[Nasional-a] [Nasional] Kolom IBRAHIM ISA--AKHIRI KEBOHONGAN MENGENAI-PERISTIWA MADIUN 1948-1/2

nasional-a@polarhome.com nasional-a@polarhome.com
Sun Oct 27 23:36:04 2002


Kolom IBRAHIM ISA

21 Oktober 2002.

AKHIRI FITNAH DAN PEMALSUAN MENGENAI

“PERISTIWA MADIUN 1948”

<Kesaksian-hidup Sumarsono> (1)

Diemen, 19-20 Oktober 2002, Holland.

Ya, di Diemen, sebuah gemeente kecil dipinggiran kota metropolitan Amsterdam, di
situlah di ruang pertemuan Gedung Basis School “Schakel”, diadakan
SARASEHAN MADIUN 1948. Ruangan itu penuh sesak sampai ada yang tidak bisa duduk,
berdiri saja. Sebagian besar hadirin adalah orang-orang Indonesia, ada sepasang
yang Bulé, sayang saya tidak tanya siapa mereka itu. Juga tampak hadir seorang
wartawan kawakan senior Belanda, Joop Moorien. Orang-orang Indonesia itu
berdatangan dari pelbagai kota di Belanda, --- Amsterdam, Utrecht, Zeist, Den
Haag, Rotterdam, Arnhem, Almere, Purmerend, dll. Juga ada yang dari Dortmund,
Berlin dan Aachen – Jerman. Ada yang dari Paris. Mungkin masih ada yang datang
dari tempat lain, maaf kalau saya tidak menulisnya disini.

Banyak yang khusus datang dari tempat yang tidak dekat bahkan dari luar negeri
Belanda, harus mengeluarkan ongkos yang tidak kecil - - - mengapa? Bukankah,
masalah Peristiwa Madiun 1848 itu, yang oleh kaum Kanan selalu difitnah sebagai
suatu pemberontakan terhadap Republik Indonesia, sering oleh fihak Barat dan kaum
Kanan Indonesia, digunakan kapan saja mereka perlukan, sebagai senjata politik
yang dianggap paling “ampuh” dan paling gampang dicomot dari “rak-rak pemalsuan
sejarah” bangsa kita, untuk memukul golongan Kiri, memukul PKI, - - - bukankah
semua itu, sudah sering dibicarakan, didiskusikan dan disarasehankan? Tokh mereka
khusus datang ke Diemen. Untuk apa? Sebabnya tunggal saja . . . . Mereka
ingin mendengar sendiri dari seorang tokoh pejuang kemerdekaan, yang sudah senior
(81). Mengapa tokoh ini dianggap begitu penting? Sebabnya tunggal saja: SUMARSONO
ADALAH SAKSI HIDUP PERISTIWA MADIUN 1948. Ketika itu, seperti diketahui
Sumarsono adalah Ketua Badan Perjuangan Republik Indonesia (BPRI) dan juga sebagai
Gubernur Militer di Madiun. Beliau dikenal sebagai seorang pejuang sejak zaman
kolonial Belanda, zaman pendudukan Jepang, masa-masa Proklamasi Kemerdekaan, dan
tokoh penting dalam perjuangan rakyat Surabaya mempertahankan
kemerdekaan. Pertempuran rakyat Surabaya yang berhasil melawan pasukan Inggris
yang dalam persenjataan jauh lebih modern dan lengkap, kemudian terkenal sebagai
Pertempuran Heroik Surabaya (17 November 1945). Hari penting tsb oleh Presiden
Sukarno didekritkan sebagai HARI PAHLAWAN.

Benar, peserta SARASEHAN MADIUN 1948,yang berkumpul di Diemen itu, ingin dengan
mata kepala sendiri melihat dan dengan telinga sendiri mendengar langsung dari
mulut seorang saksi hidup dan utama mengenai apa yang terjadi sekitar PERISTIWA
MADIUN 1948. Ingin mendengar sendiri dari seorang saksi hidup penting, bagaimana
kaum Kanan dan kaumreaksioner Indonesia, beserta pers dalam negeri dan Barat,
memutar balikkan fakta-fakta sejarah.

