[Nasional-a] [Nasional] KWIK KIAN GIE:PEMBERANTASAN KORUPSI - "Budhisatwati J.KUSNI" 1/2

nasional-a@polarhome.com nasional-a@polarhome.com
Tue Jan 7 22:00:23 2003


-----------------------------------------------------------------------
Mailing List "NASIONAL"
Diskusi bebas untuk semua orang yang mempunyai perhatian terhadap
Kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
-----------------------------------------------------------------------
BERSATU KITA TEGUH, BERCERAI KITA RUNTUH
-----------------------------------------------------------------------
-------- Original Message --------
Betreff: KWIK KIAN GIE:PEMBERANTASAN KORUPSI
Datum: Mon, 6 Jan 2003 04:34:50 +0100
Von: "Budhisatwati J.KUSNI" <katingan@club-internet.fr>
Rückantwort: "Budhisatwati J.KUSNI" <katingan@club-internet.fr>
An: <national-admin@mail2.factsoft.de>, <national@mail2.factsoft.de>


PEMBERANTASAN KORUPSI UNTUK MERAIH KEMANDIRIAN, KEMAKMURAN, KESEJAHTERAAN
DAN KEADILAN.
Oleh: Kwik Kian Gie



I.      SEBERAPA PENTING KORUPSI DIBERANTAS?

Banyak sekali bidang-bidang kehidupan berbangsa dan bernegara yang hendak
diperbaiki dalam jaman reformasi ini. Keinginan-keinginan itu juga sangat
sering disuarakan oleh semua pihak, yaitu pemerintah, DPR, media massa,
para intelektual, rakyat jelata, dan para pengamat.

Salah satu yang dianggap perlu diperbaiki adalah supaya korupsi atau
lengkapnya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) diberantas. Tetapi pendapat
yang dikemukakan tidak mengandung kekuatan khusus dan juga tidak
mencerminkan tekad yang sungguh-sungguh. Pemberantasan KKN memang sering
dikemukakan, tetapi dalam satu nafas dengan perbaikan dalam bidang-bidang
lainnya, seperti penguatan kelembagaan (institution building), perbaikan
proses, transparansi dan masih banyak sekali. Terutama kalau kita membaca
LoI demi LoI dari IMF, laporan dan rekomendasi dari lembaga-lembaga
internasional, mereka berkutat pada memperbaiki organisasi yang mereka
namakan institutional building itu tadi. Inti dari kesemuanya itu pada
hakikatnya berlandaskan asumsi bahwa manusia malu melakukan KKN. Karena itu
struktur, sistem, dan prosedur organisasi dibuat supaya korupsi hanya dapat
dilakukan kalau lebih dari 2 atau 3 orang bekerja sama melakukan KKN.
Karena adanya asumsi dasar bahwa orang malu melakukan KKN, dengan
sendirinya juga malu kalau bekerja sama dengan orang lain, karena
orang-orang yang diajak bekerja sama itu akan mengetahui bahwa dirinya
melakukan KKN. Asumsi ini jelas sangat salah untuk Indonesia dewasa ini.
Mengapa? Karena manusianya sudah terjangkit penyakit KKN yang sangat luar
biasa. KKN sudah mendarah daging dan sudah merasuk sampai pada tulang
sumsum. Barang siapa berkecimpung dalam praktek bisnis sehari-hari akan
mengetahui bahwa ratusan orang bisa merupakan kelompok yang kompak untuk
melakukan KKN, untuk membobol kekayaan dan keuangan negara.

Maka kalau manusianya itu sendiri tidak menjadi objek perhatian dalam
pemberantasan KKN, dipastikan mesti gagal. Ada bank BUMN sangat besar yang
keseluruhan sistemnya sangat bagus, tetapi dalam prakteknya saldo clearing
antar demikian banyak cabangnya tidak pernah nihil. Maka diciptakan
rekening khusus untuk dijadikan "keranjang sampah", supaya semua buku dapat
ditutup setiap jam 17.00 tepat dengan saldo clearing yang selalu nol,
tetapi saldo dari rekening "keranjang sampah" itu sangat luar biasa
besarnya. Namun ada satu sistem dan program komputer yang sangat bagus,
yaitu bagaimana caranya membagi hasil KKN dari Direktur Utama sampai Kepala
Bagian secara "adil" yang telah mereka sepakati bersama.

Kalau saya mengemukakan adanya kenyataan ini kepada para ahli asing, mereka
melihat saya dengan mimik dan sorot mata seperti saya sudah gila atau sudah
menjadi seorang pengkhayal. Itulah sebabnya lembaga internasional seperti
IMF, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia sudah ada di Indonesia lebih dari
32 tahun, tetapi KKN menjadi lebih hebat, lebih terang-terangan, lebih
tidak mengenal malu, sehingga dilakukan oleh puluhan sampai ratusan orang
secara bersama-sama dengan pembagian tugas dan pembagian hasil KKN yang
rapi, yang terprogram di dalam komputer. Dengan demikian asumsi paling
dasar dari semua rekomendasi oleh lembaga-lembaga internasional menjadi
omong kosong, dan nyatanya memang tidak efektif yang telah dibuktikan
dengan semakin meraja-lelanya KKN.

Apakah para ahli asing yang demikian banyaknya di Indonesia dan dibayar
demikian mahalnya itu tidak mengetahui tentang hal ini? Cukup banyak yang
mengatakan kepada saya bahwa mereka sebenarnya tidak peduli, bahkan
cenderung membuat bangsa Indonesia bermental korup semuanya, agar selalu
tergantung pada lembaga-lembaga internasional tersebut. Juga tidak sedikit
yang mengatakan kepada saya bahwa banyak sekali para ahli asing itu hanya
tahan bersih selama 6 bulan di Indonesia sebelum mereka juga menjadi korup.
Godaannya untuk tidak ikut-ikutan berkorupsi sangat besar. Seorang wartawan
investigatif asing memberitahukan kepada saya bahwa Bappenas sampai
sekarang masih merupakan sarang KKN. Yang mulai adalah pejabat dari lembaga
internasional. Mereka mengingatkan bahwa masih ada utang yang sudah
disetujui tetapi belum dipakai sebesar 600 juta dollar AS. Lalu pejabat
Bappenas ditelepon dan diajak menciptakan proyek yang pasti disetujui
sebagai penggunaan kredit tersebut. Tentu dengan mark up dan pembocoran
luar biasa dengan pengetahuan para ahli asing karena mereka ikut dalam
komplotan para koruptor. Sang wartawan investigatif itu mengatakan bahwa
dia mempunyai nama-nama dan angka-angka dari tiga proyek besar. Tetapi dia
tidak bersedia memberikan kepada saya, karena kalau itu dilakukan olehnya,
dia pasti akan kehilangan semua akses terhadap informasi yang diberikan
kepadanya.

