[Nasional-a] [Nasional]Kolom IBRAHIM ISA :AKHIRI FITNAH DAN PEMALSUAN "PERISTIWA MADIUN 1948" 2/2

nasional-a@polarhome.com nasional-a@polarhome.com
Sun Oct 27 23:36:18 2002


-----------------------------------------------------------------------
Mailing List "NASIONAL"
Diskusi bebas untuk semua orang yang mempunyai perhatian terhadap
eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
-----------------------------------------------------------------------
BERSATU KITA TEGUH, BERCERAI KITA RUNTUH
-----------------------------------------------------------------------
Kolom IBRAHIM ISA
26 Oktober 2002.

AKHIRI FITNAH DAN PEMALSUAN MENGENAI “PERISTIWA MADIUN 1948” (2)
<Kesaksian-hidup Sumarsono>
Kiranya banyak orang akan sependapat bahwa, dalam meninjau sesuatu hal
ihwal, perlu melihat saling hubungannya dengan keadaan-keadaan dan
kejadian-kejadian di sekitarnya, teristimewa dengan masa sebelumnya. Selain
itu meninjaunya dalam gerak-perkembangan hal-ihwal itu. Belum lengkap lagi
bila juga tidak diteliti bagaimana dan apa yang terjadi sesudahnya.
Disinilah kita spendapat dengan cara memandang SUMARSONO , bahwa dalam
menelaah kembali “Peristiwa Madiun 1948”, -- tidak melepaskannya dengan
kejadian-kejadian sebelum dan sesudahnya. Berarti kita didorong untuk
mempelajari saling hubungan dari hal ihwal yang kita peljari itu, dalam
geraknya dan dalam keseluruhannya. Cara memandang seperti ini, yang amat
ditekankan arti pentingnya oleh SUMARSONO dalam kesaksiannya pada SARASEHAN
PERISTIWA MADIUN 1948,  adalah cara atau metode berfikir dan menganalisis,
yang sudah lama digunakan, sejak dulu sampai dewasa ini,  oleh para peneliti
dan penulis sejarah dan politik yang berusaha untuk mencari dan menemukan
kebenaran mengenai masalah itu.

Adalah wajar bahwa  selalu diingat bahwa, dalam mempelajari  dan meneliti
kasus atau peristiwa sejarah, kejadian di masa lampau, boleh dikata orang
tidak akan menemukan kebenaran yang dicarinya itu dalam segala keutuhan,
keseluruhan  dan keobyektifannya. Karena setiap peneliti dan penulis
sejarah, kecuali ada keterbatasan masing-masing, juga tidak bisa sepenuhnya
bebas dari kesubyektifan dan pandangan pribadi masing-masing, betapapun
dilakukan usaha untuk menghindarinya.  Adalah sulit bagi yang bersangkutan
untuk seratus persen bebas dari sikap dan pendiriannya,  baik mengenai
pandangan hidupnya atau kenyataan kehidupan politik yang berlaku. Hal itu
adalah wajar-wajar saja, memang begitulah adanya kehidupan masyarakat
manusia ini. Namun, keterbatasan itu  tidak mengurangi sedikitpun arti
penting dari kesaksian, penelitian dan analisis yang dilakukan.

Betapapun, siapa saja yang melibatkan diri melakukan penelitian dan studi
terhadap sejarah bangsa kita, kepadanya  dituntut kejujuran dalam mencari
dan memperlakukan fakta-fakta sejarah, dituntut untuk berani dan tidak berat
sebelah, dituntut untuk transparan dan berterus terang. Dituntut untuk
bertolak dari fakta-fakta, dan bukan dari prasangka dan asumsi semata.
Betapapun sulitnya penelitian sejarah yang obyektif, namun tidak ada alasan
untuk pesimis bahwa kebenaran itu akan bisa terungkap, meskipun tidak
selengkapnya.

