berarti dalam investigasi kasus Bali? Sulit dipercaya memang karena selama ini kita dibangga-banggakan sebagai negara yang penduduknya toleran dan moderat. Kita harus mengakui, kita tidak lagi menikmati citra sebagai negara yang masyarakatnya toleran dan moderat. Berbagai macam kejadian kekerasan, seperti tragedi Mei 1998, konflik Ambon dan Poso, tragedi malam Natal dan pengeboman mesjid Istiqlal, telah menghancurkan itu semua. Semua peristiwa itu terjadi jauh sebelum pengeboman Bali karena hampir semua kasus sebelum Bali tidak dapat dituntaskan dan kita sudah terlanjur dicap tidak mampu memerangi teror. Selain itu, ada beberapa kelompok yang menggunakan agama untuk menjustifikasi berbagai tindak kekerasan. Tragisnya, pemerintah membiarkan hampir semua tindakan mereka. Dan kita selalu mendengar penjelasan bahwa berbagai aksi itu dilakukan oleh orang-orang yang berjumlah sedikit dan tidak mencerminkan perilaku umum masyarakat Indonesia. Memang betul mayoritas masyarakat Indonesia, tetap toleran, moderat dan cinta damai. Tetapi pemerintah harus menghentikan perilaku segelintir orang itu. Kalau tidak, siapa lagi yang akan jadi korban? Orang-orang tidak berdosa yang hanya ingin mencari hidup layak? Penulis adalah "Congressional Fellow" yang bekerja di Komisi Hubungan Internasional Kongres AS. ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 09:00:51 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 09:00:51 2003 Subject: [Nusantara] Mengatur Golput? Message-ID: <20030211064020.61514.qmail@web21309.mail.yahoo.com> Mengatur Golput? Hendardi Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Agustin Teras Narang - yang juga anggota DPR dari PDI-P- mengusulkan untuk memberi sanksi hukum atas suatu kegiatan sistematis, terorganisir, terencana dan meluas, yang mengajak orang untuk tidak memilih atau selama ini dikenal sebagai "golongan putih" (golput). Usulan untuk memberikan sanksi hukum atas kegiatan yang mengajak orang menjadi golput perlu mendapat tanggapan yang serius. Hal itu mengingat usulan itu dapat membahayakan pelaksanaan penghormatan dan penegakan hak asasi manusia (HAM), khususnya hak-hak sipil dan politik, sekaligus pula untuk mencegah DPR semakin sewenang-wenang. Susutnya Kepercayaan Dinamika politik yang ditandai dengan gelombang protes yang besar dan meluas dari berbagai kalangan masyarakat yang menetang kenaikan bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL) dan telepon beberapa pekan lalu, bisa ditengarai sebagai indikator melorotnya kepercayaan masyarakat atas pemerintah. Protes-protes itu bahkan belakangan tiba pada gugatan legitimasi pemerintah yang menuntut turunnya Megawati dari jabatan presiden dan Hamzah Haz dari jabatan wakil presiden. Susutnya kepercayaan sebagian masyarakat itu tidaklah berarti kedua pejabat kepresidenan itu tanpa para pendukungnya. Berkurangnya kepercayaan sebagian rakyat atas pemerintah telah berkembang menjadi wacana politik untuk mengganti Mega-Hamzah Haz di tengah jalan. Wacana tandingan juga mengembuskan argumen agar Mega-Hamzah hanya diganti melalui proses pemilihan umum. Dalam kedudukannya sebagai Ketua Umum DPP-PDIP, Megawati juga menyampaikan pidato-pidatonya yang menantang pimpinan partai-partai lain untuk mau bertanding dalam pemilu 2004. Ketika Megawati merayakan ulang tahun ke-56, massa pendukungnya mulai keluar untuk menandingi demo-demo yang memprotes kenaikan harga maupun mengkritik Presiden. Massa pendukungnya yang terdiri atas berbagai satuan tugas itu juga agak memulihkan kepercayaan Megawati untuk menantang para pengkritiknya. Amien Rais pun menyambut tantangan itu. Di samping wacana di atas, wacana lain yaitu menyangkut golput juga dimunculkan. Persoalan golput telah mengisi berbagai perbincangan politik sebagai ekspresi kekecewaan mereka atas perilaku partai-partai dan para pemimpinnya. Mereka dikritik cuma berebut kursi kekuasaan dan korupsi, atau yang dikenal sebagai "politik uang" (money politics). Boikot atau golput atas pemilu, mungkin dikhawatirkan oleh DPR dan elite partai bakal dituding sebagai kegagalan pemerintah dalam melaksanakan pendidikan politik. Sebaliknya, penciutan golput dianggap sebagai keberhasilan. Sehingga perkiraan bertambahnya golput harus dicegah. Asumsi itu persis seperti yang dilakukan rezim Soeharto saat berkuasa yang senantiasa sukses mematikan gerak langkah kaum golput. Pemilu selalu diikuti oleh massa rakyat di berbagai pelosok negeri tanpa banyak hambatan. Pandangan yang dianut itu berangkat dari asumsi bahwa pemilu akan gagal jika jumlah golput meningkat menyusul berkembangnya wacana golput. DPR kemudian bermaksud mencegah peningkatan jumlah kaum golput dengan mengusulkan adanya sanksi hukum. Kegiatan-kegiatan aktivis golput untuk mengajak orang sepandangan dengan mereka bukan hanya harus dicegah, tetapi juga harus dihukum. Pada masa Soeharto, aktivitas sekelompok orang dalam menyuarakan golput bukan saja ditangkapi polisi dan TNI, tetapi juga diadili dan dijatuhi hukuman penjara bertahun-tahun. Di sini tampak kian ada kesamaan, apakah Pansus DPR hendak mengulangi perilaku politik represif rezim Soeharto? Mengatur Golput? Jika RUU Pemilu yang dibahas Pansus DPR itu mengandung ketentuan untuk mengatur golput, berarti bukan saja membatasi pelaksanaan hak politik seseorang, tetapi juga menindasnya sanksi hukum. Kritik-kritik dan kampanye kaum golput akan dilindas dengan hukum yang menindas sebagai buah karya Pansus DPR. Gagasan dan upaya mengembalikan hukum represif seperti era rezim Soeharto semakin menunjukkan sosoknya di DPR. Mereka jelas-jelas bermaksud hendak mencampuri pelaksanaan hak politik setiap warga negara. Mereka ingin mengatur hak setiap orang melalui alatnya, yakni RUU Pemilu. Mengatur golput dengan tujuan mencegah meluasnya jumlah rakyat yang menolak pemilu bukan saja sebagai bentuk campur tangan, melainkan juga menindas hak politik setiap orang. Pada intinya, RUU Pemilu hendak di- akali untuk melarang golput. Jika golput adalah hak dan dikatakan boleh-boleh saja, maka pertanyaan serius yang harus diajukan adalah: mengapa hak harus diatur (dibatasi)? Apakah golput itu akan mengarah pada perbuatan kriminal, sehingga perlu diatur-atur? Mengapa pula Pansus DPR demikian takutnya terhadap golput? Sebagai hak setiap warga negara, kegiatan golput wajib dijamin untuk dihormati dan dilindungi, sehingga tak ada alasan untuk menghalangi ruang gerak golput, apalagi menindasnya dengan hukum yang menindas. Persoalannya, apa perlunya Pansus DPR ikut campur membatasi ruang gerak setiap orang untuk golput yang jelas-jelas merupakan hak warganegara? Di mana keperluannya sehingga orang yang tak ikut pemilu diatur? UU Pemilu seharusnya bertujuan mencegah dan melarang setiap bentuk tindakan curang, baik yang dilakukan partai-partai maupun oknum-oknumnya. Misalnya, pelarangan terhadap suatu partai atau oknumnya memanipulasi jabatannya sebagai pejabat untuk memenangkan partainya, menerima "uang komisi" untuk partainya, "politik uang", menyuap calon pemilih, mencuri kotak suara atau menggandakan surat suara, atau juga memalsukan hasil-hasil penghitungan suara. Karena semua yang dilarang itu adalah perbuatan kriminal. Setiap perbuatan itu harus dihukum. Polisi atau jaksa harus turun tangan memproses para tersangka kriminal secara hukum. Mereka yang korup dan melakukan serta menerima suap mesti diajukan ke pengadilan. Semestinya pembahasan RUU Pemilu diarahkan seketat mungkin untuk menghasilkan pemilu yang jujur, adil dan bersih tanpa dikacau- kan oleh "politik uang". Mereka harus mengambil pelajaran dari kesalahan pemilu 1999, sehingga kejorokan yang sama tak berulang pada 2004. Begitu juga, jika disebut-sebut untuk kepentingan bangsa, seharusnya penyusunan UU Pemilu bukan hasil dari segelintir orang di Pansus RUU Pemilu. Apa mereka mengenal aspirasi dari rakyat tanpa bertanya kepada rakyat tentang apa yang mereka kehendaki? Apakah mekanisme pelibatan partisipasi rakyat dalam penyusunan UU telah memadai ataukah hanya seolah-olah, seperti yang selama ini dilakukan? Para anggota Pansus RUU Pemilu seharusnya turun ke masyarakat dan menanyakan sebaiknya bagaimana pemilu bisa dilaksanakan dengan jujur, adil dan bersih dari "politik uang". Juga, perbaikan sistem politik macam apa yang dikehendaki rakyat. Pemilu yang bagaimana yang benar-benar bisa menjamin bahwa wakil rakyat yang dipilih sungguh-sungguh membela kepentingan mereka, bukan sebaliknya membohongi mereka setelah kursi diperoleh. Pansus DPR sama sekali tak ada urusan logisnya mengatur-ngatur golput, karena mereka bukan mau ikut pemilu. Menyibukkan diri untuk mengatur (membatasi hak) orang yang tidak mau ikut pemilu, hanyalah pembelokan masalah dari ketidakmauan dan ketidakmampuan mereka menjamin RUU Pemilu dan pemilu yang jujur, adil dan mau "dibeli" rakyat yang hari ke hari semakin susut kepercayannya terhadap penyelenggara negara. Penulis adalah Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI). ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 09:00:52 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 09:00:52 2003 Subject: [Nusantara] Perpajakan Paling Banyak Dikeluhkan Dunia Usaha Message-ID: <20030211064057.9289.qmail@web21306.mail.yahoo.com> Perpajakan Paling Banyak Dikeluhkan Dunia Usaha Kejahatan di Kawasan Industri Meresahkan JAKARTA - Perpajakan merupakan kasus terbesar yang paling sering dikeluhkan dunia usaha. Hal ini terlihat dari 61 kasus yang masuk ke Pusat Solusi Bisnis (PSB), sebagian besar di antaranya adalah masalah perpajakan. Sekretaris PSB, Ridwan Kurnaen di Jakarta, Rabu (5/2), mengatakan, PSB telah meneruskan persoalan tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan untuk ditindaklanjuti. Dalam kaitan ini, lanjutnya, PSB akan terus membantu mencarikan jalan keluar terbaik guna mengurangi beban dunia usaha. Ia mencontohkan, masalah pajak penerangan jalan umum (PPJU) yang banyak dikeluhkan para pengusaha di Tangerang, Karawang, Purwakarta dan Bandung telah difasilitasi oleh PSB dengan mempertemukan para pengusaha dan pemda setempat. Usaha tersebut, lanjutnya, menghasilkan keputusan yakni penundaan pungutan PPJU terhadap industri yang memiliki pembangkit listrik untuk keperluan sendiri, sampai ada kepastian dasar hukum yang baku mengenai pengertian bukan PLN seperti yang tercantum dalam pasal 58 ayat (1) dalam PP No 65/2001. Masalah lain yang juga banyak dikeluhkan para pengusaha adalah tindak kejahatan di lingkungan kawasan industri seperti penjarahan, penodongan dan pemerasan. Hal ini sangat meresahkan para pengelola kawasan industri karena bisa membuat investor asing enggan masuk ke kawasan industri yang bersangkutan dan bahkan enggan pula berinvestasi di Indonesia. ''Untuk mengatasi masalah ini kami telah bekerja sama dengan pihak kepolisian khususnya di kawasan industri Bekasi,'' paparnya. Dikatakan, program yang melibatkan personil polisi sebanyak 734 orang tersebut berhasil menekan tindak kejahatan di enam kawasan industri yakni Jababeka I dan II, Lippo, EJIF, Delta Silicon, MM 2001 dan Hyunday. Kawasan tersebut saat ini ditempati 1.243 industri yang mempekerjakan 195.073 pekerja lokal dan 575 pekerja asing. Penyelundupan Selain itu, masalah penyelundupan juga merupakan salah satu kasus yang banyak mendapat sorotan dari kalangan pengusaha. Dalam kaitan ini PSB bekerja sama dengan aparat kepolisian juga telah melakukan operasi khusus di Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara, yang selama ini dikenal rawan penyelundupan. Mengenai masalah ketenagakerjaan, Ridwan menjelaskan, pihaknya telah membantu penyelesaian secara damai terhadap kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) PT Thies Contractor Indonesia (TCI/investor Australia), PT Doson Indonesia (investor Korea Selatan) dan PT Pacific Rimasri Garment. Diungkapkan, khusus untuk masalah upah minimum provinsi, Menperindag selaku Ketua PSB telah mengimbau kepada Gubernur DKI Jakarta agar mengupayakan peningkatan UMP tidak lebih dari tingkat inflasi. Hal tersebut telah disetujui dan UMP DKI telah ditetapkan tidak lebih dari inflasi yakni sebesar tujuh persen sesuai permintaan Menperindag. (N-3) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 09:00:54 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 09:00:54 2003 Subject: [Nusantara] YLKI: Pilot Mogok Merugikan Masyarakat Message-ID: <20030211064132.40771.qmail@web21303.mail.yahoo.com> YLKI: Pilot Mogok Merugikan Masyarakat JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta para pilot Garuda tidak melakukan aksi mogok terbang, sebab tindakan itu akan merugikan konsumen. "Bagaimana dengan konsumen yang jauh-jauh hari sudah mem-booking pesawat Garuda? Sementara tidak ada pesawat lain yang mengganti di rute penerbangan Garuda itu. Seharusnya persoalan pilot dan manajemen Garuda ini jangan sampai merugikan masyarakat luas," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Indah Suksmaningsih di Jakarta, Kamis (6/2). Menurut Indah, sebaiknya masyarakat jangan dikorbankan hanya karena urusan gaji. "Kalau memang akan mogok, sebaiknya dilakukan tanpa mengganggu penerbangan. Sebagian boleh mogok, tetapi sebagian lagi bertugas. Begitu seterusnya, bergiliran," ujar Indah. Sebelumnya Presiden Asosiasi Pilot Garuda (APG) menyatakan, 639 pilot anggota APG akan mogok terbang pada 11 Februari mendatang. Hal itu ditempuh menyusul tidak disetujuinya usulan APG soal perbaikan sistem penggajian pilot oleh pihak manajemen PT Garuda Indonesia (GIA). "Keputusan mogok kerja ini sudah kami sampaikan dalam surat kepada Menneg BUMN, Menteri Perhubungan, Menakertrans dan Direksi PT Garuda Indonesia, kemarin (Selasa 4/2). Intinya jika dalam 7x24 jam usulan kami soal perbaikan sistem gaji tidak dipenuhi, yakni mulai sejak surat itu dilayangkan, kami akan mogok kerja," ujar Ari (Pembaruan, 5/2). Sementara itu Asisten Deputi Menneg BUMN Bidang Usaha Logistik dan Pariwisata Ferdinand Nainggolan menilai tindakan APG melakukan aksi mogok tidak konsisten. Sebab pada pertemuan dengan Menakertrans dan Direksi PT GIA (Selasa, 4/2), APG sudah setuju tidak akan melakukan aksi-aksi yang merugikan Garuda. "Pada pertemuan itu juga disepakati bahwa perundingan ditunda hingga 13 Februari, lalu kenapa sekarang mereka (APG) malah melanggar kesepakatan?" tukas Ferdinand. Selain kesepakatan tidak melakukan aksi yang merugikan Garuda, pada pertemuan itu disepakati juga tidak akan ada ancaman dari direksi Garuda untuk memecat karyawan dalam hal ini pilot. Kemudian disepakati juga soal menjaga nama baik Garuda dan pelayanan kepada masyarakat. Tuntutan perbaikan sistem gaji dan perlakuan profesi penerbangan dari APG sudah disampaikan ke direksi Garuda sejak September 2001. Tuntutan itu tertuang dalam collective agreement atau hubungan kerja industrial menyeluruh antara penerbang dan perusahaan. Namun tuntutan itu tidak disepakati perusahaan sebab kondisi perusahaan tidak memungkinkan. Menneg BUMN Sementara itu manajemen Garuda menyatakan, permasalahan usulan perbaikan sistem penggajian pilot Garuda saat ini ditangani Kantor Menneg BUMN. "Manajemen Garuda Indonesia sejauh ini berupaya mengakomodir usulan perbaikan sistem penggajian yang dilakukan oleh APG. Namun demikian mengingat sistem baru yang diusulkan berbeda dengan sistem yang berlaku saat ini, maka pelaksanaannya tidak akan sederhana," ujar Dirut GIA Indra Setiawan dalam siaran persnya. Sebab, lanjut Indra, harus mengacu kepada kemampuan dan kondisi perusahaan serta memperhatikan harmonisasi atau keseimbangan berbagai profesi yang ada di Garuda Indonesia. Apalagi perusahaan harus menanggung beban cicilan utang sebesar US$ 120 juta per tahun. "Kami juga telah melakukan langkah-langkah antisipatif agar seluruh penerbangan Garuda tetap berjalan normal. Garuda juga menjamin hak-hak pengguna jasa atas kenyamanan dan kepastian keberangkatan penerbangan," ujar dia. (Y-4) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Tue Feb 11 09:00:58 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Tue Feb 11 09:00:58 2003 Subject: [Nusantara] Annan: AS Masih Ingin Pertimbangkan Jalan Damai Message-ID: <20030211064247.9513.qmail@web21306.mail.yahoo.com> Annan: AS Masih Ingin Pertimbangkan Jalan Damai RI Dukung Perpanjangan Masa Tugas Tim PBB Di Irak JAKARTA (Suara Karya): Sekjen PBB Kofi Annan kemarin mengatakan bahwa belum terlalu terlambat untuk menghindari perang melawan Irak. Namun dia mendesak Baghdad agar memperhatikan permintaan Dewan Keamanan (DK) PBB untuk bekerjasama lebih tulus dan sungguh-sungguh dengan para pemeriksa senjata PBB. "Saya masih yakin bahwa perang tidak mungkin tidak dapat dihindarkan," ujar Annan seusai presentasi Amerika Serikat (AS) di depan DK PBB yang membeberkan pelanggaran Irak terhadap tuntutan perlucutan senjata PBB. Menurut Annan, AS masih ingin mempertimbangkan suatu penyelesaian damai atas krisis Irak. "Para pejabat AS sejak semula telah menyatakan bahwa mereka tidak yakin, perang tidak mungkin tidak dapat dihindarkan, asalkan Irak mematuhi semua tuntutan DK PBB," katanya. Sebelumnya, Menlu AS Colin Powell mengungkapkan dalam sidang DK PBB bahwa informasi intelijen yang diambil dari daftar rahasia menunjukkan bahwa Irak melakukan pelanggaran lebih lanjut atas permintaan perlucutan senjata PBB. Annan menolak mengomentari langsung isi presentasi Powell. Dia hanya mengatakan bahwa Menlu AS itu sungguh-sungguh dan menghabiskan banyak waktu untuk menyiapkan presentasinya. Annan juga mengaku tidak bermaksud melakukan perjalanan ke Baghdad untuk menyampaikan pesan secara pribadi. Dia menyatakan bahwa Ketua Tim Pemeriksa Senjata PBB Hans Blix dan Ketua Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) Mohamed AlBaradei akan bertolak ke Irak, akhir pekan ini. "Saya kira pesan hari ini sudah jelas. Setiap orang ingin Irak bersikap proaktif dalam bekerjasama dengan para pemeriksa PBB dan memenuhi semua tuntutan masyarakat internasional. Jika mereka dapat melakukannya, kita dapat menghindari perang," ujar Annan. Di tempat terpisah, PM Selandia Baru Helen Clark mengatakan bahwa presentasi Menlu Colin Powell merupakan keterangan yang sangat bagus dan membuat prospek perang jadi jauh lebih besar. "Akan ada perang dengan Irak awal bulan depan, kecuali terjadi perubahan radikal pada sikap pemerintah Irak," katanya. Menurut Clark, AS telah menghasilkan apa yang kelihatannya seperti penjelasan sangat bagus mengenai pola penipuan untuk menjamin para pemeriksa senjata PBB tidak dapat menemukan sesuatu di Irak. "Itu merupakan konsekuensi yang oleh DK PBB akan diperdebatkan," katanya menambahkan. Sementara itu, Menlu Cina, Rusia, dan Prancis menyatakan menginginkan agar serbuan terhadap Irak dihindari dan pemeriksaan senjata Irak dilanjutkan, meski AS telah menunjukkan apa yang disebut sebagai bukti-bukti di Irak. Menlu Cina Tang Jiaxuan mengatakan, Cina menginginkan pemeriksa senjata PBB melanjutkan pekerjaan mereka di Irak. Tang menambahkan, Cina ingin masalah Irak diselesaikan tanpa perang. Sementara Menlu Rusia Igor Ivanov menyatakan, bukti-bukti yang diperlihatkan AS menunjukkan bahwa pekerjaan pemeriksaan memang harus dilanjutkan. "Informasi ini harus segera diserahkan untuk diproses oleh Unmovic dan IAEA melalui verifikasi lapangan selama inspeksi di Irak," katanya. Di lain pihak, Menlu Prancis Dominique de Villepin menyatakan DK PBB harus mempertimbangkan perang terhadap Irak bila inspeksi senjata PBB di negara itu gagal. "Jika jalan ini gagal dan membawa kita ke jalan buntu, kita tak akan menyampingkan pilihan apa pun, termasuk - sebagai cara terakhir - penggunaan kekerasan, seperti yang kita katakan selama ini," ujarnya. Menlu Inggris Jack Straw menegaskan bahwa Inggris mendukung penuh AS. Dia juga menyatakan, Irak telah melecehkan resolusi-resolusi DK PBB. "Inggris tak menginginkan perang. Kami ingin sistem PBB ditegakkan. Tapi logika Resolusi 1441 tak terhindari: waktunya sangat pendek," kata Straw. Di Jakarta, Menlu Hassan Wirajuda menilai informasi yang diungkap Menlu Powell lebih bersipat indikatif. Karena itu, katanya, Indonesia mendukung perpanjangan masa tugas misi PBB guna melakukan verifikasi terhadap informasi dan paparan bukti yang disampaikan AS. "Singkatnya, informasi intelijen yang bagi AS sudah cukup (memperlihatkan) Irak tidak menunjukkan kerjasama dan melanggar Resolusi 1441 sudah dapat dijadikan alasan untuk melakukan aksi militer terhadap Irak. Tapi bagi Indonesia, informasi yang disampaikan AS lebih bersifat indikatif dan membutuhkan pembuktian atau verifikasi lebih lanjut oleh Tim Inspeksi PBB," kata Wirajuda. Sementara Kapolri Jenderal Da`i Bachtiar mengatakan, kepolisian akan mengamankan aset-aset vital milik asing, termasuk AS, bila AS jadi melakukan serangan militer terhadap Irak. Da`i mengatakan bahwa pengamanan terhadap aset-aset vital milik asing ini merupakan bagian kewajiban kepolisian dengan melakukan penjagaan. Meski demikian, dia yakin bahwa masyarakat tidak akan melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri. (Ant/M-1) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:00:22 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:00:22 2003 Subject: [Nusantara] Tuntaskan Kasus BLBI Message-ID: <20030213013703.75156.qmail@web21307.mail.yahoo.com> Tuntaskan Kasus BLBI BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) menyerahkan berkas lima obligor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke kepolisian karena dinilai tidak kooperatif dalam menyelesaikan kewajibannya. Kelima obligor itu adalah Fadel Muhammad pemegang saham Bank Intan dengan kewajiban Rp 59,8 miliar, pemegang saham Bank Putra Sejahtera Perkasa (PSP) Priyono Gondokusumo Rp 1,767 triliun, pemegang saham Bank Bahari/Bank Metropolitan, Santoso Sumali Rp 249,5 miliar, dan Baringin Panggabean dan Josef Januardi pemegang saham Bank Namura Internusa/Maduma Rp 107,6 miliar. Berkas-berkas itu diserahkan Kepala BPPN Syafruddin Temenggung kepada Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Erwin Mapasseng disaksikan Kapolri Da’i Bachtiar dan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuncoro-Jakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Penyerahan berkas itu tidak hanya untuk kepentingan penyelesaian kewajiban para obligor itu kepada BPPN, akan tetapi lebih luas dan lebih penting dari sekadar pemaksaan agar melaksanakan kewajiban. Lebih luas dan lebih mulia dari itu adalah mengusut kejahatan atau penyimpangan yang dilakukan para obligor yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur dana BLBI. Setelah para obligor menyelesaikan kewajibannya ke BPPN, tidak berarti perkaranya selesai dengan dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3). Kalau demikian halnya Kepolisian Negara RI tak ubahnya seperti adalah debt collector atau penagih utang sekaligus tukang pukul BPPN. Polri itu adalah aparat negara yang bertugas menyidik tindak pidana. Kalau yang dipermasalahkan hanya karena tidak kooperatif dalam menyelesaikan kewajibannya ke BPPN bukanlah urusan kepolisian melainkan pengadilan negeri sebab persoalannya adalah ingkar janji, yaitu tidak melaksanakan Akta Pengakuan Hutang (APU). Selama ini para obligor dipersalahkan karena melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan menyalahgunakan dana BLBI yaitu menggunakannya untuk usahanya sendiri dan tidak sebagaimana yang diperjanjikan dalam akad kreditnya. Masalah lain yang tidak begitu jelas selama ini, apakah Bank Indonesia benar-benar mengeluarkan dana dan mengucurkannya ke bank-bank bersangkutan atau hanya berupa fasilitas diskonto, yairtu semacam pemindahbukuan karena neraca bank-bank bersangkutan merah, agar dapat melaksanakan clearing. Kalaupun benar ada kucuran dana ke bank-bank itu siapa yang memberi izin tersebut dan apakah penggunaannya tidak diawasi Bank Indonesia? Kesulitan BPPN menangani dana BLBI dapat dimengerti, sebab begitu dikeluarkannya keputusan pemerintah sesuatu bank dibekukan operasinya (di-BBO-kan) ataupun di Bekukan Kegiatan Usaha-nya (BBKU) pihak Bank Indonesia langsung mengambil alih bank-bank tersebut sehingga bukti-buktinya menjadi tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada para debitor. Akibatnya, BPPN selalu kalah di pengadilan perdata. Disadari kasus ini ibarat benang kusut yang sulit diuraikan. Tapi bagaimanapun tuntutan masyarakat agar kasus BLBI ini segera diselesaikan secara hukum harus mendapatkan perhatian utama dengan terlebih dahulu mengetahui akar persoalan. Apakah kebijakan pemerintah yang salah atau ada pejabat Bank Indonesia yang bermain, atau memang kesalahan terletak pada para obligor dana BLBI tersebut? Harus jelas siapa yang bertanggung jawab dan instansi mana yang berwenang mengusutnya. Apakah kasusnya tindak pidana atau perdata. Tim kejaksaan sudah bolak-balik menyidik kasus itu, baik bidang intelijen maupun bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Perdatun), tetapi bagaimana hasilnya juga tidak jelas. Penangangan kelima obligor yang berkasnya telah diserahkan ke kepolisian itu janganlah seperti kasus Presiden Komisaris Bank Harapan Sentosa (BHS) Hendra Rahardja, yang setelah dijatuhi hukuman dan meninggal barulah kejaksan grasa-grusu melacak hartanya. Seharusnya sejak sebagai tersangka semua harta yang diduga sebagai hasil korupsi sesuai hukum sudah disita. Dengan begitu persidangan benar-benar menyelesaikan masalah, tidak hanya sekadar pelipur lara.*** ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:00:26 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:00:26 2003 Subject: [Nusantara] Menggagas Islam Pribumi Message-ID: <20030213013738.732.qmail@web21308.mail.yahoo.com> Menggagas Islam Pribumi Khamami Zada, Koordinator Program Kajian dan Penelitian Lakpesdam NU KEBERAGAMAAN masyarakat di Indonesia sudah mengalami pergeseran yang cukup tajam setelah disibukkan dengan fenomena radikalisme beberapa tahun terakhir ini. Keaslian bangsa yang ramah, toleran, dan damai seakan sirna oleh aksi-aksi kekerasan yang melibatkan kelompok-kelompok agama dengan ideologi intolerannya. NU dan Muhammadiyah yang selama ini menjadi warna dari keberagamaan (Islam) di Tanah Air mulai mendapatkan pesaing baru dari gerakan otentifikasi dan universalisme di dalam gerakan baru Islam. Kalau dahulu masyarakat muslim berafiliasi secara kultural dan organisatoris dengan NU dan Muhammadiyah, sekarang afiliasinya mulai tersebar ke berbagai organisasi Islam yang lahir belakangan ini. Ironisnya, gerakan baru Islam ini menampilkan wajah keberagamaannya yang intoleran dan keras. Gerakan baru keagamaan tampaknya tidak mengambil ideologi keagamaan yang toleran dan pluralis untuk memberikan tempat bagi perbedaan, kemajemukan, dan keanekaragaman budaya. Bahkan, ada keyakinan kuat mereka untuk menyeragamkan pandangan keagamaan menjadi satu. Karena itu, yang selalu mereka usung adalah proyek otentifikasi Islam atau pemurnian Islam untuk menciptakan sistem sosial yang sama, seperti yang pernah terjadi di dalam sejarah Islam klasik. Negara Islam dan pemberlakuan syariat Islam secara total selalu menjadi cita-cita luhur mereka dalam menggerakkan jaringan di seluruh belahan dunia. Otentifikasi Islam Dalam konteks inilah, proyek otentifikasi Islam yang diusung oleh gerakan baru Islam mengandaikan pandangan dunia (world view) yang kukuh, ''Islam sebagai kerangka normatif ajaran yang baku, tak berubah, dan kekal.'' Karena itu, seluruh bangunan tekstualnya mesti merujuk pada sendi-sendi dasar yang termaktub dalam teks Kitab Suci dan apa yang pernah diajarkan Nabi saw di Mekah dan Madinah sebagai basis geografis lahirnya Islam. Hal ini didasarkan pada realitas Islam sebagai agama yang lahir di masa Rasulullah tanpa mengalami proses historisasi ajaran. Islam dipandang sebagai ajaran agama yang selesai di masa itu dan tidak boleh mengalami modifikasi, kontekstualisasi, ataupun perubahan. Di sinilah otentifikasi Islam menjadi trademark ajaran yang paling benar dan dapat diaplikasikan di seluruh belahan dunia. Sehingga, di luar geografis itu mesti meniru model yang sudah terjadi di masa Rasulullah. Pada gilirannya, Islam yang di sana dipandang sebagai Islam otentik, sedangkan Islam di wilayah lainnya bukan Islam yang otentik, 'Islam periferal', yang jauh dari karakter aslinya. Itu sebabnya, sikap keberagamaan (Islam) di wilayah Nusantara yang telah mengalami proses akomodasi kultural dianggap bukan Islam otentik karena sudah berubah dari ajaran aslinya. Pada gilirannya, ini membawa perubahan pola pikir keberagamaan dari Islam lokal menjadi universalitas Islam dalam praktik ajarannya. Akibatnya, tuduhan sinkretisme dan bidah telah merusak warna keaslian bangsa toleran yang sudah diwariskan nenek moyang sebagai identitas kultural. Islam di wilayah Nusantara sudah tidak lagi menampakkan wajah toleran dan damainya, karena sudah dipenuhi dengan gerakan pemurnian (otentifikasi) yang tidak mengakui multiinterpretasi Islam sebagai agama yang mengalami proses historisasi. Pada ujung-ujungnya yang terjadi justru radikalisme agama atau bahkan aksi terorisme. Wajah Islam seperti inikah yang akan tetap kita pertahankan sekarang ini? Tentu saja tidak! Karena Islam mesti menjadi ajaran yang menumbuhkan pesan-pesan damai dalam kehidupan sosial. Islam pribumi Di sinilah, gagasan 'Pribumisasi Islam' yang pernah dilontarkan Abdurrahman Wahid patut kita lanjutkan kembali untuk menjawab problem radikalisme Islam. Dalam 'Pribumisasi Islam' tergambar bagaimana Islam sebagai ajaran yang normatif berasal dari Tuhan diakomodasikan ke dalam kebudayaan yang berasal dari manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing. Sehingga, tidak ada lagi pemurnian Islam atau proses menyamakan dengan praktik keagamaan masyarakat muslim di Timur Tengah. Bukankah Arabisasi atau proses mengidentifikasi diri dengan budaya Timur Tengah berarti tercabutnya kita dari akar budaya kita sendiri? Dalam hal ini, pribumisasi bukan upaya menghindarkan timbulnya perlawanan dari kekuatan budaya-budaya setempat, akan tetapi justru agar budaya itu tidak hilang. Inti 'Pribumisasi Islam' adalah kebutuhan bukan untuk menghindari polarisasi antara agama dan budaya, sebab polarisasi demikian memang tidak terhindarkan (Abdurrahman Wahid, 2001). Pada konteks selanjutnya, akan tercipta pola-pola keberagamaan (Islam) yang sesuai dengan konteks lokalnya, dalam wujud 'Islam Pribumi' sebagai jawaban dari 'Islam Otentik' atau 'Islam Murni' yang ingin melakukan proyek Arabisasi di dalam setiap komunitas Islam di seluruh penjuru dunia. 