[Marinir] Soraya: Saya Punya Niat Mati, Tapi Malah Dipukul GAM

Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id
Wed Feb 4 17:00:57 CET 2004


http://www.detik.com/peristiwa/2004/02/04/20040204-161717.shtml
Soraya: Saya Punya Niat Mati, Tapi Malah Dipukul GAM
Reporter : Woro Swasti

 detikcom - Jakarta,
Berbeda dengan kakaknya Safrida, Soraya lebih tertutup soal perasaan dan
pengalaman 7 bulan disandera GAM. Trauma keguguran membayanginya, bahkan
Soraya pernah berniat mati. Tapi justru dihadiahi pukulan oleh GAM.

Demikian yang terungkap dalam dalam jumpa pers di Gedung Club Persada Halim
Perdana Kusuma Jakarta, Rabu (4/2/2004). Beberapa pertanyaan yang diajukan
wartawan tidak dijawab Soraya. Berikut petikan wawancaranya:

Kenapa Anda bisa ada di tempat penculikan?
(Soraya diam, hanya Safrida yang menjawab)

Penderitaan selama disandera?
Saya punya niat untuk mati. Saya pernah mogok makan dua hari. Mereka pukul
saya kalau nggak mau makan. Karena nanti kalau saya pingsan, mereka berat
gendongnya. Kalau membangkang, mereka juga pukul saya.

Kenapa putus asa?
Karena saya pikir antara TNI dengan GAM tidak akan pernah ada kesepakatan.

Anda sedang hamil ketika diculik GAM. Bagaimana perlakuan GAM?
Waktu penangkapan, kandungan saya berjalan dua bulan. Setelah dua minggu
penangkapan, karena saya kecapekan naik turun gunung, saya mengalami
pendarahan dan kemudian keguguran.

Melihat saya pendarahan itu, GAM memberi obat yang dikirim dan juga
obat-obatan kampung. Saya dibawa jalan terus. Sakit nggak sakit tetap jalan.

Anda dendam kepada GAM?
(Soraya diam, hanya Safrida yang menjawab)

Perasaan Anda sekarang?
(Soraya tetap diam. Safrida dan suaminya Letkol Pnb Ashari, serta 3 anaknya
mengaku sangat bahagia. Suami Soraya bernama Lettu Agung Sulistyo kemudian
mengucap syukur dan terima kasih atas bebasnya Soraya).

Berita Terkait:

* Suami Safrida Tidak Lanjutkan Proses Hukum Atas Ersa Siregar
* Safrida: Saya Sakit Hati, Tapi Biar Allah yang Balas GAM

==========================================================

http://www.detik.com/peristiwa/2004/02/04/20040204-154500.shtml

Safrida: Saya Sakit Hati, Tapi Biar Allah yang Balas GAM
Reporter : Woro Swasti

 detikcom - Jakarta, Safrida mengaku sakit hati pada GAM. Apalagi selama 7
bulan disandera GAM, dia jadi sering meninggalkan salat. Namun dia
membiarkan Allah saja yang membalas GAM.

"Biar saja Allah yang hukum dia (GAM). Kalau ingat, sakit hati. Saya sakit
hati harus berpisah dengan keluarga saya. Juga tiap hari paling sedikit
jalan 15 km. Kadang-kadang kita ninggalin salat juga."

Demikian keluh kesah Safrida dalam jumpa pers di Gedung Club Persada Halim
Perdana Kusuma Jakarta, Rabu (4/2/2004). Berikut petikan wawancaranya:

Kenapa Anda bisa ada di tempat penculikan?
Pekerjaan saya adalah pengobatan alternatif dan supranatural. Saya buka
cabang di beberapa tempat. Seperti di Pekanbaru dua minggu dalam satu bulan,
di Jakarta di rumah sahabat saya satu minggu, dan juga di Surabaya di rumah
saya sendiri.

Pada saat saya sedang berada di Pekanbaru, adik saya Soraya menelepon,
mengabarkan kalau ibu sedang sakit. Saya pulang ke Aceh. Saya ingin membantu
di pengungsian.

Pada waktu itu, (alm) Ersa Siregar (wartawan RCTI) yang mengontrak di rumah
saya bilang dia akan pergi ke tempat pengungsian. Saya bilang sama Ersa akan
menitipkan sesuatu untuk tempat pengungsian. Ersa bilang: ayo pergi sendiri
saja, kan cuma satu jam. (Baca: Suami Safrida Tidak Lanjutkan Proses Hukum
Atas Ersa Siregar)

Saya takut kalau pergi sendiri. Jadi saya ajak adik saya Soraya. Di tempat
pengungsian, seusai salat Ashar di masjid, sekitar jarak 5 meter, kita
dihadang 6 anggota GAM, lengkap dengan senjata AK-47. Selanjutnya HP kita
diminta dan dompet kita juga diminta.

Penderitaan selama disandera GAM?
Saya sangat menderita dan tersiksa. Kalau pukulan tidak ada, tapi ancaman
sejak ditangkap. Ancaman dipotong leher dan ditembak, karena saya dituduh
sebagai anggota intelijen.

Saya pernah nggak makan dua hari, pernah sakit malaria, demam tinggi, tidak
ada obat, kaki berkudis, luka-luka nggak sembuh selama 2 bulan, tidur
terbuka. Saya ini diam saja karena saya kalau nanya-nanya malah disangka ben
ar intelijen.

Anda dendam kepada GAM?
Biar saja Allah yang hukum dia. Kalau ingat, sakit hati. Saya sakit hati
harus berpisah dengan keluarga saya. Juga tiap hari paling sedikit jalan 15
km. Kadang-kadang kita ninggalin salat juga.

Perasaan Anda sekarang?
Saya bahagia banget. Waktu itu saya tidak pernah lagi berpikir akan bertemu
dengan keluarga. (sss)






More information about the Marinir mailing list