[Marinir] "Berjuanglah Demi Bangsa, Aku Berjuang Disini"

Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id
Sat Feb 7 17:46:01 CET 2004


http://www.tni.mil.id/patriot/i_dedikasi1.shtm
Edisi : Oktober 2003

Sabtu, 07 Febuari 2004

DEDIKASI

"BERJUANGLAH DEMI BANGSA, AKU BERJUANG DISINI.,"

 Jakarta, Patriot-
Setiap prajurit TNI, di mana pun dan kapan pun harus siap men-jalankan tugas
mempertahankan keutuhan wilayah NKRI. Tentunya, sebuah tugas yang tak
ringan, karena selain harus memiliki sikap profesional juga membutuhkan
dedikasi dan loyalitas. Tugas di berbagai daerah yang harus diembannya, tak
jarang membuat prajurit TNI pergi jauh meninggalkan keluarga. Dukungan anak
istri dan keluarga lainnya, seringkali menjadi motivasi paling besar bagi
keberadaan para prajurit di lapangan. Pengorbanan besar, senantiasa
terpancar dari setiap wajah istri prajurit yang ditinggal tugas. Dia harus
tegar, tabah, mandiri serta mampu mengambil alih tugas dan tanggung jawab
kepala keluarga di saat suami berjuang mempertahankan negara. Kondisi
seperti itulah yang kini dirasakan Wiwik Hidayat, istri Sertu Mulyamat,
anggota Kopassus Grup 3 Sandi Yudha, yang sejak 1 Nopember 2002 bertugas di
wilayah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Bersuamikan seorang prajurit TNI,
me-rupakan dambaan Wiwik sejak lajang. Keingin-annya terwujud, saat dia
berlibur ke rumah salah seorang saudaranya. Di rumah saudaranya itulah, ibu
kelahiran Sidoarjo ini, menemukan tambatan hatinya yakni Sertu Mulyamat,
sosok prajurit berperawakan gagah dan rendah hati asal Lumajang. Selagi
pacaran, Wiwik sangat jarang bertemu Mulyamat. Uniknya demi membina
hubungan, mereka hanya bertemu empat kali dalam kurun waktu empat tahun.
Bahkan, karena tugasnya sebagai anggota prajurit, Wiwik sempat kehilangan
komunikasi dengan Mulyamat kurang lebih satu tahun. Tapi akhirnya jodoh
mempertemukan dia. Seusai pendidikan Secaba Reguler tahun 1999, kedua insan
ini mengikat janji untuk membina rumah tangga. Wiwik sadar, menjadi istri
seorang prajurit terlebih dari anggota Kopassus sangatlah tidak mudah.
Menurut pengakuan Wiwik, sejak awal suaminya menekankan, bahwa menjadi
anggota Sandi Yudha berarti dirinya harus siap berjauhan dengan keluarga.
"Jika tidak dikirim bertugas, justru itu menandakan seorang prajurit tak
mampu. Makanya setiap saat jika ada panggilan tugas kemana pun dan dimana
pun, sebagai istri seorang prajurit saya harus siap mental dan tidak
cengeng," papar Wiwik mantap. Pasangan Wiwik dan Sertu Mulayamat dikaruniai
seorang putri yang kini berusia 3 tahun. Meskipun saat ini harus mengurusi
anaknya seorang diri, Wiwik mengaku tidak masalah dengan kondisinya. Lulusan
D-1 Ilmu Gizi di salah satu perguruan tinggi di Surabaya ini, mampu merawat
putrinya dengan baik hingga anaknya tumbuh dengan sehat. Maklum, antara
tahun 1997-1999, ibu muda berusia 26 tahun ini, sempat bekerja di RSUD
Saeful Anwar, Malang. Sejak 1 Nopember 2002, Sertu Mulyamat mendapat
panggilan tugas ke Propinsi NAD. Meski berat hati melepas kepergian suami,
dengan tegar, Wiwik mampu meyakinkan suaminya bahwa dia mampu menjaga diri
dan buah hati mereka. "Waktu itu rasanya berat hati saya ditinggal suami.
Apalagi saya lihat kondisi Aceh yang kacau," tutur Wiwik dengan nada lirih
mengingat masa-masa awal ditinggal tugas suaminya. Meskipun secara kedinasan
istri prajurit yang sedang bertugas diperbolehkan kembali ke rumah orang
tuanya, tapi Wiwik tetap me-milih tinggal di komplek. Alasannya, dia tidak
mau merepotkan orang tuanya. Selain itu, Wiwik menyadari bukan hanya dirinya
yang ditinggal tugas suami. Kondisi yang sama juga dirasakan banyak istri
prajurit lainnya. Dia yakin, meskipun jarak kini memisahkan mereka, setiap
ada informasi dari daerah operasi Wiwik segera dapat mengetahuinya. Dalam
menjalani hari-hari sepinya kini, Wiwik banyak menyibukkan diri dengan
mengurus si buah hati dengan penuh perhatian. Kesibukannya di Persit pun
sedikit banyak dapat menghibur hatinya. Sayangnya, pengorbanan Wiwik yang
juga dirasakan istri-istri prajurit lainnya yang ber-tugas di wilayah
konflik seringkali luput dari perhatian masyarakat. Seolah-olah, hanya
mereka yang terjun di medan tugas saja yang berkorban demi negara. Padahal,
pengorbanan besar, juga terpancar dari mereka yang dengan sabar menanti
belahan jiwanya kembali dengan selamat. Bisa kita bayangkan, saat mereka
harus mengambil alih peran kepala keluarga. Cobaan berat harus Wiwik
rasakan, saat dirinya atau anaknya sakit, sementara dia harus mengatasi-nya
sendiri. Mlalui Patriot, Wiwik menyampai-kan harapannya kepada suami dan
para prajurit yang sedang bertugas di daerah operasi. "Semoga dalam
menjalankan tugas, mereka selalu dilindungi Allah, diberikan kekuatan,
ke-tabahan dan ketegaran, sehingga mereka dapat pulang dalam keadaan
selamat," ungkapnya. Satu keyakinan Wiwik, kalau suaminya kini berjuang demi
bangsa dan negara di wilayah konflik, dia juga berjuang di sini dengan cara
membesarkan putra-putri mereka. (Fjr)