'Islam Pribumi' justru memberi keanekaragaman interpretasi dalam praktik kehidupan beragama (Islam) di setiap wilayah yang berbeda-beda. Dengan demikian, Islam tidak lagi dipandang secara tunggal, melainkan beraneka ragam. Tidak ada lagi anggapan Islam yang di Timur Tengah sebagai Islam yang murni dan paling benar, karena Islam sebagai agama mengalami historisitas yang terus berlanjut. 'Islam Pribumi' sebagai jawaban dari Islam otentik mengandaikan tiga hal. Pertama, 'Islam Pribumi' memiliki sifat kontekstual, yakni Islam dipahami sebagai ajaran yang terkait dengan konteks zaman dan tempat. Perubahan waktu dan perbedaan wilayah menjadi kunci untuk menginterpretasikan ajaran. Dengan demikian, Islam akan mengalami perubahan dan dinamika dalam merespons perubahan zaman. Kedua, 'Islam Pribumi' bersifat progresif, yakni kemajuan zaman bukan dipahami sebagai ancaman terhadap penyimpangan terhadap ajaran dasar agama (Islam), tetapi dilihat sebagai pemicu untuk melakukan respons kreatif secara intens. Ketiga, 'Islam Pribumi' memiliki karakter membebaskan. Dalam pengertian, Islam menjadi ajaran yang dapat menjawab problem-problem kemanusiaan secara universal tanpa melihat perbedaan agama dan etnik. Dengan demikian, Islam tidak kaku dan rigid dalam menghadapi realitas sosial masyarakat yang selalu berubah. Dalam konteks inilah, 'Islam Pribumi' ingin membebaskan puritanisme, otentifikasi, dan segala bentuk pemurnian Islam sekaligus juga menjaga kearifan lokal tanpa menghilangkan identitas normatif Islam. Karena itulah, 'Islam Pribumi' lebih berideologi kultural yang tersebar (spread cultural ideology), yang mempertimbangkan perbedaan lokalitas ketimbang ideologi kultural yang memusat, yang hanya mengakui ajaran agama tanpa interpretasi. Sehingga dapat tersebar di berbagai wilayah tanpa merusak kultur lokal masyarakat setempat. Dengan demikian, tidak akan ada lagi praktik-praktik radikalisme yang ditopang oleh paham-paham keagamaan ekstrem, yang selama ini menjadi ancaman bagi terciptanya perdamaian.*** ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:00:29 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:00:29 2003 Subject: [Nusantara] Pers Barometer Peradaban Bangsa Message-ID: <20030213013810.3366.qmail@web21303.mail.yahoo.com> Pers Barometer Peradaban Bangsa KEBEBASAN pers (press freedom) dan pers yang bebas (free press) dua ungkapan yang mengandung makna yang sama, tetapi dengan konotasi yang sangat berbeda. Kebebasan pers lebih mengacu kepada suatu suasana di mana tatanan, ruang gerak, moralitas dan perangkat hukum bagi masyarakat sudah sangat mapan. Karakter dari pers dari kalangan ini adalah bebas tetapi sopan. Sedang pers yang bebas lebih mengacu kepada suatu suasana di mana empat tatanan yang disebutkan tadi, masih sangat rapuh, untuk tidak dikatakan masih semrawutan. Kesamaan makna dengan konotasi yang berbeda ini bisa saja bukan merupakan persoalan serius bagi pers di negara-negara maju. Pola kerja dan ruang gerak pers di negara berkembang umumnya belum ditopang oleh keempat perangkat yang disebutkan tadi. Tak perlu heran bila kebebasan pers cenderung kurang mengindahkan norma-norma tak tertulis seperti moralitas dan tatanan lain yang kita sebut saja sebagai etika. Ini memang memunculkan apa yang disebut sebagai grey area (kawasan abu-abu) yang senantiasa menjadi ajang perdebatan. Itulah yang terjadi di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir. Diawali dengan kecaman Presiden Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya di hadapan warga PDIP di kediamannya beberapa pekan lalu, debat publik pun berlanjut ketika pers Indonesia merayakan Hari Pers Nasional hari ini (Sabtu, 8/2) di Bali. Kepala Negara menilai pers Indonesia tidak seimbang dalam memberitakan persoalan. Pers Indonesia sangat ruwet. Bagi masyarakat pers, penilaian semacam ini merupakan suatu peluang untuk mengoreksi diri. Kepala Negara mungkin bisa benar mungkin juga tidak. Dikatakan bisa benar karena Kepala Negara berpikir pemberitaan pers lebih mengarah kepada sesuatu yang melekat kepada pribadinya sebagai seorang perempuan. Misalnya Presiden Megawati digambarkan lewat karikatur yang sarkartis. Pernyataannya yang dilontarkan dengan nada marah merupakan isyarat bahwa Kepala Negara tak menerima kecaman pers yang dipresentasikan dalam format pemberitaan yang terlalu mengarah kepada pribadi. Ungkapan Bahasa Latin mungkin bisa mewakili apa yang mau dikatakan Kepala Negara, yakni ad hominem. Terjemahan bebasnya adalah jangan menyerang sesuatu dengan menyengsarakan seseorang. Kepala Negara bisa saja keliru atau kurang pas ketika menempatkan persoalan pers sebagai sesuatu yang terlepas dari seluruh perjalanan peradaban dari sebuah negara dalam mana Megawati Soekarnoputri adalah presidennya. Inilah biang dari semua persoalan kita di Indonesia. Sejauh ini, kita kurang menempatkan persoalan secara proporsional. Kita cenderung melihat persoalan secara sepenggal-sepenggal. Artinya, kita mengambil sebuah penggal dari sebuah persoalan besar untuk kemudiaan dikonfrontasikan dengan kepentingan pribadi kita. Apabila penggalan yang diambil cocok dengan kemauan kita, kita diam. Tetapi bila yang terjadi adalah sebaliknya, kita marah-marah. Gejala semacam ini memang berakar kepada sesuatu yang bersifat perilaku, yakni mencocok-cocokkan sesuatu yang pada dasarnya mungkin kurang cocok. Dalam ungkapan Bahasa Jawa, apa yang ingin dikatakan itu, mungkin lebih pas, yakni uthak, athik, gathuk. Kepala Negara ber-uthak, athik, gathuk dalam membaca surat kabar/majalah, memirsa televisi dan mendengar radio. Tak perlu heran, bila Kepala Negara jengkel. Kepala Negara juga serta-merta tidak boleh disalahkan karena pers juga bisa saja berperilaku uthak, athik, gathuk. Artinya, presentasi berita atau program di media masing-masing berpijak kepada pendekatan uthak, athik, gathuk. Editing, dan cutting merupakan suatu praktik uthak, athik, gathuk dalam organisasi media massa agar bahan mentah berita bisa cocok dengan persyaratan teknis dan misi masing-masing media. Contoh: sebuah televisi AS mengambil footage stock yang menggambarkan sekelompok orang dengan wajah Arab bertepuk tangan untuk mengabarkan kepada dunia bahwa serangan teroris di AS 9 September 2001 disambut meriah di Timur Tengah. Padahal footage itu adalah sesuatu yang lain sama sekali. Apa yang ingin dikatakan dari uraian ini adalah pers merupakan salah satu barometer peradaban bangsa. Kita masih dalam proses tertatih-tatih menuju demokrasi yang dicerminkan dalam kebebasan pers yang matang. Oleh karena itu, pihak yang harus memelopori akselerasi demokrasi adalah pemerintah, DPR, dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya dalam memantapkan tatanan, moralitas, hukum dan etika pers di Tanah Air. Dirgahayu pers Indonesia, semoga lebih matang dan sopan. *** ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:00:31 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:00:31 2003 Subject: [Nusantara] Mereduksi Alquran, Boleh atau Tidak? Message-ID: <20030213013849.3469.qmail@web21303.mail.yahoo.com> Mereduksi Alquran, Boleh atau Tidak? Oleh: Rozihan MEMBACA tulisan Ibnu Djarir di Suara Merdeka, beberapa waktu lalu, yang berjudul "Mereduksi Ayat-ayat Alquran", saya jadi bertanya, "Ayat Alquran atau pemahaman terhadap ayat Alquran?" Jika pilihan kedua yang dimaksudkan, mereduksi pemahaman, maka dengan metode dan pendekatan yang bervariasi dianggap sah untuk dilakukan, bahkan untuk melakukan perombakan (dekonstruksi) pemahaman juga tidak dilarang. Sebab, pemahaman dan pemikiran bukanlah produk sakral yang harus dipertahankan seolah-olah menjadi tuhan kita. Karena itu, pemikiran Ulil Abshor Abdalla harus dipandang sebagai fenomena rekonstruksi pemikiran keagamaan, sebagaimana pesan Ali Syari'ati bahwa agama akan berkembang kalau terpelihara aktualitasnya. Pemikiran Ulil Abshor yang diturunkan di Kompas sempat membuat kontroversi di kalangan ulama dengan keputusan emosionalnya menghukum halal darahnya atau boleh dibunuh. Padahal, pemikiran Ulil Abshor tentang qishas, jilbab, dan sebagainya merupakan kerangka metodologi dalam "membaca ulang" Islam agar mampu menjawab tantangan zaman (salihli kulli zaman wal makan). Pembacaan Alquran Nashr Hamid Abu Zayd dalam Dirosat fi Ta'wil Al Qur'an membedakan antara agama (religion) dan pemikiran keagamaan (religious thought). Agama adalah kumpulan teks Ilahi yang mengejawantahkan dalam sejarah, sedangkan pemikiran keagamaan adalah interpretasi manusia terhadap teks-teks tersebut. Sebagai interpretasi manusia, pemikiran keagamaan (al fikr ad danni) bisa benar, bisa juga salah. Karena itu, kritik terhadap pemikiran keagamaan bukan berarti kritik terhadap agama. Abu Zayd juga membedakan antara agama yang dimanupulasi untuk kepentingan ideologi tertentu dan mitologi. Karena itu, pemahaman ilmiah tentang agama bukan sebuah larangan yang memisahkan antara agama dari kehidupan manusia dan masyarakat. Rekonstruksi pemikiran Islam yang ditawarkan Abu Zayd dalam Mafhumun Nass rupanya telah dilansir oleh Ulil Abshor Abdalla dalam menyegarkan kembali pemahaman Islam yang secara substansial merupakan pembaruan pemikiran Islam. Abu Zayd membedakan antara nash (teks) dan mushaf (buku). Yang pertama (teks) lebih menunjuk kepada makna (dalalah) yang memerlukan pemahaman, penjelasan, dan interpretasi. Yang kedua (mushaf) lebih menunjuk pada benda, baik estetik maupun mistik. Proyek intelektual yang paling esensial adalah mempertanyakan kembali "pengertian teks". Jangan sampai terjadi dikotomi antara nash dan realitas sosial, seolah-olah ada tembok pemisah antara nash yang sakral di satu sisi dan manusia sebagai objek di sisi lain. Nash Alquran, ketika wahyu diturunkan kepada nabi-Nya, memakai bahasa yang dimengerti umat tempat dia diturunkan. Adapun Alquran yang kita baca sekarang merupakan nash atau teks peradaban yang dipengaruhi oleh peradaban Arab saat itu yang selanjutnya berfungsi sebagai penuntun menuju peradaban baru (Abu Zayd, Naqd Khitab: 101). Untuk menyikapi kemungkinan tersebut, kita harus menengok khazanah pemikiran Islam klasik dari berbagai perspektifnya. Khusus yang berkaitan dengan hukum, agar tidak lepas dari maqasid syariah, perlu dibedakan antara ibadah mahdhah yang mempunyai relasi vertikal dengan Allah dan ibadah ghairu mahdhah (muamalat) yang merupakan relasi horizontal dengan sesama manusia dengan muatan-muatan kondisional yang tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Metode dan Pendekatan Urgensi metode dan pendekatan dalam mengkaji sebuah permasalahan akan sangat menentukan. Sebab, setiap produk pemikiran tidak dapat lepas dari kedua unsur tersebut. Ulil Abshor Abdalla tidak jauh berbeda dari Said Aqil Siradj dan Muhammadiyah. Aqil Siradj, salah seorang Syuriah PBNU, pada tahun 1995 melancarkan kritik terhadap warisan doktrital Aswaja di lingkungan NU. Ternyata Aqil telah memperkenalkan pemikiran Abed Al Jabiri, seorang pemikir intelektual dari Maroko. Uniknya, sebagian argumen Al Jabiri tentang tradisi berpikir Bayani, Burhani, dan Irfani telah dipergunakan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah dan Pengembangan Pemikiran Islam sebagai manhaj atau metode dengan pendekatan historis, sosiologis, dan antropologis (Post Tradisionalisme: X-XV). Dengan ketiga metode dan pendekatan tersebut, tidak tertutup kemungkinan setiap produk hukum bisa jadi berbeda pada setiap kurun waktu. Pembacaan ulang terhadap produk pemikiran akan menghasilkan pemahaman dan kesan yang mendalam tentang akurasi istilah-istilah yang digunakan oleh Al Kitab bila ditinjau dari segi ilmiah baik masa lalu, kini, maupun masa yang akan datang. Sebab, isi Al Kitab secara garis besar dibedakan menjadi dua, yakni ayat-ayat kenabian (nubuwwah) dan ayat-ayat kerasulan (risalah) yang keduanya sama-sama cocok untuk setiap waktu dan tempat (Madzhab Jogja: 127). Ada dua sifat pokok dalam Al Kitab yang mutlak dimengerti untuk menemukan keistimewaan ajaran Islam, yakni hanifiyah dan istiqomah. Sifat hanifiyah yang berarti tidak lurus atau deviasi merupakan dialektika yang sangat penting, karena ia dapat menunjukkan bahwa hukum Islam bisa disesuaikan dengan segala zaman dan tempat. Dengan sifat hanifiyah pada