[GMNI] Tentara dan Mahasiswa-Pemuda Bersatu : Mungkinkah??
indri maryanto
rahmatin2003 at yahoo.com
Thu Jul 29 15:20:57 CEST 2004
Antara Mahasiswa-Pemuda, Tentara dan Para Elit.
HOS Cokroaminoto mendirikan Syarikat Islam ketika berusia 29 tahun. KH Mas Mansyur, mendirikan Tasfirul Afkar ketika berusia 18 tahun dan juga mendirikan Nahdatul Waton pada usia 20 tahun, kemudian masuk dan membina Muhammadiyah pada usia 26 tahun. Soekarno ketika mendirikan PNI masih berusia 27 tahun. Muh Hatta ketika bersama-sama dengan Ahmad Seobardjo serta Nasir Pamuntjak ketika mewakili delegasi Indonesia dalam Kongres Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial di Belgia rata-rata masih berusia 25 tahun.
Sejarah Kemerdakaan Indonesia tahun 1945 tidak bisa dilepaskan dari Kongres Pemuda tahun 1928. Pada Kongres tersebut pemuda Indonesia mendeklarasikan sebuah sumpah yang disebut Sumpah Pemuda. Para pemuda ini lah yang kemudian hari turut serta secara aktif menentukan perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.
Di era 1966, juga kembali pemuda mengambil peran dalam penggulingan Soekarno. Meski pada saat itu sangat santer campur tangan AS terlibat dalam proses tersebut, tetap saja peran penting mahasiswa dan pemuda tidak bisa dilepaskan begitu saja. Pada saat itu, tokoh yang muncul adalah Akbar Tanjung, Siswono Yudhohusodo maupun Fahmi Idris.
Di era 1974, kembali pemuda dan mahasiswa menunjukkan peran pentingnya. Tahun 1974 ditandai dengan aksi penolakan mahasiswa terhadap modal asing. Aksi dilakukan disaat kedatangan PM Jepang ke Indonesia. Pada saat itu, tokoh pemuda yang muncul adalah Hariman Siregar. Saat ini Hariman dikenal sebagai tokoh yang bermain di dalam Aliansi Penyelamat Indonesia (API), yang merupakan underbow Wiranto untuk kemenangan Wiranto sebagai Capres 2004.
Demikian juga dengan di tahun 1978, semua orang tidak bisa membantah peran signifikan pemuda dan mahasiswa dalam menunjukkan perlawanan kepada rezim penguasa. Pada tahun 78 tersebut, tokoh pemuda yang muncul antara lain Heri Akhmadi, Indro Cahyono, Wimar Witoelar dll. Saat ini Heri Akhmadi adalah tokoh sentral PDI-P, Indro Cahyono menjadi Sekjen Depnakertrans, sedang Wimar Witolear sempat menjadi juru bicara Presiden di masa Gus Dur.
Hal yang sama juga terjadi pada peristiwa 1989, ketika terjadi penangkapan beberapa aktivis mahasiswa melalui pembelaan kasus tanah di Jawa Barat. Beberapa tokoh yang muncul antara lain Syahganda, Fajrul Rahman dll. Saat ini Syahganda adalah caleg tidak jadi dari Partai Merdeka (Partainya Adi Sasono), sedangkan Fajrul Rahman adalah Ketua GPS (Gerakan Pemuda Sosialis).
Di era 1998-an, penggulingan Soeharto, Habibie serta Gus Dur pun tidak bisa terlepas dari peran penting Mahasiswa-Pemuda di dalamnya. Mahasiswa-Pemuda turut terlibat secara aktif dan heroik. Beberapa tokoh pemuda dan mahasiswa yang muncul antara lain: Widi, Sarbini, Rama Pratama, Denda Alamsyah dll. Saat ini Widi adalah peneliti di LSI (Lembaga Survey Indonesia-sebuah lembaga survey bentukan Amerika untuk pemenangan SBY sebagai Presiden), Rama Pratama saat ini menjadi anggota DPR dari PKS sedangkan Denda Alamsyah mendirikan Barisan Oposisi Muda (BOM) dan juga ikut dalam API (Aliansi Penyelamat Indonesia) cabang Bandung.
