[Marinir] Sekilas Dunia Telik Sandi & Covert Ops
Yap Hong Gie
ouwehoer at centrin.net.id
Thu May 24 06:13:38 CEST 2007
Sumber Majalah Panjimasyarakat.
Panjimas
=================================
Negeri Kita yang Mereka Kehendaki
=================================
http://www.panji.co.id/plan2.html
Intelijen Asing: Ada yang berkedok pengusaha, ada pula yang
berperan sebagai wartawan, bahkan pemantau pemilu. Mereka
mengail di air keruh dan bermain untuk mengegolkan calon
presiden yang mereka inginkan.
Namanya Ronald, di kartu namanya tertera begitu. Ia bekerja
sebagai direktur eksekutif sebuah perusahaan. Selain nama
perusahaannya yang mirip sebuah perusahaan nasional, tak
terungkap di bidang apa usahanya. Ia hanya mengaku
pengusaha dari Belanda.
Berulang-ulang ia mengontak seorang pejabat tinggi
Indonesia--yang belakangan disebut-sebut sebagai salah satu
calon presiden--sebut saja Pak Senior. Mereka pun akhirnya
bertemu dalam sebuah acara makan siang. Selain soal bisnis,
tak ada pembicaraan lain. Namun setelah tiga kali bertemu,
muncul sebuah topik diskusi menarik di antara mereka.
Ronald mengatakan, mengapa Indonesia membuka hubungan
diplomatik dengan Rusia dan Cina, padahal dalam konstitusi
kedua negara itu jelas-jelas tertera bahwa mereka ateis, tak
beragama. Di sisi lain, ia juga mempertanyakan mengapa
Indonesia tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel
padahal mereka bertuhan. Ujung-ujungnya Ronald menawarkan
Pak Senior untuk berkunjung ke Israel. Ia menawari apakah mau
pergi secara terbuka atau tertutup. Maksudnya, bila memakai
jalur terbuka, ia bisa terbang langsung dari Jakarta. Sedangkan
bila tertutup, ia dapat bertemu di Singapura, baru kemudian
mencari penerbangan yang ke Tel Aviv. "Tapi, saya tak mau.
Kalau saya mau, meski diam-diam pasti akan ketahuan.
Mereka juga yang akan membocorkan," tutur Pak Senior
kepada Panji. Benar juga. Beberapa waktu lalu, kunjungan
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ke Israel juga bocor, kendati
dilaksanakan secara diam-diam. Senin malam lalu, di layar TPI,
Gus Dur yang kini juga jadi kandidat presiden itu malah
bercerita tentang pengalaman yang sama seperti yang dialami
Pak Senior.
Usai pertemuan terakhir itulah Pak Senior menyimpan syak
wasangka terhadap Ronald. Jangan-jangan.. Ia pun jadi
penasaran. Dengan bantuan kawan-kawannya di
intelijen--barulah terbongkar siapa si Ronald itu. Ya, aktivitas
bisnis memang cuma kedok. Istilahnya coverjob saja. Ronald,
yang sebelumnya menggunakan nama Laurent Daniel
Deschodt, punya profesi lain sebagai telik sandi, alias intel. Dia
mengaku binaannya Mossad, dinas rahasia Israel yang disegani
intel mana pun. Ronald mengaku, kehadirannya di Indonesia
menemui sejumlah tokoh adalah membawa misi Israel.
Dari jejak yang ditinggalkan, antara lain kartu nama, Panji lalu
menelusuri. Alamat yang tertera ternyata sebuah rumah di
kawasan perumahan elite Pondok Indah. Tak ada tanda-tanda
istimewa pada bangunan bercat putih, dua lantai, seluas
kira-kira 750 meter persegi itu. Seorang satpam tampak
berbaring di teras. Suasana terkesan sepi, terlebih karena
letaknya berada di ujung jalan. Letaknya tak jauh dari Padang
Golf Pondok Indah.
Rumah itu memang dwifungsi, rumah-kantor. Anehnya, orang di
rumah bernama Dewi yang mengaku stafnya, tidak mengetahui
persis kegiatan bisnis Ronald. "Kayaknya sih semacam bisnis
elektronik," tutur Dewi yang mengaku baru bekerja beberapa
bulan. Dalam bekerja, Ronald dibantu oleh beberapa staf yang
semuanya orang Indonesia. Tapi dalam bisnisnya, ia
menanganinya sendiri. "Itu Mister Ronald langsung yang
handle," kata Dewi. Sayang, Ronald, menurut pengakuan Dewi
tengah ke luar negeri.