Jadi perbaikan dalam bidang apapun (yang memang perlu dan baik) tidak
efektif sama sekali dalam pemberantasan KKN kalau tidak ada program yang
berfokus pada perbaikan manusianya itu sendiri. Manusianya di Indonesia
setelah dibiarkan rusak demikian lamanya sudah terjangkit penyakit KKN
sampai pada darah, daging dan tulang sumsumnya. Dengan sendirinya juga
menjalar pada jiwa, mental, perasaan dan pikiran yang sudah menjadi tidak
waras. Demikian banyak dan kuat virus KKN itu, sehingga dalam waktu tidak
lebih lama dari enam bulan banyak pejabat dan ahli asing yang bekerja di
Indonesia juga kemasukan virus KKN. Maka janganlah mengandalkan
pemberantasan KKN pada orang asing seolah-olah mereka dewa penyelamat kita,
seolah-olah kalau dimandori oleh mereka kita akan terbebas dari KKN.
Apalagi belakangan ini terungkap skandal demi skandal besar-besaran oleh
para CEO perusahaan-perusahaan terkenal di Amerika Serikat. Juga mencuat ke
permukaan betapa kantor-kantor akuntan lima besar di dunia praktis semuanya
melakukan kebohongan dalam melakukan auditnya.

Maka saya sangat sedih membaca dan mendengar demikian banyaknya pakar kita
yang mengatakan bahwa IMF sangat dibutuhkan tidak semata-mata karena
uangnya, tetapi kita memang harus dimandori dan diawasi oleh orang asing.
Kalaupun negara-negara kreditur asing dan lembaga-lembaga internasional itu
tidak korup dalam kegiatannya di Indonesia, paling tidak mereka tidak peka
terhadap KKN atau minimal tidak mengetahui lapangan dan tidak mau
diberitahu. Saya menanyakan kepada beberapa negara CGI apakah mereka
bersedia memberi kredit yang penggunaannya adalah untuk memperbaiki manusia
Indonesia instead of untuk membangun jembatan, irigasi, jalan raya dan
sebagainya? Mereka geleng kepala. Pemberantasan KKN sangat mahal karena
harus mem-PHK sangat banyak pegawai negeri dengan pesangon yang besar dan
kemudian meningkatkan pendapatan yang terpilih pada tingkat yang sangat
tinggi. Semuanya ini membutuhkan uang dalam jumlah besar. Tetapi pasti akan
rewarding yang melebihi nilai tambah yang diperoleh dari pembangunan
benda-benda.

Mengapa pemberantasan KKN tidak mendapat prioritas teratas dan tekad yang
besar, keseriusan dan penyediaan dana yang besar juga? Apakah KKN sama-sama
saja pentingnya dengan perbaikan-perbaikan di segala bidang lainnya?

Menurut saya tidak. KKN adalah sumber dari segala permasalahan yang mencuat
dalam segala bidang. KKN adalah the roots of all evils. Kalau kita telusuri
akar penyebab dari hampir semua permasalahan, yang berarti tidak hanya
terbatas pada bidang ekonomi saja, kita selalu terbentur pada KKN. Sebagai
contoh, mengapa daya saing bangsa kita lemah? Karena banyaknya pungutan
liar dan komersialisasi jabatan. Mengapa banyak proyek tidak masuk akal
dibangun dengan utang yang memberatkan? Mengapa demikian banyaknya proyek
dirancang dengan pembiayaan utang yang tidak diwujudkan karena tidak mampu
melaksanakannya? Karena tidak ada kemampuan melakukan perencanaan yang
baik? Tidak, sebabnya adalah karena setiap pengeluaran untuk proyek
dibocorkan untuk kantungnya pimpinan proyek dan orang-orang terkait. Ketika
menggagas proyek, pertimbangannya tidak karena proyek itu bermanfaat,
tetapi karena mudah di mark up dan dikorup untuk dirinya penggagas beserta
kelompoknya. Jadi kemampuan merencanakan ada, tetapi otaknya sudah dimasuki
virus KKN. Mengapa mutu pendidikan kita sangat rendah? Karena gelar
kesarjanaan dikomersialkan dan akreditasi oleh pemerintah dapat dibeli.
Dampaknya tidak dalam bidang ekonomi, tetapi pembodohan seluruh rakyat.

Contoh-contoh tentang kelainan dan keanehan dalam bidang-bidang non ekonomi
yang dapat dikemukakan tidak terbatas banyaknya. Pada akhirnya keseluruhan
jiwa dan daya pikirnya menjadi sakit. Banyak sekali ibu yang membanggakan
betapa "nakalnya" anaknya yang penuh inisiatif dan kreatif karena masih di
bawah umur sudah mempunyai SIM. Caranya adalah menyogok semua pejabat
terkait sampai anaknya itu memperoleh KTP dengan tanggal lahir dan usia
yang dikehendakinya, sampai dia cukup "dewasa" untuk mendapatkan SIM dan
dokumen apa saja yang mensyaratkan usia minimum. Bayangkan apa yang
sebenarnya dibanggakan oleh para ibu itu? Yang dibanggakan adalah kemampuan
sang anak kecil untuk menyuap dan menyogok pejabat!