Namun perlu dicatat, seperti juga di tahun 1965, peran pemuda-mahasiswa di tahun 1998 hanyalah menjadi bagian kecil dari kepentingan besar yang memanfaatkan Mahasiswa-Pemuda tersebut. Melalui gosokan para elit (sipil-tentara) yang dicukongi oleh Amerika, maka dimanfaatkanlah Mahasiswa-Pemuda. Mahasiswa-Pemuda yang BESAR ini hanya dipakai untuk mengganti person seorang Kepala Negara saja, tidak lebih. Energi yang begitu besar dengan mengorbankan tenaga hingga nyawa tersebut hanyalah untuk mengganti 1 orang Presiden saja. Setelah itu Mahasiswa-Pemuda dikembalikan ke kandang masing-masing. Ia hanyalah alat yang dikeluarkan dari kandang jika dibutuhkan saja oleh elit. Dan efek perubahan yang dibawa oleh pengorbanan nyawa tersebut tidak signifikan hingga sekarang. Hanya Presiden yang berganti, namun kedaulatan rakyat tidak berubah.
Kalau diselidiki lebih teliti, mengapa perjuangan PEMUDA-MAHASISWA dari tahun 1965 hingga tahun 1998 tidak juga membawa perbaikan bagi Indonesia. Korupsi tidak juga terselesaikan, koruptor tetap juga jalan-jalan bebas merdeka, kapitalisme merajalela menjelang globalisasi total, kemiskinan struktural masih sangat terasa, pemerintahan tidak juga berpihak kepada rakyat. Padahal beberapa tokoh (dan tentunya masih banyak tokoh) mahasiswa-pemuda yang telah ikut di pemerintahan maupun legislatif, baik di level daerah maupun level nasional. Tapi toh, pemerintah tetap saja asing bagi rakyat dan rakyat juga asing bagi pemerintah. Tetap saja rakyat tidak berdaulat. Rakyat hanya sepertinya berdaulat sekali dalam 5 tahun yakni ketika pemilu. Itu pun hanya sepertinya berdaulat, tidak berdaulat dalam artinya sebenarnya, malahan rakyat bisa dikatakan dimanfaatkan dan diberi janji-janji. Tetap saja terjadi penggusuran, tetap saja pendidikan menjadi semakin mahal, tetap saja BUMN malah dijadikan
miliki asing. Mengapa hal itu bisa tetap terjadi???? Jawabnya adalah karena SISTEMNYA TIDAK BERUBAH. Meskipun orang berganti, jika sistemnya (sistem TATA-NEGARA) masih seperti saat ini maka tidak mungkin akan ada perubahan fundamental di Indonesia.
Ketika Trias Politica masih menjadi Konsep Politik yang diterapkan dengan sentralistik dan re-sentralistik (baca : Otonomi Daerah), maka rakyat tidak akan pernah berdaulat. Yang berdaulat tetap saja partai dan birokrat pejabat. Coba renungkan kembali : YANG BERDAULAT SAAT INI ADALAH PARTAI DAN BIROKRAT!! Di belakang itu, YANG LEBIH BERDAULAT LAGI ADALAH PARA CUKONG KAPITALIS YANG MENYUAP PARA ORANG PARTAI DAN BIROKRAT. Rakyat tidak bisa mengontrol pemerintah maupun partai apalagi mengontrol para cukong tukang-suap itu. Sistem tidak terkontrol oleh rakyat inilah yang membuat siapa saja orang yang di dalam sistem akan cenderung untuk terlibat dalam irama sistem yang korup.
