[Apakabar] Ratusan ribu WNI di Malaysia pemegang SAP (CI) terancam terkurung
abdul rojak
apakabar@polarhome.com
Mon, 13 Oct 2003 09:31:41 +0000
Ratusan ribu WNI di Malaysia pemegang SAP (C.I.) terancam “terkurung”
Sekarang lebih baik kalau dirasa perlu, sesuatu perkataan, yang penulisnya
ragu mengartikannya, harus diberi tanda kutip. Dengan tanda kutip yang jelas
bermaksud mengartikan dengan makna yang lain.
Artinya makna yang bukan saja atau berlainan dengan yang tertulis
harafiahnya.
Soalnya apa. Gara-gara lupa menaruh tanda kutip seorang “engkoh” atau “ah
pek” yg membaca pernah nyemprot dengan gaya komandonya. “Camkan itu”. Ini
soal ceritera sebelumnya sehubungan dengan pemboman di JW Marriot Hotel yang
dikomentari oleh tulisan itu dengan mengatakan bahwa memang bangsa Indonesia
memang bangsat. Istilah bangsat itu sebetulnya harus diberi tanda kutip
sehingga seharusnya ditulis “bangsat”. Dengan tanda kutip itu untuk kata itu
jadi akan bermakna luas.
Jelas donk tidak semua bangsa Indonesia bangsat. Masak pengemis ditepi jalan
untuk mempertahankan hidupnya dihari itu harus dikategorikan bangsat hanya
karena ulah pelaku pemboman JW Marriot gara-gara dikatakan semua bangsa
Indonesia adalah bangsat.
Tulisan itu sebetulnya tidak salah. Cuma meng-echo-kan tulisan di milis
Apakabar beberapa tahun yg lalu yang ditulis oleh seorang diplomat yang
pernah bertugas di negara tetangga yang sekarang menjadi top boss alias
Dubes di salah satu negara Afrika bagian utara (heran juga orang beginian
koq bisa jadi Dubes). Apa nggak ada orang lain di Deplu ini. Bagi mereka
yang rajin coba semak tulisannya yang berjudul “200 juta manusia Indonesia
adalah bangsat”, sekali lagi di Milis Apakabar. Ah sudahlah…. cerita lama…..
Memangnya gua pikirin. Yang jelas gua sumpahin.
Berikut ini ceritera lain pula.
Baru-baru ini banyak WNI yang tinggal dan masuk secara illegal di Malaysia,
pemegang status penduduik tetap namun tanpa memiliki Paspor RI yang
jumlahnya ratusan ribu (karena sudah “melucut” istilah lain untuk
menanggalkan ke-WN-an) menyatakan kesedihannya karena terancam “terkurung”
alias tidak bisa keluar dari Malaysia. Biasanya kawan dan rekan kita
sebangsa setanah air kategori ini apabila sudah mendekati bulan Puasa mesti
ngantri minta visa untuk pulang berhari raya ke tanah air. Namun ketika
mereka bermaksud untuk memperbaharui dokumen SAP (Surat Akuan Pengenalan)
atau C.I.-nya (Certificate of Identity), ternyata pegawai Imigeresen
Malaysia (pejabat yang mengeluarkan SAP untuk memudahkan mereka keluar
masuk), mengatakan bahwa Imigeresen Malaysia sekarang sudah tidak lagi
mengeluarkan dokumen perjalanan itu dan meminta mereka ini untuk pergi ke
KBRI guna memperoleh paspor baru.
Jelas donk KBRI di Kuala Lumpur tidak akan mengeluarkan passport RI untuk
orang-orang kategori ini. Tetapi ngomong-omong Perwakilan RI yang lain di
Penang (Konjen RI di Penang) mengeluarkannya untuk orang-orang pemegang SAP
ini. Ada pula yang memberitahu bahwa Konsulat RI di Johor Baru juga sudah
memberikan passport RI “kembali” pada orang-orang ini.
Menyangkut hal yang prinsip apakah ada kebijakan berlainan diantara
Perwakilan-Perwakilan RI di Malaysia. Atau mungkin karena kelihaian si
pemohon dalam mengajukan permohonan maka bisa dilayani. Atau karena “uang
punya pasal” maka Konjen RI di Penang dan Konsulat RI di Johor Baru membuat
“kebijakan tersendiri”. Banyak pemegang SAP yang tinggal diwilayah
berdekatan dengan Kuala Lumpur heran dan menggerutu mengapa KBRI Kuala
Lumpur tidak mengeluarkan “kebijakan yang sama”. Tokh khan dapat menambah
pemasukan pendapatan non budgetair KBRI Kuala Lumpur yang menipis gara-gara
tiadanya pemutihan lagi. Atau mereka-mereka ini yang SAP-nya tidak bisa
diperpanjang oleh Imigeresen Malaysia bisa ber-“negosiasi” dengan Perwakilan
RI di Penang dan Johor Baru karena kalau mau diteliti surat “Perlucutan” WNI
dulu hanya mengatakan bahwa orang-orang ini “tidak terdaftar” sebagai WNI di
KBRI tetapi dinegosiasi oleh pemohon dengan mengatakan terdaftar sebagai WNI
di Indonesia. Dengan demikian passport RI baru, bisa dikeluarkan oleh
perwakilan-perwakilan RI tersebut.
Ada selentingan yang mengatakan bahwa Imigeresen Malaysia tidak mengeluarkan
SAP baru atau menghentikan perpanjangannya gara-gara banyak orang Indonesia
yang terlibat dengan “JI” (Jemaah islamiyah) sehingga memudahkan pihak yang
berwajib Malaysia untuk “mencarinya”. Pada hal sebetulnya kalau mau
pemerintah Malaysia bisa saja tidak perlu menghentikan pengeluaran atau
perpanjangan SAP. Karena SAP juga merupakan sumber pemasukan dana yang besar
bagi pemerintah Malaysia. Pembaca mau tahu berapa sikh tarip sebuah dokumen
yang bernama SAP. Tidak besar koq “hanya’ RM 500.00 (Lima ratus Ringgit
sahaja) dan berlaku untuk 5 tahun.
Sebetulnya kalau mau KBRI Kuala Lumpur sebagai “malaekat” dan kalau boleh
masih bisa dianggap juga sebagai “juru selamat” orang-orang Indonesia
mengambil langkah cepat dengan sekali lagi, “memutihkan” jenis orang-orang
dalam kategori ini. Tokh berarti pemasukan besar bagi Kas Besi KBRI.
Sudahlah tidak perlu terpaku dengan kata-kata di dalam surat “Perlucutan”
yang dikeluarkan yang berbunyi ‘TIDAK LAGI MENJADI WARGA NEGARA INDONESIA’
dan bukannya seperti redaksi kata-kata sebelumnya ‘TIDAK LAGI TERDAFTAR
SEBAGAI WNI DI KBRI KUALA LUMPUR”. Khan bisa diatur.
Bagaimana ini Pak K.U.ai. atau harus dipikirkan sebagai .pekerjaan rumah
untuk balon Dubes RI untuk Malaysia, Jenderal Polisi Rusdihardjo agar mulai
dicoba untuk direnungkan. Betul begitu Pak Jenderal!!?.
Siapa yang mau berkomentar?
_________________________________________________________________
Protect your PC - get McAfee.com VirusScan Online
http://clinic.mcafee.com/clinic/ibuy/campaign.asp?cid=3963