Jelas bahwa KKN yang berawal dari keserakahan materi berkembang menjadi
kelainan-kelainan yang sifatnya bukan kebendaan. Pikiran menjadi jungkir
balik walaupun pendidikannya tinggi. Itulah sebabnya ada istilah corrupted
mind. KKN yang sudah merasuk ke dalam jiwa, mental, moral, akhlak menjelma
menjadi kebijakan pemerintah yang sangat tidak masuk akal. Dalam merumuskan
kebijakan itu, terkadang perumusnya tidak menikmati uang, tetapi kebijakan
yang tidak waras itu disebabkan karena keseluruhan jiwanya, cita rasanya,
pikirannya sudah sakit. Kesemuanya ini sudah terlepas dari tingkat
pendidikannya. Maka orang-orang yang masih waras, yang jiwa dan mindset-nya
masih belum terjangkit KKN, tidak bisa mengerti bagaimana mungkin
orang-orang yang pendidikannya begitu tinggi memakai pengetahuannya untuk
merumuskan kebijakan yang sangat merugikan orang banyak dan sangat tidak
adil. Dalam membela kebijakannya, ilmu pengetahuan dipakai untuk
berargumentasi seperti pokrol tanpa alur pikir yang jernih dan tanpa
argumentasi, tetapi mengemukakan dalil-dalil yang digebrak-gebrakkan di
atas meja diskusi. Gambaran yang terdistorsi ini dimuat di media massa,
sehingga mayoritas masyarakat ikut bengkok persepsi dan pengetahuannya
tentang hal ikhwal masyarakat, negara dan bangsa yang begitu besar
pengaruhnya terhadap kehidupannya sehari-hari.

Pencuatan KKN di Indonesia sudah luar biasa dahsyatnya, dan sudah lama
mengkorup pikiran, mental, cita rasa, moral, akhlak dan masih banyak lagi.
Dalam bulan Oktober tahun 1987, dalam pidatonya di sidang umum MPR, PDI
merangkumnya dengan mengatakan : "Korupsi sudah berakar sangat dalam dan
membudaya sangat luas." Sejak tahun 1987, bahkan sejak Komisi Wilopo
tentang korupsi, KKN tanpa henti terus berkembang sampai saat ini.

Gambaran tentang praktek dan perwujudan serta kerusakan-kerusakan akibat
KKN akan saya berikan belakangan. Setelah sekadar sebagai pembukaan tentang
problematiknya, saya akan segera mulai dengan pikiran-pikiran tentang
bagaimana caranya memberantas KKN. Metode penulisan atau pendekatan seperti
ini bernuansa lebih positif dan diharapkan dapat menghilangkan reaksi
spontan yang mengatakan : "Ah, bisanya ngomel saja tentang hal yang sudah
kita ketahui semuanya. Bagaimana solusinya? ". Maka ijinkanlah saya segera
mulai dengan solusinya. Nanti akan saya telusuri kembali betapa kita sudah
jungkir balik dalam pikiran dan perbuatan.



II.     KONSEP PEMBERANTASAN KORUPSI

Seperti telah dikemukakan tadi, pemahaman bahwa KKN sangat merusak baik
material maupun spiritual, sudah banyak dikemukakan. Karena itu juga sangat
banyak yang menyuarakan bahwa KKN harus diberantas. Tetapi bagaimana
caranya memberantas yang konkret, dalam bentuk rencana tindak atau plan of
action tidak banyak yang memikirkan.

Dalam artikel ini saya mencoba merumuskannya secara keseluruhan. Ternyata
pemberantasan KKN banyak aspeknya yang satu dengan lainnya saling berkaitan.


2.1     Konsep Carrot and Stick atau Kecukupan dan Hukuman

Konsep pemberantasan korupsi sederhana, yaitu menerapkan carrot and stick.
Keberhasilannya sudah dibuktikan oleh banyak negara, antara lain Singapura
dan yang sekarang sedang berlangsung di RRC.

Carrot adalah pendapatan netto untuk pegawai negeri, baik sipil maupun TNI
dan Polisi yang jelas mencukupi untuk hidup dengan standar yang sesuai
dengan pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya.
Kalau perlu pendapatan ini dibuat demikian tingginya, sehingga tidak saja
cukup untuk hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan gaya yang "gagah".
Tidak berlebihan, tetapi tidak kalah dibandingkan dengan tingkat pendapatan
orang yang sama dengan kualifikasi pendidikan dan kemampuan serta
kepemimpinan yang sama di sektor swasta.

Stick adalah kalau kesemuanya ini sudah dipenuhi dan masih berani korupsi,
hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun
untuk melakukan korupsi.


2.2     Sistem Penggajian (Salary System)

Sistem penggajian PNS dan TNI/POLRI menjadi sangat ruwet, karena mengandung
banyak unsur seperti gaji pokok, tunjangan jabatan dan berbagai tunjangan
lainnya, tunjangan in natura dan sebagainya. Maka dalam makalah ini
kesemuanya digabung menjadi satu setelah dipotong pajak dengan istilah
"pendapatan bersih".

Sistem penggajian harus dibenahi yang sesuai dengan merit system. Yang
tingkat pekerjaan serta tanggung jawabnya lebih berat harus mendapatkan
pendapatan netto yang lebih besar.

Yang dimaksud adalah bahwa penjenjangan tingkat pendapatan netto harus
proporsional dan adil. Yang sekarang berlaku adalah bahwa gaji Presiden
lebih rendah dari pendapatan Direktur Utama BUMN. Pendapatan netto seorang
Menteri lebih rendah dari pegawai menengah dari BPPN.

Maka tindakan pertama adalah membenahi keseluruhan pendapatan netto dari
pegawai negeri sipil maupun TNI dan POLRI yang diselaraskan sampai
proporsional dan adil berdasarkan merit system.


2.3     Reformasi dan Perampingan Birokrasi

Jumlah pegawai negeri kita sekitar 4 juta orang. Kalau kita secara sekilas
saja memperhatikan besarnya gedung-gedung departemen, Lembaga Pemerintah
Non Departemen (LPND), serta gedung-gedung pemerintah lainnya, segera saja
muncul pertanyaan di benak kita, berapa pegawai negeri yang bekerja di
dalamnya. Lebih-lebih lagi sulit dibayangkan apa saja yang dikerjakan
selama jam-jam kerja.

Jumlah PNS yang demikian besarnya tentu tidak terlepas dari kenyataan bahwa
selama RI berdiri sampai sekarang tidak pernah dilakukan audit terhadap
struktur organisasi, jumlah personalia, garis-garis komunikasi, rentang
kendali atau span of control, sistem dan prosedur pengambilan keputusan dan
sebagainya.

