[Marinir] Julius Pour: Misteri Keberadaan Supersemar...

Yap Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id
Wed Mar 14 18:02:28 CET 2007


http://www.kompas.com/

Politik & Hukum
Selasa, 13 Maret 2007
Sejarah: Misteri Keberadaan Supersemar...
Julius Pour

Kapan Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia? Pasti, 
semua orang bisa segera menjawab dengan tegas, 17 Agustus 1945.

Namun, argumen yang dipakai mantan Menteri Sekretaris Negara Moerdiono, 
"Memang tanggal itu pula yang diucapkan Bung Karno dalam rekaman pidato 
proklamasi, yang selama bertahun-tahun secara resmi kita pakai. Kalau teks 
asli proklamasi dibaca, angka tahunnya 05. Naskah proklamasi memakai tahun 
Showa Jepang, yang waktu itu dipakai di Indonesia, tahun 2605."

Mendengar argumen itu, suasana seminar di Hotel Ambhara Jakarta, Kamis 
(8/3), langsung panas meski Ibu Kota disiram hujan lebat. Seminar sore 
bertema "Duduk Perkara Supersemar " itu digelar Institute of Policy Studies 
(IPS). Puluhan hadirin, antara lain bekas aktivis 66, bekas tahanan politik 
Orde Baru, dan pensiunan pejabat Orde Baru, antusias dan tekun, berbaur 
mengikuti pembicaraan yang kadang berlangsung tajam.

Ketua IPS Fadli Zon selaku moderator mengatakan, "Seminar kali ini bukan 
mengkaji sah atau tidaknya Supersemar, melainkan mencoba mencari tahu duduk 
perkara sebenarnya. Kita senang karena bisa mendengarkan pengalaman Pak 
Moerdiono, yang biasanya pelit ngomong.."

Alasan membubarkan PKI

"Memang, selama ini saya tidak pernah mau baca segala buku dan keterangan 
mengenai Supersemar (Surat Perintah 11 Maret), karena saya tidak mau 
terpengaruh. Baru sekarang, saya mengungkapkan pengalaman pada malam hari 
tanggal 11 Maret 1966, ketika saya ditugaskan membikin konsep surat 
keputusan (SK) untuk membubarkan PKI (Partai Komunis Indonesia) setelah 
Supersemar itu keluar," kata Moerdiono dengan lugas.

Pernyataan ini memancing komentar Sejarawan Asvi Warman Adam, "Sangat 
berbeda dengan kesan sewaktu saya masih mahasiswa, melihat Pak Moerdiono di 
televisi, kalimatnya selalu membikin bosan dan kesannya, sedang mencoba 
menyembunyikan sesuatu."

Moerdiono melanjutkan, "Saya waktu itu letnan, ditugaskan atasan langsung 
saya, Letkol Soedharmono, membikin konsep pembubaran PKI. Salah satu 
gagasannya mengacu Penpres (Penetapan Presiden) Nomor 7 Tahun 1959. Partai 
yang terlibat pemberontakan harus dibubarkan. Itu yang dipakai Bung Karno 
membubarkan PSI (Partai Sosialis Indonesia) dan Masyumi (Majelis Syuro 
Muslimin Indonesia). Itu pula yang kita pakai untuk membubarkan PKI."

Menurut Moerdiono, ketika merancang konsep surat, ia belum membaca 
Supersemar. Soedharmono juga baru mendengarnya, karena ditelepon Kolonel 
Sutjipto, Ketua GV Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad). 
Baru ketika Moerdiono sedang sibuk mencari bahan untuk mengisi SK, datang 
seorang perwira Kostrad menggandakan Supersemar di kantor Moerdiono.

"Malam itu akhirnya saya baru bisa ikut membaca Supersemar. Itu pun hanya 
hasil penggandaan karena surat aslinya dibawa lagi ke Kostrad," katanya.

Setelah menguraikan pengalamannya, Moerdiono berkesimpulan Supersemar ada 
dan ditandatangani Bung Karno. Di mana sekarang keberadaannya dan proses 
kelahirannya, ia menjawab, "Saya tidak tahu, karena saya tidak ikut ke 
Bogor."

