[Nasional-m] FPDIP: Tak Ada Aturan Untuk Nonaktifkan Akbar

Ambon nasional-m@polarhome.com
Wed, 20 Nov 2002 23:16:02 +0100


Suara Karya

FPDIP: Tak Ada Aturan
Untuk Nonaktifkan Akbar

Kamis, 21 November 2002
JAKARTA (Suara Karya): Penasehat FPDIP DPR Suparlan tegas mengatakan,
sah-sah saja bila ada pihak yang mengusulkan Ketua DPR Akbar Tandjung
dinonaktifkan. Tapi, katanya, usulan itu tidak berdasar dan tidak dilandasi
aturan kuat.

"Baik dalam Tatib, peraturan perundang-undangan, maupun Susduk DPR tidak ada
pasal-pasal yang bisa menonaktifkan Ketua DPR. Lagi pula, sejak hakim
memvonis Akbar Tandjung, semua kegiatan DPR tetap berjalan dengan baik.
Akbar tetap menjalankan tugas-tugas sebagai Ketua DPR dengan baik. Jajaran
anggota DPR pun tetap tidak terganggu oleh kepemimpinan Akbar. Jadi, apanya
yang mau dinonaktifkan?" kata Suparlan yang dikenal merupakan orang dekat
Taufik Kiemas ini kepada wartawan di Jakarta, kemarin.

Menurut Suparlan, secara umum anggota DPR tidak terganggu oleh kepemimpinan
Akbar di DPR. Vonis pengadilan terhadap Akbar memang tidak mengganggu
mekanisme kerja DPR. DPR tetap bekerja tanpa terganggu vonis itu.

Karena itu, Suparlan meminta anggota DPR agar tidak berpolemik dalam soal
penonktifkan Akbar Tandjung ini. Dia bahkan mengimbau Bamus DPR agar
berkonsesntrasi menyelesaikan undang-undang yang masih tertunda. Misalnya UU
Pemilu, UU BI, UU Perbankan, dan lain-lain. Selain itu, DPR juga tetap
konsenstrasi melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana diamanatkan UUD.

"Kalau Bamus DPR bersikukuh menonaktifkan Akbar Tandjung, saya melihat
dampaknya akan negatif dan tidak menguntungkan bagi lembaga ini.
Undang-undang tidak akan selesai sesuai waktu dan rakyat bisa marah pada DPR
karena anggota DPR berkelahi terus dengan sesamanya," kata Suparlan yang
juga calon Wagub Lampung ini.

Suparlan juga mengimbau agar pihak yang menginginkan Akbar Tandjung
dilengserkan sebagai Ketua DPR supaya tidak menyalahkan pihak lain bila
keinginan mereka itu gagal terlaksana. Dalam berpolitik, katanya, ada aturan
agar menghormati keputusan fraksi lain.

"Pimpinan DPR itu kolektif. Jadi kita tidak bisa meminta orang per orang
dinonaktifkan. Lagi pula saya melihat banyak orang per orang yang mengaku
fraksi, padahal bukan atas nama fraksi. Ini jelas tidak sehat," ujar
Suparlan lagi.

Pernyataan senada ditegaskan mantan Wakil Ketua Pansus Tata Tertib DPR Yahya
Zaini. Menurut dia, keputusan pimpinan DPR beberapa waktu lalu yang
menyatakan bahwa usulan tentang penonaktifan Akbar tidak bisa dibahas karena
tidak ada Tata Tertib yang mengaturnya merupakan keputusan yang benar.
Karena itu, katanya, pimpinan DPR menyerahkan kembali persoalan itu kepada
Bamus karena memang Bamus yang memberikan mandat.

"Berdasarkan hasil kajian P3I, ternyata usulan tersebut tidak bisa dibahas
karena tidak ada dalam Tatib. Jadi, hasil kajian yang dijadikan dasar
keputusan rapat pimpinan sudah benar, karena ternyata tidak ada aturan yang
bisa dijadikan pijakan untuk membahas usulan tersebut," kata Yahya di sela
buka puasa di kediaman Akbar Tandjung, kemarin.

Yahya mengemukakan, karena ketiadaan aturan itu pula sebaiknya Bamus DPR
tidak menerima atau menolak usulan penonaktifan Akbar ini. "Kalau Bamus mau
mengikuti prosedur, ya harus menolak usulan tersebut," ujarnya. (H-3)