Maka berlakulah apa yang dalam dunia ilmu organisasi dan manajemen dikenal
dengan hukum Parkinson. Teori ini mengatakan bahwa manusia selalu mempunyai
kebutuhan dirinya dianggap penting oleh sekelilingnya. Simbol bahwa dirinya
penting adalah kalau dirinya mempunyai banyak anak buah yang dalam hirarki
organisasi adalah bawahannya. Maka tanpa sadar bagaikan hukum alam setiap
orang dalam organisasi ingin menunjukkan bahwa dirinya penting dengan
mengangkat bawahan. Semakin banyak bawahannya semakin dianggap penting
kedudukannya dalam masyarakat. Dengan berlakunya teori ini yang sampai
dinamakan "hukum alam", setiap organisasi mempunyai kecenderungan
membengkak tanpa ada gunanya.

Dalam organisasi perusahaan swasta yang seringkali jauh lebih besar dari
sebuah kementerian, sudah menjadi kebiasaan bahwa secara teratur, misalnya
setiap 3 sampai 5 tahun sekali, organisasinya diaudit. Diteliti oleh para
ahli organisasi dan manajemen apakah organisasinya masih optimal untuk
mencapai tujuan dari organisasi yang bersangkutan.

Caranya, para ahli atau konsultan itu tidak melihat pada struktur
organisasi yang ada. Mereka mewawancarai pimpinan tertinggi sampai
habis-habisan tentang tujuan apa yang hendak dicapai oleh organisasinya.
Kesemuanya ini direnungkan dengan mendalam. Para ahli dan konsultan
menggunakan keahliannya menyusun organisasi yang pas dan yang optimal untuk
mencapai tujuan organisasi. Yang disusun bukan hanya strukturnya, tetapi
juga jumlah personalianya, kwalifikasinya, tugas, tanggung jawabnya, sistem
dan prosedur pengambilan keputusan, sistem komunikasi dan rentang kendali
organisasi atau span of control.

Setelah keseluruhan dari organisasi yang ideal terbentuk, dibicarakan
mendalam dengan para pimpinan kunci untuk penyempurnaannya. Setelah
sempurna betul dan menjadi milik pimpinan organisasi, pimpinan tersebut
dengan sendirinya mempunyai komitmen tinggi untuk merealisasikannya.

Keseluruhan gambar dan penjelasan dari organisasi yang optimal ini
dibandingkan dengan organisasi yang ada. Hampir dapat dipastikan bahwa
organisasi yang ada terlampau besar, acak-acakan, garis-garis komunikasi
simpang siur dan tumpang tindih dan sebagainya. Adalah tugas pimpinan
organisasi  yang kalau perlu dapat didampingi oleh para konsultan
manajemen  yang mengubah organisasi yang ada menjadi yang baru.

Prosedur ini dinamakan structure follows strategy. Ini adalah kebalikan
dari yang biasa kita alami. Setiap kali organisasi baru dibentuk atau
organisasi lama hendak dibenahi, yang pertama dilakukan adalah menggambar
struktur organisasi yang sudah kita kenal, yaitu kotak-kotak yang disusun
secara vertikal dan horisontal. Setelah struktur selesai barulah diisi
dengan nama-nama orang-orang yang akan ditempatkan dalam posisi yang sudah
digambarkan dalam kotak-kotak tersebut. Prosedur ini sangat salah, tetapi
sangat lazim dilakukan orang karena keawamannya dalam bidang ilmu
organisasi dan ilmu manajemen. Prosedur yang salah ini disebut strategy
follows structure. Jelas bahwa strategi dikalahkan oleh organisasi yang
disodorkan. Bagaimana mungkin tujuan dapat tercapai secara optimal?

Kita bayangkan apa jadinya kalau birokrasi kita yang selama 57 tahun tidak
pernah diaudit seperti yang digambarkan di atas, dan coba dibayangkan
betapa jumlah PNS dapat diperkecil dengan segala penghematan yang
menyertainya.

Apa hubungan reformasi birokrasi yang digambarkan ini dengan pemberantasan
korupsi? Hubungannya sangat erat. Saya sangat yakin bahwa kalau birokrasi
disusun sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuannya yang optimal,
jumlah PNS dapat diperkecil banyak sekali. Pengeluaran untuk gaji, ruang
kerja, ATK, listrik, biaya perjalanan dan sebagainya akan dapat dihemat
dalam jumlah yang besar. Dampaknya adalah tersedianya sebagian dana yang
dibutuhkan untuk menaikkan pendapatan bersih yang dibutuhkan untuk
memberlakukan carrot and stick. Dengan pendapatan yang jelas cukup, bahkan
cukup "mewah" atau comfortable, kita dapat dengan tenang menghukum
seberat-beratnya yang masih melakukan korupsi.

Dampak yang tidak langsung berhubungan dengan pemberantasan korupsi dari
reformasi birokrasi adalah efektivitas dari birokrasi. Karena birokrasi
menciut, kita dapat menempatkan orang-orang yang paling kapabel. Mereka
pasti mau karena pendapatan bersihnya sangat memadai dan sama dengan kalau
mereka bekerja di sektor swasta yang pendapatannya sudah didasarkan atas
merit system dan tingginya sudah sama dengan yang berlaku di segmen-segmen
lain masyarakat dalam segala jenjangnya.


2.4     Pembiayaan

Yang menjadi kendala adalah pembiayaan. Pembiayaannya sangat besar, karena
kita harus menyediakan dana untuk memberikan pesangon buat yang harus di
PHK. Pesangon ini harus cukup besar. Pertama supaya manusiawi. Kedua supaya
pesangon yang dibuat demikian besarnya membuat tergiur untuk di-PHK, dan
ketiga, supaya yang di-PHK mempunyai waktu yang cukup panjang untuk mencari
pekerjaan lain.


2.5     Alternaif lain

Konsep tentang pemberantasan korupsi seperti yang diuraikan di atas
membutuhkan dana sangat besar seperti yang telah dikemukakan. Alternatif
lain yang dapat dilakukan lebih cepat dengan pembiayaan yang lebih kecil
adalah pemberantasan korupsi yang tidak serempak, tetapi setahap demi
setahap yang dimulai dari atas.

Konsep ini pernah dibicarakan dalam pemerintahan Gus Dur dan pada
prinsipnya telah diterima oleh beliau sebagai Presiden. Namun batal
diimplementasikan.