Dari pelacakan tim investigasi Panji, selain Ronald juga ada
agen lain yang sering kontak dengan sejumlah tokoh. Terakhir ia
bernama Briand Schomend Berg yang selama ini mengaku
sebagai pengusaha di bidang pertambangan emas. Ia seorang
Yahudi yang menjadi agen Amerika. Sudah lama ia berkeliaran
di Jakarta dan sejumlah kota lain. Tapi sepak terjang agen CIA
ini sudah tercium aparat. Kini, menurut sumber Panji di TNI,
sebut saja Mr. Bond, ia tengah dicari untuk segera
di-personanongrata-kan. Alasannya, tentu bukan karena
aktivitas intelijen, melainkan soal administrasi imigrasi. Ketika
Panji mengontak ke rumahnya, ia sudah pindah. "Sudah tidak
tinggal lagi di sini," kata seorang ibu di rumah di kawasan
Kebayoran Baru. Telepon genggamnya juga seperti sudah lama
tak aktif.
Sumber Panji di badan intelijen negara juga menyebut dugaan
miring terhadap sebuah lembara riset asal AS, RAND
Corporation (Research, Analysis, and Development) yang
selama ini bergerak di bidang konsultan. "Kebanyakan dari
orang-orang di lembaga itu berperan ganda sebagai agen,"
kata si sumber. Di Indonesia, RAND banyak bekerja sama
dengan lembaga penelitian demografi sebuah universitas
kondang. Tetapi, menurut seorang staf di lembaga itu, RAND
sekarang sedang tidak aktif di Indonesia. Biasanya mereka
datang kalau sedang ada proyek di sini. Kerja mereka lebih
pada pencarian data-data. "Mereka memang lebih banyak
mencari data, mencakup semua masalah," kata sumber itu.
Intel Bermain. Selidik punya selidik, sejak beberapa bulan
sebelum pecah tragedi Trisakti, orang macam Ronald atau
Briand, diyakini banyak berkeliaran. Mereka berasal dari
berbagai negara, terutama Amerika Serikat, Inggris, Israel,
Cina, Jepang, dan Jerman. Misi mereka bermacam-macam.
Yang terbilang ringan adalah mengamankan warga negaranya
masing-masing kalau terjadi sesuatu di Indonesia. Mereka
punya aturan sendiri tentang bagaimana cara evakuasi
dilakukan. Nah, penentuan kapan dan bagaimana, itu sangat
bergantung hasil kerja intel.
Namun misi demikian biasanya dilakukan agen resmi
pemerintah. Yakni, mereka yang berasal dari atase pertahanan
setiap negara. Atau mungkin juga dilakukan oleh agen setengah
resmi, misalnya seorang pejabat di kedutaan atau imigrasi yang
juga merangkap sebagai agen.
Lain halnya dengan agen yang banyak gentayangan belakangan
ini. Mereka adalah agen-agen tak resmi. Operasinya tidak
dikoordinasi oleh kedutaan, tetapi terkait langsung dengan
lembaga intelijen di negerinya. Termasuk dalam kelompok inilah
Ronald dan Briand.
Sumber Panji di sebuah lembaga intelijen, sebut saja Mr. Spion,
menuturkan bagaimana ketika menjelang jatuhnya Soeharto
banyak sekali intel asing yang datang. Bahkan, kala itu Armada
Ketujuh Amerika sudah merapat di seputar Jakarta. Misi
utamanya mengevakuasi warga Amerika. Tetapi, ia juga
membawa banyak sekali intelijen. "Itu saya tahu karena
ditelepon dari kenalan saya di CIA yang bekerja di Bangkok,"
kata Mr. Spion.
Untuk bisa ikut andil dalam perkembangan politik, mereka
punya kontak dengan sumber-sumber penting. Para pengambil
keputusan, aktivis, tokoh politik, bahkan pengusaha. "Mereka
menjadi tahu lebih dulu. Lebih cepat memprediksi apa yang
bisa dilakukan sebelum kejadian pecah," lanjutnya. Mr. Spion
malah sempat terbengong-bengong karena sudah
mendapatkan informasi akan ada kerusuhan di Ambon
beberapa hari sebelum kejadian. "Informasi itu justru datang
dari kenalan berkebangsaan asing," katanya.