SUKA DUKA DITINGGAL TUGAS

JAKARTA, PATRIOT- Wajah ibu Rum Supadmini, istri Serda Pairin dari kesatuan
Skadron 641 Paskhas Wing 1, terlihat sumringah dan tak tampak gurat
kelelahan di wajahnya. Bahkan ia nampak gembira dan cerah sekali. Apalagi
saat itu, udara cerah dan angin bertiup sepoi-sepoi di Markas Korps Paskhas
Wing 1, Halim Perdana Kusumah. Sambil membelai anaknya yang masih kecil dan
juga ditemani rekannya dari PIA Ardhya Garini, ia menuturkan pengalamannya,
terutama saat ditinggal tugas ke Aceh oleh sang suami tercinta. Menurutnya,
ia sangat bangga kepada suaminya yang sekarang menjalankan tugas di Aceh.
"Mas Pairin kan sedang menjalankan tugas negara, membela negara, tugas suci
demi negara Republik Indonesia," katanya.

Ibu Rum dan anak-anaknya bangga kepada suami dan bapak mereka yang sedang
bertugas di Aceh. Waktu itu, tambahnya, ia dan keluarga serta ibu-ibu dari
kompleksnya pergi mengantar rombongan prajurit Skadron 641 Paskhas Wing 1 di
Pelabuhan Kolin-lamil Tanjung Priok. "Memang terasa berat mengantar Mas
Pairin, tapi saya sebagai istri harus ikhlas dan tabah. Hanya saja, tak
seberat saat mengantar Mas Pairin bertugas yang pertama kali," ungkapnya
sambil membuka-buka Tabloid Patriot. "bagi saya dan keluar-ga, enggak aneh
ditinggal tugas jauh dan lama oleh Mas Pairin," kisahnya. Hal ini bisa
dimaklumi karena Serda Pairin sudah pernah tugas kemana-mana. Di antaranya
tugas ke Aceh dua kali, berarti tiga kali dengan kebe-rangkatannya yang
sekarang. Belum lagi tugas ke Kalimantan tahun 1997 dan ke Timor-Timur tahun
1999. Dari bincang-bincang santai, ia mengung-kapkan hal paling menyenangkan
ketika ditinggal tugas adalah saat menerima telepon dari sang arjuna. "Saya
paling senang kalo dapat telepon dari Mas Pairin yang sedang bertugas di
Lhok Sukon Aceh Utara. Kalau telepon dia seringnya bertanya tentang
kesehatan keluargga serta menceritakan keadaan dia di Aceh. Rasanya waktu
berjalan sebentar sekali, padahal hampir 15 menit teleponnya," kisahnya. Ibu
dua anak ini bercerita tentang aktivitas kesehariannya. "Setiap hari saya
mengurus anak dan mengantar sekolah. Selebihnya ikut organisasi di PIA
Ardhya Garini," jelasnya. Hari demi hari memang harus dilewati Bu Rum dengan
kesabaran. Layaknya istri prajurit yang ditinggal tugas, seringkali memang
muncul rasa kangen terhadap suaminya. Dari berbagai ungkapannya saat
wawan-cara, Ibu Rum dan teman-temannya yang kebetulan hadir saat itu, sangat
mengharapkan berbagai konflik yang terjadi di berbagai wilayah terutama di
Aceh dapat segera teratasi. Menurut mereka, bila tidak ada lagi konflik maka
kesempatan mereka berkumpul bersama keluarga sangat besar. "Saya sangat
mengharap konflik di Aceh ini cepat usai, suami saya dapat kembali dengan
selamat. Rasanya kebahagiaan ini akan lengkap jika kami dapat berkumpul
bersama," komentar Ibu Rum yang secara serentak didukung ungkapan tanda
setuju teman-temannya. Dia menuturkan setiap hari selalu berdoa meminta agar
keselamatan suami dan prajurit TNI lainnya selamat. Pada kesempatan itu, Ibu
Rum juga mengharapkan suaminya yang lagi bertugas agar hati-hati. "Saya
pesan juga sama suami agar hati-hati dan tidak lupa berdoa. Semoga Allah
memudahkan jalan suami saya,"harapnya. Tentu saja, pengorbanan yang
dilakukan Ibu Rum dan istri prajurit lainnya yang ditinggal tugas tidaklah
ringan. Bagaimanapun, kenyataan yang dialami Ibu Rum ini merupakan gambaran
umum setiap istri prajurit yang ditinggal tugas. Kenyata-annya, apapun suka
duka yang mereka alami saat ditinggal tugas, mereka tetap tegar dan tabah.
(Skr)