Al Kitab, Muhammad Syahrur telah menawarkan teori batas (Nazariyatul Hudud), yaitu batas atas dan batas bawah bagi seluruh perbuatan manusia. Teori batas yang ditawarkan Syahrur seperti diulas oleh Amin Abdullah dalam Madzhab Jogja (halaman 136-138), ayat-ayat hukum mempunyai enam bentuk dalam teori batas. Pertama, batas bawah; kedua, batas atas; ketiga, batas bawah sekaligus batas atas; keempat, garis lurus; kelima, batas atas dan bawah tetapi kedua batas tersebut tidak boleh disentuh; keenam, hukum yang mempunyai batas bawah dan atas, batas atas yang bernilai positif tidak boleh dilampaui, batas bawah yang bernilai negatif tidak boleh dilampaui juga. Analisis Ibnu Djarir dan Ulil Memperhatikan beberapa metode dan pendekatan yang ditawarkan oleh Abed Al Jabiri serta teori batas yang ditawarkan oleh Muhammad Syahrur, pemahaman terhadap Islam sebagai agama yang hanifiyah dapat dibuat klasifikasi. Klasifikasi pertama terdiri atas ibadah mahdhah (khusus) seperti shalat, puasa, haji -tidak ada otoritas akal di dalamnya, sekalipun dalam realita empirik terjadi perbedaan pelaksanaan. Sementara persoalan muamalah yang sangat luas jangkauannya, otoritas akal memperoleh tempat yang signifikan. Klasifikasi kedua dengan mempergunakan metode dan pendekatan. Metode Bayani yang merupakan justifikasi teks-teks agama berhadapan dengan Metode Burhani, yakni logika empirik yang berlaku secara instrumental. Metode Irfani atau intuitif adalah metode yang melintas batas baik budaya, ras, maupun agama. Pada setiap kasus yang berangkat dengan metode dan pendekatan yang berbeda, produknya dapat dipastikan berbeda pula. Klasifikasi ketiga istimbath hukum dengan teori batas (nazariyatul hudud), ushul fiqh rasional Al Muwafaqat karya As Syathibi, dan Qowaidul Ahkam karya Izzuddin Abdus Salam. Kasus jilbab, hukum pencurian, dan qishas dalam pemikiran Ulil dan Ibnu Djarir bisa jadi berseberangan, karena metode dan pendekatan keduanya berbeda. Jilbab atau kerudung atau cadar secara antropologis berasal dari menstrual taboo artinya pakaian wanita menstruasi yang telah dikenal dalam Taurat dan Injil. Kerudung dan semacamnya semula dimaksud sebagai pengganti gubuk pengasingan bagi keluarga raja dan bangsawan ketika menstruasi yang merupakan pakaian khusus untuk menutupi anggota badan yang sensitif yang kemudian diikuti perempuan nonbangsawan (Paramadina Vol 1 No 1, halaman 123-125). Jika diruntut dengan teks hadis, ternyata hadis tentang jilbab mempunyai ahad, karena jaringan penuturan terputus-putus (mursal) dan masih menjadi kontroversi di kalangan ulama ushul, sehingga Muhammad Syahrur dalam bukunya Al Kitab wal Qur'an menyatakan jilbab hanya termasuk dalam urusan harga diri, bukan urusan halal dan haram. Fenomena jilbab sekarang lebih merupakan tren ketimbang pakaian yang membentuk perilaku muslimah yang memelihara diri (muttaqin). Hukum pencurian dan qishas, jika mengikuti Ibnu Djarir, keduanya merupakan hukum yang efektif. Namun jika menggunakan teori batas (nazariyatul hudud) yang dilansir oleh Ulil, akan sangat berbeda. Dalam teori batas, ketentuan hukum pencurian dan pembunuhan hanya memiliki batas atas (al gadd al a'laa), yaitu hukum yang paling berat, sehingga tidak memberikan hukum yang lebih berat dari yang ditentukan, tetapi bisa memberikan hukuman yang rendah, sehingga realitas objektif masyarakat perlu menjadi pertimbangan. Simpulan Metodologis Tantangan yang dihadapi studi Islam dewasa ini adalah antagonisme yang berujung antara dua kutub besar pemikiran Islam, yaitu tradisionalisme sebagai gerakan masif yang kembali ke romantisme masa lalu (turats) dengan Metode Bayani (teks) dan modernisme kepada proyek-proyek rasional ambisius yang bersemangat pencarian ilmiah-empirik dengan Metode Burhani. Akhirnya, kita perlu membangun proses dialektis antara kedua metode di atas; tradisional yang diwakili Ibnu Djarir dan modernis oleh Ulil Abshor Abdalla. Sungguh sangat menggigit upaya tafsir alternatif yang ditawarkan oleh Amin Abdullah dengan jalur lingkar hermeneutik antara paradigma epistemologi bayani, burhai, dan irfani. (18c) -Rozihan, dosen Fakultas Agama Islam Unissula Semarang ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:00:35 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:00:35 2003 Subject: [Nusantara] Perang Tafsir Demiliterisasi Message-ID: <20030213013922.1064.qmail@web21308.mail.yahoo.com> Perang Tafsir Demiliterisasi Masyarakat Aceh Bingung dan Ketakutan BANDA ACEH - Penderitaan rakyat Aceh belum berakhir. Padahal pihak yang "mengantar" masyarakat sipil di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) ke jurang nestapa sudah berjanji di Jenewa, Swiss, untuk menghentikan permusuhan. Kebingungan dan ketakutan sampai kini masih menghantui 4,2 juta jiwa penduduk di Daerah Istimewa Aceh itu. Setelah TNI dan Polri serta Gerakan Aceh Merdeka (GAM) nyaris tidak menarik pelatuk setelah 26 tahun usai penandatanganan damai 9 Desember 2002, kini mereka memasuki perang tafsir dari Cessation of Hostilities Agreement (Kesepakatan Penghentian Permusuhan) itu. Pemerintah dan GAM mempunyai tafsiran masing-masing terhadap sembilan pasal yang ditandatangani oleh Wakil Pemerintahan Republik Indonesia S Wiryono, Wakil untuk Pemimpin GAM Dr Zaini Abdullah dengan disaksikan oleh Direktur Henry Dunant Centre (HDC) Martin Griffiths. Kedua pihak mengklaim, dirinya yang benar dalam menafsirkan kesepakatan yang monumental itu. Bagi masyarakat, perang urat syaraf ini lebih melelahkan dan membingungkan. Pemerintah dan GAM pun secara gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat atas hasil kesepakatan Jenewa. Pemerintah Indonesia menyebarluaskan terjemahan teks kesepakatan Jenewa dalam bahasa Indonesia melalui koran dan pertemuan di masjid- masjid. Nama Aceh yang dalam teks tertulis Acheh, namun ditulis ulang dengan Aceh. Mungkin ini persoalan biasa saja, namun bagi GAM, ini dianggap sudah memelintir isi kesepakatan. Ya mirip dengan sebutan Papua Barat menggantikan nama Irian Jaya. Pasal yang menarik untuk diulas, yakni Pasal 3 point b, menyangkut senjata GAM dan relokasi pasukan TNI. Teks asli pasal itu, yakni "After peace zones have been identified, the GAM will designate placement sites for its weapons. Two months after the signing of the COH and as confidence grows, GAM will begin the phased placement of its weapons, arms and ordinance in the designated sites. The JSC will also decide on a simultaneous phased relocation of TNI forces which will reformulate their mandate from a strike force to a defensive force." Dalam sosialisai kepada masyarakat, pihak Indonesia yang dilontarkan oleh elit militer dan sipil di tingkat II, I dan Pusat, menyatakan GAM harus menggudangkan senjata mulai 9 Februari 2003 hingga selesai selama lima bulan. Sebaliknya, GAM dalam sosialisasi kepada masyarakat menyatakan sejak 9 Februari, tidak ada lagi pos TNI atau Brimob di perkampungan dan di sisi jalan. Mereka harus kembali ke barak atau ke Markas Komando Resort Militer (Makoramil), Markas Komando Distrik Militer (Makodim) dan Markas Komando Daerah Militer (Makodam). Merdeka Tahun 2004 GAM berkampanye kepada masyarakat, Aceh bakal merdeka pada tahun 2004. Caranya, di Aceh akan digelar referendum: pilih otonomi atau merdeka. Seolah-olah meng-counter pernyataan Indonesia dan menyenangkan militer GAM, dikatakan tidak benar senjata GAM digudangkan, namun hanya ditempatkan bersamaan dengan prajurit. Dengan bahasa lain, prajurit GAM tidak melepaskan senjatanya. Alasannya, sebagaimana dikemukakan oleh Utusan Senior GAM dalam Joint Security Committee (JSC) atau Komite Bersama Keamanan (KKB) Teungku Sofyan Ibrahim Tiba, bisa saja bila senjata digudangkan, TNI akan menyerang prajurit GAM. Prajurit TNI, Brimob dan GAM merasa hidup tidak aman tanpa senjata. Pada dasarnya, sadar atau tidak sadar, mereka tetap siap perang sekalipun kesepakatan damai telah disepakati. Bukankah dengan perang melahirkan prestasi, prestisius dan harta bagi prajurit atau tentara, sedangkan warga sipil hanya menuai darah, air mata dan trauma? Tafsiran kesepakatan resolusi konflik ini bisa berbeda, sebab RI dan GAM mengartikan demi keuntungan dan kepentingan masing-masing. Perang tidak lain dari tipu daya. Yang lihai menjebak yang bodoh. Saling sikat dan sikut merupakan bagian dari dunia diplomat yang penuh trik. Sebaliknya pihak HDC sebagai fasilitator lebih memilih diam. Tidak mau terjebak dalam polemik atau retorika orang Indonesia dan GAM. Pihak yayasan internasional sering kali menyatakan: lihat kembali pasal demi pasal dari kesepakatan tersebut. Apakah ada perbedaan penempatan (placement) dengan penggudangan (storage)? Pihak GAM menyatakan ketika proses perundingan berlangsung pada 8 Desember 2002, Indonesia memaksa GAM supaya kata placement sites ditukar dengan storage sites. Maksud pihak GAM, menggudangkan senjata dan menyerahkan bulat-bulat pengawasannya kepada HDC. Pihak GAM tetap bertahan pada kalimat placement sites yang bermakna menyimpan di suatu tempat rahasia yang tanggung jawab pengawasannya di bawah kuasa GAM. Tim HDC hanya melihat betul atau tidak GAM memiliki senjata dan dipastikan tidak digunakan selama penghentian permusuhan. Dalam bahasa singkat, senjata GAM adalah milik dan pengawasannya di bawah kuasa militer GAM. Hanya saja selama penghentian permusuhan, pihak asing (HDC) diberi peluang untuk melihat senjata GAM dan bukan mengatur penggunaan senjata GAM tanpa diketahui oleh pihak Indonesia, namun pasti diketahui oleh intelijen TNI dan Brimob. Jadi, dibutuhkan pakar tafsir untuk mengurangi perang tafsir terhadap perjanjian kesepakatan Jenewa. Dua Kunci Sebaliknya, pihak Indonesia sebagaimana dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Susilo Bambang Yudhoyono usai pernjanjian di Jenewa menyatakan, bulan ketiga pengumpulan senjata akan dilakukan di suatu tempat yang diawasi HDC, kemudian dipastikan tidak akan digunakan untuk aksi-aksi bersenjata. Ada yang membayangkan, pada 9 Februari (Minggu esok) GAM secara bertahap akan menyerahkan senjatanya kepada pihak HDC-pihak HDC tidak melibatkan Indonesia. Sedangkan JSC terdiri dari utusan HDC, utusan RI dan utusan GAM di suatu wilayah. Kemudian, HDC menyimpan senjata dan amunisi di suatu gudang dengan pengamanan dua kunci oleh pihak HDC dan GAM. Mungkin inikah yang terjadi pada fase demiliterisasi di Aceh? Oh, tunggu dulu! Sejarah tersebut sangat manis untuk dikenang. Persoalannya, hingga sekarang, pihak JSC belum mempunyai mekanisme menyangkut penempatan senjata sebagaimana dikatakan GAM atau penggudangan senjata sebagaimana disebutkan Indonesia. Ada yang membayangkan perlucutan senjata GAM seperti di Kamboja yakni anggota GAM menyerahkan senjata kepada pihak HDC, lalu prajurit itu menerima uang sekian juta sebagai kompensasi harga sebuah sepucuk M-16 atau AK-47. Pada dimensi lain, relokasi pasukan TNI yang akan mereformulasikan kembali mandat mereka dari sebelumnya sebagai kekuatan penggempur menjadi suatu kekuatan pertahanan. Demiliterisasi Sebuah Uthopia? Elite sipil dan militer Indonesia meminta GAM untuk menggudangkan senjata. Di manakah senjata tersebut akan digudangkan? Persoalan teknik ini pun belum rampung. Jadi kecil kemungkinan TNI dan Brimob melihat GAM menyimpan senjata pada sebuah gudang dengan gembok dipegang oleh pihak HDC dan GAM. Sebab hingga sekarang dalam pantau SH, belum ditemukan gudang termasuk gudang Koperasi Unit Desa (KUD) di pedesaan yang layak untuk menyimpan senjata, bukan menyimpan padi. Kecuali senjata GAM digudangkan di pusat perkotaan. Agaknya, untuk melihat GAM menyerahkan "sebagian nyawanya" (melepaskan senjata) masih di awang-awang. Pasalnya, di antara prajurit TNI, Brimob dan GAM masih saling mengintip kelemahan lawan. Sementara para elit RI dan GAM masih melepaskan ultimantum. Mungkin ini sebagian proses dalam perang urat syaraf , namun ini sangat mengganggu proses ke bawah. Sebagaimana dikatakan utusan HDC untuk Aceh Mark Knight, fase demiliterisasi merupakan proses yang memerlukan tingkat konsistensi tinggi dari kedua pihak, sangat krusial, dan sensitif. Bahkan Susilo Bambang Yudhoyono juga mengakui pengembangan trust building di Aceh tidaklah mudah. Sebab, konflik di wilayah ini sudah berlangsung cukup lama. "Memang sulit menumbuhkan kepercayaan penuh antara kedua pihak dalam dua bulan periode trust building. Ditambah lagi, selama masa itu telah terjadi sejumlah kejadian berupa pelanggaran, penyimpangan dan distorsi," tegasnya. (SH/muh. rizal ) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:00:40 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:00:40 2003 Subject: [Nusantara] HATI NURANI KECOAK Message-ID: <20030213013949.91452.qmail@web21304.mail.yahoo.com> HATI NURANI KECOAK Oleh L Murbandono Hs Manakala negara sedang megap-megap nyaris tenggelam secara nista di dalam lautan utang dan nyaris terkubur secara hina dalam rimba belantara rente dan bunga plus komisi, kok ya tega dan bisa-bisanya terjadi seorang "wapres" naik haji dengan membawa rombongan seratus orang, atau cuma 50 orang kek, atau 60 orang kek, atau 107 orang, sebodo amat! Heran? Tidak usah! Itu ihwal perkara yang normal belaka di sebuah negara yang sedang sial lantaran sedang dikuasai manusia-manusia berhati nurani kecoak (Informasi lebih jauh dan atau sekolah untuk menjadi manusia berhati nurani kecoak bisa ditanyakan kepada semua koruptor dan pelanggar berat HAM di Indonesia.) Masalahnya, seratus atau 50, atau 60, atau 107 orang itu menurut ilmu berhitung bukan satu atau dua, tetapi ya sebegitu itu. Dan sebegitu itu kali sekian juta rupiah adalah sebegitu itu kali sekian juta rupiah. Tidak ada seorang wapres pun di Indonesia "mampu dengan penuh sukacita" menutup biaya itu dengan keuangan pribadi, sebab penghasilan wapres jelas hitungannya. Jadi kesimpulannya, biaya tersebut diurus oleh tiga cara. Pertama, bayar sendiri-sendiri, ini tidak masuk akal, sebab dalam konteks ramai-ramai dengan sang "wapres", adalah sangat menyimpang dari ajaran hati nurani kecoak. Kedua, dari kantung sang "wapres" sendiri yang tentu saja harus dari uang korupsi sebab jika tidak lalu dari mana lagi. Ketiga, menggerogoti uang negara, entah dari bujet lembaga wapres, departemen agama, atau lembaga negara mana