[Marinir] (SP] Pasukan Koalisi Tuntut Kekebalan Diplomatik ; 24/5/2004

Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id
Fri May 28 09:01:55 CEST 2004


Suatu ide strategi yang kreatif & inovatif untuk merubah Hukum
Internasional, nilai dan norma universal HAM, dalam sebuah resolusi DK PBB,
sehingga 'tailor made' bagi segala tindakan pasukan penguasa dunia.
--------------------------------------------------------------------------



http://www.suarapembaruan.com/last/index.htm

Tanggal 24/5/2004 ; Internasional
SUARA PEMBARUAN DAILY

Pasukan Koalisi Tuntut Kekebalan Diplomatik
BAGHDAD - Pasukan koalisi di Irak menghendaki serdadu tetap kebal dari
tuntutan hukum warga Irak setelah penyerahan kedaulatan pada 30 Juni
mendatang.

Tapi beberapa pihak menilai, penyerahan kedaulatan yang bertujuan
menciptakan sebuah negara yang berdaulat bisa berarti hukum Irak berlaku
bagi semua orang, termasuk pasukan pendudukan koalisi yang jelas-jelas
melecehkan tawanan Irak.

Namun, menurut laporan BBC, pasukan Amerika Serikat (AS) dan Inggris tetap
ingin berada dalam jurisdiksi masing-masing. Kementerian Luar Negeri Inggris
misalnya, mengatakan, pihaknya terus melakukan perundingan untuk memperoleh
sebuah resolusi baru Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB)
mengenai penyerahan kedaulatan Irak.

Perundingan itu telah mencapai tahap yang sangat penting, tapi belum
mencapai kesepakatan mengenai resolusi yang mengatur pengembalian kedaulatan
yang ditetapkan 30 Juni 2004. Salah satu masalah yang paling mengganjal
adalah isu hukum yang berlaku bagi pasukan asing; apakah memakai hukum
negara asal mereka atau hukum yang berlaku di Irak.

Memberi kekebalan kepada pasukan pendudukan mungkin akan menjadi
kontroversi, apalagi setelah ada tuduhan penganiayaan warga Irak baru-baru
ini. Walau demikian, pemerintah Inggris dan AS tetap ngotot menghendaki
serdadunya berada di bawah hukum negara masing-masing.

Menurut perintah yang dikeluarkan Otoritas Sementara Koalisi, yang disebut
Order 17, pasukan koalisi memiliki kekebalan dari tuntutan. Para perunding
di Dewan Keamanan (DK) PBB mencoba memperpanjang penjelasan ketentuan
tersebut.

Mantan komandan militer Inggris, Kolonel Bob Stewart, mengatakan, pasukan
koalisi tidak bisa meminta kekebalan, sebab mereka tetap akan menghadapi
pengadilan militer di bawah hukum internasional atau pun hukum penguasa
nasional.

"Tapi yang biasa bahwa pasukan asing dilindungi hukum di suatu negara lain,
sebab hukum di Irak mungkin berbeda dari hukum Inggris," tandasnya. "Itu
berarti serdadu tersebut tidak akan menghadapi tuntutan hukuman berat,
seperti hukuman mati, atas kejahatan yang dianggap ringan di negara asal
mereka. Tapi mereka tidak dibebaskan begitu saja, ujarnya.

Sementara itu sebuah laporan mengatakan, sekitar 5.500 warga Irak tewas
sejak Presiden AS, George Walker Bush mengumumkan penghentian operasi
besar-besaran di Irak.

Mereka tewas karena kekerasan politik dan kriminal. Angka ini jauh lebih
besar dari jumlah korban meninggal sebelum dan selama perang berlangsung.

Menurut survei yang dilakukan The Associated Press, di Baghdad, Karbala,
Kirkuk dan Tikrit, ditemukan sedikitnya 5.558 orang tewas dalam kekerasan
sejak 1 Mei 2003 hingga saat ini.

Warga Irak tidak menolak hasil temuan itu. Namun itu tidak berarti, situasi
Irak saat ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan selama rezim Saddam
Hussein berkuasa, di mana sekitar 300.000 orang dibunuh oleh pasukan
keamanan dan dikubur secara massal di beberapa tempat, kata para pejabat AS
dan kelompok hak asasi manusia.

"Kami tidak bisa membandingkan situasi saat ini dengan sebelum perang," kata
Nouri Jaber al-Nouri, Dirjen Departemen Dalam Negeri Irak. "Rakyat Irak saat
itu merasa takut dengan siapa saja. Tapi saat ini, walau masih ada kejadian,
kami merasa aman dan bebas." (AP/L-8)
----------------------------------------------------------------------------
Last modified: 24/5/04




More information about the Marinir mailing list