[Karawang] Menag: Banyak Ulama Menjadi Provokator

admin karawang@polarhome.com
Fri Aug 2 10:37:40 2002


SUARA MERDEKA
Rabu, 31 Juli 2002  Berita Utama  
 
Menag: Banyak Ulama Menjadi Provokator

KEBUMEN- Menteri Agama Prof Dr Said Agil Husin Al
Munawar Lc MA menyatakan kekecewaannya terhadap peran
ulama yang mulai bergeser. Bahkan dewasa ini, katanya,
banyak ulama beralih fungsi sebagai provokator.

"Saat ini banyak ulama yang berpartai. Sebaiknya
mereka tetap independen agar netral. Kalau berpartai
akan ada pemihakan," ujar Menag seusai membuka seminar
nasional tentang peran ulama di Pondok Modern Al Islah
Desa Dorowati, Klirong, Kebumen, kemarin.

Sebelumnya Menag bersama Bupati Kebumen Dra
Rustriningsih, Kakanwil Depag Drs H Chabib Toha MA,
Pemimpin Pondok Modern Gontor Ponorogo KH Abdullah
Syukri Zarkasyi MA, dan Pemimpin Pondok Al Islah KH
Muslih Abdullatif Lc, meletakkan batu pertama
pembangunan Balai Kegiatan Santri dan Masyarakat
(BKSM).

Menag mengatakan, dengan ulama berada di partai akan
menimbulkan sikap beda dari yang lain. Padahal,
semestinya ulama mengurusi agama, bukan politik.
"Agama jangan dibawa-bawa ke panggung politik,"
tuturnya.

Dia berpendapat, ulama sebenarnya memiliki peran
strategis sebagai motivator. Namun kini mereka beralih
peran sebagai provokator, sehingga yang semula
mengajarkan cinta damai bisa menjadi sebaliknya.

Di sisi lain, dia mengakui dewasa ini terjadi krisis
kualitas ulama. Akibatnya, terjadi krisis moral dan
etika bangsa. Bahkan, pembangunan bidang moral dan
agama selama ini belum membuahkan hasil.

Dampaknya, kini menggejala perilaku yang menyimpang
dan tak sesuai dengan nilai-nilai sosial masyarakat.
Semua itu akibat dari pemahaman dan pengamalan ajaran
agama belum dilakukan secara benar dan utuh. Belum
seimbang dimensi dunia dan ukhrowi (akhirat).

"Selama ini pemahaman dan pengalaman agama masih lebih
mengutamakan aspek ritual, namun kurang menyentuh
aspek sosial, sehingga hasilnya seperti ini. Ini
kesalahan kita semua."

Buku Panduan

Sebagai tanggung jawab di bidang agama, menghadapi
gejala krisis moral tersebut Menag bekerja sama dengan
Mendiknas telah menerbitkan buku panduan 12 jilid.
Buku Pelajaran Agama itu berlaku untuk murid SD sampai
SMU, bermuatan budi pekerti dan HAM. 

Dia menjelaskan, penerbitan buku panduan itu tak
terlepas dari keprihatinan atas makin lunturnya etika
dalam kehidupan. Baik di masyarakat bawah maupun di
kalangan atas.

Dia mengingatkan, abad ke-21 dan milenium ketiga
menimbulkan perubahan sekaligus problem. 

Betapa mudah muncul kasus berdimensi ras, etnis, dan
agama berubah menjadi kerusuhan rasial yang memilukan
dan selalu melahirkan penderitaan, kesengsaraan, serta
trauma mendalam.

Menurut Menag, dari berbagai penelitian saat ini Ambon
merupakan provinsi termiskin. Saat ini masyarakat di
sana sadar dan menyesali apa yang telah terjadi.
Apalagi setelah ditelusuri, ternyata sumber kerusuhan
bukan dari dalam, namun dari luar.

Kerusuhan berbau SARA dan etnis di berbagai Tanah Air
tentu merupakan tamparan bagi kaum cendekiawan dan
tokoh agama. Sebab, setiap kitab suci mengajarkan
kesejahteraan dan kerukunan.

Namun kini bangsa Indonesia malah dituduh sebagai
pusat teroris dan pusat kegiatan terorisme
internasional. "Kita harus membuktikan dan
menyampaikan informasi keluar bahwa itu tidak benar.
Sebab terorisme tak sejalan dengan karakter dan akhlak
kita."

Bahwa ada segelintir orang punya perilaku keras,
mungkin benar. Namun Menag menolak hal itu
disamaratakan. Bahkan, benturan antarkelompok
masyarakat selama ini bukan faktor agama semata, namun
terkait dengan faktor sosial- budaya dan kultural.

Akan tetapi dia yakin, asal masyarakat kembali kepada
ajaran agama dan kitab suci masing-masing berbagai
problem dan ancaman disintegrasi bangsa ini bisa
dikurangi serta diperbaiki. Apalagi tiap agama selalu
menanamkan cinta damai. (B3-31t)