 Karena, yang melakukannya, tidak terbatas pada seorang individu, tidak
terbatas hanya pada beberapa orang pakar atau akhli sejarah saja. Dalam
kenyataannya, usaha penelitian dan penulisan sejarah,  itu dilakukan oleh
pelbagai lapisan masyarakat, apakah itu oleh suatu lembaga ilmu, ataukah
seorang gurubesar dan peneliti, suatu tim,  seorang dosen, seorang wartawan,
seorang guru, seorang saksi hidup, ataupun “orang biasa”  yang punya
kepedulian terhadap masalah-masalah penting yang menyangkut kepentingan
masyarakat, bangsa dan tanah-air.

Disinilah perlunya usaha itu dilakukan secara bersama. Mempelajari,
meniliti, menganalisis dan melakukan penyimpulan itu,  tidak boleh
diserahkan hanya kepada sesuatu lembaga ilmiah, atau kepada para “akhli yang
berwewenang dan berotoritas” saja. Bukan saja hal itu tidak mungkin, karena
selama ini , yang berlaku dalam kehidupan yang riil, adalah,  bahwa
penelitisan dan analisis itu dilakukan oleh banyak fighak. Kalaupun usaha
itu dirintangi, atau bahkan dilarang oleh sesuatu rezim otoriter yang
melanggar hak-hak demokrasi, maka penelitian dan penganalisaan
peristiwa-peristiwa sejarah, tokh akan berlangsung  juga. Baik itu dilakukan
secara rahasia, atau dilakukan  di luar wilayah kekuasaan rezim otoriter
tsb; hal itu berlangsung terus oleh para pakar, wartawan dan pemeduli dari
pelbagai negeri. Bukankah ini apa yang berlaku di zaman Orba, ketika
penelitian, analisis, penyimpulan dan penulisan peristiwa-perisstiwa
sejarah, menjadi monopoli dari penguasa. Usaha penelitian dan penulisan
secara bebas dilarang di Indonesia, tetapi hal itu berlangsung terus di luar
Indonesia, maupun secara rahasia  di dalam negeri. Ini kenyataan.

Seperti yang dikemukakan oleh saksi hidup SUMARSONO di dalam SARASEHAN
PERISTIWA MADIUN 1948, sebelum terjadi Peristiwa Madiun, jelas dapat dilihat
bahwa suatu skenario sedang berlangsung. Yaitu suatu rencana pembersihan
kekuatan dan pengaruh elemen-elemen progresif, Kiri, dan Komunis dari
pemerintahan dan kekuatan bersenjata Indonesia. Pembersihan di kalangan
pemerintahan dan angkatan bersenjata terhadap kekuatan progresif  dilakukan
atas nama “Reorganisasi dan Rasionalisasi(Re-Ra)”, yang merupakan bagian
penting dari program Kabinet Hatta.

Para pemeduli  yang ingin lebih kongkrit membaca sendiri mengenai
kejadian-kejadian  sekitar tindakan-tindakan provokatif pemerintah Hatta,
kecuali dapat menemukannya di dalam “Buku Putih Pristiwa Madiun”  yang
diterbitkan PKI;  “Aidit menggugat Peristiwa Madiun”,  pidatonya dimuka
Pengadilan Jakarta; dan tulisan Mirajadi di dalam majalah PKI “Bintang
 Merah”, September 1951, berjudul “Tiga Tahun Provokasi Madiun” ;
“Provokasi Madiun” tulisan Sutopo alias Supeno, di dalam buku “Fakta &
Kesaksian Perisiwa Madiun 1948” , tulisan-tulisan (DN Aidit, Supeno dan Suar
Suroso), terbitan Jakarta 2001;  juga ada tulisan penulis asing Kreutzer,
berjudul “Een stuk geschiedenis: het voorspel van Madiun” , Tijdschrift voor
diplomatie, Brussel, Juni  1980, (Sepotong sejarah, permulaan dari Madiun).
Tentu masih banyak bahan-bahan lainnya baik yang terbit di dalam maupun di
dalam negeri  yang juga perlu ditelilti untuk memperoleh fakta-fakta
pelengkap, khusunya menenai hal-hal yang diajukan oleh fihak pemerintah
maupun pembela-pembelanya.

