[Marinir] "Tak Ada Maaf Bagi Soeharto"???

Yap Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id
Fri May 13 10:10:30 CEST 2005


Aneh juga nih Bapak Abdul Hakim Garuda Nusantara; selaku Ketua Komnas
HAM, yang tidak ada prestasinya barang sedikit, dalam menyelesaikan maupun
mencegah terjadinya tindakan pelanggaran HAM di Indonesia.
Sebagai kompensasi atas ketidak mampuan berprestasi secara nyata, maka
terpaksalah beliau berkoar-koar membuat bermacam-macam statement politik
yang aneh, di media masa.

Beberapa waktu lalu (17/03/'05) juga beliau sudah membuat blunder dengan
pernyataan (atas dasar intrepertasi sendiri): "Presiden Ingin Rehabilitasi
dan Beri Kompensasi Tapol" yang maksudnya (cuma) ex-Tapol P. Buru.
Sekarang kembali dengan gaya yang sama men- fait a compli Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dengan mengatakan: "rakyat Indonesia sekarang tinggal
menunggu niat baik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono" dalam kasus Tragedi
Trisakti.
Bagaimana dengan kasus Tragedi Mei '98 secara keseluruhan, mulai dari
tragedi Semanggi I, II, dan ratusan korban peristiwa berdarah Mei'98?

Tragedi Mei'98, termasuk penembakan mahasiswa Universitas Trisakti, adalah
aksi gerakan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Soeharto, koq
sekarang diplintir jadi Pak Harto yang harus bertanggung jawab?
Dengan adanya "Martir" Reformasi, pihak yang diuntungkan siapa?
Yang naik tahta pemerintahan dan menggantikan elit politik itu pihak mana?

Bagaimana dengan hasil kerja Tim Pencari Fakta Mei'98?
Kenapa fakta-fakta-nya "disembunyikan" dan tidak diumumkan saja kepada
masyarakat?
Bagaimana dengan DPR-RI masa lalu, yang menolak kasus Tragedi Mei '98
dinyatakan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan?
Bagaimana tanggung jawab pemerintahan reformasi (mulai 1998), dan para elit
politik serta tokoh reformasi, dalam menyikapi impotensi pengusutan kasus
tragedi nasional ini?

Sebagai seorang ahli hukum, bagaimana Abd. Hakim GN, bisa membuat statement:
"Bila mantan penguasa itu tidak bisa hadir di persidangan maka bisa
dilakukan secara in-absentia".
Bukan kah menurut UU dan KUHAP seseorang yang ingin di BAP; diperiksa,
disidik atau diadili harus dalam keadaan Sehat Jasmanai dan Rohaninya?

Pada awalnya, dalam tuduhan kasus korupsi, Pak Harto sudah beberapakali
menjalani pemeriksaan Kejaksaan Agung di Gedung Bundar, yang kemudian
terhenti  setelah beliau mengalami stroke dan serangan penyakit lainnya.
Berbagai team dokter yang resmi ditujuk oleh negara maupun team kedokteran
independen dari UI, sudah dimintakan peryatakaan resmi di Pengadilan maupun
di DPR, dan mereka secara terpisah sudah menyatakan bahwa Pak Harto tidak
layak untuk diperiksa.

Suatu proses peradilan harus didahului oleh proses penyelidikan, setelah
pihak kejaksaan melimpahkan berkasnya ke pengadilan, baru bisa dilaksanakan
sidang peradilan.
Kalau hasil penyelidikan Komnas HAM, yang katanya sudah diserahkan kepada
Kejaksaan, tidak bisa melengkapi fakta-bukti yang memenuhi persyaratan hukum
untuk menjadikan suatu kasus delik aduan; karena ketidak mampuan ini, mereka
jangan teriak-teriak menyalahkan pihak-pihak lainnya.
Sidang Pengadilan "in-absentia" itu berlaku kalau terdakwa hilang dan tidak
bisa dihadirkan secara fisik di pengadilan.
Prinsipnya berbeda dengan kasusnya Pak Harto, yang jelas keberadaannya dan
bisa dihadirkan secara fisik, sehingga disini perlu dipertanyakan, statement
ahli hukum Abdul Hakim GN memakai dasar UU atau KUHP yang mana,
untuk memaksakan persidangan "in-absentia"?

Patut dipertanyakan apakah orang yang prinsip dan semangat kerjanya
dimotivasikan atas dasar emosi (dendam) politik, apakah layak menjadi
pejabat negara atau pimpinan suatu lembaga nasional?

Wassalam, yhg.
-------------------

http://www.indomedia.com/bpost/052005/13/nusantara/nusa1.htm

"Tak Ada Maaf Bagi Soeharto"

Jakarta, BPost
Kasus Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998, yang mengawali aksi
meruntuhkan rezim Orde Baru pimpinan Soeharto, tak juga tuntas.
Meski sudah berkali-kali ganti presiden, otak penembakan yang
menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti tersebut belum juga
diajukan ke persidangan.

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Abdul Hakim
Garuda Nusantara menyatakan rakyat Indonesia sekarang tinggal
menunggu niat baik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Komnas HAM sudah menyelesaikan penyelidikannya dan kini berkasnya
ada di kejaksaan. Kami sudah memintanya untuk ditindaklanjuti," kata
Garuda saat ditemui usai menjadi pembicara di Hotel Millenium,
Jakarta, Kamis (12/5) siang.

Dalam kesempatan itu, Garuda juga menyatakan tidak setuju bila
mantan Presiden Soeharto dimaafkan begitu saja. Soeharto harus
diadili terlebih dulu. Bila mantan penguasa itu tidak bisa hadir di
persidangan maka bisa dilakukan secara in-absentia.

"Duduk permasalahan mau tidak mau harus selesai dulu, tidak bisa
maafkan Pak Harto begitu saja," tegas Garuda.

Memperingati tujuh tahun Tragedi Trisakti, sekitar 2.000 mahasiswa
berunjuk rasa di depan Istana Negara. Mereka berangkat mengendarai
puluhan sepeda motor dan bus Metro Mini dari Kampus Trisakti.
Sebelum ke istana mereka demo di DPR. Selain Tragedi Trisakti,
mereka juga menuntut pengusutan Tragedi Semanggi I dan Semanggi II.

Para mahasiswa melalui Rektor Universitas Trisakti Thoby Mutis juga
meminta Presiden Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Reformasi
Nasional kepada empat mahasiswanya yang gugur dalam kejadian
tersebut. Soalnya gugurnya Elang Mulya Lesmana, Hafhidin Royan,
Hendriawan Sie dan Hery Hartanto merupakan awal jatuhnya 32 tahun
rezim Soeharto.

Thoby menyampaikan pula permintaan agar Presiden Yudhoyono
menetapkan 12 Mei sebagai Hari Antikekerasan Indonesia dan Hari
Kebangkitan Mahasiswa.JBP/yat

Banjarmasin Post
Jumat, 13 Mei 2005 02:50:05



More information about the Marinir mailing list