Dalam konsep tersebut pendapatan bersih yang mencukupi diberikan kepada
Presiden, Wakil Presiden, para Menteri, Sekjen, Dirjen, Direktur, Kepala
Biro dan Pimpro. Kecuali itu juga jabatan-jabatan yang krusial dan rawan
korupsi, yaitu para pejabat pajak, Jaksa, Polisi, para Hakim, para Anggota
DPR, para pejabat bea cukai dan lain-lainnya lagi yang perlu
diinventarisasi secara teliti. Intinya adalah mengenali sektor-sektor dari
birokrasi yang krusial dalam pembocoran keuangan negara.

Pendapatan bersih mereka harus cukup besar, sehingga tidak hanya cukup
untuk hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan "gagah", yaitu bisa
menyamai standar yang berlaku di sektor swasta, bahkan di luar negeri.
Tetapi kalau setelah itu berani berkorupsi, hukumannya penjara seumur hidup
atau hukuman mati.

Kalau dengan cara demikian para pejabat tinggi dan PNS yang rawan korupsi
itu bisa bebas korupsi atau korupsinya berkurang sangat signifikan,
penghematan yang diperoleh dari bebas korupsi atau berkurangnya korupsi
secara sangat signifikan di kalangan mereka cukup besar. Dana yang
dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan bersih mereka akan jauh lebih
kecil dibandingkan dengan penghematan yang diperoleh dari hilangnya atau
berkurangnya KKN pada tingkat birokrasi yang paling atas dan paling rawan
KKN.

Yang menjadi kendala adalah bahwa perbedaan tingkat pendapatan bersih
antara yang pendapatan bersihnya dinaikkan dalam rangka program
pemberantasan KKN dengan bawahannya langsung akan sangat-sangat besar. Ini
akan sulit diterima oleh bawahannya. Ketika itu Gus Dur mengatakan bahwa
beliau sanggup mengatasi masalah ini. Namun ketika gagasan ini bocor dan
para pengamat mulai menghujat habis-habisan, Gus Dur langsung mundur
teratur, sehingga gagasan ini batal dilaksanakan.

Mungkin sekarang dapat diulangi dengan memasyarakatkan terlebih dahulu.
Kepada yang belum kebagian kenaikan pendapatan bersih secara drastis
diminta hidup dengan cara yang sudah lama dilakukan, yaitu kekurangannya
ditutup dengan korupsi. Korupsi yang mereka lakukan kita tolerir dengan
menutup sebelah mata. Jumlah yang dikorup toh tidak terlalu besar, karena
kekuasaannya yang tidak besar dan tidak relevan atau krusial bagi para
penyuap.

Dengan penghematan yang diperoleh dari bebas korupsinya golongan yang
tertinggi dan golongan dengan kekuasaan yang laku dikomersialkan seperti
yang telah dirinci tadi, setahap demi setahap peningkatan pendapatan bersih
bagi seluruhnya akan dapat tercapai.


2.6     Kritik

Gagasan seperti ini langsung saja dikritik. Dalam kabinet Gus Dur tidak
sedikit Menteri dan anggota DPR yang langsung saja mengkritik dengan tajam,
mengatakan bahwa tidak tahu diri, karena bagian terbesar dari rakyat hidup
dalam kemiskinan, kok pemerintah menaikkan pendapatan bersih untuk dirinya
sendiri sampai standar internasional. Juga dikatakan bahwa telah dicoba
dalam lingkungan Departemen Keuangan yang pernah ditingkatkan 10 kali lipat
dan toh masih korup. Jawab saya terhadap kritik-kritik tersebut adalah
karena yang masih berkorupsi tidak diapa-apakan. Jadi carrot-nya diberikan,
tetapi stick-nya tidak diterapkan.

Kritik lainnya lagi adalah bahwa naluri manusia untuk mengumpulkan harta
kekayaan tidak ada batasnya. Buktinya, para koruptor itu sudah berkorupsi
sampai memupuk kekayaan bernilai ratusan milyar dan trilyunan rupiah.
Tetapi mereka masih saja dengan penuh semangat berkorupsi terus. Memang
benar. Mengapa? Lagi-lagi karena tidak diapa-apakan, dan mereka sudah
terlanjur mempunyai kekayaan yang demikian besarnya, sehingga apapun dapat
dibeli yang membuat mereka menjadi kebal hukum. Mengapa semua bisa dibeli?
Karena kalau kekuasaan dijual, baik yang menjual maupun yang membeli tidak
diapa-apakan.

Kalau ada pejabat negara yang mengatakan gaji tidak perlu dinaikkan, mereka
itu karena korup dan tidak mau korupsi berhenti. Kemungkinan lain adalah
mereka sudah kaya dari asalnya, sehingga memang bisa mengabdi kepada negara
dengan pendapatan yang jelas tidak cukup untuk hidup layak. Atau famili dan
sanak saudaranya mempunyai pendapatan legal cukup besar yang dapat
menunjang kehidupannya dalam baktinya kepada nusa dan bangsa dengan gaji
dari pemerintah yang jelas hanya cukup untuk hidup satu atau dua minggu
saja. Jumlah orang yang demikian sangat sedikit, dan yang sudah sedikit itu
belum tentu, dan bahkan kebanyakan tidak berminat mengabdi kepada
kepentingan orang banyak. Jadi kelompok ini tidak dapat diandalkan sebagai
penyelenggara negara. Lagipula, yang kita kehendaki adalah demokrasi, bukan
plutokrasi.

Juga ada kritikan yang mengemukakan bukti bahwa para pegawai BPPN itu tanpa
dapat diragukan sedikitpun tingkat pendapatan bersihnya cukup untuk hidup
dengan sangat gagah. Memang betul, karena mereka direkrut dari
perusahaan-perusahaan swasta. Mereka tidak mau bekerja dengan tingkat
pendapatan bersih yang lebih kecil. Toh mereka masih korup dalam skala yang
luar biasa dan dengan teknik-teknik yang canggih. Banyak dari mereka yang
dahulu para teknokrat konglomerat bankir yang menjebol banknya sendiri
sampai dirawat di BPPN. Sekarang BPPN dibobol lagi. Mengapa? Sekali lagi,
karena tidak ada hukumannya.

Maka kritik-kritik tersebut semuanya tidak dapat mematahkan ampuhnya carrot
and stick kalau, sekali lagi kalau stick-nya diterapkan betulan.


