[Nasional-m] Imam Samudra, Otak Pengebom Bali (1)

akang nasional-m@polarhome.com
Sat, 23 Nov 2002 00:44:31 +0100


Sabtu Pon, 23 Nopember 2002

Imam Samudra, Otak Pengebom Bali (1)

Istri dan Tiga Anaknya juga Digelandang ke Polres
Dalang pelaku pengeboman di Legian, Kuta tertangkap. Inilah keberhasilan tim
yang dipimpin putra Bali Irjen Pol. Made Mangku Pastika. Warga Bali patut
memberi acungan jempol. Tetapi, benarkah yang ditangkap itu Abdul Azis alias
Imam Samudra. Sebab, wajahnya memang tak mirip sketsa. Bali Post menelusuri
kebenaran itu langsung dari Serang dan Cilegon, Propinsi Banten.

POLRES Cilegon itu kemarin penuh. Ada yang berubah di sini. Intelijen serse, Tim
Gabungan Investigasi Bom Bali, hingga ratusan wartawan tumplek blek di tempat
ini. Penjagaan pun superketat. Tak terkecuali satuan Brimob yang siap perang.
Bersenjata laras panjang, lengkap dengan komandan regunya. Satu lagi atribut
kesibukan mahapenting itu. Sebuah mobil Gegana yang langsung didatangkan dari
Mabes Polri. Mobil didatangkan sebagai alternatif menggeledah rumah Imam
Samudra.

Benar. Ada Abdul Azis alias Imam Samudra di tempat ini. Putra Serang itu adalah
tangan kanan Hambali di Indonesia. Dialah otak dari peledakan bom besar di
sejumlah tempat. Dan terakhir, di Legian Kuta, Bali. Kapolri datang ke Polres
sekitar pukul 10.30 WIB. Dengan Land Cruiser A 50 YY, pakaian coklat tua, Da'i
langsung menuju lantai dua. Di sana sudah ada Imam Samudra.  Memakai kaos warna
biru, bergambar bintang (putih) bertuliskan "Converse".

Tangannya diborgol.
Hingga pukul 11.30 WIB, Da'i menginterogasi Imam. Selanjutnya, dia turun ke
lantai dasar yang sudah disanggong ratusan wartawan, dalam dan luar negeri. 
"Pak Kapolri takut dimarahi Tuhan. Jumpa pers usai jumatan saja," kata Jonson,
komandan satuan pengamanan di Polres itu. Jilatan kamera wartawan tak mengubah
pendirian Da'i untuk tetap diam. Dia pergi untuk beberapa saat dan kembali pukul
13.00 WIB.

Diiringi petinggi Polda Metro, Irjen Makbul Padmanegara, Kakorserse Mabes Polri
Irjen Erwin Mappaseng, perwira tinggi Mabes Polri yang diperbantukan ke dalam
tim pemburu buron bom Bali Gorys Mere, dan mantan Kapolda Timtim Brigjen Timbul
Silaen. Mereka menginterogasi Imam Samudra kembali di lantai dua. Da'i tak ingin
dikecam kembali oleh sebagian besar warga internasional soal interogasi di depan
kamera wartawan, seperti yang dilakukan bersama Amrozy lalu. Da'i memilih
tertutup.

Pukul 14.25 WIB, Da'i keluar ruangan. Dua kursi, satu meja disiapkan di aula
Polres. Da'i didampingi Erwin. Lantas, Da'i menyampaikan kalimat pengakuan Abdul
Azis alias Imam Samudra itu bahwa dialah dalang peledakan bom Bali.  "Nanti kami
perlihatkan dia," kata Da'i menantang wartawan, yang mempertanyakan mengapa Imam
tak diajak serta, seperti penampilan Da'i-Amrozy beberapa waktu lalu. Imam akan
ditonton dari balik kaca jendela.

Kakak Saya
Betul. Usai jumpa pers, sekitar 10 menit kemudian, Imam Samudra digiring ke
balik pintu aula. Bali Post menyaksikan dari jendela kaca tengah. Kebetulan, di
depan Bali Post adalah adik kandung Imam Samudra bernama Lulu Djamaluddin (28).
Begitu Imam muncul, matanya nanar. Korneanya yang hitam bulat seperti berada di
tengah agak ke atas. Dia melihat tumpukan wajah wartawan yang meneropongnya dari
balik kaca jendela. Imam hanya memakai kaos warna biru dongker bergambar
bintang. Pakai celana rimba warna biru muda kehijauan.

Begitu Imam diteropong kamera, Lulu gemetar. Kursi yang dibuat penyangga
bergerak. "Kang Aziiisssss...," teriaknya sambil melongokkan kepalanya ke dalam
jendela. Azis terkesiap. Matanya jalang mencari letak suara. Dadanya bergolak.
Tangannya terlihat gemetar. "Itu siapa," Imam membuka suara untuk kali pertama
di hadapan publik. Da'i sudah meninggalkan Polres.

Saat itu, salah satu pengacara keluarga Imam Samudra membisikkan satu kalimat ke
telinga Lulu. "Sapa dengan Allahu Akbar," katanya. Kontan Lulu berteriak agak
histeris, "Allahu Akbar..." dan disambut teriakan kalimat yang sama, "Allahu
Akbar... Allahu Akbar...."

