[Marinir] [Berpolitik.com] Setelah Benang Raja, ada Bintang Kejora

Yap Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id
Mon Jul 2 08:18:50 CEST 2007


http://www.berpolitik.com/news.pl?n_id=5792&c_id=21&g_id=25

Senin, Jul 02, 2007 12:24
Pasca pengibaran bendera RMS
Setelah Benang Raja, ada Bintang Kejora
- Redaksi Berpolitik.com
           
            Yusak Pakage HRW 
     
Berpolitik.com:: Setelah pengibaran bendera Republik Maluku Selatan (RMS) yang membuat kepanikan, pada Minggu (01/07) siang, bendera Bintang Kejora berkibar di tanah Papua.

Menurut sumber Berpolitik.com di Papua, pengibaran bendera terjadi sekitar pukul 13.45 WIT, di lapangan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura, Papua. Berawal dari gagalnya rencana jumpa pers antara para tahanan politik penghuni LP Abepura dengan sejumlah wartawan, dalam rangka syukuran 1 Juli. 

Tanpa alasan jelas, dengan serta-merta pihak lembaga pemasyarakatan melarang jumpa pers tersebut. ''Bahkan pihak LP memerintahkan para wartawan keluar dari LP Abepura,'' kata sumber tadi kepada Berpolitik.com. Melihat perlakuan para aparat LP, Ketiga tahanan politik (tapol), Yusak Pakage, Simson Wenda dan Cosmos Yual (kasus 16 Maret), kemudian melakukan aksi dengan naik ke atas LP. Bendera Bintang Kejora pun berkibar selama lima menit.

Petugas LP kemudian segera menurunkn bendera tersebut, untuk kemudian menahannya sebagai barang bukti. Hingga saat ini masih belum diketahui dari mana bendera Bintang Kejora berasal. Namun sumber Berpolitik menyatakan bahwa di Papua, hampir sebagian besar warganya memiliki dan menyimpan bendera kebanggan mereka. Juga masih belum diperoleh keterangan, apakah para pelaku ditahan atau dimintai keterangan oleh petugas LP.

Yang pasti, Yusak Pakage adalah tahanan politik (tapol) yang ditangkap aparat keamanan sejak 2 Desember 2004, bersama rekannya Filep Karma, seorang pegawai negeri sipil berusia 45 tahun. Pada saat ditahan, Pakage masih berstatus mahasiswa berusia 26 tahun. Di Papua, keduanya adalah tapol yang paling terkenal saat ini.

Aktivis politik

Cerita berawal saat Karma dan Pakage didakwa melakukan makar dan dianggap memberontak, sehari setelah ratusan mahasiwa berkumpul di Universitas Cendrawasih di Jalan Sentani, Abepura Jayapura, Papua. Ratusan mahasiswa kemudian melakukan long march sambil meneriakkan kata-kata 'Papua' dan 'kemerdekaan!'. Teriakan-teriakan mereka juga mengajak untuk menolak Undang-Undang Otonomi Khusus, dan meminta 'pemisahan Papua dari Indonesia'.

puncak perayaan perayaan tersebut digelar di Lapangan Trikora di Abepura, disertai berbagai pidato politik dari sejumlah tokoh masyarakat dan mahasiswa, doa-doa, serta atraksi tarian tradisional. Dalam perjalanannya, beberapa orang dalam kerumunan mengibarkan bendera Bintang Kejora.

Oleh beberapa saksi, seperti dilansir Human Rights Watch, mencatat bahwa selama pidato-pidato berlangsung, suasana masih tenang. Namun pada saat bendera Bintang Kejora dikibarkan, kekerasan mulai terjadi. Sejumlah saksi yang tertuang dalam surat dakwaan terhadap Karma menyatakan bahwa pengibaran bendera tersebut bersifat spontan dan bukan merupakan tindakan terorganisir.

Ketika polisi berusaha menurunkan bendera secara paksa, bentrokan tak terelakkan. Kerumunan massa kemudian menyerang polisi dengan kayu, batu, dan botol. Polisi menanggapi dengan menembaki ke arah kerumunan massa. Seperti diberitakan Cenderawasih Pos, dalam bentrokan tersebut, lima warga sipil mengalami luka-luka. Beberapa diantaranya mengalami luka tembak. Sedang dari pihak kepolisian, delapan anggotanya mengalami luka-luka. 

''Saat bendera Bintang Kejora dikibarkan, saya sedang berdiri dengan memegang megaphone dan berkoordinasi dengan polisi setempat. Saya tidak tahu siapa yang membawa bendera tersebut atau mengibarkannya. Saya berdiri di antara polisi dan massa, sementara polisi sedang menembaki ke arah kerumunan. Dan kerumunan massa sendiri sedang melemparkan batu ke arah polisi. Saya berusaha mengendalikan situasi agar kedua belah pihak tetap berhati dingin. Namun tiba-tiba megaphone yang saya pegang hancur terkena peluru,'' kata Pakage ketika menggambarkan apa yang terjadi pada perayaan tersebut beberapa tahun silam.


Di luar perkiraan

Sementara itu, terkait dengan pengibaran bendera RMS pada peringatan Hari Keluarga Nasional ke-14 di Lapangan Merdeka, Ambon yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu, Kapuspen TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen menyebutkan sebagai peristiwa yang terjadi di luar perkiraan. Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang didukung unsur TNI dan Polri, saat itu lebih memperhatikan pengamanan fisik. 

Artinya, insiden pembentangan bendera RMS oleh pemuda yang melakukan tarian Cakalele (tarian perang) untuk membentangkan bendera RMS adalah sungguh di luar dugaan. Sedangkan pengamanan fisik dimaksud, berkait dengan kemungkinan adanya masyarakat yang membawa senjata tajam dan benda- benda berbahaya lainnya.

Kapuspen berharap, insiden pembentangan bendera RMS tidak ditarik ke wilayah politik, karena misi pendukung RMS akan berhasil jika insiden itu bergerak ke wilayah politik. "Belajar dari kasus itu, kita akan lebih cermat lagi di masa mendatang," katanya. 

Pastinya, sejauh ini pemerintah belum memberikan klarifikasi resmi berkait dengan pengibaran bendera RMS di Lapangan Merdeka, Ambon. (*) 
-------------- next part --------------
An HTML attachment was scrubbed...
URL: http://www.polarhome.com/pipermail/marinir/attachments/20070702/f63f7ad8/attachment-0001.html 
-------------- next part --------------
A non-text attachment was scrubbed...
Name: not available
Type: application/octet-stream
Size: 17428 bytes
Desc: not available
Url : http://www.polarhome.com/pipermail/marinir/attachments/20070702/f63f7ad8/attachment-0001.obj 


More information about the Marinir mailing list