Maka dari itu, jawaban bagi perbaikan Indonesia adalah PERUBAHAN SISTEM. Tidak perlu lagi kita mengikuti logika kepartaian sentralistik itu. Campakkan logika kepartaian itu ke tong sampah. Hanya orang BODOH saja yang masih berharap perbaikan nasib rakyat Indonesia dengan mekanisme politik melalui pemilu kepartaian seperti sekarang ini. Hanya orang BODOH yang masih berharap kepada sistem KEPARTAIAN?? Kalau orangnya CERDAS, dan JUJUR terhadap perbaikan nasib rakyat, mestilah ia meninggalkan konsep Partai dan Pemilu 5 tahun sekali itu.
Dan untuk melakukan perubahan itu, tidak boleh lagi diserahkan kepada para elit, harus mahasiswa dan pemuda yang tampil di depan. Wajib hukumnya PEMUDA dan MAHASISWA yang berada paling depan. Lapis ke-2 nya dalah TENTARA RAKYAT. Pasangan inilah (PEMUDA-MAHASISWA & TENTARA RAKYAT) yang akan membawa perbaikan Indonesia. Mahasiswa-Pemuda mewakili moralitas dan intelektualitas bangsa, sedangkan Tentara Rakyat mewakili jaminan keamanan bagi perubahan fundamental yang dilakukan MAHASISWA-PEMUDA. Sebagai informasi, dari informan terpercaya, dikabarkan bahwa sebagian besar personel-personel aktif, para Jendral TNI khususnya AD masih merupakan pejuang patriotik. Mereka sangat anti terhadap intimidasi asing, anti Dwi-Fungsi ABRI, dan sudah sangat GERAM dengan keadaan sekarang. Untuk melakukan pengecekan, silahkan hubungi Barisan Nasional (Barnas), karena mereka paham benar kondisi internal TNI saat ini. Bahkan beberapa Jenderal TNI ini dengan LANTANG berani berseberangan dengan para senior
mereka yang menjadi capres, seperti Wiranto, apalagi kepada SBY yang telah menjadi antek-antek Amerika itu. TNI, khususnya AD sangat berbeda dengan Polri, yang dari atas sampai bawah, mayoritas, telah melacurkan diri kepada Amerika dan Australia. Saat ini saja di Bali, pasca-Bom Bali, Polri berhasil ditekan Australia untuk menyetujui diadakannya Kantor Polisi Federal Australia.
Langkah yang sudah cukup maju telah dilakukan oleh kelompok yang dipimpin seorang Profesor Ekonomi, yang juga tokoh ekonomi kerakyatan dari Universitas Indonesia. Meski banyak cacat dalam pengertian akan konsep, strategi dan taktik yang dimiliki oleh kelompok ini, keberanian melangkah yang telah diambil oleh mereka patut untuk diacungkan jempol. Mereka telah melakukan Deklarasi Revolusi Sistemik di Gedung Juang 45 pada 21 Juli 2004 kemarin.
Saat ini pun usaha penggulingan Pemerintahan mencapai titik yang sangat tepat untuk dilakukan kembali, dan giliran pemerintahan hasil pemilu yang harus disingkirkan. Ntah itu SBY, maupun Megawati. Mahasiswa pun tidak boleh hanya berperan sekedar menjadi pembuka jalan saja. Sebaiknya hal itu dilakukan sebelum Pemilu Presiden Putaran II pada Sepetember 2004. Mengapa demikian?? Karena kemungkina besar yang menang adalah SBY, kaki tangan Amerika yang memang sudah dipersiapkan sejak 2 tahun lalu (sejak Partai Demokrat dan LSI berdiri) untuk menguasai Indonesia. SBY saat ini dalam operasi pemenangannya didukung dengan sangat kuat oleh CIA dan Pentagon. Banyak sekali CIA dan Pentagon berseliweran di Jakarta. Mereka menguasai beberapa kelompok mahasiswa, basis preman, basis pesantren serta Metro TV dan juga SCTV (Kedua Stasiun TV dengan saham mayoritas di tangan Hary Tanoesudibyo, bos-nya Bhakti Investama). Apakah sanggup mahasiswa-pemuda menghadapi preman? Apakah sanggup Mahasiswa-Pemuda
melawan CIA dan Pentagon ataupun Yakuza serta MI6? Jelas tidak!! Maka dari itu dibutuhkan Tentara Rakyat untuk melindungi Mahasiswa-Pemuda.
