[Marinir] [MIOL] Membangun Angkatan Perang
Yap Hong Gie
ouwehoer at centrin.net.id
Sat May 28 08:09:00 CEST 2005
http://www.mediaindo.co.id/
EDITORIAL
Sabtu, 28 Mei 2005
Membangun Angkatan Perang
PERTEMUAN Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Amerika Serikat
George W Bush menghasilkan langkah maju dalam hubungan militer kedua negara.
Bush menjanjikan dilanjutkannya kembali program tukar-menukar pendidikan dan
pelatihan militer setelah terhenti akibat embargo yang dilakukan Amerika
Serikat.
Langkah maju karena Bush percaya bahwa Indonesia memang melakukan reformasi
militer.
Yaitu, mengembalikan militer kepada tugasnya sebagai angkatan perang dengan
menarik
diri dari panggung politik. Salah satu buktinya, habisnya jatah kursi
militer di DPR dan
MPR dengan cara diangkat, yang dilakukan jauh lebih cepat dari waktu yang
semula
direncanakan.
Reformasi militer itu jelas berkaitan erat dengan embargo senjata dan
pelatihan militer
yang dilakukan AS. Militer yang terlalu berkuasa di zaman Orde
Baru--melakukan
dwifungsi sebagai kekuatan angkatan perang serta sekaligus juga sebagai
kekuatan
sosial politik--telah melumpuhkan supremasi sipil.
Bahkan, menimbulkan pelanggaran HAM berat yang menyebabkan AS kemudian
melakukan embargo militer terhadap Indonesia.
Padahal, embargo pembelian senjata bisa berakibat sangat jauh bagi kekuatan
angkatan perang Republik Indonesia. Peralatan tempur yang dibeli dari AS,
misalnya, terpaksa mengalami kanibal untuk bisa tetap dipakai karena tidak
mendapat pasokan suku cadang. Sedangkan embargo pendidikan dan pelatihan
militer bisa mengerdilkan kemampuan sumber daya manusia militer kita karena
tidak mengikuti perkembangan serta mendapatkan ilmu dan keterampilan dari
AS, yang notabene sekarang adalah satu-satunya negara adikuasa di dunia.
Republik Indonesia jelas memerlukan angkatan perang yang kuat dan tangguh
untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara. Negara yang sangat luas
ini tidak dapat dilindungi semata hanya dengan bergeloranya nasionalisme.
Selain idiologi kebangsaan, jelas diperlukan angkatan perang yang riil
efektif untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara.
Lepasnya Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan menjadi milik Malaysia merupakan
pelajaran yang sangat pahit. Tetapi, jika lengah dan lemah, kepahitan itu
bukan mustahil juga menimpa pulau-pulau lainnya. Apa yang terjadi di
Ambalat, misalnya, jelas menunjukkan bahwa Malaysia memang memiliki gairah
ekspansionistis untuk memperluas wilayahnya. Bukan hanya dengan cara
memenangkannya di mahkamah internasional, melainkan juga melalui adu
angkatan perang. Kalau perang sampai meletus di situ, tidak ada jaminan
Indonesia memenangkannya karena buruk dan tuanya armada angkatan perang
kita.
Kunjungan Presiden SBY telah membuat Presiden Bush mendukung dilanjutkannya
bantuan program pelatihan TNI di AS. Hal yang penting bagi pengembangan
sumber daya manusia di jajaran TNI, sekaligus juga membuka ruang yang lebih
besar lagi untuk dicabutnya embargo, sehingga negara ini bisa lebih leluasa
membangun angkatan perangnya.
Tentu saja bangsa ini tidak boleh bergantung kepada kemurahan hati negara
lain, termasuk AS. Untuk menjadi negara yang kuat, mesti ada komitmen yang
juga kuat untuk memberikan anggaran yang lebih besar untuk kesehatan,
pendidikan, dan angkatan perang. Inilah tiga sektor yang bisa membuat bangsa
ini sakit-sakitan, bodoh, dan lepai atau sebaliknya sehat, cerdas, dan
perkasa.
More information about the Marinir
mailing list