Banyak kejadian aneh yang disinyalir--bukan tak
mungkin--melibatkan agen luar negeri. Insiden Krueng Geukeuh,
Aceh, misalnya. Insiden itu pecah pada pukul 13.00 WIB. Tapi
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada pukul 08.00
WIB sudah minta ke puskesmas agar menyiapkan dua ambulan.
"Bagaimana mereka tahu akan terjadi pertumpahan darah?"
ujar Panglima TNI Jenderal Wiranto, yang kemudian
berkesimpulan ada rekayasa di balik peristiwa itu. Terlebih
peluru yang ditemukan, menurut Wiranto, tidak dimiliki TNI.
Kecurigaan itu belakangan ditepis Wakil Kepala Delegasi
Regional ICRC untuk Indonesia, Pierre Gerber. ICRC, menurut
dia, sebelumnya menerima telepon dari seseorang yang tak
mau disebutkan jati dirinya. Ia memberitahukan bahwa ada
aparat keamanan datang ke Desa Krueng Geukeuh untuk
melakukan investigasi dan beberapa orang telah diperlakukan
kasar. Begitupun, misteri semacam itu jadi mencurigakan.
Di Timor Timur, rektor Universitas Timor Timur bahkan sempat
menuding wartawan asing berada di balik demo di universitas
tersebut. Indikasinya, seperti diberitakan media massa, para
wartawan itu selalu berada di lokasi, bahkan ketika demo belum
berlangsung.
Dua kasus "kecil" itu mungkin hanya indikasi adanya faktor lain
yang harus diperhitungkan. Merebaknya aksi kerusuhan yang
berakhir dengan misteri--selain menggambarkan betapa aparat
tak serius menangani--tak tertutup kemungkinan memang ada
pihak di luar yang ikut bermain. Membongkar siapa mereka? Ini
pekerjaan yang jauh lebih ruwet.
Sulit Dibuktikan. Gerakan mereka umumnya sulit terdeteksi,
kecuali oleh sesama intel. Mereka biasanya berhubungan
dengan banyak orang Indonesia yang dianggap punya pengaruh
dan jaringan luas. Mereka ini akan memberikan informasi atau
mengipasi tokoh itu, untuk kemudian instruksi-instruksinya
dijalankan oleh orang Indonesia. "Cuma, pembuktiannya yang
sulit bukan main," kata Mr. Spion.
Biasanya mereka bekerja dalam tim, tidak lebih dari lima orang,
dan selalu memakai coverjob untuk penyamaran. Yang paling
banyak dipakai adalah pengusaha. Lalu, bila situasi sudah
genting kerap mereka menyamar sebagai wartawan. "Dengan
label wartawan, mereka bisa punya akses ke mana saja,"
katanya. Ada beberapa indikasi untuk membedakan mana
wartawa beneran dan mana yang intel. Wartawan beneran
biasanya menggunakan tenaga lokal untuk membantu, baik
sebagai sopir atau penunjuk jalan. Sedangkan "wartawan intel"
selalu bekerja sendiri. Dan medianya kadang tidak dikenal. Mr.
Spion juga menuturkan, belakangan ada juga yang datang
berkedok sebagai pemantau pemilu.
Peliknya lagi, mereka beroperasi silih berganti. Biasanya, yang
datang dua minggu sekali atau tergolong rutin adalah agen yang
bergerak di bidang aksi langsung. "Kalau mereka datang, ya
memberi dana pergerakan, atau memberi support lain," ujar Mr.
Spion. Hanya agen yang menyamar sebagai usahawan dan
menetap di Indonesia saja yang mudah terdeteksi. Tapi, untuk
penguntitan pun aparat kita kewalahan. "Perlu dana dan tenaga
yang besar," katanya. Konyolnya lagi, alat-alat yang dipakai
untuk mendeteksi atau menyadap mereka sudah diketahui
pihak asing. "Soalnya yang memproduksi kan mereka. Mereka
sudah menyiapkan bagaimana mengaburkannya," katanya
sambil tertawa pilu.
Agen-agen asing ini memang dihadapi dengan counter intelijen.