SUMARSONO sendiri  mencatat peristiwa-peristiwa di luar dan dalam kota
Madiun, dua bulan sebelum September, yang menunjukkan bahwa sebelum terjadai
PERISTIWA MADIUN 1948, pasukan-pasukan “gelap” ; juga pasukan-pasukan
pemerintah Hatta telah melakukan penculikan, penahanan, pembunuhan dan
provoksi lainnya terhadap kekuatan politik progresif, Kiri dan PKI,
membesar-besarkannya, meniupnya sedemikian rupa, sehingga bisa dijadikan
alasan untuk melakukan pukulan terakhir.

Orang terdorong untuk membenarkan  keterangan fihak FDR dan PKI mengenai
Peristiwa Madiun, bahwa peristiwa itu bukanlah suatu pemberontakan PKI
menentang Republik Indonesia, tetapi terutama adalah suatu perlawanan
FDR/PKI terhadap provokasi yang dilakukan oleh pemerintah Hatta. Impresi
ini diperoleh,  bila diikuti dan perhatikan perkembangan politik, khususnya
mengenai kedudukan PKI di dalam kehidupan politik Indonesia, pada pasca
tecapainya Persetujuan Konferensi Meda Bundar (KMB) antara pemerintah
Republik Indonesia dan pemerintah Kerajaan Belanda (1949).

Untuk memperoleh lebih banyak kejelasan dari salah seorang saksi hidup utama
dari Peristiwa Madiun 1948, saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut
ini kepada SUMARSONO.

1. Apa sebabnya pemerintah RIS dan kemudian pemerintah RI sesudah
“penyerahan kedaulatan” oleh Belanda kepada Indonesia (RIS) ----- tidak
melarang PKI, tidak menangkap orang-orang Kiri/FDR/PKI, bahkan  kursi mereka
di DPR tidak diutik-utik?  Padahal belum sampai dua tahun kebelakang, PKI /
FDR oleh pemerintah Hatta, telah dicap sebagai pemberontak yang telah
“menikam Republik Indonesia” dari belakang, yang hendak mendirikan negara
Sovyet Indonesia. PKI  dan ornop-ornop seperti SOBSI, Sarbupri, dll,
termasuk Pesindo, yang dianggap ada di bawah pengaruh PKI, tidak dilarang
melakukan kegiatan organisasi maupun politik. Mereka a.l. menerbitkan
majalah “Bintang Merah”, dimana a.l. diungkap pembunuhan di Ngalihan,
terhadap11 pemimpim-pemimpin  PKI dan Kiri, termasuk mantan PM Amir
Syarifuddin dan mantan Wakil PM Setiajid. Apa yang dimuat di dalam media PKI
itu adalah gugatan keras sekali terhadap pemerintah Hatta, yang dianggap
sebagai pencetus Peristiwa Madiun 1948. Mengapa pemerintah RIS dan kemudian
RI tidak bertindak?Tokh tidak ada tanggapan pemerintah terhadapnya.

2. Dalam “Buku Putih Peristiwa Madiun”  dan di dalam pidato pemimpin  PKI
DN Aidit dimuka Pengadilan Negeri Jakarta, PKI dan DN Aidit mengungkap
sejumlah fakta-fakta, data-data dan foto-foto yang otentik, yang
menjelaskan bahwa Peristiwa Madiun 1948 adalah suatu provokasi terhadap PKI,
suatu. Di lihat dari bahan-bahan tertulis, data-data dan dokumentasi pers
dsb, serta foto-foto, bahan PKI itu sangat kuat dalam pembelaan bahwa PKI
tidak berontak, bahwa adalah pemerintah Hatta yang mengadakan provokasi,
melakukan, penculikan, pembunuhan dan memancing pertempuran untuk kemudian
menghancurkan PKI dan golongan Kiri. Yang jadi tanda tanya besar, ialah,
mengapa PKI tidak meneruskan kasus pembelaannya itu, sampai PKI betul-betul
bersih dari fitnahan dan tuduhan itu.

Terhadap pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan langsung kepada SUMARSONO,
beliau  memberikan jawaban, yang mula-mula tidak begitu langsung dan jelas.
Saya kemukakan sekali lagi pertanyaan-pertanyaan itu, karena saya merasa
pertanyaan-pertanyaan saya kepadanya belum terjawab. Sementara hadirin juga
menghendaki agar SUMARSONO menjelaskan lebih lanjut jawaban terhadap
pertanyaan saya itu.

