[GMNI] Fw: SBY atau MEGA? Jauhi bibit HIV.
didonk-cbn
didonk at cbn.net.id
Wed Jul 14 20:31:02 CEST 2004
----- Original Message -----
From: r3xtiger
To:
Sent: Thursday, July 15, 2004 2:28 AM
Subject: Fw: SBY atau MEGA? Jauhi bibit HIV.
----- Original Message -----
From: "aboeprijadi santoso"
To: <nasional at groups.or.id>
Sent: Monday, July 12, 2004 8:50 AM
Subject: [Nasional] SBY atau Mega? Jauhi Capres ber-HIV, Orba & Dangkal
SBY atau Mega?
Jauhi bibit HIV, titisan Orba dan pendangkalan.
1. Sangat mungkin SBY mengemban dosa HAM (Timor Timur 1976, 1978, 1999,
Jakarta 27 Juli 1996), seperti juga Wir (Jakarta Mei 1998, Timor Timur 1999,
Semanggi I & II,1999-2000).
SBY, sama dengan Wir, tak bersedia mengungkap kisah-tempurnya yang
melibatkan korban korban sipil di masa lalu. Sehingga, besar kemungkinan,
SBY, idem dito
Wir, kelak akan mudah melanggengkan impunitas. Meski pun, benar, rincian
pelanggaran HAM oleh SBY, berbeda dengan Wir, masih harus lebih
diverifikasi. Namun, pengalaman pelanggaran HAM terlanjur merasuk, meresap
dan mengendap di balik kulit Capres yang eks Menko Polkam SBY dan Wir.
Dengan kata lain, SBY, apalagi Wir, sudah mengidap, atau memiliki risiko
tinggi untuk mengidap penyakit HIV: Highly Internalized sin of state
Violence.
Kalau begini, bung Hendardi, Munir, Johnson, mbak Ita dan mbak Esther
harus bekerja lebih membumi, memasyarakat, membangunkan parpol parpol dari
tidurnya, selamat bekerja lebih keras! Dan selamat mendukung mereka lewat
talk show Anda, bung Wimar!
2. SBY, seperti Wir, terpenjara di dalam kerangka berpikir dan kerangka
institusional Orde Baru, khususnya tentara, lebih khusus lagi struktur
teritorial, sehingga dia - setali tiga uang dengan Wir - sulit diharapkan
akan bersedia dan mampu melancarkan
reformasi pada struktur tentara Indonesia.
Dengan demikian, SBY, apalagi Wir, mengancam rasa keadilan dan harga diri
dari saudara saudari sebangsa, dan oleh karena itu, membahayakan persatuan
yang
beradab dan peradaban yang bersatu di dalam nation-state Indonesia.
Anda tak percaya? Jalan jalan dan tengoklah para korban di bekas Rumah
Geudong, ajang aniaya di Teupin Raya, Pidie, Desa Janda, atau ke ExxonMobil
di
Lhoksemauwe, Aceh, Freeport di Timika, Papua, atau minta Romo Sandyawan
buka cerita lagi tentang Mei 1998. Sudahkah Anda lupa nasib Timor Timur,
Aceh,
Tionghoa di Jakarta Mei 1998, saudara saudari Papua yang diterlantarkan
lantas dimekarkan, kerabat sebangsa yang disuruh kelayaban di rantau, dst,
dst?
3. Dengan bergolput, atau mencoblos Capres selain SBY dan Wir, maka Anda
memenuhi tanggungjawab dengan meneteskan sumbangan Anda pada peningkatan
kehidupan berdemokrasi yang berbobot. Tetesan sumbangan Anda itu perlu demi
pendidikan politik.
Caranya? Jauhi politik citra (the politics of public image).
Soalnya, SBY mencuat terutama berkat citra publik. Dia dianggap tampan,
bijak, bermutu kepemimpinan, gagah, memancarkan wibawa. Apakah Ibu Megawati
kurang cantik, Wir kurang tampan, Amien Rice (seperti juga Condoleeza Rice)
kurang berkepemimpinan, dan HahaHaz, minimal dalam bentuk silhouette, kurang
menarik (kok bisa memikat tiga istri?)? Ini namanya pendangkalan.
Jadi, jauhkan cara mencoblos dangkal dengan berpaku pada citra publik itu.
Sumbangkan nalar Anda dengan bertanya-diri: Bagaimana hak hak Anda bakal
terpenuhi di bawah Presiden Mega, SBY, AmienRice, HahaHaz atau Wir? Adakah
capres capres itu, misalnya, berbicara berapa hektar lahan perlu dijamin
untuk
setiap petani Indonesia? Adakah mereka memiliki konsep untuk menjaga harga
produk minyak bumi di OPEC di hadapan negara negara non-OPEC, sekaligus
menekan harga harga BBM domestik, dan menjaga daya beli rakyat? Apakah
mereka mampu menjaga persatuan bangsa yang bermartabat, yang memungkinkan
Anda bersohib secara hangat dan semartabat di Aceh, Papua, dsb, ataukah akan
meneruskan tradisi NKRI versi Negara Kekerasan Republik Indonesia?
Ujilah capres-capres itu dengan kriteria-kriteria itu, bukan dengan ukuran
gagahnya SBY, cantiknya Mega, gantengnya AmienBeras, polygam-nya HahaHaz,
atau
merdunya suara Wir.
Kibarkan tiga kriteria ini untuk Pilpres putaran kedua:
1. Jauhi HIV
2. Jauhi bau bau Orde Baru
3. Stop proses pendangkalan
Nah, ketiga kriteria itu akan membantu Anda dalam putaran kedua. Artinya,
menjauhi SBY, bergolput, atau mencoblos Ibu Mega. Lakukan metode
voting-against,
bukan voting-for. Jadi coblos Ibu Mega tanpa merasa mendukung Mega,
melainkan dalam rangka menjauhi SBY yang berpotensi HIV, Orba, dan bisa
menang hanya
karena proses pendangkalan publik itu.
Tapi adakah Ibu Mega lulus ketiga kriteria tsb? Memang Ibu Mega pernah
membiarkan epidemi HIV, ingkar janji Cut Nyak kepada Aceh, memberi ruang
kepada titisan-titisan Orde Baru, dan ikut bermain dangkal.
Jadi, sebenarnya, saya pun tak punya argumentasi kuat demi Mega.
Tetapi, ada satu patokan akal sehat, yaitu:
Seseorang (apalagi jika presiden) yang menyadari kesalahan pada masa
bhaktinya yang lalu, dia akan berupaya, atau paling sedikit mendengar upaya
untuk tidak mengulangi kesalahan tsb. Sedangkan figur baru berbau HIV dan
Orba di kursi RI Satu, mungkin akan mengembangkan ketiga epidemi tsb. Ini
namanya "back to
the future". Maklum, pilpres ini telah mem-fait d'accompli -kan kita
semua.
Lagi pula, pilpres yang aman dan damai serta hasilnya membuktikan bahwa
120an juta elektorat sudah lebih matang dengan memilih secara perorangan.
Jadi boleh
diharapkan mereka akan lebih mendayagunakan akal sehat.
Tabik,
Aboeprijadi Santoso
Radio Nederland
-------------- next part --------------
An HTML attachment was scrubbed...
URL: http://www.polarhome.com/pipermail/gmni/attachments/20040715/1b262344/attachment.html
More information about the GMNI
mailing list