Tentang keabsahannya, Moerdiono menyebutkan, teks asli Proklamasi baru 
ditemukan lagi tahun 1990, diserahkan BM Diah. "Selama bertahun-tahun kita 
tidak ribut dan tetap yakin proklamasi kemerdekaan memang pernah ada. Malah 
Bung Karno dalam rekaman ulang yang dilakukan Pak Yusuf Ronodipuro 
pertengahan tahun 1950, sengaja membacanya tahun 1945, bukan 2605 seperti 
teks asli yang dia tulis. Lo, kok kita tak mempersoalkan?" tanyanya.

Aksi menghabisi PKI

Selain Moerdiono, di mimbar tampil mantan Ketua Umum Kesatuan Aksi Pemuda 
dan Pelajar Indonesia (KAPPI) Hoesni Thamrin, sejarawan yang dahulu anggota 
Gerakan Pemuda Ansor Jombang Aminudin Kasdi, Asvi Warman Adam, dan tokoh 
Betawi eks demonstran tahun 1966, Ridwan Saidi.

Oleh karena keberadaan Supersemar asli kini tak diketahui, Asvi Warman 
mengingatkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1971 tentang 
Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan. "Siapa saja yang menyimpan arsip negara 
tetapi tak melapor, diancam hukuman penjara 10 tahun. Saya mengimbau, siapa 
saja yang mengetahui keberadaan Supersemar, sebaiknya segera melapor," 
pintanya.

Pada sisi lain, Aminudin memuji Supersemar karena setelah diumumkan, aksi 
pembantaian massal terhadap anggota PKI dan mereka yang dituduh terlibat 
Gerakan 30 September (G 30 S) berakhir. Meski begitu, ia masih 
mempertanyakan beraneka keanehan dalam Supersemar. Mana yang asli, satu 
lembar atau dua lembar? Mengapa dari dua versi itu tanda tangan Soekarno 
agak berbeda?

"Yang benar, surat aslinya dua lembar," tegas Aloysius Sugianto. Ia 
pensiunan perwira intel Operasi Khusus (Opsus) yang dahulu dilengserkan dari 
Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) karena terlibat peristiwa Kranji 
tahun 1956.

"Malam itu saya diperintahkan atasan saya di Kostrad, Kolonel Ali Moertopo, 
memperbanyak Supersemar," katanya. Sugianto ingat rekannya, Jerry Sumendap 
(almarhum, pemilik Bouraq Airlines).

"Waktu itu dia pengusaha kaya, kantornya punya peralatan foto Polaroid, 
sekali potret langsung jadi. Saya ke sana, menempelkan Supersemar di 
dinding, pasti dua lembar, lantas bikin foto lima kali. Semuanya saya 
serahkan kepada Pak Sutjipto," kisahnya lagi.

Gayung bersambut, missing link Supersemar bertaut dengan tampilnya Kivlan 
Zein, mantan Kepala Staf Kostrad. "Sesudah Pak Sutjipto meninggal, putranya 
membuka-buka arsip almarhum dan menemukan surat asli Supersemar," paparnya.

Ia melanjutkan, "Mendengar penemuan itu, kemudian memicu perebutan antara 
Wiranto dan Hartono, tentu saja untuk bisa mendapatkan pujian dari Pak 
Harto."

Anak Sutjipto kebingungan kepada siapa harus diserahkan surat asli 
Supersemar, karena yang berebut dua tokoh. Kebetulan ia berteman dengan anak 
Sugiono, Panglima Kostrad.

Kivlan mengungkapkan, "Ketika serah terima Panglima Divisi Kostrad, Pak 
Sugiono menceritakan, surat asli Supersemar sudah dia serahkan langsung 
kepada Pak Harto."

Kini pencarian selama 41 tahun mulai terungkap. Petunjuk pasti keberadaan 
Supersemar mulai bisa dilacak. Langkah awal yang harus dilakukan, menanyakan 
kepada Jenderal Besar (Purn) Soeharto sambil membawa kesaksian Sugiono dan 
Kivlan Zein. Setelah itu, diberlakukan UU Kearsipan. Permainan kini sudah 
telanjur dimulai. Terpulang kini, siapa berani melanjutkan?

Julius Pour Wartawan yang Sedang Menulis Sejarah Indonesia Baru 




More information about the Marinir mailing list