pun. Cuma itu! Alasan dan kilah yang lain-lain, sudah tidak perlu! Semua orang yang masih mempunyai hati nurani tidak akan percaya terhadap sejuta kilah yang isinya tidak sesuai, dan apa lagi bertentangan dengan kesimpulan di atas. Apalagi "wapres"! "Camat" atau "ketua" berbagai ludrukan politik saja bisa korupsi. Di Indonesia, hampir semuaaa pejabat harus korupsi! Itu keniscayaan peradaban hati nurani kecoak di lingkungan elite koruptor dan elite pelanggar berat HAM. Tak ada seorang pun di dunia ini yang percaya, "wapres" tidak korupsi. Dia HARUS korupsi, dipaksa keniscayaan hati nurani kecoak yang menjadi santapan sehari-hari kaum koruptor dan sejenis itu! Dalam bahasa rakyat, manusia berhati nurani kecoak itu disebut maling dan para penipu. Siapa? Banyak! Dalam konteks ini, di mana perasaan sang "wapres"? Tidak bisakah merasakan, sebagai wapres yang adalah pejabat publik, mestinya peka terhadap semua warga tanpa pandang bulu SARA-nya? Kejadian itu, di samping mengesankan "obral murah" hal-hal yang suci di dalam Islam, juga sungguh-sungguh melukai publik umum non-Islam yang kebetulan "takdir" hidupnya tidak bersangkut paut dengan selebrasi naik haji? Bahkan siapa tahu, tidak sedikit warga Islam moderat yang betul-betul mendambakan berkembangnya pluriformitas di Indonesia, menjadi amat risih atas peristiwa tersebut. Hanya satu hal yang pasti dalam peristiwa tersebut, yaitu, telah terjadi penyalahgunaan wewenang kekuasaan di negeri ini! Karena itu, hentikan segala imbauan meratap-ratap menangisi tenggang rasa yang cuma retorika berbau ketiak babi yang tidak masuk akal itu. Sudah saatnya semua orang yang masih mempunyai hati nurani berbicara lugas dan jelas untuk hal-hal beginian! Saya yakin tidak seorang pun warganegara Republik Indonesia ini yang rela jika uang negara dihambur-hamburkan untuk memanjakan hanya agama tertentu, agama apa pun, apalagi jika itu cuma dihambur-hamburkan untuk memanjakan kepentingan keluarga besar, klik, dan komplotnya sendiri. Jika seorang "wapres" tidak mengenal tenggang rasa di dalam praktek, bagaimana bisa diharapkan rakyat jelata yang melata terseok-seok di gubuk-gubuk pinggir selokan, gelandangan di tiap lampu lalu lintas, para penganggur yang jatah kesempatan perkembangan hidupnya sudah dibikin ludes oleh mekanisme KKN, dan lain-lain rakyat yang sejenis itu, bisa mengenal tenggang rasa? Kasus di atas makin menegaskan, bahwa lembaga wapres dan departemen agama itu memang betul-betul tidak berguna bagi negara. Mereka harus dibubarkan, syukur sekarang juga, atau dalam tempo yang sesingkat-singkatnya! Sebab keberadaannya hanya merecoki jalan menuju ke sebuah negara sipil sejati yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika. **** L Murbandono Hs Rakyat Biasa Warganegara RI Hilversum, Nederland ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:00:44 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:00:44 2003 Subject: [Nusantara] Howard: Australia Tak Punya Niat Jahat Pada Islam Message-ID: <20030213014023.29089.qmail@web21309.mail.yahoo.com> Howard: Australia Tak Punya Niat Jahat Pada Islam CANBERRA (Suara Karya): Pernyataan Abu Bakar Ba'asyir-yang dituduh sebagai pemimpin keagamaan organisasi terlarang Jamaah Islamiah-bahwa Australia akan hancur jika menyerang negara Muslim, membuat Canberra tegang. Tanggapan tentang keterangan Baasyir itu bahkan mendapat tanggapan serius dari Perdana Menteri Australia John Howard dan Kepala Polisi Federal Australia (AFP) Mick Keelty. Demikian informasi yang diperoleh Antara Canberra, Jumat (13/12). PM Howard mengatakan, Australia tidak punya niat buruk terhadap Islam atau bermaksud jahat pada sebuah negara Muslim mana pun. Islam, menurut Howard, merupakan agama besar di dunia yang sebagian besar atau 99,99 persen umatnya menentang perbuatan terorisme. "Kita (Australia-red) tidak memiliki kebiasaan perang dengan negara tetangga mana pun atau negara Islam lainnya," kata PM Howard, berkaitan dengan pernyataan Abu Bakar Ba'asyir yang kini berada dalam tahanan pihak kepolisian di Jakarta. Sementara itu, Kepala AFP Mick Keelty mengatakan, sumber intelijen akan terus melakukan pengawasan terhadap setiap tindak tanduk Abu Bakar Ba'asyir berkaitan dengan pernyataannya itu. Penegasan itu dilontarkan Mick dalam wawancara dengan televisi lokal Channel Nine ketika membahas pernyataan Ba'asyir yang dilansir sebuah koran terkemuka di Sydney. Mick mengatakan, pihak kepolisian Australia terus melakukan kerja keras di tengah komunitas muslim Australia. "Kami ingin menjamin keamanan mereka (umat Islam Australia). Mereka bukan sasaran operasi kami. Mereka bagian dari komunitas Australia pada umumnya," tegasnya. "Kami ingin memastikan bahwa setiap pernyataan Abu Bakar Ba'asyir tidak ada hubungannya dengan sentimen negatif di Australia," tambahnya. Namun dia mengakui bahwa pihak intelijen melakukan kegiatan pengawasan ketat di seluruh wilayah Australia sehubungan dengan pernyataan Ba'asyir di Jakarta. Menjawab pertanyaan wartawan Australia di Indonesia baru-baru ini, Abu Bakar Ba'asyir mengatakan, rakyat Australia akan terlibat perang dengan umat Islam jika negara Kanguru itu tetap melaksanakan gagasan PM Howard tentang serangan lebih dahulu (pre-emptive strike). Dalam jawabannya yang direkam oleh koran berbasis di Sydney, Ba'asyir mengatakan, "Jika gagasan John Howard dipatuhi oleh rakyat Australia, maka Anda harus tahu bahwa perang akan pecah di dunia ini dan Australia akan hancur seketika akibat gagasan gila perdana menterinya." Ba'asyir bahkan menyatakan mendukung bom bunuh diri dan mengatakan umat Islam harus membela diri dari serangan AS dan sekutunya. "Dalam Islam tidak dikenal kata-kata angkat tangan dan menyerah. Hanya ada kata menang atau mati," kata Ba'asyir seperti dikutip koran itu. Sementara detikcom melaporkan, Kepala Australian Federal Police (AFP) Mick Keelty menyatakan, masih dibutuhkan bukti lebih lanjut untuk menghubungkan Abu Bakar Ba'asyir dengan bom Bali. Keelty menyatakan hal ini menanggapi adanya pengakuan bahwa Ba'asyir menghadiri Bangkok Meeting yang intinya merencanakan serangan bom Bali. Pertemuan ini merupakan bukti pertama yang menyatakan adanya kaitan Ba'asyir dengan bom Bali. Hal ini dilansir harian The Australian edisi Jumat (13/12) yang dikatakan sebagai pengakuan Mukhlas dan Wan Min. Namun Irjen Made Mangku Pastika menyatakan, Mukhlas tidak menyebut Ba'asyir hadir dalam Bangkok Meeting. Tak disebutkan juga pertemuan itu guna merencanakan serangan bom Bali. Dalam wawancara dengan Channel Nine sebagaimana dilansir salah satu kantor berita asing, Jumat (13/12), Keelty menyatakan bahwa ada berbagai macam laporan yang muncul. Dan itu semua membutuhkan bukti yang menguatkan. "Ada banyak pekerjaan yang belum diselesaikan yang perlu segera dituntaskan dalam investigasi ini tapi saat ini kita berada dalam tahapan final, "katanya. Keelty mengakui bahwa sejumlah pertemuaan pasti telah dilakukan untuk merencanakan pemboman dahsyat sekelas bom Bali. Tapi itu masih menjadi masalah investigasi, siapa saja yang terlibat dan apa bukti yang tersedia. (L-2 ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:00:47 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:00:47 2003 Subject: [Nusantara] Amien Rais: Kalau Pemilu Tertunda Kasihan Megawati Message-ID: <20030213014052.34879.qmail@web21305.mail.yahoo.com> Amien Rais: Kalau Pemilu Tertunda Kasihan Megawati JAKARTA (Suara Karya): Molornya waktu pengesahan RUU Pemilu, membuat Ketua MPR Amien Rais prihatin. Jika Pemilu sampai tertunda, Amien mengaku kasihan pada pemerintahan Megawati. Namun dia tidak yakin penundaan pengesahan UU itu akan menunda pelaksanaan pemilu. "Tapi kalau pemilu ditunda yang kasihan adalah pemerintahan Megawati. Pemerintah hanya legitimate sampai Oktober 2004. Apabila bulan Oktober belum pemilu, keabsahan pemerintah sudah hilang dan ini bisa menimbulkan anarki," katanya ketika ditemui seusai salat Jumat di kompleks DPR/MPR Jakarta, kemarin. Menurut Amien, penundaan jadwal Pemilu 2004 dapat berakibat buruk pada legitimasi pemerintahan. "Setelah mandat MPR kepada pemerintahan sekarang berakhir Oktober tahun depan, tentunya harus ada pergantian pemerintah. Apakah dipilih kembali atau tidak, batas akhir pemerintahan sekarang harus sesuai dengan mandat MPR," katanya. Namun dia menekankan bahwa dirinya yakin Pemilu 2004 akan berjalan sesuai jadwal. Ia menilai, penundaan pengesahan RUU Pemilu belum tentu akan berpengaruh terhadap jadwal pelaksanaan Pemilu. "Pemilu 2004 belum tentu tertunda," ujarnya. Amien mengimbau semua anggota DPR untuk mengedepankan hati nurani dan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat dalam melakukan pembahasan RUU Pemilu. "Janganlah karena pertimbangan politik jangka pendek dan sesaat, UU Pemilu ditunda. Hal-hal yang kira-kira mempersulit dikesampingkan saja. Jangan sampai ada trik-trik yang memang katakanlah ada akal bulusnya," ujar ketua umum DPP PAN tersebut. Amien juga mengimbau agar rakyat diberi kesempatan untuk mengikuti Pemilu melalui partai politik. Namun tetap ada syaratnya, kata dia, agar tidak menimbulkan anarki. Ia mencontohkan pencalonan presiden. Menurut dia, setiap fraksi yang memiliki kursi di DPR berhak mengajukan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). "Tapi kalau dibatasi boleh, minimal 10 kursi. Jadi partai yang ikut pemilu tapi tidak memperoleh kursi, tidak usah mencalonkan presiden. Gunakanlah pertimbangan logis, akal dan nalar yang jernih supaya KPU bisa bekerja," ujarnya. Sebelumnya, pengesahan RUU Pemilu tertunda, beda dengan RUU Parpol yang sudah disahkan menjadi UU No 31/2002 pada akhir tahun lalu. Ketua Fraksi Reformasi Ahmad Farhan Hamid mengungkapkan bahwa penundaan disebabkan alotnya proses lobi pada pembahasan pasal-pasal yang krusial. "Kemungkinan masih harus ada lobi antar-fraksi di Panja RUU Pemilu agar dapat memutuskan pasal-pasal yang krusial. Nanti kalau tidak juga ada kata sepakat, hal ini bisa saja divoting dalam rapat paripurna," ujarnya. (M-1) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:00:51 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:00:51 2003 Subject: [Nusantara] Pers Belum Berpihak Pada Kepentingan Rakyat Message-ID: <20030213014125.29291.qmail@web21309.mail.yahoo.com> Pers Belum Berpihak Pada Kepentingan Rakyat YOGYAKARTA (Suara Karya): Pengamat sosial dari UGM (Universitas Gadjah Mada) Dr Sunyoto Usman menilai, sebagian besar orientasi pers Indonesia masih lebih mementingkan aspek komersial ketimbang aspek sosial kemanusiaan. "Sebagian besar pers kita belum berpihak kepada rakyat, buktinya orientasi dari sebagian besar pemberitaan lebih banyak bermotif ekonomis ketimbang aspek pemberdayaan masyarakat," ujarnya di Yogyakarta, Jumat. Saat dimintai komentarnya tentang kondisi pers nasional saat ini sehubungan peringatan Hari Pers tanggal 9 Februari mendatang, dia juga mengakui bahwa sebagian kecil ada pula kelompok penerbitan pers yang tetap komitmen dengan misi untuk mencerdaskan rakyat. Namun, kata dia, patut disayangkan bahwa sebagian besar kelompok penerbitan ikut terbawa arus umum untuk menonjolkan aspek materialisme, pola hidup glamour, serta sisi-sisi kebendaan lainnya yang jauh dari kehidupan rakyat kebanyakan. "Sehingga kalau ditanya soal kesan saya tentang pers Indonesia secara umum, tanpa harus menyebut nama media, kebanyakan sangat membosankan. Sebab dari macam-macam nama penerbitan yang banyak bermunculan itu isinya paling-paling soal harta, soal wanita, atau soal rebutan jabatan. Masih sedikit sekali pers yang mau menulis banyak tentang rakyat kita," ujarnya. Sunyoto mengakui bahwa tanpa didukung oleh aspek komersialitas akan sangat sulit bagi pers untuk bisa bertahan serta tak mungkin akan bisa berkembang. Meski begitu, tekan dia, sebagai media yang melayani kepentingan rakyat tentu tidak akan melupakan misi utamanya untuk lebih mengutamakan di atas kepentingan komersial. "Coba sekarang saudara lihat sendiri format sebagian besar media kita motivasi untuk meraih sisi komersialnya jauh lebih kuat, kalaupun ada yang terkesan merakyat ujung-ujungnya tetap untuk dapat meraih iklan. Maka tak heran kalau terjadi benturan kepentingan dengan kepentingan komersial, kepentingan komersial itu yang selalu menang," ujarnya. Untuk itu, dia mengingatkan agar pers nasional kembali melakukan introspeksi dengan misi medianya serta lebih bersungguh-sungguh lagi untuk memberi pencerahan dan membela kepentingan rakyat banyak. (Ant) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:00:57 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:00:57 2003 Subject: [Nusantara] Ryaas: Pembahasan UU Politik Hanya Dagelan Message-ID: <20030213014207.35115.qmail@web21305.mail.yahoo.com> Ryaas: Pembahasan UU Politik Hanya Dagelan PK Tolak Pembatasan Capres-cawapres JAKARTA (Suara Karya): Presiden Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) Ryaas Rasyid menilai, pembahasan undang-undang politik seperti RUU Parpol atau RUU Pemilu di DPR ternyata hanya menambah dagelan, karena beberapa pasal yang dihasilkan tidak realistis untuk dilaksanakan. "Misalnya pemberian kesempatan kepada partai baru untuk mendaftarkan selama sembilan bulan. Ini kan tidak realistis. Bagaimana kalau partai-partai baru mendaftarkannya sebagian besar pada hari-hari terakhir, apa mampu Depkeh maupun KPU mampu memverifikasinya, dan parpol itu tidak melanggar undang-undang?" katanya dalam diskusi "dialektika demokrasi" yang diselengarakan Wartawan DPR di Jakarta, kemarin. Ryaas juga mengemukakan, dagelan lainya adalah persyaratan parpol harus memiliki minimal 1.000 anggota di setiap kabupaten. Menurut dia, persyaratan serupa ini patut dipertanyakan. "Apa mampu KPU memverifikasinya, apa bisa ketentuan ini dilaksanakan secara konsisten? Saya tidak yakin itu," ujarnya. Menurut Ryaas, apa yang dikemukakannya hanya sebagian contoh dari pasal-pasal yang tidak realistis untuk dilaksanakan, khususnya oleh Departemen Kehakiman dan HAM maupun KPU. Ditambah lagi, kata dia, struktur organisasi KPU tidak sampai di tingkat kecamatan. "Saya kira hal-hal begini ini perlu direvisi. Kita harus melihatnya secara realistis, jangan kita buat peraturan yang tidak mungkin atau menyulitkan untuk dilaksanakan," ujarnya. Selain Ryaas Rasyid, hadir dalam diskusi tersebut antara lain, anggota KPU Hamid Awaludin, Wakil Pansus RUU Pemilu dari F-PPP, Chozin Chumaidi dan anggota Pansus RUU Pemilu dari F-KB Susono Yusuf. Ryaas mengaku tidak ada masalah dengan persyaratan-persyaratan tersebut, terutama bagi partai-partai yang benar-benar serius berpolitik. Persoalannya, tambah dia, justru terletak pada kemampuan dan kesiapan pihak KPU atau Depkeh/HAM untuk memenuhi tugasnya. "Kalau tidak konsisten kan partai yang sungguh-sungguh memenuhi persyaratan akan dirugikan. Tetapi kalau konsisten, apa KPU mampu memverifikasinya? Apalagi waktunya amat pendek. Saya ragu undang-undang itu bisa dilaksanakan dengan baik," katanya. Sementara itu, anggota KPU Hamid Awaludin berpendapat, KPU akan menyeleksi dan melakukan verifikasi parpol yang lolos pada verifikasi tahap pertama, yakni penyeleksian oleh Depkeh/HAM. "Siapa yang lolos pada verifikasi kedua dengan aturan main yang lebih keras dibanding verifikasi pertama, itulah partai politik peserta pemilu 2004," katanya. Ia mengakui bahwa pihaknya akan mengalami kesulitan dalam melakukan verifikasi namun karena sudah merupakan perintah undang-undang maka KPU harus melaksanakannya. Menurut dia, menyangkut persyaratan parpol yang melakukan verifikasi adalah Depkeh/HAM, sementara KPU melakukan verifikasi terhadap parpol yang bisa ikut pemilu berdasarkan UU Pemilu. Ia juga menjelaskan bahwa menurut UU No 31/2002 tentang Parpol, Depkeh/HAM melakukan verifikasi atas persyaratan sesuai pasal 2, yakni parpol harus punya akte notaris yang di dalamnya ada AD/ART, harus punya pengurus wilayah 50 persen dari jumlah provinsi yang ada, lalu pengurus daerah 50 persen dari jumlah kabupaten/kotamadya yang ada dalam provinsi, 25 persen pengurus kecamatan yang ada di dalam kabupaten/kotamadya. Juga harus mempunyai sekratariat tetap. "Sementara KPU memverifikasi partai-partai yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang syaratnya lebih berat. Misalnya, pengurusan wilayahnya harus memiliki sekurang-kurangnya 2/3 dari provinsi yang ada," katanya. Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Chozin Chumaidi menyatakan bahwa semangat yang ada dalam pembuatan UU Pemilu adalah ingin membangun suatu tatanan kehidupan politik ke depan. "Kita ingin pemilu 2004 merupakan pemilu yang betul-betul demokratis sebagaimana yang kita harapkan," ujarnya. Capres Di tempat terpisah, Partai Keadilan (PK) menolak dilakukannya pembatasan terhadap persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) karena dinilai tidak sesuai dengan semangat dasar amandemen konstitusi, yakni kedaulatan di tangan rakyat. "Sesuai amandemen UUD 1945, kita telah sepakat mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat. Jadi, biar rakyat yang memilih siapa yang layak jadi presiden dan wapres," kata Presiden Partai Keadilan Hidayat Nurwahid sebelum meresmikan pendirian Pos Penanggulangan Bencana Partai Keadilan di Jakarta, Jumat. Oleh karena itu, kata dia, persyaratan capres dan cawapres hanya dapat diusulkan parpol yang berhasil meraih 20 persen suara dalam pemilihan anggota DPR seperti yang diatur dalam RUU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden usulan pemerintah tidak perlu ada. "Jangankan 20 persen, sepuluh, lima, atau dua persen pun tidak perlu, karena itu hanya menghalangi hak rakyat untuk mencalonkan presiden pilihan mereka," kata Hidayat menambahkan. Dengan semangat yang sama, kata dia, seharusnya yang dibahas dalam RUU tersebut adalah pemberian kesempatan bagi capres dan cawapres independen, baik yang mencalonkan sendiri maupun melalui parpol. (H-3/Vc-1) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:01:01 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:01:01 2003 Subject: [Nusantara] Pers Dan Kritik Presiden Message-ID: <20030213014240.29879.qmail@web21310.mail.yahoo.com> Pers Dan Kritik Presiden Oleh Edy Purwo Saputro Menyambut HPN 2003 Akhir-akhir ini sejumlah media melaporkan bahwa Presiden Megawati Soekarnoputri telah menuding pers tak lagi bersahabat dengan pemerintahannya, terutama setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak), TDL (tarif dasar listrik) dan telepon, awal tahun baru lalu. Terakhir, kritik Presiden Megawati terhadap pers dilontarkan dalam pertemuannya dengan Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Achmad Tirto Sudiro dan Wakil Ketua DPA Agus Sudono di Istana Negara Jakarta, Jumat (31/1) lalu. Menurut penilaian Megawati, kadang-kadang pers mengutip pernyataan pemerintah atau Presiden secara tidak pas. Sebelumnya, Presiden juga pernah menuduh pers telah kebablasan dalam memberitakan kasus TKI. Mengapa demikian? Peran pers dalam pembangunan bangsa memang diakui. Bahkan, ada yang menegaskan bahwa keberadaan pers menjadi suatu pilar dalam demokratisasi. Meski demikian, ada juga yang menyatakan bahwa eksistensi dunia pers cenderung kebablasan sehingga lupa jati dirinya (baca: egoisme pers). Lalu bagaimana sebenarnya yang terjadi? Apakah era reformasi ini juga memberikan kesempatan kepada pers untuk menegakkan ego-nya sendiri? Tentu tak mudah menjawab pertanyaan ini, sebab ada keterkaitan yang sangat kompleks dan tidak bisa hanya dikaji kasus per kasus saja. Meskipun demikian, publik mengakui bahwa di era reformasi yang katanya memberikan kebebasan penuh kepada pers untuk berekspresi, ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Bahkan eksistensi pers kini justru merasa terancam karena adanya tudingan bahwa pers telah memutarbalikan fakta secara berlebihan dengan tak lagi mengindahkan etika profesionalismenya. Yang justru lebih runyam bahwa pers saat ini justru dianggap telah memperkeruh jalannya pemerintahan sehingga pers layak untuk dijadikan tertuduh dan kemudian wajar jika menjadi kambing hitam atas kegagalan pemerintahan sekarang. Terkait hal ini, Presiden Megawati pernah menyatakan bahwa pemberitaan pers tentang kasus TKI (Tenaga Kerja Indonesia) telah menjadikan corong ketidakbenaran atas fakta riil yang terjadi. Bahkan, secara eksplisit telah menyudutkan pers terlalu membesar-besarkan pemberitaan tentang musibah TKI. Kasus ini pun kembali mengemuka ketika pers juga dituduh telah memberitakan secara berlebihan atas kasus kenaikan harga BBM, TDL dan telepon. (Lihat tabel). Yang justru menjadikan permasalahan bahwa seharusnya pemerintah lebih berintrospeksi atas pemberitaan tersebut dan bukannya justru mencari pembenaran secara sepihak dengan cara menyalahkan pers. Bagaimana pun apa yang disampaikan pers atas pemberitaan mengenai kasus TKI dan BB, TDL sudah barang tentu telah diusahakan sesuai porsi tuntutan profesionalisme berdasarkan aspek kaidah jurnalistik, dengan menyampaikan kebenaran fakta. Kendati disadari, masih dijumlah sejumlah pemberitaan pers yang terjebak pada tujuan-tujuan tertentu demi kepentingan-kepentingan sepihak. Sayangnya, ketika pers berusaha menjalankan peran-fungsinya ini ternyata pemerintah justru merasa kebakaran jenggot. Artinya, tidak ada upaya korektif terhadap sisi kegagalan yang terjadi (jika memang mau mengakui). Fakta ini tentu sangat ironis sebab eksistensi pers di era reformasi ternyata semakin mandul dan dikebiri oleh kepentingan stabilitas sosial politik yang sifatnya cenderung semu. Jika kenyataannya demikian, lalu bagaimana ke depannya? Bagaimana eksistensi nilai peran pers dalam menyuarakan kebenaran (baca: bukan pembenaran sepihak)? Aktualisasi Pers adalah "mata pena", yang terkadang tumpul dan juga terkadang tajam. Tumpul dan tajamnya pers sangat tergantung pada bagaimana insan-insan pers mampu merefleksikan sebuah tuntutan dan juga komitmen. Dua hal inilah yang kemudian menentukan proses investigasi atas suatu pemberitaan. Meski demikian, tuntutan dan juga komitmen itu tak bisa terlepas dari koridor independensi dan juga etika pers. Oleh karena itu, seiring laju booming pers, baik media cetak ataupun audio visual, maka tidak ada salahnya apabila komunitas pers juga dituntut semakin proaktif dalam menyikapi tantangan ke depan. Hal ini memang tidak mudah, sebab bagaimana pun ada proses egoisme yang muncul di internal tubuh pers itu sendiri dan egoisme ini bisa menjadi ancaman serius jika tak bisa di-manage secara optimal (baca: egoisme yang mengarah pada pembenaran sepihak). Selain kritikan dan ancaman sosial akibat menjamurnya media pers berbau porno, faktor lain yang juga menjadi ancaman serius bagi perkembangan pers ke depan terkait dengan sisi egoisme jurnalistik. Padahal, publik mengakui bahwa eksistensi pers adalah berlaku jujur dan tidak memihak siapa pun serta bersikap adil dalam menyampaikan pemberitaan yang mengarah pada suatu kasus. Sayangnya lagi, meski individual pers telah memahami dan juga mengakui komitmen ini, toh dalam prakteknya, tidak jarang (meski kita tidak bisa untuk menyangkal mengatakannya sering), egoisme jurnalistik juga muncul. Konsekuensi dari munculnya egoisme jurnalistik ini akhirnya justru akan merugikan media pers tersebut (terutama jika dikaitkan dengan salah satu pihak yang merasa dirugikan atas isi dari nilai pemberitaan yang disampaikan). Dua contoh ironis di atas pada dasarnya menunjukan tentang ancaman independensi pers yang dewasa ini semakin nyaring disuarakan, tidak saja oleh komunitas pers, tetapi juga oleh publik (tentunya bukan tipe publik yang munafik), serta pemerintah yang dalam hal ini bertindak sebagai mediator-kontroler. Hal inilah yang kemudian memicu kontroversi. Paling tidak, tarik-ulur atas kontroversi ini bisa terlihat dari temuan dua hal menarik dalam rapat dengar pendapat antara Komisi I DPR dengan Dewan Pers, Serikat Perusahaan Suratkabar (SPS), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada tanggal 21 Maret 2002 lalu. Kedua hal tersebut terkait dengan pernyataan Presiden Megawati yang menegaskan bahwa "kebebasan pers Indonesia telah kebablasan" dan pernyataan anggota DPR Djoko Susilo bahwa saat ini berkembang konservatisme, baik di kalangan masyarakat, pemerintah, maupun parlemen, dalam menyikapi fenomena kebebasan pers. Fakta konservatisme itu dimunculkan dengan disodorkannya Rencana Undang-Undang (RUU) Rahasia Negara dan RUU lainnya yang bisa menghambat proses kebebasan pers maupun pendapat-pendapat bahwa kebebasan pers telah kebablasan. Hal ini secara tak langsung bisa memicu kembalinya "belenggu-belenggu" terhadap kebebasan pers. Dan, jika hal ini terjadi maka ini menunjukan kemunduran dari kemerdekaan pers. (Kompas 22 Maret 2002). Mengacu realitas tersebut, Andri (2002) menegaskan bahwa media massa sebagai salah satu pilar negara mempunyai agenda untuk menciptakan opini publik (yang tak lain adalah bagian dari proses independensi pers). Hal ini tentunya sangat terkait erat dengan pertanyaan mengapa sebuah kasus bisa di-blow up media? Banyak media berpendapat bahwa pemberitaan kepada khalayak itu didasari oleh "hak untuk tahu" bagi masyarakat. Oleh karena itu, seiring dengan kebebasan pers yang kini sudah dirasakan media pers, maka kita cuma bisa berharap agar media dapat berlaku lebih profesional. Artinya, berbagai pemberitaan tersebut harus benar-benar dilandasi pada tuntutan dan komitmen bahwa keberadaan mereka adalah untuk melayani "hak untuk tahu" masyarakat. Ini seharusnya membuat media bebas dari nilai (neutral value) atau intervensi (meski ada suatu kenyataan bahwa sistem bebas nilai itu akan selalu bersinggungan dengan sisi permainan politik, bahkan di negara dan masyarakat paling demokratis sekalipun). Jadi, inilah tantangan bagi pers Indonesia! Bahwa independensi pers tak seharusnya diartikan sebagai suatu kebebasan yang mutlak "tanpa sensor" dan kritik dari publik. Independensi pers yang diartikan seperti ini pada akhirnya justru akan mematikan komunitas pers itu sendiri. Seiring dengan laju pendewasaan komunitas pers dan juga pencerdasan kehidupan masyarakat, maka tidak ada salahnya jika pers perlu melakukan introspeksi. Bagaimana pun introspeksi sangat perlu, khususnya dalam menyambut Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh pada Minggu (9/2) besok untuk lebih memacu kehidupan dan pendewasaan pers Indonesia. Proses introspeksi yang dilakukan oleh pers seharusnya juga diikuti oleh pihak lain, termasuk juga dalam hal ini adalah pemerintah. Maksudnya, agar terjalin semacam kesesuaian dalam memahami eksistensi pers. Sebab, jika tidak, maka kehidupan pers cenderung akan selalu disalahkan, menjadi "tertuduh", "provokator" atau bahkan kambing hitam. *** (Penulis adalah mantan aktivis pers mahasiswa, dosen FE UMS Solo) ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:01:03 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:01:03 2003 Subject: [Nusantara] Mengatasi Masalah Kependudukan Message-ID: <20030213014322.28334.qmail@web21302.mail.yahoo.com> Mengatasi Masalah Kependudukan Oleh Haryono Suyono Awal minggu ini Kantor BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dan jajarannya dari seluruh Indonesia mengadakan rapat kerja nasional (Rakernas) di Jakarta. Tidak kurang dari Menteri Kesehatan, Dr Achmad Suyudi dan pejabat-pejabat teras lainnya memberikan sambutan dan bekal kepada para pejabat kependudukan dan keluarga berencana yang datang dari seluruh Indonesia tersebut. Peristiwa itu menjadi penting karena pada tahun ini penduduk Indonesia mencapai jumlah lebih dari 213 juta jiwa dan harus berjuang lebih berat lagi menghadapi tantangan dunia yang makin kompleks. Dengan jumlah penduduk sebesar itu Indonesia tetap merupakan negara dengan jumlah penduduk nomor empat di dunia sesudah RRC, India dan Amerika Serikat. Namun, tidak seperti Indonesia yang masih tetap terpuruk karena krisis multidemensi yang berkepanjangan, tiga negara besar lainnya sudah makin kuat dalam bidang ekonomi dan tehnologi. Bahkan, ketiganya telah mampu mempergunakan tenaga nuklir dan mengirim berbagai roket serta peralatan canggih ke ruang angkasa. Untung saja, penduduk Indonesia yang pada tahun 1960-an pernah diramalkan bakal mencapai jumlah sekitar 280 juta di tahun 2000, tidak menepati ramalannya. Andaikan ramalan itu terjadi, barangkali kenaikan harga minyak, tarif dasar listrik (TDL), dan tarif telepon yang menggegerkan Indonesia di awal tahun ini bakal menjadi bulan-bulanan yang lebih dahsyat lagi. Biarpun kita masih