2.7     Hukuman Koruptor

Dalam masyarakat yang tingkat korupsinya sudah seperti Indonesia, hukuman
yang setengah-setengah sudah tidak mempan lagi. Mulainya dari mana juga
merupakan masalah besar tersendiri, karena boleh dikatakan semuanya sudah
terjangkit penyakit korupsi.

Dalam mengenali masalah kita sudah lumayan, karena istilah yang sudah
memasyarakat bukan hanya korupsi, tetapi korupsi, kolusi dan nepotisme yang
terkenal dengan singkatan KKN. Memang korupsi sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dari kolusi, karena korupsi selalu dilakukan oleh lebih dari
satu orang. Nepotisme juga merupakan faktor sangat penting, karena korupsi
kebanyakan mendapat dorongan dan dukungan kuat dari anak, istri dan famili
terdekat.

Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya
pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal. Untuk Indonesia, hukuman yang
paling tepat adalah hukuman mati. Paling tidak hukuman seumur hidup.

Kecuali itu, seperti telah diindikasikan oleh istilah KKN, hukuman tidak
saja dikenakan pada yang melakukan korupsi, tetapi juga istri dan
anak-anaknya. Seperti dikatakan tadi, kebanyakan penguasa melakukan korupsi
karena dorongan, rayuan atau rengekan dari istri, suami atau anak-anak.
Maka pelakunya dihukum mati, dan anak-anak dan istrinya juga harus
dikenakan hukuman. Bentuk hukuman itu misalnya diperlakukan sebagai orang
yang telah bangkrut. Semua harta kekayaannya disita. Mereka hanya
dibolehkan hidup yang dibatasi standarnya. Misalnya mereka hanya dibolehkan
bertempat tinggal di rumah sederhana, hanya boleh menggunakan kendaraan
umum, tidak boleh mempunyai mobil sendiri.


2.8     Dari Mana Pemberantasan KKN Dimulai?

Pemberantasan KKN harus dimulai dari pimpinan tertinggi. Ini tidak berarti
hanya Presiden, tetapi semua pimpinan tinggi dan tertinggi negara. Mereka
harus sepakat tidak akan melakukan KKN kalau pendapatan bersihnya (net take
home pay) memang betul-betul mencukupi untuk hidup sesuai dengan merit
system. Kepada mereka harus dijelaskan yang sangat tegas bahwa akan dihukum
seberat-beratnya kalau masih melakukan KKN.

Orang-orang yang termasuk rawan KKN karena menduduki jabatan-jabatan
krusial untuk KKN dipilih yang kiranya dapat diajak mulai membersihkan
bangsa kita dari KKN. Kepadanya dijelaskan sejelas-jelasnya bahwa
pendapatan bersihnya akan dicukupi sampai benar-benar sangat nyaman. Tetapi
kecuali bahwa mereka tidak boleh melakukan KKN dengan ancaman hukuman
sangat berat, kepada mereka juga dituntut untuk benar-benar tega dan tegas
menghukum yang KKN dan sudah termasuk kategori pendapatan bebas KKN.
2.9     Kendala Pemberantasan KKN yang Harus Kita Kenali Dengan Baik
Memang ada orang-orang yang pada dasarnya curang. Terutama kalau yang
digelapkan untuk dirinya sendiri adalah uang milik publik, yaitu uang milik
pemerintah. Seperti kita ketahui, bagian terbesar dari uang milik
pemerintah berasal dari pajak. Untuk uang ini tidak ada yang merasa
memiliki secara individual. Yang memberikan uang ini kepada pemerintah
sebagai pembayaran pajak merasakannya sebagai kewajiban yang sudah termasuk
dalam rencana pengeluarannya. Para pembayar pajak itu tidak peduli hasil
pajak akan dipakai untuk apa. Maka kalau dicuri oleh para penguasa mereka
juga tidak terlampau peduli. Namun sikap yang demikian berlaku pada
masyarakat yang kurang terdidik. Untuk menyadari sepenuhnya bahwa uang
pemerintah adalah hasil kontribusinya membutuhkan cara berpikir yang lebih
abstrak. Kita mengetahui bahwa semakin tinggi tingkat intelektual
seseorang, semakin mampu dia berpikir secara lebih abstrak. Cara berpikir
yang lebih abstrak selalu berasal dari falsafah.

Kalau kita mempelajari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan yang berawal
dari para filosof Yunani kuno atau para filosof India dan Cina, pada
awalnya sekali yang dominan adalah filosofi. Itulah sebabnya sampai
sekarang gelar doktor di negara-negara Anglo Saxon adalah Doctor of
Philosophy tanpa peduli bahwa kandungan filosofinya kecil sekali. Lambat
laun, mungkin karena kandungan pengetahuan teknik yang harus dikuasai
begitu banyak dan rumitnya, seorang lulusan perguruan tinggi disebut
akademikus, sedangkan seseorang yang pengetahuannya sangat luas dan
mendalam disebut intelektual. Di Indonesia, para lulusan perguruan tinggi
yang sampai jenjang doktor-pun bangga menyebut dirinya sendiri seorang
teknokrat. Hanya Dr. Daoed Joesoef yang tidak senang disebut teknokrat. Dia
minta disebut teknosoof, yaitu yang menguasai ilmu pengetahuan yang
bersifat teknis, tetapi juga menguasai filosofi.

Di Jerman, lulusan perguruan tinggi yang hanya menguasai pengetahuan yang
bersifat teknis saja disebut Fach Idiot. Artinya dia menguasai ilmu
pengetahuan yang sangat teknis dan mendalam sekali, tetapi di luar itu dia
tidak tahu apa-apa, bahkan yang bersifat falsafati sedikit saja, dia adalah
seorang idiot. Itulah sebabnya di jaman Nazi Jerman, ilmu pengetahuan
dipakai untuk menemukan cara-cara membunuh orang-orang Yahudi secara massal
dan kemudian untuk menemukan cara-cara menggunakan mayatnya untuk membuat
barang-barang konsumsi seperti kancing, selimut dan kap lampu.