Cuma, persoalannya tidak sesederhana itu. "Mau dijerat dengan
tuduhan apa? Paling-paling ya di-personanongrata-kan,"
katanya. Ia lantas menyebut seorang staf kedubes asing yang
diusir karena ikut mengorganisasi demonstrasi buruh. Seorang
agen yang menyamar sebagai wartawan ini tertangkap ketika
ikut menggerakkan demonstrasi. Ia mengaku dari Jepang.
Mr. Spion juga mengingatkan bahwa yang perlu diwaspadai
adalah orang lokal yang bertindak sebagai agen asing. "Itu yang
berbahaya, karena sulit dilacak," katanya. Ia mencontohkan
Anton Ngenget yang dipakai sebagai agen oleh CIA dan KGB.
Kepada Panji, Anton sendiri mengakui bahwa dirinya pernah
dipakai CIA dan KGB. Dan, ia juga membuat peta intelijen yang
berperan saat ini.
Namun, pengamat Indonesia Daniel Lev tak percaya agen asing
berperan dalam peristiwa politik yang menimpa Indonesia.
"Saya tidak percaya," ujarnya. Kalau dulu di era Perang Dingin,
mungkin saja, tapi kini tidak. "Mereka hanya memikirkan utang
dan pasar Indonesia."
Target. Nah, mengapa agen-agen berebut masuk ke
Indonesia?
Ada beberapa hal yang membuat mereka berkepentingan
terhadap Indonesia. Selain lokasinya yang strategis dan
memiliki sumber daya alam yang sangat kaya, Indonesia,
dengan penduduk yang besar, adalah pasar yang potensial.
Satu hal yang membuat pihak asing, terutama negara-negara
Barat, punya kepentingan terhadap suatu negara adalah
besarnya jumlah penduduk yang beragama Islam. Setelah
runtuhnya komunis, Islam merupakan musuh bersama Amerika,
Israel, dan negara-negara Barat.
Kehadiran agen Israel misalnya, selain membawa misi untuk
membuka hubungan diplomatik, mereka juga ingin
membendung ekspansi kekuatan Jerman--yang dekat dengan
Presiden Habibie--yang mulai menguat di Indonesia. Tengok
saja sepak terjang Habibie yang mesra dengan Jerman.
Misalnya soal keterlibatan Bundesbank yang cukup besar di
sini. Jerman dengan Israel adalah musuh bebuyutan. Sebagai
negara berpenduduk mayoritas Islam terbesar di dunia, dan
punya pengaruh, Indonesia ingin dimanfaatkan Mossad untuk
kepentingan Israel.
Amerika juga punya banyak sekali kepentingan terhadap
Indonesia. Selain beberapa faktor yang telah disebut di atas,
AS sangat khawatir terhadap menguatnya kelompok Islam di
sini. Ketika bertemu Amien Rais di Hotel Borobudur tempo hari,
yang ditanyakan Madeline Albright, menlu AS, adalah tentang
gerakan NII (Negara Islam Indonesia). Sebagai negara
kuat--dengan mampu menggenggam Indonesia--AS juga ingin
menunjukkan superioritasnya di kawasan Asia Tenggara.
Semua itu merupakan target-target jangka panjang. Dan, untuk
mewujudkan itu ada langkah-langkah jangka pendek. Yakni,
soal penentuan siapa yang bakal memimpin bangsa ini.
Memilih Presiden. Mr. Spion mengungkapkan, pihak asing
selalu berkepentingan terhadap siapa yang akan muncul
menjadi pemimpin. Tak terkecuali dalam proses pergantian
kepemimpinan di Indonesia sekarang ini. "Mereka ingin punya
akses, karena itu ikut mendukung satu kekuatan," katanya.
Cara yang ditempuh mulai dari yang paling kasar sampai memberi
bantuan dana yang tak terbatas. "Makanya mereka bekerja
makin keras," ujarnya.
Ia pun merasa yakin, agen-agen itu sudah membina
orang-orang di sekitar calon pemimpin bangsa. Cuma,
pembuktiannya memang sulit sekali karena kerja mereka
secara sistem sel, juga sangat tertutup dan sengaja tidak
meninggalkan bukti. Indikasinya bisa dilihat. "Kok ada partai
yang dulu kecil bisa tiba-tiba besar, dananya dari mana?"
katanya penuh selidik.
