[Nasional-m] Pemerintah Bentuk Tim Advokasi TKI

nasional-m@polarhome.com nasional-m@polarhome.com
Mon Aug 19 01:12:02 2002


Jum'at, 16 Agustus 2002

Pemerintah Bentuk Tim Advokasi TKI

Jakarta, Sinar Harapan
Pemerintah akan menyediakan dana untuk keperluan advokasi tenaga kerja
Indonesia di Malaysia yang mengalami masalah. Pengacara dari Malaysia
ini akan sepenuhnya ditanggung oleh negara.

Pernyatan ini disampaikan Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda usai rakor
yang membahas tentang masalah deportasi TKI dari Malaysia, di Jakarta,
Kamis (15/8).

Selain itu Hasan Wirajuda juga mengungkapkan, bagi TKI yang masih
bertahan di Malaysia karena belum mendapatkan sarana transportasi untuk
kembali ke Indonesia tetapi memiliki persyaratan yang lengkap, masih
diberikan kelonggaran waktu oleh Pemerintah Malaysia hingga 31 Agustus
nanti tanpa mendapat sanksi apa pun.

Rakor khusus tersebut diikuti Menteri Kesehatan Sujudi, Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea, Menteri Sosial Bachtiar
Chamsah, Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra, Menko
Kesra Jusuf Kalla, Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda, Menteri
Perhubungan Agum Gumelar, Meneg Pemberdayaan Perempuan Sri
Sumarjati, dan Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar.

Menurut Jusuf Kalla ada dua hal yang mendesak untuk diselesaikan, yaitu
mengatasi pemulangan TKI tersebut ke daerah masing-masing dan
membuat perjanjian dengan Pemerintah Malaysia agar TKI kita bisa bekerja
secara legal di daerah tersebut.

"Pemerintah sedang menyusun bentuk kerja sama tersebut dan
kemungkinan September sudah selesai. Kita usahakan secepatnya, karena
90% TKI ini ingin kembali ke Malaysia, " ujar Kalla.

Ia menyebutkan, hingga saat ini terdapat 1,1 juta TKI yang berada di
Malaysia. Dari data tersebut 568 ribu merupakan TKI legal dan 480 ribu
yang ilegal.

Dari 480 ribu ini sudah kembali 310 ribu yang saat ini menumpuk di
Nunukan, Kalimantan Timur dan masih menyisakan 170 ribu di Malaysia.
"Yang 170 ribu ini yang akan kita atur pemulangannya. Kita akan siapkan
armadanya. Sebetulnya yang sudah kembali udah 70%. " ujar Kalla.
Menteri Kehakiman dan HAM Yusil Izha Mahendra menjelaskan, hingga
saat ini belum ada TKI yang mendapatkan hukuman cambuk. "Kalaupun
ada putusan, itu belum keputusan akhir.

Sementara itu di tempat terpisah, mantan Presiden Abdurrahman Wahid
mengatakan, pemulangan besar-besaran TKI ilegal dari Malaysia
merupakan wujud kegagalan pemerintahan Presiden Megawati
Soekarnoputri menangani masalah ketenagakerjaan.

"Seharusnya pemerintahan Megawati sudah jauh-jauh hari memikirkan cara
penyelesaian masalah TKI tersebut. Karena sejak enam bulan PM
Malaysia menyatakan TKI ilegal harus dipulangkan, pemerintah tidak
menyiapkan apa-apa. Tidak memberitahu para TKI dan tidak
mempersiapkan pemulangan mereka, " ujar Gus Dur, di sela acara
silahturahmi alim ulama, habaib, dan tokoh masyarakat DKI Jakarta, yang
digelar DPW PKB DKI Jakarta, di Masjid An Nur Cipete Jakarta Selatan,
Kamis malam.

Megawati, menurut Gus Dur, harus bertanggung jawab dan keteledoran
seperti ini tidak pantas diulangi lagi, ujarnya.

Keuntungan Perkebunan
Mantan pemimpin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Marzuki Achmad
kepada wartawan di gedung DPR, Kamis (15/8), mensinyalir, pemberlakuan
UU Keimigrasian baru di Malaysia, selain mencegah masuknya para
tenaga kerja ilegal-baik dari Indonesia maupun negara lain- adalah dalam
rangka menyiasati bagaimana Pemerintah Malaysia bisa mendapatkan
keuntungan dari berkembangnya usaha perkebunan di sana.

"Jadi, selama ini yang menikmati hasil keuntungan hanyalah para
pengusaha. Sedangkan Pemerintah Malaysia merasa hanya memperoleh
beban sosial dan politik dari permasalahan tenaga kerja," ujar Marzuki.
Marzuki yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR lebih lanjut
mengatakan, Pemerintah Malaysia saat ini menghadapi persoalan dilematis
dengan membanjirnya ratusan ribu TKI dan juga tenaga kerja dari
Bangladesh, Pilipina dan negara tetangga lainnya.

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia selain harus mempunyai konsep
yang komprehensif dalam persoalan TKI dan melaksanakan aturan yang
ada, juga tidak bisa selamanya mengharapkan belas kasihan Pemerintah
Malaysia.

"Bangsa kita di Malaysia sudah dianggap seperti budak dan dipanggil
Indon, haruskah kita membiarkan keadaan seperti itu?"tanyanya.
Sementara itu ketua Komisi V DPR Suryadharma Ali menyatakan rasa
keprihatinnya atas masalah TKI ini. Kasus ini makin melengkapi
keterpurukan dan kehinaan bangsa Indonesia di mata bangsa lain, apalagi
bangsa Malaysia yang sebelumnya banyak belajar dari Indonesia.
(emy/ant/sur/van)

Copyright © Sinar Harapan 2002