[Nasional-m] UU tentang Kejahatan terhadap Perempuan

Ambon nasional-m@polarhome.com
Fri, 20 Dec 2002 23:17:48 +0100


Suara Merdeka
Sabtu, 21 Desember 2002  Karangan Khas

UU tentang Kejahatan terhadap Perempuan
Oleh: Ari Nursanti

UNDANG-undang tentang kejahatan terhadap perempuan insya Allah akan segera
diberlakukan. Pemberlakuan tersebut setidaknya diharapkan dapat mendukung
upaya perlindungan kaum perempuan di samping menekan terjadinya kejahatan
terhadap mereka, sekaligus dapat lebih terwujudnya penghormatan terhadap
hak-hak kaum perempuan di masyarakat, dan terlebih lagi di dalam keluarga
(perkawinan).

Harapan tersebut tidaklah berlebihan karena di dalam undang-undang tersebut
terdapat hal baru yang bisa diharapkan secara optimal terwujudnya
perlindungan terhadap perempuan.

Hal baru tersebut adalah dijadikannya kejahatan (mulai dari pelecehan,
perkosaan hingga penganiayaan) terhadap perempuan sebagai delik murni dan
bukan delik aduan lagi. Ini artinya pihak Kepolisian dapat langsung
bertindak dalam hal terjadinya kejahatan terhadap perempuan tanpa menunggu
aduan pihak korban maupun keluarganya.

Selama ini untuk menekan terjadinya kejahatan terhadap perempuan, sering
dihadapkan pada persoalan ketidaksediaan korban atau keluarganya melaporkan
kasus yang menimpa kepada pihak kepolisian.

Akibatnya pelaku kejahatan sepertinya memiliki kesempatan untuk tidak
tersentuh oleh hukum, terutama saat kasusnya tidak dilaporkan korban maupun
keluarganya. Dilaporkan saja ada yang tidak tertangani dengan baik dan
mencerminkan ketidakadilan, apalagi tidak dilaporkan.

Di sisi lain, kejahatan terhadap perempuan (khususnya kejahatan dalam
perkawinan) sering tidak mendapat tanggapan yang cepat dan tepat di
kepolisian. Misalnya penganiayaan dan penipuan suami terhadap istri, pihak
kepolisian adakalanya tidak bertindak dengan alasan merupakan persoalan
keluarga dan diminta untuk diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu.

Dengan hadirnya undang-undang tentang kejahatan terhadap perempuan
diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kejahatan di dalam keluarga atau
perkawinan.

Setidaknya dapat menjadi sarana pendukung terwujudnya hakikat perkawinan
sebagaimana dirumuskan di dalam Pasal I Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, yang mengandung juga aspek perlindungan yang
bernuansakan hukum dan ibadah.

Dengan perlindungan itulah diharapkan dapat terbentuk keluarga (rumah
tangga) yang sakinah mawadah warahmah (berdasarkan cinta kasih dan sayang,
tanpa kekerasan, kekal abadi serta sejahtera materiil spirituil berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa).

Atas dasar itulah, bila peraturan yang baru tentang kejahatan terhadap
perempuan diberlakukan, tentu pihak kepolisian harus segera bertindak saat
ada kejahatan terhadap perempuan tanpa harus menunggu adanya aduannya.
Termasuk kejahatan dalam keluarga dan terlebih lagi yang dilaporkan atau
diadukan kasusnya. Inilah wujud profesional, prosedural dan proporsionalnya
polisi dalam bertindak.

Keberadaan undang-undang tentang kejahatan terhadap perempuan itu sendiri
juga lebih menyadarkan kepada berbagai pihak, betapa luas cakupan hakikat
kejahatan terhadap perempuan dan bukan dalam bentuk tindakan saja.

Tutur kata yang berunsur kejahatan (seperti halnya pelecehan lewat tutur
kata), juga dapat diproses sebagai suatu tindak pidana. Padahal selama ini
pelecehan lewat tutur kata sering terjadi dan jarang yang diproses secara
pidana.

Kalau undang-undang tentang kejahatan terhadap perempuan ini terkesan
mengistimewakan perempuan, hal itu tidaklah bisa dimungkiri karena kaum
perempuan memang harus diistimewakan agar dapat terlindungi dengan baik.