Amerika Serikat dan sekutunya, Inggris dan tentu Israel,
termasuk agresif menggalang hal ini. Sejarah membuktikan
jatuhnya Soekarno--dan mungkin juga Soeharto--tak lepas dari
ikut campurnya AS. Sejarah kini berulang. "Mereka kini tengah
menyaring, siapa di antara mereka yang paling bisa
dikendalikan," ujar seorang pejabat Departemen Luar Negeri,
sebut saja Bung Data.
Mereka tentu telah menjajagi, siapa tokoh yang paling cocok,
untuk kemudian didukung. Gus Dur, Megawati, Habibie, ataukah
Amien Rais? Atau mungkin Sri Sultan. Banyak analisis
berseliweran. Bolak-balik Amien Rais ke AS, dan di sana ia
dipuji Henry Kissinger sebagai tokoh masa depan, diprediksi
banyak orang sebagai dukungan. Tapi ada juga yang melihat
justru AS lebih cenderung memilih Megawati.
J. Stapleton Roy mengelak dirinya memberi dukungan pada
satu orang. "Rakyat Indonesialah yang memilih," ujarnya. (Lihat:
Amerika Tidak Punya Pilihan). Namun, bukan rahasia kalau
selama ini pemerintah AS kurang hangat menerima tampilnya
Habibie, yang kerap diidentikkan dengan simbol Islam. Konon,
sudah berulang kali Habibie menunjukkan hasratnya untuk
bertemu Clinton, tapi tak pernah diladeni. Namun hal ini ditepis
pihak AS. "Kami mengakui pemerintahan ini," ujar Craig
Stromme, atase pers Kedubes AS. "Dan, kami tidak punya
calon presiden untuk rakyat Indonesia," ujarnya.
Habibie yang condong ke Jerman tentu menjadi musuh berat
Israel. Mereka tentu tidak menghendaki Habibie--terlebih
belakangan lebih banyak memunuculkan identitas Islam--yang
naik kelak. Sebagai rekan bersekutu, CIA tentu akan berdiri di
posisi yang sama dengan Mossad. Kalaupun ada dukungan
Amerika kepada Habibie, pasti ini berkat lobi Jerman.
Sebaliknya, Jerman, kalau melihat fenomena selama ini, tentu
akan lebih condong ke Habibie.
Kecenderungan AS atau negara asing lainnya, terutama Eropa,
akan figur presiden Indonesia mendatang wajar saja. Menurut
pengamat luar negeri Riza Sihbudi, agen-agen asing
itu--terutama dari AS--tentunya menghendaki pemerintahan
yang sekular, yang Islamnya tidak kental. Tapi siapa. Tak
terungkap.
Namun dalam pengamatan Bung Data dari Departemen Luar
Negeri, hingga kini AS belum memiliki kandidat pilihan. Ia masih
melihat-lihat situasi. Negeri itu paling takut kalau Indonesia
dipimpin oleh mereka yang punya akar. Maka, ia cenderung
akan menyukai pemimpin yang tidak berakar. Ibarat kembang
teratai yang mengambang di air. Padahal, nyatanya dari seluruh
kandidat yang ada, hampir semuanya punya akar yang kuat.
Ada baiknya para calon presiden yang tentu berharap dukungan
dari luar negeri itu belajar dari pesan presiden pertama
Soekarno. "Kalau pemimpin Indonesia dicaci maki Barat,
berarti pemimpin yang benar bagi Indonesia, tapi kalau
dipuji-puji, hati-hati." Ya, para pemimpin kita memang harus
waspada. Mereka harus tahu gawang mana yang mesti dituju.
Siapa pun, jangan terjebak dalam perangkap orang lain. Karena
kita kaya, maka negara lain menghendaki Indonesia terus sakit,
tapi tidak mati. Dalam kondisi itulah kita akan di bawah kendali
negara lain. Jangan mudah terbujuk tawaran manis orang
macam Ronald dan Briand yang akan terus mengusik
ketenangan kita. ###
------------------------------------------------------------
Laporan: Pracoyo Wiryoutomo, Budiyono, Agung Y. Achmad,
Elly Burhaini Faizal, dan Masad T.
-------------- next part --------------
An HTML attachment was scrubbed...
URL: http://www.polarhome.com/pipermail/marinir/attachments/20070524/96e7c948/attachment-0001.html
More information about the Marinir
mailing list