KETEGARAN HATI ISTRI PRAJURIT

JAKARTA,PATRIOT- Ketegaran dan ketabahan sebagai istri seorang prajurit
nampak jelas di wajah Kamalia (32). Suami tercinta, Praka Agus Marwantyo
Anggota Yon 4 Brigade Marinir Cilandak, sejak 11 Mei 2003 kembali mendapat
tugas negara untuk mengamankan wilayah NKRI di daerah konflik Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD). Saat ditemui Tim Patriot di kediamannya, nampak seorang
anak yang belum genap berusia 2 tahun tertidur lelap di pelukan sang ibu.
Dengan penuh kesabaran Kamalia mengurus keluar-ganya jauh dari suami sambil
menanti suatu hari kelak mereka bisa berkum-pul lagi dan membina biduk rumah
tangganya. Sejak awal, Kamalia meng-aku sudah menyadari akan konse-kuensi
menikah dengan seorang prajurit. "Saya ikhlas, karena sebagai seorang
anggota marinir, dinas luar adalah hal yang sangat wajar dan biasa,"
komentarnya. Bak pepatah pucuk dicinta ulam-pun tiba, Kamalia yang sejak
lajang menginginkan menikah dengan se-orang prajurit TNI, akhirnya
me-nemukan pujaan hatinya yakni Praka Agus. Putri sulung dari lima ber-
saudara ini mengenal suaminya, saat dia berkunjung ke rumah saudaranya yang
ternyata bertetangga dengan Praka Agus di tahun 1999. "Perkenal-an kami
singkat, hanya berlangsung kurang lebih 4 bulan. Setelah itu hu-bungan kami
berlanjut ke pertunang-an. Tapi, waktu itu rupanya ke-bahagiaan kami mesti
tertunda sementara waktu karena dia berangkat tugas ke Natuna selama kurang
lebih 6 bulan," paparnya. Karena memang dasarnya sudah berjodoh, jarak
ter-nyata tak membuat cinta mereka luntur. Tepatnya 21 Maret 2000 mereka
membangun mahligai keluarga dengan menyatukan cinta mereka di pelaminan.
"Waktu itu, persis setelah kami menikah kebahagiaan kami kembali harus
tertunda. Suami saya kembali dipanggil bertugas. Kalau mengikuti kehendak
perasaan, berat sekali rasanya ditinggal Mas Agus. Saya harus hidup dan
berjuang sendiri selama suami bertugas," papar Kama-lia yang hingga kini
masih tinggal di rumah petak, kontrakan yang terletak di wilayah Jagakarsa,
Pasar Minggu. Tugas dari satu daerah ke daerah lain pernah dirasakan Praka
Agus. Di antaranya ke Lampung, Kendari dan juga Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD).

Masa-masa suaminya dekat dengan keluarga kembali dirasakan Kamalia saat
Praka Agus bertugas di Mabesal. Dia bisa menata kedekatan dengan buah hati
mereka yang diberi nama Adelfine Tio Lefren. Tapi itupun ternyata tidak
berlangsung lama, karena sejak Mei, Praka Agus dikirim ke Aceh. Adelfine
yang lagi dekat de-ngan ayahnya sangat merasa kehilang-an. "Ini yang
membikin saya sedih. Pernah saya tanya, nak ayah kemana?. Dia menjawab
spontan, ayah sedang dor, dor, dor. Dia lagi pelang di Aceh bu. Tak terasa
butir-butir air mata mengalir dari mata saya. Dia itu sedang lucu-lucunya
sementara ayahnya eng-gak bisa melihatnya," tutur Kamalia dengan bangga.
Meskipun ia dibolehkan pulang ke rumah orang tua selama suaminya bertugas,
tapi dengan sabar dan penuh percaya diri ia tetap tinggal di rumah yang
dikontraknya. "Saya tetap tinggal di sini sebab setidaknya jika ada kabar
berita dari suami akan cepat dia ketahui," jelasnya. Kamalia bangga menjadi
istri seorang prajurit. Apalagi di usianya yang ke-58 ini, TNI semakin
memperlihatkan soliditas dalam men-jalankan tugasnya menjaga keutuhan NKRI.
(Fjr)










More information about the Marinir mailing list