[Marinir] [SP] Panglima TNI: Ada Pengamat Manipulasi Pembahasan RUU TNI

Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id
Sun Aug 8 14:01:35 CEST 2004


http://www.suarapembaruan.com/last/index.htm

SUARA PEMBARUAN DAILY
----------------------------------------------------------------------------
----
Last modified: 6/8/04

Panglima TNI: Ada Pengamat Manipulasi Pembahasan RUU TNI

JAKARTA - Panglima TNI, Jenderal Edriartono Soetarto dalam pertemuan dengan
para redaktur pelaksana media massa di Wisma Yani di Jakarta, Kamis (5/8)
malam mensinyalir ada beberapa pihak atau pengamat memanipulasi pembahasan
RUU TNI yang saat ini sedang berlangsung di DPR. Pihak-pihak tersebut, demi
kepentingannya, menginterpretasikan sendiri ayat-ayat atau pasal-pasal yang
ada di RUU TNI.

"Sekarang ini saya melihat ada fenomena dari pihak-pihak tertentu untuk
memanipulasi beberapa pasal di RUU TNI. Mereka mengutipnya
sepotong-sepotong. Kalau pendapat seperti itu dimuat koran, itu kan
pembodohan masyarakat," kata Endriartono.

Ia mencontohkan soal pasal kekaryaan, menurut pengamat, draf yang ada di RUU
TNI itu akan mengembalikan dwi fungsi TNI. Padahal kalau pasal itu dimuat
lengkap, pengertiannya bukan seperti itu.

"Memang benar di RUU TNI disebutkan bahwa TNI bisa menduduki jabatan di
departemen atau instansi di luar struktur TNI. Tetapi itu harus diatur dalam
Peraturan Pemerintah. Nah dalam PP itu, hanya ada delapan jabatan yang bisa
diisi seperti sekretaris militer presiden, ajudan presiden, dan beberapa
jabatan di intelijen. Jabatan-jabatan itu kan memang harus dijabat militer,"
kata Endriartono.

Di tempat terpisah, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Bernard Kent Sondakh
mengatakan, TNI tidak memiliki pemikiran negatif terkait keberadaan
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang TNI yang kini dibahas oleh DPR. Oleh
karena itu para ahli dan pengamat militer diminta untuk tidak berpikiran
negatif terhadap TNI terkait pembahasan RUU itu.

Hal itu dikatakan Kepala Staf TNI AL Laksamana Bernard Kent Sondakh kepada
wartawan, di Jakarta, Jumat (6/8).

"Sudah jelas bahwa TNI tidak memiliki niat buruk bagi bangsa ini. Apalagi
jika dikaitkan dengan pembahasan RUU TNI," katanya.



Kasal menyambut baik masukan-masukan dari sejumlah pakar yang selama ini
menanggapi isi pasal-pasal dalam RUU TNI itu. Namun, Kasal meminta agar
tanggapan-tanggapan itu tidak disertai pikiran negatif terhadap TNI.

Dikatakan pula, jika ada hal-hal yang tidak diinginkan dalam pasal-pasal itu
sebaiknya dibicarakan langsung kepada Departemen Pertahanan. Pasalnya, RUU
TNI itu dirancang oleh Dephan.

"Jadi lebih baik kalau ada pasal yang tidak disukai datang dan tanya
langsung ke Dephan yang membuat RUU itu dan jangan memaki-maki TNI,"
katanya.


Dicabut

Di tempat terpisah, Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong mengatakan, doktrin
Tentara Nasional Indonesia (TNI) manunggal dengan rakyat sebaiknya
dihapuskan keberadaannya dari rumusan RUU tentang TNI. Begitu pula,
pasal-pasal mengenai kekaryaan prajurit TNI juga sebaiknya dicabut.

Ibrahim Ambong mengatakan itu dalam suatu diskusi tentang RUU TNI, di
Jakarta, Kamis (5/8). Hadir pula dalam diskusi itu Ketua Dewan Pengurus
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Munarman.

Ambong menjelaskan, rakyat juga memiliki partai politik dan presiden yang
dipilih secara langsung dalam pemilihan umum. Karena itu, doktrin TNI itu
lebih baik tidak masuk ke dalam UU dan cukup sebatas doktrin di kalangan TNI
saja. Dilihat dari sisi sejarah, TNI memang lahir dari rakyat. Tapi, ketika
itu memang belum ada lembaga wakil rakyat yang bernama DPR. Sedangkan
sekarang lembaga itu ada, sehingga doktrin seperti itu sebenarnya tidak
sesuai lagi.

Soal kekaryaan prajurit TNI, menurut anggota Fraksi Partai Golkar itu, juga
sebaiknya dihapus dari RUU TNI. Sebab, peraturan tentang kekaryaan itu sudah
diatur dalam suatu peraturan pemerintah. "Dalam peraturan pemerintah itu
sudah ditegaskan institusi-institusi apa saja yang dapat mengkaryakan
prajurit TNI, misalnya Departemen Pertahanan. Kalau di Departemen Sosial,
tentu tidak bisa ada prajurit TNI aktif," jelasnya.

Menurut Ambong, ada beberapa versi RUU yang sempat diajukan ke DPR namun
ditarik kembali dan yang saat ini hendak dibahas adalah RUU TNI hasil rapat
di kantor Menko Polkam. Dia berpendapat, munculnya beberapa versi RUU TNI
itu menunjukkan belum ada kesamaan di pemerintahan. Apalagi, masih banyak
pasal yang kini malah menjadi perdebatan di kalangan masyarakat.

Diakui Ambong, banyak hal yang tertulis dalam pasal-pasal di RUU TNI itu
yang sebenarnya sudah tercantum dalam UU Nomor 3/2002 tentang Pertahanan
Negara. Bahkan, ada beberapa paradigma yang ada di RUU TNI ternyata berbeda
dengan di UU Pertahanan.

Meski demikian, katanya, kalangan DPR berketetapan menyelesaikan pembahasan
RUU TNI itu sebelum masa sidang DPR berakhir pada 30 September 2004 nanti.
Untuk itu, masukan-masukan dari masyarakat sangat dibutuhkan terutama
terhadap pasal-pasal yang diperdebatkan. "Tapi, dari draft yang dibuat itu,
tampak jelas masih ada keragu-raguan untuk memposisikan TNI. Itu terlihat
jelas dari tarik ulur soal pembinaan teritorial," katanya.

Menurut Munarman, RUU TNI sebaiknya hanya memposisikan TNI yang profesional.
Artinya, peran-peran sosial dan politik tentara harus benar-benar
dihilangkan. "Misalnya, diatur tentang bagaimana merekrut prajurit TNI
sehingga nantinya lahir prajurit yang profesional. Hal-hal yang menyangkut
konsep, seperti konsep pertahanan dan pengerahan pasukan, sebaiknya cukup
diatur saja dalam UU Pertahanan," katanya.(ADI/O-1/S-24)

----------------------------------------------------------------------------
----





More information about the Marinir mailing list