Hal di atas bukan berarti kalau Megawati yang menang tidak menjadi masalah. Tetap saja bermasalah, namun porsi dukungan AS kepada Megawati lebih kecil daripada kepada SBY.
Mahasiswa-Pemuda04 seharusnya mau belajar dari masa lalu sehingga tidak perlu mengulangi kembali kegagalan mahasiswa-pemuda98 yang menyerahkan tongkat estafet reformasi kepada kaum elit-feodal (Gus Dur, Amin Rais, Sri Sultan HB X, Megawati). Hal itu menunjukkan ketidakpercayaan diri dari pemuda-mahasiswa Indonesia. Hal ini sangat berbeda dengan yang terjadi di tahun 1928 ketika terjadi Kongres Pemuda dan Sumpah Pemdua tersebut. Pada tahun 1928, mahasiswa-pemuda tampil dengan percaya diri. Mereka merasa posisi mereka memang strategis dalam perbaikan nasib bangsa dan mereka harus tampil di depan, tidak membebek kepada para elit feodal bangsa. Kegagalan Mahasiswa-Pemuda98 adalah ketika menyerahkan keputusan kepada para elit. Sedangkan Kegagalan Mahasiswa-Pemuda 66 adalah ketika mereka masuk ke dalam Pemerintahan, namun tidak mengganti Sistem Tata-Negara Indonesia. Mahasiswa-Pemuda tidak boleh lagi mengulangi kegagalan 98 maupun66 tersebut. Maka dari itu Mahasiswa-Pemuda04
haruslah ikut menentukan proses perubahan secara langsung. Mahasiswa-Pemuda04 harus MENGAMBIL ALIH pemerintahan dan secepatnya MEROMBAK SISTEM TATA-NEGARA Indonesia.
Kepartaian sebagai salah satu sistem pendukung Pemilu adalah alat untuk kembali menegakkan sentralisasi bagi kekuasaan, khususnya kekuasaan Pusat (Jakarta). Coba bandingkan jumlah orang yang berpartai dengan jumlah orang yang tidak berpartai! Jelas jawabannya adalah lebih banyak jumlah orang yang tidak berpartai. Lalu mengapa pula harus partai menentukan segalanya?? Yang sedikit menentukan yang banyak! Bagaimana yang sedikit (partai) ini mampu untuk memahami yang banyak (non-partai)? Bagaimana pula yang sedikit (partai) ini mampu untuk memperjuangkan kepentingan yang banyak (non-partai), sedangkan dia tidak memahami kehendak yang banyak. Bodoh sekali kita jika masih mengikuti logika demokrasi Barat yang seperti ini.
Kita harus ganti sistem-nya! Kita ganti sistem politik kita kepada sistem yang lebih sesuai dengan kondisi sosiologis-geografis-demografis Indonesia. Trias Politica harus diganti!! Wajib Hukumnya itu!!
Saat ini adalah saat yang tepat untuk bergerak. Revolusi Sistem adalah jalannya. Penggulingan Hasil Pemilu adalah pintu masuknya. Problem-nya adalah :
1. Mahasiswa-Pemuda04 harus mengambil peran apa pada Pasca-Penggulingan Hasil Pemilu?
2. Mahasiswa-Pemuda04 akan bergandengan dengan siapa pada pasca-penggulingan tersebut? dan,
3. Bagaimana Mahasiswa-Pemuda04 bisa melakukan lobby dan diterima sampai kepada tingkat Internasional (Amerika, PBB, ASEAN dll)? Hal ini semua harus mampu dibuat jelas oleh Mahasiswa-Pemuda Indonesia!
Beberapa hal lain yang layak untuk dipertimbangkan antara lain :
(1) Seandainya tanpa MAHASISWA-PEMUDA04 bisakah para elit (sipil) itu menggusur Pemerintahan?