Suasana pun berubah gaduh. Imam didesak mundur oleh seorang petugas dan wajahnya
ditelan pintu. Pertemuan di aula Polres itu tak lebih dua menit.  Setelah itu,
dia raib. Seorang kameraman asing marah. "Itu bukan wartawan, tangkap dia...."
Sejumlah fotografer yang belum membidikkan blitz kameranya pun mengumpat. Lulu
digelandang pergi oleh pengacaranya. "Ya, itu kakak saya... itu kakak saya,"
katanya kepada wartawan yang memberondongkan pertanyaan. Kepada Bali Post, Lulu
mengaku sangat dekat dengan kakaknya, Imam alias Abdul Azis itu. "Saat pulang
tahun 2000, kami makan nasi dengan sambel tanggil (sambal dengan kulit emping).
Itu kesukaannya," tutur Lulu.

Dia mengenali kakaknya. Kini dia yakin Imam Samudra itu Abdul Azis. Anak
pasangan Titin Embay Badriyah dengan Sihabuddin yang lahir pada 4 Januari 1970,
di Kampung Pelong Gede, Serang, Banten. Kalimat yang diteriakkan tersebut
sebagai tanda bahwa tersangka utama bom Bali itu adalah Abdul Azis, kakak
kandung Lulu. Azis anak ke-8 dan Lulu anak ke-10. Lulu merinding, ingin menangis
haru, tetapi dia keburu dimasukkan ke dalam Kijang hijau dan wess... 
meninggalkan Polres.

Tahu akibat ulah Lulu ini. Tak banyak kameraman dan fotografer bisa mengambil
gambar Imam Samudra. Dari sekian ratus, hanya satu dua orang yang bisa
membidikkan tepat di wajahnya. Bahkan, beberapa kameraman televisi harus
men-shoot gambar dari seorang fotografer asing yang memasang kamera digitalnya.

Rumah Kontrakan
Imam ditangkap di sebuah bus Kurnia di dermaga I Pelabuhan Merak. Persis saat
bus antre akan menaiki lambung kapal feri Niaga Agung, Kamis (21/11) pukul 17.30
WIB. Tak ada perlawanan. Tak ada komentar panjang. Dia digelandang ke mobil dan
dibawa keliling untuk menunjukkan sejumlah komplotannya.  Ditemukan nama Amien.
Dia bersama Yudi dan Rauf merampok toko mas Elita di Serang, untuk membiayai
peledakan bom di Legian. Tak terpuji memang.  Lantas di manakah tempat
persembunyian Imam Samudra selama ini? Tak jauh juga. Hanya sekitar Banten.
Sering kali pindah rumah. Dan terakhir, Imam bersama istri, Zaiyah, dan tiga
anaknya (dua cewek berusaia empat tahun dan dua tahun serta satu cowok berusia
enam bulan). Mereka mendiami rumah tipe 45 di komplkes Perumahan Griya Serdang
Indah, Blok B 12 No. 12, Desa Hardjatani, Kecamatan Kramat Watu, Kabupten
Serang, Propinsi Banten.

Saat Bali Post ke tempat ini, rumah itu tampak sepi. Sampah plastik, map merah,
dan karung plastik berceceran di halaman. Pintu tertutup rapat. Hanya ada buah
belimbing plastik ukuran besar menggantung di teras rumah. Dari luar, tampak
popok bayi masih berada di jemuran.

Ke mana sang tuan rumah? Kamis malam pukul 20.30 WIB, lima orang dari tim Polwil
Banten bertandang ke sini. Kedatangan para pria yang mengaku sebagai satpam
perumahan itu mengagetkan Zakiyah-yang biasa memakai cadar.  Setelah menanyakan
jumlah penghuni rumah, mereka pergi.

Tetapi, pukul 23.00 WIB, lebih banyak lagi yang datang. Kali ini ada Tim Cobra
(tim Polda Metro Jaya yang sukses meringkus Tommy Soeharto dan menggulung
komplotan perampok nasabah bank) pimpinan Kompol Syafei. Juga ada Gorys Mere dan
sekitar 30 anggota polisi intelijen berpakaian preman. Mereka menggerebek istri
Imam Samudra. "Saya ikut sebagai saksinya," kata Ony Furqoni (35) kepada Bali
Post, di depan rumah Imam.

Dalam penggerebekan itu, Zakiyah dibawa ke Polwil Banten bersama anaknya. 
Sebelumnya, Zakiyah disodorkan KTP suaminya atas nama Faiz Yunsal asal Medan.
"Zakiyah gemetar dan menangis. Dia tahu, dengan bukti KTP itu berarti suaminya
tertangkap," kata Ony. Paspor Imam atas nama Faiz Yunsal pun disita petugas.
Malam itu, keluarga Imam diboyong polisi. Saat penggerebekan juga disita segebok
uang ringgit, segebok uang dolar Singapura, dan uang rupiah 800 ribu. Handphone
Nokia 5110 (seperti pelatuk ledakan bom Legian) dua buah disita bersama sebuah
laptop merek Acer.

Rumah itu dua kamar ukuran 3 x 4 meter dan 3 x 3 meter ditambah ruang tamu dan
dapur. Setahun, Imam mengontrak seharga Rp 2,5 juta kepada pemilik rumah, Yusron
Hariyono asal Serang yang dikabarkan pergi ke Abu Dhabi. Sore kemarin, tim
Puslabfor Mabes Polri menggeledah. Sudah ada mobil Gegana.  Tetapi, belum
ditemukan amunisi dan bahan peledak. Polisi berharap ada temuan senjata api dan
bahan peledak di rumah ini seperti temuan di hutan Dadapan, Lamongan. Hingga
malam kemarin belum ditemukan barang bukti serius. 

* Heru B. Arifin/Nasrudin