[Nasional-m] Kilang Minyak Baru (3)

Ambon nasional-m@polarhome.com
Wed Aug 21 22:36:05 2002


SUARA PEMBARUAN DAILY


Kilang Minyak Baru (3)
Menanti Kepiawaian Negosiator Indonesia
Oleh Wartawan "Pembaruan" Susana Kurniasih

DESAKAN Bank Dunia agar pemerintah menghentikan monopoli Pertamina dan
menciptakan pasar bebas agar investor asing mau masuk ke sektor hilir
perminyakan dan gas, mendapat reaksi negatif dari Pertamina. Melalui
Direktur Hilirnya, Muchsin Bahar, pihak Pertamina melihat rekomendasi Bank
Dunia kepada pemerintah sulit dilaksanakan.
Muchsin mencontohkan soal kilang minyak milik pemerintah dan Pertamina yang
sudah terintegrasi. Maksudnya satu kilang dengan kilang lain saling terkait.
Kilang Cilacap misalnya, merupakan tempat mengolah produk setengah jadi yang
dihasilkan Kilang Balongan.
"Jadi kalau dipecah-pecah, harga produk yang dihasilkan akan jauh lebih
mahal. Buntutnya masyarakat sebagai konsumen harus membeli minyak dengan
harga yang lebih mahal," paparnya.
Menurut dia, sangat wajar kalau Pertamina sekarang memperkuat "kuda-kudanya"
menghadapi era pasar bebas. Dia tegaskan, Pertamina tidak ingin dilibas oleh
kekuatan pemodal asing.
Dia ingatkan bahwa kalau Pertamina rapuh, yang akan menderita adalah semua
bangsa Indonesia. Pemerintah tidak akan bisa mengontrol harga produk yang
dipasarkan. "Kalau itu dibiarkan, yang terjadi nanti bukannya persaingan
bebas, tetapi oligopoli," kata Muchsin.
Dengan alasan itulah, Pertamina tidak akan mengajak perusahaan lain dalam
mengembangkan fasilitas pemasaran dan pengolahannya di Pulau Jawa. "Kalau
pulau lain, masih bolehlah," katanya lagi.
Muchsin bahkan mengusulkan agar pemerintah mengenakan pajak pada minyak
mentah impor. Besarnya sekitar sepuluh persen. Dengan demikian, biaya awal
yang harus dikeluarkan industri sejenis yang mengambil minyak dari luar
negeri, otomatis akan lebih tinggi di banding produk yang berbahan baku dari
Indonesia, jelasnya.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro,
enggan mengomentari desakan Bank Dunia tersebut. Purnomo melihat saran Bank
Dunia tersebut sebagai masukan bagi pemerintah dalam menyusun Peraturan
Pemerintah tentang industri hilir migas. Untuk mendapatkan kejelasan lebih
jauh, Menteri ingin duduk bersama dengan Bank Dunia untuk membicarakannya.
Menteri ingin mengetahui secara rinci latar belakang keinginan lembaga donor
internasional itu. Yang sudah pasti, pihaknya tidak akan memberikan
fasilitas khusus kepada "pemain" baru.
"Kalau Pertamina disuruh memiliki cadangan minyak 25 hari, maka pemain baru
juga harus memiliki kemampuan yang sama. Ini tidak bisa ditawar-tawar," ujar
Purnomo.
Pada kesempatan terpisah, Pejabat Sementara Dirjen Migas, Kardaya Warnika,
mengatakan, Bank Dunia melihat persaingan sebagai suatu tujuan yang
memungkinkan perusahaan multinasional masuk di dalamnya. Pemerintah tentu
saja tidak akan mengakomodasi arahan-arahan seperti itu. Pemerintah ingin
agar kompetisi hanya sebagai alat yang bisa menyejahterakan masyarakat,
jelas dia.
"Kompetisi itu harus bisa membuat masyarakat menikmati pelayanan yang lebih
baik dan harga BBM lebih murah," katanya mengingatkan. Kardaya mengakui
bahwa nasib kilang-kilang milik pemerintah itu belum ditentukan.
Penentuannya masih menunggu reevaluasi aset Pertamina yang baru akan rampung
pada awal 2003. Menurut dia, sebaiknya aset tersebut diserahkan ke BUMN
Migas itu, karena selama ini yang mengoperasikannya adalah Pertamina.
Pengamat migas, Ramses Hutapea dan Kurtubi, sependapat dengan sikap
pemerintah. Menurut mereka, kalau pemerintah mengikuti arahan Bank Dunia,
maka rakyat yang akan sengsara.
Mereka ingatkan bahwa arahan Bank Dunia itu juga melenceng dari UU Migas
yang baru saja disahkan pemerintah. UU Migas masih memungkinkan sebuah
perusahaan migas memiliki sarana pengolahan, transportasi, pemasaran yang
terintegrasi. "Mengapa sekarang mereka meminta aset-aset Pertamina itu
dipecah? Mereka curang dan hanya ingin menenggelamkan Indonesia ke dalam
kondisi perekonomian yang lebih jelek," kata Ramses.
Kurtubi juga menyayangkan sikap Bank Dunia yang terlihat ingin menjadikan
rakyat di Jawa sebagai objek mencari keuntungan, tanpa investasi. "Kalau
ingin fair, mereka boleh saja datang ke Jawa, tetapi harus membawa uang
untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Bukan mendompleng yang sudah
jadi," katanya, keras.
Sumber Pembaruan di perusahaan migas asing yang beroperasi di Indonesia
mengatakan, rekomendasi Bank Dunia itu tidak memiliki arti apa pun.
Rekomendasi itu hanya memberi peluang bagi mereka untuk menjadi pemain di
sektor hilir migas Indonesia melalui cara yang lebih mudah, jelasnya.
Lalu apakah Indonesia cukup kuat menghadapi desakan Bank Dunia? Kita tunggu
kepiawaian negosiator Indonesia selanjutnya. *** (habis)


Last modified: 21/8/2002