[GMNI] Re: Buat Sdr. Donny yg tidak terima GMNI dimaki

didonk-cbn didonk at cbn.net.id
Tue Jul 20 08:07:12 CEST 2004


merdeka,

yth donny dan kawan2 sekalian,
kelincahan dan kecerdasan berpolitik khas gmni memang sulit dilakukan kalau kemudian motivasi yang melatar belakanginya adalah sudah motivasi kepentingan privat.

motivasi privat diantaranya adalah kepentingan pribadi elit politik gmni, kepentingan kelompok/clan the ruling class yang mantan aktivis gmni (alumni gmni), dan atau kepentingan sesaat berupa harapan akan mendapat keuntungan jangka pendek atas move politik-nya (lain katanya: motivasi mendapatkan uang atau kekuasaan).

nah bagaimana kemudian membedakan isu2 yg diusung apakah isu2 itu milik privat atau milik publik, dan apakah bungkusnya dapat dikategorikan original atau cuman oderan, itu yang saya ingin bahas disini.

sperti misalnya PRD, sudah tidak heran kalo kemudian poros ini berteriak teriak ttg anti militer, anti kemapanan dan kemudian bungkusnya adalah demo turun jalan, njatuhin pagar, bentrok dengan tentara, ya semua sudah mahfum. itulah fatsun politik yang diangkat oleh PRD dan pilihan langkah2 taktisnya. nah semua akan heran dengan mata mendolo kalo kemudian PRD dukung jenderal susilo (misalnya), ya ini jelas kemudian keluar dari fatsun politik mereka yang seharusnya. sebagai contoh saja bahwa di tiap organisasi fatsun itu sudah jelas alias terang trawoco.

nah saya mau uji kemudian, apa ide anti militerisme atau selamatkan pemerintahan sipil milik gmni ini original atau cuplikan atau (bahkan) orderan.

dimana teori2 politik menjelaskan hubungan dikotomi antara sipil-militer? sejauh yang saya tau tidak ada satu teori-pun di dunia ini yg melatar belakangi isu/pemikiran tersebut. mbah2 filsafat duni mungkin akan jadi puyeng, bahwa di indonesia dikotomi sipil-militer berkembang (saat pemerintahan suharto) maka itu kemudian buat saya adalah kemunduran pemikiran. jelas2 "state-civil society-market" yang merupakan segi3 tarik menarik kekuatan yang sudah jelas. artinya kalo kemudian gmni berada dalam koridor civil society (publik) maka siapapun di "state" dan "market" merupakan sasaran dari resonansi gerakan yang dilakukannya.

sekedar kritik, bukan kemudian menjelang pemilu pilpres baru dikabarkan dan baru dilakukan model gerakan yang (bisa dibaca) cuplikan, bahkan orderan. 

sebelum menguji efektifitas isu yang diangkat, pemilu legislatif telah menjawab semua nya, bahwa masyarakat kita masih terkungkung di alam imaginasi citra publik, atau yang budiarto shambazy katakan "politics of public image", nah  sambil ber-hehehe hihihi apa ya masih efektif isu2 yg selama ini diangkat oleh kawan2 gmni tersebut dalam perang citra publik? apa ini merontokkan masyarakat kita yg kena amnesia berat ini?

bahwa kemudian saya mempertanyakan kenapa gmni tidak meresonansi ke arah kepentingan "state" dan "market" saja?? hegemoni state dan ide pembebasan pasar milik "market" kenapa tidak dianalisa?

dimana posisi amerika? dimana posisi kepentingan pasar bebas a.k.a. TNC?? siapa yg kemudian menjadi palang penghadang dan siapa yg jadi boneka?? siapa yg mendapat donor dari cukong judi??  mana yang merupakan koalisi strategis masa depan indonesia? koalisi pdip-nu-pkb-golkar atau koalisi p-dmkrat-pan-pks-pbb?

kalo kemudian bergerak menjadi sebuah pilihan, maka di pihak publik-lah seharusnya kita berdiri, di pihak yang tertindas oleh perintah2 asing, pihak yang terindas oleh penetrasi pasar asing. isu2 yg diangkatpun seharusnya tidak lepas dari situ.

kebenarannya masih diragukan, tapi bahwa jenderal susilo membawa pesan asing dan dibelakang beliau ada kepentingan besar pembebasan pasar, diakui atau tidak itulah sesuatu yang harus ditakutkan.

