[Marinir] [KCM] Tujuh Tahun Reformasi

Yap Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id
Sun May 8 05:14:31 CEST 2005


http://www.kompas.com/kompas-cetak/0505/07/utama/1734566.htm

Berita Utama
Sabtu, 07 Mei 2005
Tujuh Tahun Reformasi

Reformasi telah memasuki usia yang ketujuh tahun pada Mei ini. Rangkaian
peristiwa yang terjadi pada Mei 1998 itu akhirnya memaksa Presiden Soeharto
lengser keprabon setelah tentara menculik dan menembak mati mahasiswa.

Sama seperti pancaroba politik tahun 1966, peristiwa Mei 1998 juga ibarat
membuka cakrawala baru. Bukan cuma sekadar menjatuhkan Soeharto, revolusi
Mei 1998 juga sekaligus mendatangkan demokratisasi, mengurangi dominasi ABRI
dalam politik, serta membuka aib korupsi di kalangan konglomerasi dan
pejabat tinggi.

Terbukti pula, kekuasaan presiden kita selalu ada batasnya. Mandat kekuasaan
ibaratnya sebuah tabungan: biasanya presiden kita lupa mengisinya, malah
sering menghabiskannya, kemudian jatuh miskin, lalu menyesal tiada guna.
Presiden Soekarno tahun 1966 juga dijatuhkan oleh mahasiswa yang
berkolaborasi dengan rakyat, mahasiswa, dan tentara.

Benar adanya teori Bung Karno tentang "Jas Merah", yang artinya "Jangan
Sekali-kali Melupakan Sejarah".
Ironisnya, Soekarno sendiri yang melupakan sejarah karena semakin lama
semakin mabuk kekuasaan. Soeharto pun mengikuti jejak pendahulunya walaupun
masih untung tidak hidup di dalam pengasingan.

Begitu kekuasaan Soekarno dan Soeharto berakhir, selesai juga peranan
Angkatan 1945. Meskipun kedua pemimpin itu melakukan kesalahan-kesalahan,
janganlah kita melupakan jasa-jasa mereka.
Pada masa perjuangan melawan Belanda dan Jepang, slogan perjuangan mereka
yang terkenal adalah "Merdeka atau Mati". Tentu saja ditambahi dengan
embel-embel "Jepang Kita Tendang, Inggris Kita Linggis, dan Amerika Kita
Setrika".

Berhubung kini banyak murid yang tidak bisa membayar uang sekolah, kini
slogan yang cocok adalah "Hidup atau Mati?". Zaman juga sudah berubah
sehingga embel-embel juga berubah menjadi "Modal Jepang Kita Undang, Nonton
Terus Liga Inggris, Bagaimana Caranya Mendapat Visa untuk Berkunjung ke
Amerika".
Pada waktu Soekarno dikritik, mahasiswa yang dibantu tentara meneriakkan
slogan "Bubarkan PKI dan Turunkan Harga". Uniknya, saat Soeharto didongkel
mahasiswa-yang kali ini menjadi musuh tentara-juga mengajukan tuntutan yang
relatif sama.

Sudah tiga presiden memerintah setelah reformasi, tambah satu lagi lewat
pemilihan langsung. Namun, nasib kita praktis tak berubah alias belum juga
sejahtera.

Namun, reformasi ternyata cukup menghibur kita. Ada yang suka membelalakkan
mata, ada yang hobinya ngoceh di mana-mana, ada yang gemar diam seribu
bahasa, dan ada juga yang tiada henti-hentinya berwacana.
SETIAP orang cenderung memilah-milah sejarah Indonesia menjadi tiga periode
atau bagian. Ada periode Presiden Soekarno 1945-1965, lalu periode Presiden
Soeharto 1965- 1998, dan periode "gonta-ganti" presiden sejak tahun 1998
sampai kini.

Kenapa periode gonta-ganti? Sebab, pergantian presiden kita mirip dengan
pertandingan sepak bola karena sempat ada tiga "pemain pengganti", yakni
Presiden Soeharto, Wakil Presiden BJ Habibie, dan Wakil Presiden Megawati
Soekarnoputri.

Hanya di negara tercinta kita ini ada bermacam-macam republik. Mula-mula
negara kesatuan bernama RI (Republik Indonesia), digantikan dengan RIS
(Republik Indonesia Serikat), kembali lagi ke RI, dan belakangan ini berubah
menjadi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Oh ya, Undang-Undang Dasar (UUD) kita pun sempat berbeda-beda. Awalnya
ada UUD 1945, lalu menjadi UUD Sementara 1950, berganti lagi menjadi UUD
RIS, balik lagi ke UUD 1945, dan terakhir menjadi versi amandemen.

Sistem pemerintahan atau kabinet entah sudah berapa kali berubah-ubah. Pada
awalnya sistem presidensial kita termasuk aneh karena Soekarno sebagai
presiden merangkap jabatan perdana menteri (PM).

Sehabis itu ada sistem parlementer yang dipimpin oleh PM sampai masa sistem
presidensial kuat lewat kepemimpinan Soekarno dan Soeharto. Demokrasi di
sini juga berkembang, dari yang tipe Barat, lalu model "Demokrasi
Terpimpin", diikuti dengan "Demokrasi Pancasila", dan ternyata kini kembali
ke model Barat lagi.

Tak kalah menarik, lembaga kepresidenan kita didominasi oleh elite
lingkungan keluarga dan sekitarnya. Megawati adalah putri Soekarno,
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) jelas anak pahlawan kita, KH Wahid Hasyim.
Keluarga besar Habibie sangat dekat dengan Soeharto saat yang belakangan ini
bertugas memimpin Operasi Trikora di Makassar. Susilo Bambang Yudhoyono
merupakan menantu Letnan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo, Komandan Resimen
Para Komando TNI Angkatan Darat yang berjasa memberantas komunis tahun
1965-1966.

Soekarno mendapat sebutan terhormat sebagai "Yang Mulia Penyambung Lidah
Rakyat/Pemimpin Besar Revolusi/Presiden Seumur Hidup". Soeharto juga
merupakan "Bapak Pembangunan" bagi kita semua.

Telah terbukti bahwa akhirnya jabatan presiden bisa diduduki baik oleh
kalangan sipil maupun militer. Selama 50 tahun kita merdeka, jumlah partai
politik naik dan turun dan sempat cuma ada tiga.

Seperti di mana-mana, ideologi atau aliran politik kita termasuk yang paling
komplet di dunia. Ada yang resmi, yang terlarang, yang tanpa bentuk, yang
ekstrem kanan, maupun yang ekstrem kiri.

Warga negara kita nasibnya pasti berbeda. Masih ada yang mampu bergaya
dengan dana taktis Rp 20 miliar dan ada juga yang bisa menyimpan emas
batangan serta delapan arloji mewah di rumahnya.
Namun, ada serdadu cuma dibayar beberapa ribu rupiah walaupun amat terlalu
lelah mengamankan Konferensi Asia-Afrika.
Banyak murid yang mau bunuh diri karena tidak mampu membayar uang sekolah.
Merdeka!?
(e-mail: bas2806 at kompas.com)






More information about the Marinir mailing list