[Nasional-m] Soal Penyelesaian Masalah Aceh

Ambon nasional-m@polarhome.com
Mon, 11 Nov 2002 22:29:46 +0100


Kompas
Selasa, 12 November 2002

Soal Penyelesaian Masalah Aceh
Dipertimbangkan, Langkah Diplomasi terhadap Swedia

Jakarta, Kompas - Pemerintah kini tengah mempertimbangkan langkah-langkah
diplomasi yang tepat terhadap Swedia berkaitan dengan penyelesaian masalah
Aceh. Pasalnya, dua dari tiga pemimpin Gerakan Aceh Merdeka (GAM)-Hasan Tiro
dan Abdullah Zaini-berkewarganegaraan Swedia. Sesuai dengan Konvensi PBB
tahun 1970, Swedia tidak boleh membiarkan warganya melakukan aksi yang
merugikan negara lain, bahkan harus memberikan sanksi kepada warganya itu.

"Oleh karena itu, kita menyeru kepada Swedia untuk memberikan concern-nya
bahwa masalah ini muncul karena antara lain apa yang dilakukan warga negara
Swedia di Stockholm," kata Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
(Menko Polkam) Susilo Bambang Yudhoyono usai sidang kabinet terbatas di
Istana Negara, Jakarta, Senin (11/11).

Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda juga menyatakan, khusus soal Swedia
diakui bahwa negara ini secara eksplisit mendukung kedaulatan dan keutuhan
wilayah Indonesia dan proses dialog dengan GAM dalam penyelesaian masalah
Aceh. Tetapi, menurut Hassan, posisi Swedia agak khusus, mengingat
setidaknya ada tiga pemimpin GAM Hasan Tiro berada di Stockholm (Swedia).
Ketiga orang itu adalah Hasan Tiro, Abdullah Zaini, dan Malik Mahmud.

"Hasan Tiro dan Abdullah Zaini ini adalah warga negara Swedia," katanya,
tanpa menjelaskan tentang Malik Mahmud.

Sebagai langkah awal, kata Hassan Wirajuda, pemerintah akan meminta Swedia
mempengaruhi kelompok GAM untuk menerima dan menandatangani hasil
perundingan selama ini sehingga penyelesaian damai segera terlaksana.

"Kewajiban Swedia untuk mengambil tindakan bagi warga negaranya yang
melakukan tindakan yang bertentangan dengan norma hukum internasional,
kepatutan, dan penghormatan terhadap negara yang dia dukung integritasnya,"
kata Menlu Hassan Wirajuda.

Menurut Menko Polkam, pemerintah mengharapkan agar GAM segera menandatangani
perjanjian damai dengan pemerintah. "Dengan segala kerendahan hati, mari
segera kita tanda tangani perjanjian damai. Dari situlah kita bangun kembali
Aceh dalam suasana lebih damai, lebih aman, untuk dengan ruang yang ada,
otonomi khusus yang luas, bisa kembali membangun masa depan Aceh," kata
Yudhoyono.

Menurut Yudhoyono, pemerintah sedang dan akan mengambil langkah-langkah agar
perjanjian segera bisa ditandatangani. Pertama, pemerintah akan terus
memelihara mementum perdamaian dan terus mengakomodasi aspirasi positif
masyarakat Aceh. Kedua, pemerintah akan melakukan komunikasi intensif dengan
negara sahabat yang mendukung segera ditandatanganinya perjanjian itu.

Pemerintah, tambah Yudhoyono, tetap memelihara hubungan dengan Henry Dunant
Center (HDC) dan pimpinan GAM di Swedia melalui HDC. "Kita terus komunikasi
dan konsultasi karena, sekali lagi, kalau saya menyimak statement GAM, maka
pada tanggal 30 November 2002 sebenarnya ada jalan, ada tanda-tanda untuk
sebuah penandatanganan perjanjian damai," katanya.

Operasi pemulihan keamanan, katanya, akan tetap berlanjut karena negara
memiliki kewajiban dan berhak mempertahankan kedaulatan dan wilayahnya.
"Tentu ada langkah-langkah bijak yang dilakukan pimpinan TNI," katanya.

Meski perjanjian damai belum ditandatangani, tambahnya, persiapan dan gelar
awal unsur Indonesia dalam joint security commission (JSC) akan terus
dilakukan. "Pemerintah sudah siap untuk menggelar sistem monitoring sebagai
bagian dari JSC," katanya.

Langkah terakhir, kata Yudhoyono, pemerintah mengharapkan seluruh pihak agar
suasana menuju proses damai tidak terganggu oleh statement yang keluar dari
konteks, apalagi tidak akurat.

Dukung dialog

Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto menambahkan, TNI mendukung upaya
penyelesaian masalah Aceh lewat dialog. "Kalau selama ini GAM mengatakan
dirinya berjuang untuk rakyat Aceh, mari buktikan kalau mereka memang
berjuang bagi rakyat Aceh. Saya berharap di bulan Ramadhan ini, penyelesaian
Aceh tidak dilakukan dengan kekerasan," katanya.

Menyinggung soal pengepungan terhadap markas GAM, Endriartono mengatakan,
hal itu akan tetap dilakukan sampai penandatanganan perjanjian damai. "Kita
tutup mereka. Dengan kita tutup, mereka tidak bebas beroperasi. Kalau sudah
ditandatangani (perjanjian itu-Red), kita anggap mereka sebagai saudara
untuk bersama-sama membangun Aceh," katanya.

Endriartono mengakui, kemarin aparat TNI dari helikopter menembaki tempat
persembunyian GAM dengan roket. "Itu sengaja, hanya untuk mengingatkan bahwa
setiap saat kalau kita berniat menghabisi mereka, kita mampu. Tetapi,
mengapa harus menggunakan kekerasan kalau kita menyelesaikan dengan cara
damai," katanya.

Sedangkan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Ryamizard Ryacudu
menyatakan, tidak dapat menerima jika dikatakan pihaknya arogan dalam
menghadapi GAM. Menurut dia, TNI masih memberi toleransi kepada GAM untuk
menyerah dan TNI menghormati proses perundingan yang sedang berjalan antara
Pemerintah Indonesia dengan GAM.

Terbukti, kata Ryamizard, meskipun pasukan GAM sudah dikepung pasukan TNI
sejak sepekan terakhir, pihak GAM masih diberikan toleransi waktu untuk
menyerahkan diri tanpa harus ada pertumpahan darah. Padahal, dalam situasi
perang seperti ini, jika musuh sudah terkepung, bisa dihancurkan
sewaktu-waktu.

"Jadi, tidak benar kalau dikatakan TNI itu arogan," kata Ryamizard di sela
acara Wisuda Purnawira Perwira Tinggi TNI AD di Akademi Militer (Akmil)
Magelang, Jawa Tengah, Senin.

Jika kemudian seluruh anggota pasukan GAM yang kini telah terkepung TNI itu
menyerahkan diri secara baik-baik, Ryamizard mengatakan bahwa masih ada
kemungkinan bagi mereka untuk diampuni. Selain itu, orang-orang GAM tersebut
juga akan dirangkul kembali sebagaimana layaknya seorang saudara, karena
pada dasarnya mereka adalah warga negara Indonesia juga. (mba/sig/lam)