ya boleh2lah kita angkat isu anti militerisme atau "selamatkan pemerintahan sipil", tapi buat saya ini tidak lebih omong besar saja yg tidak mencengkeram isu sesungguhnya. bahkan sama sekali tidak bisa dikatakan tajam sebagai isu. nggak tajam alias nggak tepat sasaran, sementara energi yang dibuang sedemikian besarnya. yaa.. kasarnya mbok ya gmni mengerjakan "lahn" lain yg lebih cerdas.

hhmm.., yth bung donny dan kawan2 sekalian, saya tau mailing list ini tidak steril, banyak yg bukan gmni memantau kita, tapi ya cuek2 saja mau diapain kalo mereka tau, betul tidak? wong omongan kita ya normatif2 gini saja kok,

nah, putaran ke II tinggal 1,5 bulan lagi, saya dengar gmni mau ada acara rakornas di bangkalan besok tgl 26, ya semoga bisa menjadi pencerahan sedikit kepada cara kita bersikap agar tidak keblusuk pada kepentingan2 privat atau orderan yg tadi saya singgung.

semoga juga kita (in javanese) enggak anyi-anyi. hehehehe, alias enggak nanggung.. kesana enggak kesini enggak... nggak jelas! pilihan ada pada diri kita, bukan pada senior2 kita yg sekarang sedangmerapat ke jenderal susilo maupun ke mega, bukan.. bukan di mereka, tetapi di pundak kawan2 semua sebagai gmni (aktif).

selamat, semoga sukses berjuang!


didonk
surabaya.

ps: berkali kali diulangi: netral itu bukan steril. 
  ----- Original Message ----- 
  From: donny 
  To: Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia 
  Sent: Saturday, July 17, 2004 1:47 AM
  Subject: Re: [GMNI] Re: Buat Sdr. Donny yg tidak terima GMNI dimaki


  Sebagai kritik otokritik tentu sebagai salah satu kader GmnI saya sangat terima sekali. Semua kawan-kawan pun yakin bisa menerima selama itu masih dalam batas-batas etika politik. Namun beberapa lontaran dan bahasa bung Mahardhika cenderung tendensius, emosional dan memvonis. Saya menghargai bung Mahardhika yang masih peduli terhadap sepak terjang GmnI, dan tentunya bung Mahardhika juga bisa menghargai kawan2 yang saat ini bersusah payah kecapekan berjibaku membangun pilar-pilar demokrasi ditingkatan grass root.

  Bukan kata maki seperti "bego loe" yang sebenarnya harus dikeluarkan dalam konteks otokritik yang menghargai, itu saja yang membuat saya kecewa.

  Persoalan GmnI yang saat ini dipandang membela Mega sebenarnya adalah bentuk kesalah-kaprahan beberapa orang terhadap posisi GmnI. Dengan memunculkan issue militer dan militerisme kemudian GmnI dipandang memback-up langkah gerak Mega menuju kursi Presiden.

  Kalau kita mau jeli, isu militer dan militerisme (lepas dari kecurigaan permainan asing) sebenarnya bukan milik GmnI sendiri, sebagian besar NGO dan gerakan mahasiswa menyuarakan isu yang sama. Militer yang mulai kembali masuk pada kancah politik ketatanegaraan Indonesia saat ini dapat dipandang sebagai common enemy baru bagi kekuatan gerakan mahasiswa dan NGO.

  Prinsip yang dipegang teguh GmnI yang saya tahu dalam Pemilu 2004 ini adalah "Selamatkan Pemerintahan Sipil" dan "Tolak Presiden/Wapres dari unsur Militer". Artinya siapapun Presidennya yang penting harus sipil, apakah itu Amien Rais ataukah Mega. Bukankah KAMMI saat ini juga menyatakan sikap yang sama?! Lalu apakah kemudian KAMMI dapat dianggap pendukung Mega? ternyata tidak toh?

  Memang boleh2 saja sikap politik GmnI itu kemudian dimasukkan dalam peta politik saat ini dimana GmnI dipetakan sebagai kekuatan pendukung Mega. Itu wajar karena Mega sebagai salah satu alumni GmnI dianggap memiliki ikatan historis yang kuat dengan GmnI.

  Tetapi itu bukan berarti kemudian GmnI mendukung Mega kan? GmnI memiliki garis ideologi sehingga jika GmnI saat ini mengambil garis politik itu bukan berarti membabi buta, karena garis politik itu bersumberkan pada garis ideologi yang telah ditetapkan. Mengawal demokrasi itulah yang menjadi prioritas tanggung jawab GmnI saat ini, bukan mengawal Amien, SBY atau Wiranto sekalipun.