Menarik apa yang diceritakan Sumasono mengenai pertemuannya dengan Sabam Siagian,
yang ketika itu menjabat sebagai dutabesar Indonesia di Australia. Sabam Siagian,
yang juga adalah seorang wartawan kawakan, sebelum jadi dubes (dan kemudian
kembali menulis di Jakarta Post). Suatu ketika dubes Sabam Siagian mengirimkan
utusan kepada Sumarsono dengan pesan bahwa ia (sang dubes) ingin bertemu dengan
Sumarsono dan iadipersilahkan datang ke KBRI. Apa jawab Sumarsono? Yah, kalau
dubes perlu bertemu dengan saya, silahkan datang ke rumah saya, saya akan sambut.
Jelas Sang Dubes kecewa terhadap jawaban Sumarosno tsb. Selanjutnyatidak ada kabar
beritanya lagi. Lama kemudian, ceritera Sumarosno, pada suau hari Sabam Siagian
muncul dimuka rumahnya. Sumarsono memperislakan masuk, dan mereka bercakap-cakap,
rupanya sangat interesan pembicaraan itu, sampai makan segala di rumah Sumarsono.
Begitu tertariknya sang dubes, sampai-sampai sempat bermalam di rumah Sumarsono
hari itu. Apa kesan Sabam Siagian,mantan Dubes RI di Australia itu, ketika ia
menulis di Jakarta Post. Sabam menulis bahwa ia samasekali tidak punya kesan bahwa
Sumarsono itu merasa bahwaia bersalah dalam Peristiwa Madiun 1948.

Memang benar, Sumarsono, meskipun begitu hebat difitnah dan dituhuh, samasekali
tidak merasa bersalah. Karena memang tidak bersalah. Sumarsono adalah korban dari
politik pemerintah ketika itu.

Kami membela diri, kata Sumarsono. Berkali-kali Sumarsono menjelaskan dan
menekankan bahwa Peristiwa Madiun 1948, SAMASEKALI BUKAN SUATU PEMBERONTAKAN.
Tuduhan dan fitnahan itu tidak benar. Suatu tuduhan dan fitnah yang kejam dan
keji.

Amat mengesankan bagi peserta Sarasehan, adalahapa yang dinyatakan oleh Sumarsono
keada anak-anaknya. Anak-anaknya menanyakan kepada bapaknya,untuk keperluan apa
ayahnya itu jauh-jauh dari Sydney, Assutralia,(domisili Sumarsono sekarang) pergi
begitu jauhke Holland, dalam cuaca yang dingin pula.Jawab Sumarsono kepada
keluarganya: Saya menyempatkan waktu dan tenaga, melakukan perjalanan sejauh itu,
karenaingin meneruskan yang dipesankan oleh Bung Karno,yaitu agar pemuda-pemuda
kita memiliki suatu REVOLUTIONAIRE GEEST, REVOLUTIONAIREWIL, yang akhirnya sampai
kesuatu REVOLUTIONAIRE DAAD!Artinya untuk membangkitkan Jiwa Revolusioner, Kemauan
Revolusioner dan Tindakan Revolsuioner. Ini adalah pesan Bung Karno kepada
pemuda-pemuda kita. Karena, dalam praktek perjuangan, dalam praktek revolusioner
itu,adalah pemuda-pemudayang merupakan kekuatan utama yang bisa menerjang,
mendobrakdan akhirnya mengalahkan musuh-musuh rakyat, musuh-musuh Republik
Indonesiadan musuh-musuh kemajuan.

Peristiwa Madiun 1948 adalah hasil dari suatu komplotan imperialisme

Sumarsono bukan saja adalah seorangsaksi hidup dari peristiwa Madiun 1948, tetapi
juga berada di dalam kejadian itu sendiri.Sumarsono “terlibat”dan telah menjadi
korban dari fihak pemerintah Hatta, yang dinilainya sebagai pemrakarsa dan
pencetus dari tragedi tsb. Karena pemerintah Hatta telah comitted, telah melakukan
persetujuan dengan Amerika, untuk ambil bagian dalam suatu kampanye “Red Drive”.
Siuatu kampanye untuk menyingkirkan dan menghancurkan pengaruh kaum progresif,
kaum revolusioner, Komunis dan Kiri dari perjuangan kemerdekaan Indonesia,
terutama dari kekuatan bersenjata Republik Indonesia.

Sumarosno menyaksikandan mengalami sendiri betapa pemerintah Hatta mengirimkan
pasukan-pasukan yang tidak dikenal pasukan “ gelap”, yang tidak dikenal dan
diketahui oleh fihak yang bertanggunjawab keamanan di Madiun, untuk melakukan
penyusupan ke Madiun dan daerah-daerah lainnya, melakukan penculikan dan
pembunuhan terhadap elemen-elemen progresisf, Kiri dan Komunis di dalam tentara.
Ini dilakukan oleh kabinet Hatta sebagai imbalan atas bantuan Amerika dalam
menekan Belanda agar melepaskan Indonesia. Juga demi kepentingan Amerika Serikat
langsung dalam “Perang Dinginnya”.

