[Marinir] [SP] IKOHI: Presiden Diyakini Tahu Informasi Korban Penghilangan Paksa (?)

Yap Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id
Sun Jun 26 09:03:51 CEST 2005


Pernyataan-pernyataan media Ikatan Korban dan Keluarga Orang Hilang
Indonesia (IKOHI); melalui ketuanya Mugiyanto yang sifatnya menuduh,
menyesatkan, ngawur dan tidak bertanggung jawab, biasa dikenal dalam
istilah: Penyebar Fitnah!

Pemberitaan sensasionil Mugianto sebelumnya, bahwa dalam pertemuan rahasia
dengan dua anggota Tim Komnas HAM, Ruswiati Suryasaputra dan Samsudin,
pada 10 Juni 2005 lalu, menurutnya, Wiranto telah mengatakan bahwa 14
aktivis yang hilang sejak 1997-1998 telah meninggal dunia, yang langsung 
Wiranto ditepis melalui media massa.

Pada gilirannya, Samsudin, anggota tim Komnas HAM, kepada wartawan
mengatakan, bahwa dia tidak pernah mendengar Wiranto berbicara seperti itu
dalam pertemuan tersebut dan menilai bahwa statement Ketua IKOHI; Mugiyanto
akan justru menghambat dan mempersulitkan kerja Tim Penyelidik Penghilang
Orang Secara Paksa (Komnas HAM).
 = Baca: "Pernyataan Ikohi Dinilai Sulitkan Komnas HAM" (16/6/05) ;
     http://www.suarapembaruan.com/last/index.htm   =


Seandainya Ketua IKOHI, merasa LSMnya kurang publisitas karena tidak
pernah dilibatkan dalam aksi kegiatan nasional, lebih baik IKOHI konsolidasi
untuk introspeksi diri, karena memaksa perhatian publik dengan gaya
vandalime dan anarkisme opini seperti ini, akibatnya justru menurunkan
kredibilitas LSM seperti IKOHI.

Wassalam, yhg.
----------------



http://www.suarapembaruan.com/News/2005/06/24/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY
Last modified: 24/6/05
Presiden Diyakini Tahu Informasi Korban Penghilangan Paksa

JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diyakini mengetahui informasi
seputar nasib para korban penghilangan orang secara paksa pada periode
1997-1998. Pasalnya, ketika itu Presiden Yudhoyono menjadi anggota Dewan
Kehormatan Perwira (DKP) yang memeriksa anggota TNI yang diduga terlibat
dalam kasus itu.

Hal itu dikatakan Ketua Ikatan Korban dan Keluarga Orang Hilang Indonesia
(Ikohi) Mugiyanto dalam suatu diskusi yang diselenggarakan Radio 68H di
Jakarta, Kamis (13/6).

"Ketika itu, Presiden Yudhoyono menjadi anggota DKP yang dibentuk oleh
Panglima ABRI ketika itu, Wiranto. DKP diminta untuk memeriksa tiga perwira
TNI, yaitu Prabowo, Muchdi PR dan Chairawan," katanya.

Oleh karena itu, Mugiyanto merasa yakin kalau Presiden mempunyai informasi
yang banyak tentang nasib para korban penculikan periode 1997-1998 yang
sampai saat ini belum diketahui. Menurut catatan Ikohi, masih ada 14 orang
yang diculik dan belum diketahui nasib mereka.
Untuk itu, Mugiyanto mendesak Presiden untuk mau menunjukan komitmennya
dalam upaya penegakan hukum dan HAM. Presiden diminta memberikan dukungan
kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan mendesak
TNI untuk mau bekerja sama dalam pengungkapan kasus itu.

"Itu menunjukan kalau Presiden memiliki komitmen dalam penegakan HAM dan
menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu," kata Mugiyanto.
Dikatakan pula, penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu
berbeda-beda. Ada kasus yang sudah diproses di pengadilan HAM, seperti kasus
Timtim dan Tanjung Priok, ada yang masih di Komnas HAM seperti kasus
Talangsari dan penculikan aktivis, dan ada yang hanya sampai di Kejaksaan
Agung, seperti kasus kerusuhan Mei 1998 serta Trisakti, Semanggi I dan II.

Menurut Mugiyanto, pemerintah tampak belum serius untuk menuntaskan
kasus-kasus itu. Selain itu, hambatan yang besar datang dari kelompok-
kelompok yang merasa dirugikan jika kasus pelanggaran HAM itu
diselesaikan.
"Contohnya, untuk kasus penghilangan orang secara paksa, resistensi terbesar
adalah dari kalangan TNI. Mereka tidak kooperatif untuk diperiksa oleh tim
penyelidik dari Komnas HAM," katanya.

Ditambahkannya, Komnas HAM bisa melakukan terobosan untuk memperoleh
informasi resmi dari kalangan TNI dan Polri terkait upaya pengungkapan kasus
penghilangan paksa. Komnas HAM dapat melakukan kunjungan ke markas TNI
yang diduga sebagai tempat penyekapan para korban penculikan.

"Komnas HAM mempunyai data-data itu. Mereka bisa mendatangi Markas Kopassus
Cijantung, Kodim Jakarta Timur, Koramil Duren Sawit, Mabes Polri, dan Polda
Metro Jaya. TNI tidak memenuhi undangan Komnas HAM pun, tidak apa-apa.
Tapi, informasi formal penting, sehingga Komnas HAM bisa melakukan
terobosan-terobosan seperti kunjungan itu," katanya.

Pada kesempatan yang sama, anggota Komnas HAM, Samsudin mengatakan, pada
masa lalu kekerasan melekat pada struktur kekuasaan. Sebab, pemerintahan
masa lalu terobsesi pada upaya untuk menciptakan stabilitas.
Hal itu mengakibatkan terjadi pelanggaran hukum, dimana hukum digunakan
untuk
mempertahankan kekuasaan.
Jadi, tidak ada toleransi kepada orang-orang atau kelompok yang dianggap
mengganggu stabilitas itu.
(O-1)




More information about the Marinir mailing list