Di Indonesia yang sangat dominan adalah para teknokrat dan bukan teknosoof.
Itulah sebabnya mereka tidak dapat berpikir secara mendalam dan hakiki
karena membutuhkan pikiran abstrak yang falsafati, walaupun sedikit saja.
Dan karena itu, bersama-sama dengan para pengusaha mereka merasa bahwa
menggelapkan uang milik publik tidak apa-apa. Uang ini tidak mempunyai
pemilik yang dapat diidentifikasi secara individual. Untuk meyakini bahwa
uang ini milik orang banyak yang harus dikelola dengan baik serta
dipertanggungjawabkan membutuhkan daya pikir yang lebih abstrak, yang
kebanyakan belum dimiliki oleh elit bangsa kita, baik di jajaran
pemerintahan maupun di kalangan pengusaha.

Tidak jarang terjadi bahwa kritikan tentang betapa uang pembayar pajak
dipakai secara irasional dijawab oleh pejabat tinggi bahwa pembayar
pajaknya sendiri tidak ada yang menggerutu. Tidak ada pengusaha yang merasa
jijik menyaksikan pengusaha lainnya menyelundup pajak. Mereka bahkan saling
membanggakan dan saling menukar pengetahuan bagaimana caranya menyelundup
pajak.

Untuk memberantas fenomena ini, hukuman yang sama kerasnya buat yang
menyuap juga harus dikenakan. Pendidikan dan pemberian pengertian tentang
pentingnya pajak untuk peningkatan kemakmuran, kesejahteraan dan kenyamanan
kehidupan kita bersama sangat penting. Pemahaman ini sangat minimal di
Indonesia.



III.    DAYA RUSAK KKN

Kerusakan mental dimulai dari mencuri uang yang bukan miliknya. Pencurian
ini dilakukan dalam keterpaksaan karena gaji pegawai negeri yang legal
tidak cukup untuk hidup, tetapi sebagai pegawai negeri, terutama yang
tinggi-tinggi pangkatnya, mereka mempunyai kekuasaan. Kekuasaan inilah yang
disalahgunakan. Pada awalnya dengan membeli barang dengan harga yang lebih
tinggi dari harga pasar. Dia bekerja sama dengan pemasok yang disuruh
menaikkan harganya berlipat-lipat ganda. Laba yang di atas laba yang normal
dibagi antara pemasok dan pejabat yang mempunyai kuasa memutuskan membeli
barang dan jasa dengan harga yang berlipat ganda itu.

Jadi pada awalnya penyalahgunaan kekuasaan dilakukan dengan terpaksa untuk
dapat bertahan hidup. Tetapi secara teknis tidak mungkin mengkorup uang
negara yang jumlahnya dipaskan untuk menutup kekurangan pendapatan setiap
bulannya. Kalau kekurangan pendapatan setiap bulannya sebesar Rp. 20 juta,
tidak mungkin dia hanya mengkorup sebesar Rp. 20 juta saja setiap bulannya.
Satu transaksi besar yang digelembungkan harganya menghasilkan pendapatan
yang satu kali pukul cukup untuk menutup kekurangan setahun. Setelah
melakukan ini, dia tidak dapat menjadi jujur kembali untuk sisanya yang 11
bulan. Kalau dalam pembelian berikutnya dia jujur karena merasa sudah cukup
memperoleh hasil korupsi yang dibutuhkan untuk bertahan hidup selama 11
bulan berikutnya, dia tidak mungkin membeli barang dan jasa yang sama
dengan harga normal yang jauh di bawah harga yang pernah dibayarnya. Dia
akan terus melakukan mark up supaya ada konsistensi dalam harga barang dan
jasa yang dibeli olehnya atas nama pemerintah.

Secara teknis dia tidak bisa berhenti tanpa ketahuan bahwa pembelian yang
terdahulu di-mark up. Maka korupsi berikutnya juga dilakukan dalam
keterpaksaan karena berfungsi sebagai alibi untuk korupsi yang pertama
kalinya.

Namun dalam waktu yang singkat dia sudah mulai menikmati kekayaannya yang
meningkat tajam seketika, dan masih meningkat terus selama dia menjabat.
Tiba saatnya bahwa dia sudah tidak bisa lagi menghabiskan uangnya seumur
hidupnya kalau dia hidup nyaman yang layak. Pada waktu itu kebutuhannya
meningkat terus sampai standar hidup yang lebih dari nyaman dan lebih dari
layak. Kekayaannya tidak mampu dipakainya lagi untuk kenikmatan kebendaan.
Kekayaannya menjadi simbol dan perlu diketahui banyak orang agar orang
menyegani dan menghormatinya. Dalam tahapan ini tidak ada lagi hubungan
antara uang yang dihimpun dengan fungsi uang untuk memenuhi kebutuhan akan
barang dan jasa. Uang ditumpuk untuk dipamerkan melalui barang-barang dan
pesta-pesta super mahal yang merupakan status symbol. Untuk kebutuhan
itupun dia sudah tidak dapat menghabiskannya.

Karena dia di mana-mana dihormati orang banyak, lambat laun dia merasa
bahwa korupsi bukan suatu kejahatan. Korupsi adalah kecerdikan yang lebih
tinggi derajatnya dari kepandaian. Kelainan dalam pikirannya ini berkembang
terus sampai dia tidak lagi waras pikiran dan perasaannya.

Pikiran para penguasa yang sudah tidak waras lagi mengakibatkan kerusakan
luar biasa pada masyarakat dan rakyat yang dipimpinnya.

Kerusakan oleh KKN yang sudah menjelma menjadi kerusakan pikiran, perasaan,
moral, mental dan akhlak membuahkan kebijakan-kebijakan yang sangat tidak
masuk akal. Akibatnya ketidakadilan dan kesenjangan yang besar. Sekedar
sebagai ilustrasi, jumlah seluruh perusahaan di Indonesia 36.816.409. Yang
berskala besar sejumlah 1.831 atau 0,01 persen. Tetapi andilnya dalam
pembentukan PDB sebesar 40 persen. Yang 99,99 persen memberi andil hanya
sebesar 60 persen. Dalam andilnya memberikan lapangan kerja, perusahaan
kecil menengah yang 99,99 persen itu menyerap sebanyak 99,44 persen dari
jumlah orang yang bekerja. Setiap perusahaan besar menyumbang   Rp. 238
milyar GDP setiap tahunnya. Perusahaan kecil menengah rata-ratanya
menyumbang sebesar Rp. 17 juta per tahunnya. Sumbangan rata-rata dari
setiap perusahaan besar terhadap GDP 14.000 kali lipat dari sumbangan
rata-rata perusahaan kecil menengah kepada GDP. Karena pembentukan GDP
kurang lebihnya juga mencerminkan peran atau pendapatan rata-rata, maka
ketimpangan pendapatan rata-rata antara perusahaan besar dan perusahaan
yang skala kecil menengah timpangnya seperti ini.