- jika mereka bisa : jalan sajalah sendiri;
- mahasiswa-pemuda04 akan jalan sendiri tanpa mereka.
(2) Seandainya MAHASISWA-PEMUDA 04 tidak turut dalam usaha menggusur pemerintahan ini : apakah tentara/TNI mampu menggulingkan pemerintahana?
- jawabannya : MAMPU
- pertanyaannya : mengapa tidak mereka lakukan?
- Jawabannya adalah : TNI takut dijewer oleh si Amerika. Sebab jika TNI melakukan kudeta, maka bagi Amerika itu bisa dianggap fasis-militeristis-otoriter; Maka, untuk melunakkan agar berpura-pura tidak fasis dipakailah label mahasiswa-pemuda. Bukan elit.
- Begitu kan?!
(3) Seandainya tentara tidak turut : bisakah MAHASISWA-PEMUDA 04 dan elit, atau salah satu dari mereka, menggusur pemerintahan?
- jawabannya : tidak bisa!;
- jujur sajalah.
(4) Seandainya tentara/TNI bersama elit saja yang menggusur pemerintahan: bisakah?
- jawabannya : bisa, tapi dengan syarat TNI mau,
- mengapa TNI tidak mau? Tentu ada jawabannya! (lihat butir 2 di atas)
(5) Seandainya tentara/TNI bersama MAHASISWA-PEMUDA04 saja bisakah menggusur pemerintahan?
- jawabannya : BISA
- apakah tentara OK dengan style ini ?
- jawabannya : 60 % ok
- karena apa?; karena label mahasiswa itu dibutuhkan. Itu penting di mata Amerika. Terus terang sajalah! Dengan kata lain AMERIKA-pun menginginkan peran mahasiswa-pemuda untuk ikut serta.
(6) Seandainya pemerintahan telah tergusur nantinya : siapa yang akan mengambil alih pemerintahan? (i) tentara-kah?; (ii) mahasiswa-kah?; (iii) elit (sipil)-kah?; (iv) Presidium sipil-militer (versi militer) tanpa mahasiswa-kah?; (v) Presidium Mahasiswa-Pemuda2004 -Elit (Sipil)-Tentara (versi Mahasiswa-Pemuda) -kah?
(7) Mengapa mahasiswa-pemuda lebih LAYAK daripada elit politik maupun elit partai?
- jawabannya : karena mahasiswa masih lugu dari KKN, sedangkan elit pada dasarnya sudah 75% terkontaminasi dengan rezim-KKN; sudah mengenyam nikmat-nya duit. Singkatnya, mahasiswa jauh lebih ber-MORAL. Selain itu masih ada segelintir kaum teknokrat pintar negeri ini yang tidak doyan duit yang akan bekerjasama dengan Mahasiswa-Pemuda.
- Benar tidak?
(8) Bisakah elit berkolaborasi dengan tentara?
- jawabannya : BISA
- tapi bisakah tentara mengandalkan kolaborasi dengan elit itu saja lalu mengambilalih kekuasaan?
- jawabannya terlalu berbahaya bagi TNI; sebab : berapa persen elit yang busuk dan berapa persen elit yang bersih bisa dihitung! Permasalahan pelanggaran HAM dan pemberantasan KKN saja tidak bisa dituntaskan.
- Apa artinya itu?
- Tentara kurang percaya kepada elit-sipil itu!
(9) Bukan soal menjatuhkan dan menyusun pemerintahan-sementara pasca-penggulingan pemerintahan yang menjadi masalah bagi tentara. Hal itu sangatlah gampang bagi tentara yang bersenjata itu. Tapi prosesnya yang penting! Prosesnya harus cantik. Kecantikan itu ada pada nama mahasiswa-pemuda. Tidak adalah sosok secantik mahasiswa-pemuda dan tidak adalah nama seharum nama mahasiswa-pemuda. Dibandingkan dengan kelompok-kelompok lain, bukankah begitu?