tertinggal di belakang, dengan kualitas penduduk, atau sumber daya manusia yang rendah, negara dan bangsa kita relatif masih beruntung. Penanganan masalah kependudukan yang dilakukan dengan komitmen yang tinggi di masa lalu dan berhasil memperbaiki kualitas penduduk, secara tidak langsung ikut menyelamatkan Indonesia dari malapetaka yang lebih serius. Andaikan di masa lalu tidak dilakukan penanganan dengan baik, hampir pasti tingkat kelahiran masih akan tetap tinggi dan tingkat kematian juga akan tetap tinggi. Kualitas penduduk yang diukur dari sudut kesehatan akan tetap rendah. Lebih mengerikan lagi, dengan tingkat pendidikan yang rendah, Indonesia akan berada pada jajaran yang sangat mengerikan. Upaya memperbaiki kualitas penduduk yang dilakukan secara komprehensif, terpadu, bertahap dan serentak mestinya dilanjutkan secara gegap gempita. Upaya yang dilakukan selama ini sebenarnya baru merupakan upaya dasar, yaitu peningkatan kualitas keluarga dengan memperkecil ukurannya, memperbaiki tingkat kesehatannya dan memberi kesempatan pendidikan dasar anggotanya. Upaya peningkatan kesehatan yang merupakan upaya dasar itu telah dilakukan dengan membuka Puskesmas dan Pos-pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di seluruh pelosok Tanah Air. Upaya yang menyediakan dokter-dokter muda dengan pengorbanan yang tinggi di seluruh pelosok Tanah Air itu merupakan upaya meningkatkan kesadaran hidup sehat yang sangat mendasar. Biarpun demikian, pengorbanan mereka membawa hasil positif yang membesarkan hati, mereka telah menyelamatkan jutaan ibu dan anak-anak dari kematian yang sia-sia. Untuk memperluas jangkauan, ribuan dokter-dokter muda di Puskesmas tersebut telah dibantu dengan tambahan bidan yang semula hanya sekitar 8.000 bidan untuk seluruh Indonesia menjadi lebih dari 65.000 bidan yang segera menempati posnya di desa-desa seluruh pelosok Tanah Air tanpa kecuali. Penempatan bidan-bidan muda tersebut, yang bekerjasama dengan dokter-dokter di Puskesmas dan para dukun bayi di kampung-kampung, telah berhasil menurunkan tingkat kematian bayi serta ibu mengandung dan melahirkan. Dengan upaya kesehatan yang sangat intensif, pemerintah menggelar Program KB dengan sungguh-sungguh. Melalui program ini masyarakat dan para pemimpinnya, formal dan informal, para ulama dan mereka yang dianggap panutan masyarakatnya, diajak untuk bangkit dan menggerakkan masyarakat dan seluruh warganya meningkatkan kesadaran dan harkat martabatnya menjadi manusia yang utuh, merencanakan kehamilan dan kelahiran anak-anaknya secara rasional dan mengambil tanggung jawab yang tinggi terhadap masa depan keturunannya. Seiring dengan itu pemerintah membangun ratusanribu sekolah, menyediakan guru dan peralatan yang memadai disertai dengan ajakan menggerakkan "wajib belajar enam tahun", yaitu untuk anak-anak umur 6-12 tahun. Program Wajib Belajar tersebut kemudian ditingkatkan menjadi "wajib belajar sembilan tahun" agar setiap anak bisa menamatkan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama. Hasil berbagai upaya itu sungguh menakjubkan. Tingkat kematian menurun lebih dari limapuluh persen, tingkat kelahiran menurun lebih dari limapuluh persen, tingkat pertumbuhan penduduk yang biasanya bertengger di atas angka 2,3 persen menurun menjadi sekitar 1,3 persen. Angka partisipasi kasar (APK) pendidikan dasar naik menjadi lebih dari 100 persen, artinya semua anak-anak usia SD telah berhasil ditarik ke sekolah dan sedang bersekolah. Mereka yang orang tuanya tidak mampu dibantu oleh pemerintah dan masyarakat dengan berbagai beasiswa dan bantuan makanan tambahan bergizi untuk memperbaiki kemampuannya menyerap pelajaran di sekolahnya. Biarpun perbaikan itu menghasilkan kemajuan yang membesarkan hati, tampaknya tidak cukup kuat untuk mengangkat nasib bangsa ini, seperti halnya negara-negara besar lainnya. Upaya yang sudah dikerjakan itu perlu dilanjutkan dengan lebih gigih lagi. Untuk melanjutkan program dan upaya yang telah dikerjakan dengan baik selama ini, perlu komitmen yang tinggi. Namun, komitmen itu tampaknya sukar dikembangkan, baik secara nasional maupun dalam lingkup internasional. Dalam tataran nasional, sejak beberapa tahun terakhir ini Kantor Menteri Kependudukan, yang diharapkan mampu mengkoordinasikan pembangunan yang berwawasan kependudukan telah dibubarkan. Kantor BKKBN dan jajarannya di seluruh Indonesia, yang sebelumnya gigih dan telah berhasil mengkoordinasikan program reproduksi sehat, kegiatan KB dan pemberdayaan keluarga, dalam tahun ini akan menghadapi proses transisi dalam rangka otonomi daerah. Dalam suasana transisi tersebut, dikawatirkan terjadi berbagai distorsi yang menghambat langkah-langkah yang justru harus lebih gigih. Dalam tataran internasional, tahun ini adalah tahun ke sembilan setelah Konperensi Kependudukan di Kairo yang berhasil menggariskan program aksi yang sangat dinamik. Seperti diramalkan dalam program yang disepakti secara internasional tersebut, gangguan reproduksi selama sembilan tahun terakhir sungguh sangat dahsyat. Penduduk Asia, Afrika, Amerika dan banyak bagian dunia lainnya mendapat serangan virus HIV/AIDS yang tidak ringan. Penanganannya tersendat-sendat karena berbagai kendala, ada karena kekurangan dana untuk mengirim informasi tentang bahaya virus, ada juga karena mahalnya harga obat untuk penderita dari negara-negara berkembang yang miskin. Akibatnya, banyak negara kehilangan generasi mudanya yang potensial. Peningkatan kualitas penduduk dan pemberdayaan keluarga yang diharapkan membawa negara berkembang makin mandiri belum menunjukkan pencapaian yang menggembirakan. Tingkat kesehatan, buta huruf dan kualitas penduduk di banyak negara berkembang belum banyak beranjak dari keadaan di awal tahun 1990-an. Anggaran pendidikan yang memadai untuk semua negara tidak terjadi. Pada umumnya anggaran upaya pembangunan berorientasi kependudukan, khususnya untuk pemberdayaan penduduk, relatif rendah dan tidak mampu menopang, apalagi mendongkrak, kualitas penduduk yang rendah di banyak negara berkembang. Dengan kualitas penduduk yang rendah, partisipasi penduduk dalam angkatan kerja juga rendah. Akibatnya tingkat pendapatan penduduk menjadi sangat tidak memadai. Lebih lanjut dari pada itu tingkat kemiskinan yang diharapkan bisa makin menipis justru makin membengkak dan menyebabkan banyak hasil-hasil gemilang dihilangkan oleh kualitas penduduk yang tidak bertambah baik. Karena itu banyak negara mulai menyiapkan diri, mengadakan pertemuan nasional dan regional untuk menyongsong Konperensi Kependudukan yang baru di tahun 2004. Mereka berharap bahwa konperensi itu bisa menyegarkan komitmen, atau meningkatkannya menjadi lebih besar dalam menangani sisa-sisa masalah kependudukan yang masih tertinggal. Di tengah-tengah maraknya persiapan berbagai konperensi nasional dan regional menjelang Konperensi Kependudukan Dunia yang baru di tahun 2004, Amerika Serikat, yang dimasa lalu selalu menjadi negara penggerak pembangunan kependudukan, mendadak menunjukkan sikap dan tingkah laku yang tidak simpatik. Beberapa saat menjelang diadakannya beberapa konperensi regional tersebut, khususnya menjelang Konperensi Regional Asia dan Pasifik di Bangkok, Amerika Serikat menarik kembali komitmen bantuannya sebesar 35 juta dolar AS untuk UNFPA, suatu badan PBB untuk kependudukan. Padahal bantuan itu sudah direncanakan untuk diteruskan kepada banyak negara di Asia, Pasifik dan negara-negara berkembang lainnya untuk melanjutkan pembangunan kependudukan. Penarikan komitmen itu sungguh sangat disayangkan karena mengacaukan segala perencanaan yang telah lama disiapkan oleh Badan Kependudukan PBB di New York tersebut. Banyak negara yang sedianya menerima bantuan dari PBB menjadi batal atau sangat dikurangi bantuannya. Penarikan bantuan Amerika pada PBB itu diikuti pula dengan sikap Amerika yang secara kasar mementahkan komitmen yang dicapai di Kairo, sembilan tahun lalu. Kebijaksanaan itu dikaitkan dengan adanya tuduhan bahwa UNFPA telah membantu negara-negara tertentu dengan program yang mendukung praktek aborsi. Dukungan itu dianggap sebagai "penyelewengan" dari UNFPA, dan karena itu bantuan Amerika untuk badan dunia itu dibatalkan. Tidak mustahil, melalui berbagai badan dunia lainnya, Amerika Serikat, mungkin juga negara-negara donor lainnya, bisa menarik bantuannya untuk program-program kependudukan dan atau pemberdayaan sumber daya manusia yang selama ini telah dikembangkan. Suasana lingkungan nasional dan internasional tersebut mengharuskan bangsa Indonesia harus makin mandiri menyikapi dan mengembangkan terobosan-terobosan yang brilian untuk mempersiapkan penanganan masalah kependudukan dan pemberdayaan sumber daya manusia di tanah air dengan arif dan bijaksana. Kementrian dan lembaga-lembaga sentral, seperti Kantor Menko Kesra, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Dalam Negeri, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemen Sosial, Kementrian Pemberdayaan Perempuan, dan BKKBN, serta lembaga-lembaga swadaya dan organisasi masyarakat lain, yang selama ini selalu menggelar program dan kegiatan pemberdayaan sumber daya manusia secara sentral, perlu menyatukan diri dan menggelar upaya bersama meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk melanjutkan upaya yang selama ini telah menolong masyarakat dan penduduk di seluruh Tanah Air. Lembaga-lembaga itu perlu bekerja sama mengembangkan komitmen pemerintah daerah dan unsur-unsur pembangunan di daerah, melatih pimpinan dan komponen pelaksana di daerah untuk mampu mengembangkan program-program pembangunan berwawasan kependudukan, dan memberikan prioritas yang tinggi terhadap upaya pemberdayaan penduduk yang makin mandiri. Untuk itu berbagai pelatihan dan lokakarya perlu digalang agar para pemimpin di daerah yang biasanya mendapatkan tuntunan dari pusat, karena sistem yang bersifat sentralistik, bisa mengembangkan prakarsa dan merencanakan program yang mandiri dan cocok dengan perkembangan yang ada di daerahnya masing-masing. Lembaga-lembaga tingkat pusat perlu pula segera mengembangkan program-program percontohan yang prakarsanya dikembangkan bersama dengan unsur-unsur pemerintah daerah dan komponen yang ada di daerah, agar mereka akhirnya makin mampu mengembangkan program yang mandiri. Pengembangan dan hasil yang positif dari percontohan itu harus menjadi kebanggaan daerah agar segera ditiru atau diperluas ke daerah-daerah lainnya sesuai dengan kemajuan daerah yang dilayaninya. Proses ini harus menjadi prioritas utama untuk mengembangkan komitmen dan sekaligus tatanan operasional yang makin bermutu dan mantap. *** (Prof Dr Haryono Suyono adalah pengamat sosial-kemasyarakatan, dosen Unair Surabaya). ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Thu Feb 13 04:01:05 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Thu Feb 13 04:01:05 2003 Subject: [Nusantara] Mewaspadai Penyelewengan Raskin Message-ID: <20030213014346.35495.qmail@web21305.mail.yahoo.com> Mewaspadai Penyelewengan Raskin Oleh Eddy Suntoro Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang merupakan hak asasi manusia (HAM) bagi setiap orang, program raskin (beras untuk rakyat miskin) yang disalurkan sejak 10 Januari 2003 lalu perlu mendapat perhatian dan pengawasan ketat oleh pemerintah bersama masyarakat. Ini mengingat tahun-tahun sebelumnya, program ini banyak dimanipulasi dan diselewengkan oleh oknum petugas di lapangan, sehingga sangat merugikan keluarga miskin yang menerimanya. Kepala Badan Urusan Logistik (Kabulog) Widjanarko Puspoyo pun tidak menutup mata adanya penyelewengan dalam penyaluran raskin. Menurutnya, dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya masih ada penyelewengan penyaluran raskin, baik di tingkat Dolog di daerah maupun oleh aparat Dolog di Kecamatan atau tingkat kelurahan. "Beras raskin tidak boleh dijual lagi oleh aparat atau oknum dengan harga tinggi, tapi langsung dijual kepada masyarakat yang berhak," tegas Widjanarko kepada pers, baru-baru ini. Apa yang dikatakan Kabulog tersebut sangat tepat sebagai peringatan, agar penyaluran raskin bisa dilaksanakan dengan baik. Karena, dari berbagai pemberitaan di media massa, ada indikasi terjadi kesalahan dalam penyaluran raskin. Judul-judul pemberitaan, seperti: "Penyaluran Raskin Diselewengkan" (Suara Pembaruan, 13 Januari 2003), "Raskin Dijual ke Penadah" (Suara Pembaruan 16 Januari 2003), "Penyaluran Raskin di Gresik Salah Sasaran" (Kompas 24 Januari 2003), "Warga Keluhkan Raskin yang Tak Layak" (Kompas 27 Januari 2003), dan lainnya membuktikan adanya penyelewengan dan manipulasi dalam penyaluran raskin. Mengapa pengamanan raskin ini sangat penting? Selain anggaran yang disediakan pemerintah cukup besar, yakni Rp 500 miliar, program ini sangat strategis untuk membantu warga miskin yang kekurangan pangan menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berimbas naiknya pula harga-harga barang. Perlu diketahui bahwa raskin merupakan Program Kompensasi Subsidi BBM (PKS BBM) Bidang Pangan yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan akses pangan keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok. Raskin dibagikan kepada keluarga miskin yang terdaftar dan memiliki Kartu Raskin yang dikeluarkan oleh kelurahan atau kecamatan setempat. Raskin dibagikan selama 12 bulan (1 tahun) dengan setiap kepala keluarga (KK) dapat membeli raskin dengan harga Rp 1.000,- per kilogram sebanyak 20kg/kk/bulan. Berdasarkan data dari BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), sebenarnya jumlah penduduk miskin mencapai 15 juta kepala keluarga, namun karena keterbatasan dana pemerintah, jumlah penerima raskin di seluruh Indonesia tahun 2003 hanya 9,2 juta kepala kekluarga. Sedangkan 6 juta kepala keluarga lainnya yang belum dapat raskin akan dipenuhi dalam program lain, seperti bidang kesehatan dan pendidikan. Salah Penyaluran Melihat begitu strategisnya program raskin, berbagai kesalahan penyaluran yang terjadi selama ini harus diperbaiki dan diawasi secara lebih ketat lagi. Dari identifikasi data berdasarkan pemberitaan di media massa tahun 2002 dan 2003, ada beberapa kesalahan dalam penyaluran raskin, di antaranya adalah : Pertama, kualitas raskin jelek. Walaupun pemerintah menjamin raskin