Menurut Sumarsono, pada periode perjuangan kemerdekaan melawan Inggris dan
Belanda, adalah sesuatu yang dianggap “biasa”dan memang tidak jarang terjadi
perselisihan, bahkan bentrokan senjata antara satu pasukan dengan pasukan lainnya
dalam badan bersenjata Indonesia. Tetapi penculikan-penculikan dan pembunuhan dan
bentrokan bersenjata yang terjadi menjelang Peristiwa Madiun, adalah suatu
skenario, suatu komplotan yang memang dirancang. Pemerintahmemancingclash-clash
bersenjata dengan kekuatan progresif Kiri di dalam tentara, meniup-niupnya
demikian rupa sehingga menjadi bentrokan besar, memancing perlawanan terhadap
aksi-aksi pembersihan tsb, kemudian menuduh aksi-aksi perlawanan bela diri itu
sebagai suatu “p e m b e r o n t a k a n”.Dengan sendirinya aksi yang sudah
dituduh sebagai “pemberontakan” itu ditindas dengan kejam dan tuntas.

Siumarsono,sebagai salah seorang yang bertanggungjawab di Madiun, sesudah
terjadinya aksi-aksi perlucutan oleh Brgade 29 atas Bataljon Siliwangi dan Mobrig,
adalah orangnya sendiri yang mengantar Suharto, yang waktu itu dikirim ke Madiun
sebagai utusan Jendral Sudirmanuntuk mngetahui apa yang sebenarnya terjadi di
Madiun. Suharto ketika itu berpangkat letnan kolonel. Letkol Suharto, begitu
ceritera Sumarsono,telahmelihat dengan mata kepalasendiri keadaan kota Madiun,yang
semuanya adalah tenteram dan normal. Namun, pers pemerintah di Jogyakarta,
memberitakan bahwa di Madiun telah terjadi pertumpahan darah besar-besaran, telah
terjadi pembantaian terhadap kaum nasionalis dan agama, dll. Pemberitaan bohong
dan menghasur untuk memprovokasi dan memperincing keadaan ketika itu,memang
ternyata sudah direncanakan. LetkolSuharto, kalau ia masih bisa jujur, adalah
saksi hidup, bahwa apa yang dikatakan oleh pemerintah Hatta dan pers Jogyakarta,
sebagai“pemberontakan PKI terhadap RI” di Madiun, samasekali tidak benar.

Bahkan Wakil Walikota Madiun, Supardi, a.n. Residen, mengirimkan laporan kepada
Presiden dan pemerintah Hatta bahwa di Madiun telah terjadi clash senjata, dimana
fihak Batalyon Siliwangi dan Mobrig telah dilucuti. Walikota Supardi.
Supardidengan tegas minta instruksi dari pemerintah di Jogyakarta, bagaimana
selanjutnya.Sumarsono menekankan, mana mungkinWalikota melapor dan minta instruksi
kepada pemerintah di Jogyakarta, bila di Madiun telah terjadi pemberontakan
terhadap pemerintah pusat.

Bahwa di Madiun tidak ada pemberontakan terhadap Republik Indonesia, ini
disaksikan sendiri oleh utusan Jendral Sudirman, Letkol Suharto. Bahkan Suharto
telah diajak oleh Sumarsono untuk meninjau pendjara-penjara Madiun, untuk melihat
sendiri apakah benar ada orang-orang mliiter atau sipil yang menurut pers
Jogyakarta, telah ditangkap dan dijenbloskan di dalam penjara-penjara oleh fihak
“pemberontak”.

Sumarsono berpendapat bahwa dalam meninjau sesuatu keadaan, suatu peristiwa, dalam
hal ini meninjau kembali Peristiwa Madiun 1948, harus berpegang pada sikap dan
pandangan bahwa segala sesuatu itu merupakan suatu kesatuan, suatu keseluruhan.
Adalah keliru bila mengambil Peristiwa Madiun, sebagai suatu kasus yang tersendiri
yang terpisah dari peristiwa-peristiwa sebelum dan sesudahnya. Meninjau Peristiwa
Madiun 1948, harus menghubungkannya dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia
melawan kolonialisme Belanda. Belandayang menjadi anggota dari Blok Barat yangdi
bawah pimpinan Amerika Serikat, terlibat dalam suatu “Perang Dingin”melawan Blok
Timur atau Blok Komunis. 

(Bersambung)* * * * *