(a) Adakah nama-nama seperti Jendral Wiranto (dan jendral-jendral lain) dan para elit-spil seperti GusDur, Nurcholish Madjid, Amin Rais dll itu lebih harum dari mahasiswa?
- tanpa mahasiswa semua akan menjadi ibarat sayur kurang garam;
- mahasiswa mestinya tahu betul hal itu.
(b) Bisakah elit menggerakkan massa petani-buruh-nelayan-preman-pemulung dsb?
- jawabannya : BISA
- tetapi akan cukupkah itu untuk suatu legitimasi?
- jawabannya : TIDAK. Karena tidak ada MAHSISWA.
(c) apakah elit mau hanya main dengan KAMMI thok?
- jawabannya : KAMMI belum tentu mau; sebab bagi mereka : apa sih kekuatan elit itu. Elit-sipil tidak terlalu dianggap oleh mereka.
- Apa buktinya?
- Buktinya: Soeripto Bos-nya KAMMI itu main-main dengan jendral-jendral TNI melulu; dengan Wiranto, Mukhdi, Hendropriono, dll. Kapan Soeripto serius main dengan elit politik? Tidak pernah !
(10) Apakah TNI mampu melepaskan diri dari Amerika?
- jawabannya : TIDAK.
- apakah TNI berani main-main dengan Islam?
- jawabannya : TIDAK.
- (lihat saja kasus Baasyir!; pesanan siapa itu?)
- Jawabannya : tentu Amerika!
- Apakah Amerika akan senang jika TNI main dengan mahasiswa sekuler?
- Jawabannya : SENANG!
- Terus bagaimana dengan TNI?
- Tentu TNI akan ikut kehendak Amerika...
(11) Apakah elit-sipil mampu sendirian menundukkan TNI?
- jawabannya : TIDAK!
(12) Bagaimana Amerika menilai elit-elit sipil Indonesia?
- jawabannya : tidak ada apa-apanya...
(13) Bagaimana Amerika melihat TNI?
- jawabannya : yang TERKUAT di Indonesia! (ini sudah segala-galanya; tidak usah diomongkan lagi)
(14) Jadi : dimana posisi MAHASISWA?
- jawabannya : DIBUTUHKAN, baik oleh TNI maupun elit.
(15) Dengan posisi tersebut : apakah bijaksana meminorkan peranan MAHASISWA-PEMUDA? Mengapa tidak justru ditegakkan di tengah agar kelompok-kelompok dapat berhimpun serta menyusun strategi?
- apa yang mesti ditegakkan lebih dulu?
- Jawabannya : Presidium Mahasiswa dan Pemuda
- Terserah kepada TNI dan sebagian elit yang masih berhubungan dengan mahasiswa apakah mau mendukung atau tidak! Yang pasti Mahasiswa dan KAUM MUDA (baik yang Islam maupun yang sekuler) akan JALAN TERUS!
Mahasiswa-Pemuda04 tidak perlu ragu dengan langkah ini. Sejarah bangsa ini telah mengajarkan kepada kita semua bahwa kaum muda mampu dan layak untuk diberi tanggung jawab besar. Beberapa contoh di atas seperti HOS Cokroaminoto, KH Mas Mansyur, Ir.Soekarno dan Muh Hatta telah membuktikannya. Tentulah pada jaman ini Indonesia masih memiliki Cokroaminoto-baru, Soekarno-baru, Hatta-baru, Mas Mansyur-baru atau malah melampaui mereka itu semua.
Beri Jalan kepada KAUM MUDA Indonesia!!
Biarkan kami MEMIMPIN!!
---------------------------------
Do you Yahoo!?
New and Improved Yahoo! Mail - Send 10MB messages!
-------------- next part --------------
An HTML attachment was scrubbed...
URL: http://www.polarhome.com/pipermail/gmni/attachments/20040729/e6d2e59d/attachment-0001.html
More information about the GMNI
mailing list