yang dibagikan kualitasnya baik, namun banyak dikeluhkan bahwa beras yang diterima bau apek, rasanya perak, kotor dan banyak kutunya. Karena raskin kurang layak dikonsumsi, beras dijual lagi ke pasaran dan uangnya dibelikan beras yang kualitasnya lebih baik. Kedua, salah sasaran. Raskin tidak dibagikan kepada keluarga miskin, tetapi kelompok masyarakat lain. Di Gresik, Jawa Timur misalnya, seorang anggota DPRD bahkan menerima kupon raskin, karena staf Kepala Desa Mengganti membagikan kupon merata kepada semua warga. Akibatnya, warga miskin yang berhak menerima hanya kebagian 10 kg dari jatah semestinya, yaitu 20 kg/kk. Hal yang sama terjadi di Kelurahan Cilincing, Jakarta Utara. Janda tua yang mestinya dapat kupon raskin malah tidak memperoleh, tetapi pemilik toko yang bukan keluarga miskin justru dapat kupon. Ketiga, ada biaya tambahan. Harga raskin yang semestinya dijual Rp 1.000/kg atau Rp 20.000 setiap 20 kilogram, terpaksa harus dibayar lebih, karena adanya biaya tambahan, seperti biaya administrasi, ongkos angkut dan lainnya mulai dari Rp 500,- sampai dengan Rp 6.000,-. Keempat, dijual lagi ke pasar. Raskin tidak langsung dibagikan kepada yang berhak menerima, tetapi oleh oknum petugas malah dijual ke penadah. Hal ini terjadi di Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Di sana oleh petugas koordinator yang membagi raskin malah dijual ke pasar dan uang hasil penjualannya digunakan untuk mendirikan tempat ibadah. Kelima, jumlahnya kurang. Raskin yang dibagikan bukan dalam bentuk ukuran per kilogram, tetapi per liter, sehingga beras yang diterima jumlahnya kurang. Kekurangan tersebut juga bisa terjadi karena penggunaan timbangan yang keliru dan berbeda dengan timbangan standar, sehingga ketika beras ditimbang kembali jumlahnya hanya 19 atau 19,5 kilogram. Keenam, menunggak setoran pembayaran. Akibat adanya tunggakan hasil penjualan raskin di suatu daerah yang tidak disetorkan kepada Dolog, Dolog tidak mau menyalurkan lagi jatah raskin sebelum tunggakan dilunasi. Hal ini tentu sangat merugikan penerima manfaat raskin, karena mereka membeli secara kontan, namun urusan penyetoran uang hasil pembelian tidak diketahui. Ketujuh, kesalahan data. Karena kurangnya koordinasi pemerintah pusat, propinsi, kabupaten sampai desa, jumlah orang miskin yang didata lebih besar atau lebih sedikit dari yang sebenarnya, sehingga raskin yang dibagikan kurang atau lebih. Contohnya, di Jakarta. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Jakarta tahun 2003 sebesar 84.000 kk, sehingga diperlukan raskin sebanyak 20.160 ton. Namun, karena pemerintah pusat berpatokan pada penduduk miskin tahun 2002 sebanyak 112.000 kk, yang memerlukan raskin sebanyak 26.888 ton, maka kelebihan stok sebanyak 6.720 ton sangat rawan untuk diselewengkan. Kedelapan, tidak sesuai harga. Harga pembelian raskin yang semestinya Rp 1.000/kg, harus dibeli dengan harga Rp 1.300/liter (bukan kilogram). Dari uraian di atas, dapat dikatakan penyaluran raskin sangat rentan terhadap penyelewengan dan manipulasi, karena banyak celah-celah yang bisa dilakukan oknum petugas di lapangan untuk menyunat raskin. Untuk itu, pemerintah, selain harus memperketat penyaluran raskin, juga harus menyempurnakan mekanismenya, sehingga peluang untuk menyelewengkan raskin bisa dihilangkan. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam penyempurnaan dan pengawasan raskin, antara lain: Pertama, perlu dilakukan sosialisasi program raskin, baik terhadap aparat/petugas di lapangan, keluarga miskin yang akan menerima dan masyarakat umum. Kedua, mekanisme penyaluran perlu disempurnakan dan disederhanakan, sehingga semua orang dapat mengetahui prosedur penyaluran raskin, mulai dari pengadaan, pembagian, dan pelaporannya. Ketiga, pengawasan harus lebih diperketat lagi, dan benar-benar melibatkan berbagai komponen masyarakat, seperti perguruan tinggi, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan lainnya, sehingga mempersempit peluang menyelewengkan raskin. Keempat, sistem pelaporan dan evaluasi harus dilaksanakan dengan baik, sehingga jika ada berbagai kekeliruan dan kesalahan dapat dideteksi secara dini dan dapat dicarikan solusinya. Kelima, untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan raskin, pemerintah harus membuka Kotak Pos Pengaduan, baik di tingkat Pusat maupun sampai di tingkat kelurahan, sehingga masyarakat berani melaporkan kesalahan yang dilakukan oknum dalam penyaluran raskin. Keenam, untuk memberikan pelajaran kepada semua pihak dalam penyaluran raskin agar tidak melakukan kesalahan, setiap terjadi kesalahan dan kecurangan yang mengakibatkan kerugian pemerintah dan masyarakat akibat diselewengkannya raskin, pihak-pihak yang terlibat menyelewenglkan raskin harus diberi sanksi hukum yang tegas dan keras, sehingga yang lainnya takut melakukannya. Dengan upaya di atas, diharapkan penyaluran raskin tahun 2003 ini akan lebih sukses lagi, sehingga akses pangan keluarga miskin benar-benar bisa terpenuhi. Semoga. *** (Penulis adalah staf Badan Bimas Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian). ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com From gigihnusantaraid@yahoo.com Sat Feb 15 05:12:03 2003 From: gigihnusantaraid@yahoo.com (Gigih Nusantara) Date: Sat Feb 15 05:12:03 2003 Subject: [Nusantara] Rakyat Miskin Semakin Menderita Message-ID: <20030213014417.76449.qmail@web21307.mail.yahoo.com> Rakyat Miskin Semakin Menderita Oleh Susidarto "Menabur Angin, Menuai Badai". Rasanya judul buku kontroversial, yang pernah populer beberapa tahun lalu, kembali rele- van untuk menyebut kebijakan yang ditelorkan pemerintah Megawati di awal 2003 ini. Pemerintah telah menabur kebijakan non-populis, akhirnya badai besar yang dituai. Pemerintah tampaknya tidak pernah berhitung cermat dan cerdas, bahwa eskalasi resistensi masyarakat terhadap kebijakan kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik (TDL) dan telepon serta harga-harga lainnya, sungguh sangat fantastis. Hampir semua "komponen" masyarakat bergerak, utamanya "disponsori" oleh para pengusaha, yang terancam mengalami penurunan profit (keuntungan). Setelah Istana dibombardir dengan berbagai aksi turun jalan (demontrasi), baik dari kalangan mahasiswa, LSM maupun pengusaha, maka paling akhir para pengusaha papan atas, yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) juga ikut "berdemo" dalam bentuk dialog dengan pemerintah. Para pengusaha yang relatif sudah berkecukupan ini ternyata juga tidak mau kalah dengan orang-orang miskin. Mereka ikut meminta jatah kompensasi kenaikan harga BBM, TDL dan telepon tersebut. Bahasa vulgarnya, mereka juga meminta jatah subsidi dari pemerintah. Lho kok sami mawon? Lalu apa bedanya orang (pengusaha) kaya dengan orang miskin? Kok kedua-duanya meminta keringanan dalam bentuk stimulus ekonomi? Namun, fenomena lucu inilah yang dijumpai di negeri ini. Orang-orang kaya tampak semakin "rakus", terlihat dari berbagai manuver mereka menghadapi kenaikan BBM, tarif listrik dan telepon ini. Mereka meminta berbagai keringanan pajak, bea masuk serta keringanan tarif lainnya. Mereka seolah tidak mau merugi, dan dengan mengatasnamakan rakyat kecil, mereka seolah memperjuangkan hak-hak kaum buruh. Anehnya, pemerintah tampaknya gentar dan ketakutan dengan para pengusaha ini. Pemerintah meladeni dan mungkin meluluskan permintaan mereka, walau mungkin akan menurunkan pendapatan negara, jauh melampaui besarnya pencabutan subsidi. Akhirnya, kebijakan pencabutan subsidi BBM, yang bertujuan menaikkan pendapatan negara, menjadi gagal. Bagaimana dengan keberadaan orang-orang miskin? Mereka, yang selama ini tidak memiliki akses ke Istana (termasuk ke wakil rakyat sekalipun), ternyata lebih banyak diam. Kaum duafa dan kelompok marjinal ini seolah hanya nrimo (menerima) dan pasrah dengan keadaan. Mereka adalah kelompok yang selama ini masuk ke dalam keluarga prasejahtera, dan miskin. Keluarga miskin yang jumlahnya banyak ini, jelas akan semakin bertambah banyak dengan kenaikan harga dan tarif ini. Kualitas kehidupan mereka semakin bertambah terpuruk, frustasi dan semakin miskin, karena kenaikan tarif serentak ini akan segera diikuti dengan meroketnya harga komoditas lainnya. Memang, sebagai kompensasi kenaikan harga BBM ini, pemerintah memberikan subsidi kepada kelompok kurang mampu sebesar Rp 4 triliun (2003), naik dari Rp 2,8 triliun (2002). Namun, jumlah ini terlampau kecil untuk mengcover kebutuhan rakyat miskin. Itu pun belum dikurangi dengan berbagai kebocoran di sana-sini, yang akhirnya mengurangi jatah subsidi yang seharusnya diterima masyarakat. Padahal, pemerintah mencabut subsidi BBM sebesar Rp 16 triliun, yakni dari Rp 30,3 triliun (2002) menjadi hanya Rp 14,6 triliun (2003). Sisanya, yakni setelah dikurangi dana kompensasi, dipergunakan untuk menutup defisit APBN. Namun, dana ini menjadi tidak ada artinya, apabila pemerintah jadi memberikan stimulus fiskal pada para pengusaha di atas. Fenomena yang muncul akhirnya adalah ketidakadilan ekonomi. Orang-orang kaya, yakni mereka yang selama ini berkecukupan, terus saja dielus-elus, dibantu, sementara itu rakyat miskin justru menjadi "sapi perah". Keadilan dan nurani pemerintah, seolah menjadi tumpul dengan munculnya lobi tingkat tinggi para pengusaha. Fenomena itu setidaknya merupakan bentuk kolusi tingkat tinggi, yang berlindung di balik kenaikan harga BBM. Pengusaha domestik, ternyata tidak cukup tangguh dan cenderung cengeng, terlihat dari permintaan mereka untuk terus-menerus disubsidi. Seharusnya, mereka cukup malu dengan rakyat yang tidak terlalu banyak omong. Ketidakadilan ekonomi tidak hanya sebatas itu. Fenomena subsidi kepada orang kaya ternyata sudah lama terjadi, bahkan akan semakin menjadi-jadi. Setelah pemerintah terus menerus tersandera untuk membayar bunga obligasi sebesar Rp 53 triliun (2002) lalu, di tahun 2003, hal yang sama masih saja terjadi. Bukankah pembayaran bunga obligasi -- akibat krisis ekonomi perbankan --, merupakan subsidi dari pemerintah (merupakan uang rakyat)? Kalau saja pemerintah tidak mem bail-out perbankan sebesar Rp 650 triliun, bukankah subsidi yang diberikan kepada rakyat kecil bisa bertambah besar? Fenomena ketidakadilan ekonomi semakin bertambah parah setelah Presiden Megawati mengeluarkan Inpres yang memberikan kewenangan kepada Ketua BPPN untuk meneken surat Release & Discharge (R&D) kepada obligor kakap. Ini juga merupakan bentuk "subsidi" gila-gilaan terhadap konglomerat, yang nyata-nyata sudah merugikan negara ratusan triliun rupiah. Hati masyarakat kembali disayat-sayat oleh realitas yang ada di depan mata. Kembali pemerintah dan para penyelenggara negara seolah tidak memiliki kepekaan nurani terhadap ketidakadilan ekonomi. Pemerintah seharusnya membayar harga dan berlaku adil terhadap masyarakat, tanpa pandang bulu. Ekonomi subsidi yang salah sasaran, yakni subsidi terhadap komponen harga (komoditas) memang sudah saatnya dihapus. Subsidi kepada para pengguna sudah tepat sasaran. Hanya saja, jumlah nominal sebesar Rp 4 triliun sungguh terlalu kecil untuk mengcover berbagai kenaikan harga komoditas lainnya. Sementara di saat yang sama, subsidi yang diberikan kepada para pengusaha konglomerat, sungguh sangat besar. Semestinya, para pengusaha ini ikut berbagi beban dan mungkin harus berkorban membantu masyarakat miskin. Sudah selayaknya, mereka tidak hanya lip service dan menggunakan masyarakat miskin untuk kepentingan kelompoknya. Semua pihak harus ikut berkorban, dan mereka yang sudah kaya selayaknya paling banyak berkorban. Dalam konteks ini, ekonomi subsidi hendaknya hanya diberikan kepada mereka yang berkekurangan dan tidak mampu secara ekonomi. Prinsip dari subsidi ini adalah melakukan optimalisasi terhadap besar cakupan peserta program, minimalisasi kebocoran, dan biaya administrasi dengan kendala anggaran yang dialokasikan untuk program tersebut. Melakukan optimalisasi tiga fungsi obyektif tersebut tidaklah mudah. Misalkan, kita menginginkan tingkat kebocoran minimal maka biaya admisnistrasinya cenderung membengkak dan begitu pula jika cakupannya diperluas, maka biaya administrasinya harus diturunkan maka probabilitas kebocorannya pun akan meningkat pula. Untuk itu, transparansi penyaluran dana menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Perlu dicarikan mekanisme panyaluran dana yang efektif dan efisien. Masing-masing provinsi, departemen teknis, atau kelompok masyarakat hendaknya jangan saling berebut untuk menjadi yang "paling" miskin, dan layak menerima bantuan. Data studi kemiskinan yang jujur dan fair perlu dipakai untuk penyaluran dana kompensasi BBM ini. Kita semua hendaknya belajar jujur terhadap orang miskin, karena mereka sesungguhnya memerlukan bantuan itu. Kondisi mereka sungguh sudah SOS (save our soul), dan banyak di antaranya yang sudah dalam kondisi kritis, potensi kehilangan generasi (lost generation) dan mungkin busung lapar. Mereka sungguh perlu dikasihani, bukan dimanipulasi. Dalam jangka panjang, berbagai bentuk ekonomi subsidi langsung kepada komoditas sebaiknya dihilangkan. Kita masih memiliki banyak pilihan lain untuk membantu masyarakat miskin dan menegakkan aspek keadilan. Misalnya, melalui mekanisme pemerataan dan redistribusi pendapatan yang lebih baik dan adil. Di antaranya adalah melalui sistem perpajakan yang progresif, pengenaan pajak kekayaan, kemudahan akses perbankan bagi koperasi dan UKM (misal, dengan suku bunga subsidi layaknya KLBI), atau upaya-upaya pemberdayaan masyarakat miskin lainnya. Berbagai terobosan cerdas semacam inilah, yang justru ditunggu oleh masyarakat miskin, yang selama ini seolah terpinggirkan dari wacana perekonomian global. *** (Penulis adalah pemerhati masalah ekonomi, bekerja di perusahaan konsultan PT Zeus Citra Int). ===== Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/ Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini) Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di http://matpithi.freewebsitehosting.com YANG BARU : http://nusantara.b3.nu/ situs kliping berita dan posting pilihan demi tegaknya NKRI. Mampirlah ! __________________________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Shopping - Send Flowers for Valentine's Day http://shopping.yahoo.com