Kondisi ini diciptakan oleh para penguasa terpandai selama orde baru yang
oleh majalah Time pernah dijuluki sebagai the most qualified cabinet in the
world.

Bagaimana gambaran yang lebih menyeluruh dari kondisi bangsa kita sekarang?

Seperti yang saya katakan dalam pidato memperingati 100 tahun Bung Hatta,
negara kita yang kaya akan minyak telah menjadi importir netto minyak untuk
kebutuhan bangsa sendiri. Negara yang dikaruniai dengan hutan yang demikian
luas dan lebatnya sehingga menjadikannya negara produsen eksportir kayu
terbesar di dunia dihadapkan pada hutan-hutan yang gundul dan dana
reboisasi yang praktis nihil karena dikorup. Walaupun telah gundul, masih
saja terjadi penebangan liar yang diselundupkan ke luar negeri dengan nilai
sekitar 2 milyar dollar AS. Sumber daya mineral kita dieksploitasi secara
tidak bertanggung jawab dengan manfaat terbesar jatuh pada kontraktor asing
dan kroni Indonesianya secara individual. Rakyat yang adalah pemilik dari
bumi, air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya memperoleh
manfaat yang sangat minimal.

Ikan kita dicuri oleh kapal-kapal asing yang nilainya diperkirakan antara 3
sampai 4 milyar dollar AS. Hampir semua produk pertanian diimpor. Pasir
kita dicuri dengan nilai yang minimal sekitar 3 milyar dollar AS. Republik
Indonesia yang demikian besarnya dan sudah 57 tahun merdeka dibuat lima
kali bertekuk lutut harus membebaskan pulau Batam dari pengenaan pajak
pertambahan nilai setiap kali batas waktu untuk diberlakukannya pengenaan
PPn sudah mendekat. Semua orang menjadikan tidak datangnya investor asing
sebagai instrumen untuk mengancam sikap dan pikiran yang sedikit saja
mencerminkan keinginan untuk mandiri, dan keinginan untuk mempunyai percaya
diri serta harga diri. Sikap percaya diri dan sikap harga diri langsung
dihujat sebagai sikap anti asing yang kerdil seperti katak dalam tempurung.
Sikap yang demikian dianggap sebagai sikap yang berbahaya karena akan
membuat kita miskin. Kita dibuat yakin oleh para pemimpin bangsa kita bahwa
kita tidak mungkin hidup layak tanpa utang atau bantuan dari negara-negara
lain.

Industri-industri yang kita banggakan hanyalah industri manufaktur yang
sifatnya industri tukang jahit dan perakitan yang bekerja atas upah kerja
dari para majikan asing dengan laba yang berlipat-lipat ganda dari upah
atau maakloon yang membuat pemilik industri perakitan dan industri
penjahitan itu cukup kaya atas penderitaan kaum buruh Indonesia seperti
yang dapat kita saksikan di film "New Rulers of the World" buatan John
Pilger. Pembangunan dibiayai dengan utang luar negeri melalui organisasi
yang bernama IGGI/CGI yang penggunaannya diawasi oleh lembaga-lembaga
internasional. Sejak tahun 1967 setiap tahunnya pemerintah mengemis utang
dari IGGI/CGI sambil para menterinya dimintai pertanggungjawaban tentang
bagaimana mereka mengurus bangsanya sendiri? Anehnya, setiap tahun mereka
bangga kalau utang yang diperoleh bertambah. Mereka merasa bangga dapat
memberikan pertanggungjawaban kepada IGGI ketimbang kepada parlemennya
sendiri. Utang dipicu terus tanpa kendali sehingga sudah lama pemerintah
hanya mampu membayar cicilan utang pokok yang jatuh tempo dengan utang baru
atau dengan cara gali lubang tutup lubang. Sementara ini dilakukan terus,
sejak tahun 1999 kita sudah tidak mampu membayar cicilan pokok yang jatuh
tempo. Maka dimintalah penjadwalan kembali. Hal yang sama diulangi di tahun
2000 dan lagi di tahun 2002. Kali ini pembayaran bunganya juga sudah tidak
sanggup dibayar sehingga juga harus ditunda pembayarannya. Jumlahnya
ditambahkan pada utang pokok yang dengan sendirinya juga menggelembung yang
mengandung kewajiban pembayaran bunga oleh pemerintah.

Bank-bank kita digerogoti oleh para pemiliknya sendiri. Bank yang kalah
clearing dan harus diskors diselamatkan oleh Bank Indonesia dengan
menciptakan apa yang dinamakan fasilitas diskonto. Setelah itu masih kalah
clearing lagi, dan diselamatkan lagi dengan fasilitas diskonto ke II. Uang
masyarakat yang dipercayakan kepada bank-bank dalam negeri dipakai sendiri
oleh para pemilik bank untuk mendanai pembentukan konglomerat sambil
melakukan mark up. Legal Lending Limit dilanggar selama bertahun-tahun
dalam jumlah yang menghancurkan banknya dengan perlindungan oleh Bank
Indonesia sendiri. Maka ketika krisis ekonomi melanda Indonesia di akhir
tahun 1997, terkuaklah betapa bank sudah hancur lebur.

Kepercayaan masyarakat menurun drastis. Rupiah melemah dari Rp. 2.400 per
dollar menjadi Rp. 16.000 per dollar. Dalam kondisi yang seperti ini
Indonesia yang anggota IMF dan patuh membayar iurannya menggunakan haknya
untuk minta bantuan.


bersambung 2/2
-------------------------------------------------------------
Info & Arsip Milis Nasional: http://www.munindo.brd.de/milis/
Nasional Subscribers: http://mail2.factsoft.de/mailman/roster/national
Netetiket: http://www.munindo.brd.de/milis/netetiket.html
Nasional-m: http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-m/
Nasional-a:  http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-a/
Nasional-e:  http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-e/
------------------Mailing List Nasional------------------