  Patut diingat, sikap politik tolak militer itu bukan reaksioner dan emosional. Sikap politik itu juga bukan kepentingan politik praktis kawan2 GmnI. Sikap politik itu lahir dari garis ideologi tentang perlunya membangun demokrasi politik yang berkeadilan bagi seluruh rakyat. Sikap politik itu juga lahir dari garis sejarah yang menunjukkan pengaruh militer yang tiga dekade menghancurkan seluruh bangunan negara dari budaya, ekonomi dan politik.

  Ingat, kita tidak anti militer, kita hanya ingin menempatkan militer sesuai dengan porsi dan tempatnya. Tidak ada sejarah demokrasi dengan menggunakan senjata. Tidak ada sejarah demokrasi yang dipimpin oleh militer. Sejarah di bangsa manapun menyatakan bahwa militer hanyalah bagian "alat" negara, militer tidak boleh memegang pucuk pimpinan karena militer dibentuk hanya sebagai alat perlindungan bagi negara. Jangan lupakan sejarah itu. Ketika militer berkuasa yang terjadi adalah junta militer dan kematian bagi demokrasi.

  Saat ini rakyat Chili telah menolak dipimpin oleh militer kembali. Rakyat Myanmar mulai bergeliat meminta Syu Kyi dibebaskan dari junta militer pimpinan Jenderal Tan Swe. Lalu kenapa malah kita mengamini militer masuk kembali ke bagunan demokrasi kita? 

  Inilah salah persoalan mendasar tentang kenapa GmnI mati2an mengangkat isu tolak militer untuk menyadarkan rakyat kembali terhadap bahaya laten militer di Indonesia. Bukan GmnI yang menyatakan "bahaya laten" itu tetapi sejarah gelap 30 tahunlah yang menyatakan itu.

  Saya tidak tertarik dengan black campaign ataupun negatif campaign... Karena itu tidak lebih dari permainan politik para kandidat dan kelompok berkepentingan. Tapi toh kalau GmnI tetap dituduh melakukan black campaign, GmnI siap menghadapinya karena memang yang dilakukan GmnI bukanlah black campaign, tetapi sebaliknya justru true campaign karena GmnI mengangkat tentang sejarah militer Indonesia yang sebenarnya... tidak mengada-ada, tidak ditutup-tutupi.

  Sekian klarifikasi saya,
  Terima kasih.


  Dheyna Hasiholan <dh_olan at yahoo.com> wrote:
    Saya pikir yg dilakukan oleh bung Mahardika masih dalam konteks yg proporsional.
    Bung Mahardika cuma khawatir terjadi 'anarki' dalam kerangka berpikir organisasi gerakan kemahasiswaan (khususnya GMNI) untuk membabi buta memperjuangkan Mega menjadi presiden sehingga kemudian yg dilakukan adalah black campaign (terlepas dari fakta bahwa data yg disajikan memang membuat kita semua curiga terhadap adanya campur tangan pihak asing, khususnya AS, dalam pilpres). 

    Saran saya ... ada baiknya keluhan bung Mahardika diperhatikan secara konstruktif. Bahwa mahasiswa sebaiknya GMNI berhati-hati dengan data (baiknya diolah terlebih dahulu tanpa pretensi untuk memelintir) adalah saran yg baik bagi perkembangan gerakan demokrasi ... bukankah menjadi amanah bagi kita mahasiswa (kelompok yang dianugerahkan kesempatan untuk berpikir kritis dan analis) untuk lebih bertanggung jawab secara moral dalam memberikan kesadaran politik kepada rakyat?

    Maafkan saya ... dan mohon jgn tersinggung ...
    Ini hanya refleksi bagi kita semua, khususnya saya, untuk lebih bijak menempatkan diri dalam masa kritis bangsa ini

    salam
    Dheyna Hasiholan


----------------------------------------------------------------------------
    Do you Yahoo!?
    Yahoo! Mail - 50x more storage than other providers!_______________________________________________
    GMNI mailing list
    GMNI at polarhome.com
    http://www.polarhome.com/mailman/listinfo/gmni



------------------------------------------------------------------------------
  Do you Yahoo!?
  Yahoo! Mail Address AutoComplete - You start. We finish.


------------------------------------------------------------------------------


  _______________________________________________
  GMNI mailing list
  GMNI at polarhome.com
  http://www.polarhome.com/mailman/listinfo/gmni
-------------- next part --------------
An HTML attachment was scrubbed...
URL: http://www.polarhome.com/pipermail/gmni/attachments/20040720/cdf2fa1d/attachment.html


More information about the GMNI mailing list