Melalui pengaturan secara khusus delik-delik kejahatan terhadap perempuan
dalam suatu peraturan perundang-undangan, diharapkan kaum perempuan dapat
lebih terlindungi dan tidak dijahati. Hak-hak diri kaum perempuan harus
dihormati dengan baik dan benar.

Kondisi diri perempuan yang umumnya kalah kuat secara fisik dari laki-laki,
diharapan dapat lebih terlindungi dari segala bentuk kesewenang-wenangan
laki-laki.

Perlindungan menjadi makin berarti kalau dikaitkan dengan maksud
perlindungan itu sendiri juga membawa konsekuensi pihak perempuan untuk
lebih pandai membawa diri. Termasuk mencegah terjadinya pembalasan (counter
violence) yang biasanya sangat keras.

Kompleks

Karena kejahatan terhadap perempuan memiliki dimensi yang kompleks dan makin
marak, karenanya adanya undang-undang tentang kejahatan terhadap perempuan
harus dijadikan sarana bagi semua pihak untuk mawas diri, melakukan
reorientasi hakikat dari perempuan dan perkawinan, menghentikan dan
menghindari segala tindak kejahatan terhadap perempuan.

Undang-undang tersebut juga membawa konskuensi bagi pemerintah untuk memberi
perlindungan terhadap kaum perempuan, khususnya korban kejahatan ataupun
yang mengalami permasalahan dalam perkawinan (marital problems).

Mereka harus dibantu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Khususnya
masalah kejahatan. Kebijakan perlindungan terhadap korban pada hakikatnya
adalah merupakan bagian yang intergal dari kebijakan perlindungan masyarakat
(social defence) secara keseluruhan, yaitu dalam rangka mencapai
kesejahteraan sosial (social welfare).

Di sinilah keterlibatan negara dan masyarakat umum dalam mencegah terjadinya
kejahatan dan menanggulangi beban penderitaan korban bukan hanya karena
negaralah yang memiliki fasilitas-fasilitas umum, tetapi juga disertai oleh
dasar-dasar pemikiran bahwa negara berkewajiban untuk memelihara keselamatan
dan meningkatkan kesejahteraan para warganya.

Adanya kejahatan dan korban kejahatan dapat dianggap gagalnya negara dalam
memberikan perlindungan yang baik kepada warganya.

Berangkat dari realitas itulah, undang-undang tentang kejahatan terhadap
perempuan harus dapat diberdayagunakan dengan sebaik-baiknya.

Peran aparat pemerintah (terlebih lagi aparat hukum), harus dapat secara
optimal dalam pendukungannya. Aparat hukum, sudah seharusnya dalam
menerapkan aturan selalu dapat menggunakan hati nurani.

Demikian pula peran aktif kaum perempuan dan masyarakat harus diwujudkan
dengan baik. Khususnya untuk kaum perempuan, harus berusaha semaksimal
mungkin untuk dapat terhindar dari segala bentuk kejahatan terhadap dirinya.
Sangatlah kasihan kepada pihak Polri yang telah melakukan penyelidikan dan
penyidikan atas kasus kejahatan terhadap perempuan, tetapi saat perkaranya
disidangkan, terdakwa hanya dijatuhi pidana yang sangat ringan, jauh dari
rasa keadilan.

Lebih kasihan lagi terhadap korban atau keluarganya saat mengetahui pelaku
hanya dijatuhi pidana yang sangat jauh dari rasa keadilan.

Itulah sebabnya, Undang-undang tentang kejahatan terhadap perempuan harus
dijunjung tinggi bersama oleh aparat hukum dan masyarakat.

Ketegasan dan ketepatan dalam penerapan harus dilakukan dengan baik. Melalui
cara itulah undang-undang tersebut setidaknya dapat menekan terjadinya
tindak kejahatan terhadap perempuan, sekaligus menjadi wahana untuk lebih
menghormati hak-hak perempuan di sekitar kita. Sedangkan untuk mencegah
terjadinya kejahatan terhadap perempuan di dalam perkawinan, tentu antara
suami dan istri harus saling menghormati kedudukan hak dan kewajiban
masing-masing.

Hak dan kedudukan suami atau istri adalah seimbang dalam kehidupan rumah
tangga dan pergaulan hidup bersama di masyarakat. Konsekuensinya, suami
berusaha melindungi istrinya yang berarti harus dihindari adanya penyakitan
terhadap istri. (18)


-dr Ari Nursanti, dokter pemerhati masalah perempuan, tinggal di Semarang.