[Marinir] [tempoin'f] Kisah dari Balik Kemudi Mobil Presiden

YapHongGie ouwehoer at centrin.net.id
Tue Oct 26 22:46:25 CEST 2004


http://www.tempointeraktif.com/

Nasional
Kisah dari Balik Kemudi Mobil Presiden
Selasa, 26 Oktober 2004 | 11:45 WIB
TEMPO Interaktif,

Jakarta: Suatu hari pada 1999, mobil yang membawa Presiden B.J. Habibie dan
Ny. Hasri Ainun nyaris tak bergerak. Massa salah satu partai memadati Jalan
Sudirman, tepat ketika iring-iringan mobil mereka melintas di tempat itu.
Pasukan Pengamanan Presiden pun langsung berlari-lari membuat pagar betis di
sekitar mobil. Namun, kecemasan tetap saja terasa. Di kursi belakang mobil,
Habibie menenangkan istrinya, "Tenang saja, Mam. Mobil ini kan antipeluru."

Itulah salah satu kisah Sersan Mayor (Marinir) Pranto Jaya, yang
berpengalaman menjadi pengemudi dua presiden: Habibie dan Abdurrahman Wahid.
Ia juga dipercaya menjadi pengemudi Megawati Soekarnoputri, ketika menjadi
wakil presiden, dan Hamzah Haz. Sebagai sopir VVIP (very very important
person), Jaya menjadi saksi aktivitas para petinggi negeri ini selama dalam
perjalanan.

Jaya yang mengaku menjadi pengemudi mobil kepresidenan sejak 1990, mengaku
punya kesan dan kenangan tersendiri terhadap masing-masing petinggi. Dia
merasa kagum dengan kerja keras Habibie. Masuk Istana pada pukul 10.00
setiap hari, kata dia, Habibie baru keluar menjelang dini hari. Di dalam
mobil selama perjalanan, menurut Jaya, Habibie yang pakar aeronautika pun
asyik dengan komputer jinjingnya. Ketika sebagian masyarakat terus
mencacinya, Habibie pun berkeluh, "Biarlah, Jaya, itu karena mereka tak
mengerti apa yang saya kerjakan."

Dengan Abdurrahman Wahid, Jaya merasa tak memiliki jarak. Maklum, pembawaan
mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu memang bersahaja. Jaya
yang lahir di Tanjung Pinang pada 1960 itu mengaku ikut tertawa lepas saat
Presiden mengeluarkan lelucon-leluconnya.

Di perjalanan, kata Jaya, Wahid kerap memintanya memutar karya-karya klasik
Beethoven. Sesekali Wahid juga suka menyanyikan tembang Jawa. Namun, ia
menyimpan keluhan ketika bergabung dengan presiden ke-4 yang memiliki
mobilitas tinggi itu. "Saya tidak bisa salat dengan khusyuk," kata dia,
"karena harus selalu siap sedia di balik kemudi."

Satu pengalaman Jaya ketika "membawa" Hamzah Haz adalah ketika dia harus
nyelonong ke jalur busway, beberapa bulan lalu. Ia mengaku menyesal, karena
setelah itu banyak orang mengecam Wakil Presiden. Dia tahu betul, Hamzah
tidak bersalah.
Menurut Jaya, perintah masuk jalur khusus itu justru datang dari polisi di
lapangan, karena ada sekelompok orang berdemonstrasi. "Bapak (Hamzah) nggak
tahu-menahu, karena beliau langsung ngaji kalau sudah masuk mobil," katanya.

Bagaimana dengan Megawati? Karena amat pendiam, Jaya mengaku tak punya
cerita menarik. Yang dia ingat, Ibu Wakil Presiden suka sekali dengan
lagu-lagu India. "Saya pernah diminta merekam soundtrack film Taal,"
ujarnya.

Untuk bisa menjadi sopir kepresidenan, Jaya harus melewati serangkaian tes.
Setelah lulus psikotes dan mental ideologi di Badan Intelijen Strategis, dia
digembleng di Sirkuit Sentul selama dua pekan. Pelatihnya adalah para
pembalap senior seperti Tinton Suprapto dan Aswin Bahar. Di sana, Jaya dan
kawan-kawannya dilatih mengemudi zigzag, miring, dan masuk garasi. Semuanya
dengan kecepatan tinggi.

Ayah tiga anak itu mengaku, menjadi sopir VVIP bukan cita-citanya. Namun,
kini, ia bangga dengan pekerjaannya. Banyak orang bisa mengendarai mobil,
tapi menjadi sopir petinggi negeri? "Bisa dihitung dengan jari," ujarnya.
Sayang, Jaya kini tak lagi mengemudi untuk Presiden Yudhoyono. Jika masih,
bisa jadi ia harus banyak memutar Pelangi di Matamu, "lagu wajib" sang
Presiden selama kampanye.

Sudrajat?Tempo




More information about the Marinir mailing list