Akhirnya SUMASONO  mengungkap, menjelaskan, bahwa sesudah terjadi PERISTIWA
MADIUN 1948, telah berlangsung pertemuan antara Presiden Sukarno dengan
Alimin, pimpinan PKI. Pertemuan historis ini, seperti kita ketahui telah
berkembang menjadu suatu kerjasama politik yang erat antara Presiden Sukarno
beserta pendukug-pendukungnyua denngan PKI  dan pendukung-pendukungnya.
Apakah pertemuan Sukarno-Alimin itu suatu bentuk dari rekonsiliasi? Ini
merupakan obyek penelitian yang berguna.

Tampaknya, pertemuan  dan “gentleman-agreement” itu dilakukan  demi
kepentingan yang lebih besar rakyat dan negeri Indonesia, dalam perjuangan
yang masih berlangsung terus sesudah persetujuan tercapainya KMB antara
Indonesia dengan Belanda, untuk sepenuhnya lepas dari pengaruh  dan kekangan
politik dan ekonomi  kolonialisme dan imperialisme. Tidak jelas bagaimana
perincian “gentleman-agreement”  Sukarno dan Alimin  itu, tetapi hasilnya
ialah bahwa PKI sebagai partai politik yang memang legal, tampil lagi
berperanan sebagai parpol. PKI dengan “leluasa” mengadakan kegiatannya
kembali,  di bidang politik, organisasi dan propaganda. PKI menerbitkan
kembali majalahnya BINTANG MERAH  dan tidak lama terbit HARIAN RAKYAT,
koran yang menyuarakan politik PKI. Anggota-anggota PKI di DPR bisa bekerja
kembali sebagaimana parpol lainnya. Understanding antara Presiden Sukarno
dengan PKI, tampaknya semakin nyata yang akhirnya sampai pada dikeluarkannya
konsep politik NASAKOM oleh Presiden Sukarno. Di lain fihak di dalam
Konstitusi PKI dikemukakan bahwa bila tergantung pada PKI, PKI akan menempuh
jalan damai untuk mencapai cita-citanya. Yang lebih penting lagi ialah bahwa
PKI menerima PANCASILA sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.

Lainnya yang menarik dan positif dari Sarasehan kali ini, ialah, bahwa
terdapat pertanyaan dan pernyataan, yang tidak menjadikan soal apakah di
Madiun itu telah terjadi pemberontakan atau tidak. Yang penting, bagi
penanya, ialah apakah pemberontakan itu, bila itu memang terjadi, adalah
suatu pemberontakan yang adil?  Bila sebab-sebab dari pemberontakan itu
adalah tindakan-tindakan provokasi dan serangan terhadap kekuatan progresif,
Kiri dan PKI, maka pemberontakan itu adalah suatu tindakan bela diri yang
harus dibernarkan. Jadi pemberontakan semacam itu dianggap suatu
pemberontakan yang sepenuhnya adil.

Sarasehan, seminar dan diskusi-diskusi mengenai masalah sejarah bangsa kita,
seperti yang dilakukan di Diemen, Holland, baru-baru ini  mengenai
PERISTIWA MADIUN 1948, akan selalu berguna. Berguna bagi penelitian, berguna
bagi pencerahan pemikiran masyarakat,  berguna bagi generasi muda, untuk
dijadikan bahan pertimbangan dan pembanding, agar mereka memiliki bahan
selengkap mungkin untuk mengambil kesimpulan sendiri secara
sebebas-bebasnya. Pendidikan politik masyarakat akan mendapat manfaatnya!
* * *  *





-------------------------------------------------------------
Info & Arsip Milis Nasional: http://www.munindo.brd.de/milis/
Nasional Subscribers: http://mail2.factsoft.de/mailman/roster/national
Netetiket: http://www.munindo.brd.de/milis/netetiket.html
Nasional-m: http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-m/
Nasional-a:  http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-a/
Nasional-e:  http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-e/
------------------Mailing List Nasional------------------