[Nasional-m] HIV/AIDS di Papua (2)

Ambon nasional-m@polarhome.com
Tue, 26 Nov 2002 21:58:06 +0100


SUARA PEMBARUAN DAILY
----------------------------------------------------------------------------
----

EKSKLUSIF

HIV/AIDS di Papua (2)

Bus Kerinduan atau Bus Kematian?
Oleh Wartawan "Pembaruan" Nancy Nainggolan




ISTIMEWA

KURUS KERING - Seorang penderita HIV/AIDS yang kondisi badannya kurus kering
dengan kaki menghitam dirawat di salah satu rumah sakit di Papua. Para
penderita HIV/AIDS sangat membutuhkan perawatan khusus mengingat penyakit
ini menular dan mematikan.



INGAR-BINGAR suara musik terdengar dari deretan rumah pelacuran di Kilometer
10, Desa Kandun Jaya, Kecamatan Mimika Timur, Kabupaten Mimika, Papua, Jumat
(8/11) malam. Sejumlah pelacur dengan rokok di tangan menemani para pria
yang sedang santai menikmati bir di pojok Bar Mekar Jaya.

Di tempat pelacuran itu terdapat sedikitnya 20 rumah. Rumah-rumah itu
berfungsi sebagai bar, tempat berkaraoke, dan sekaligus praktik pelacuran.
Lokasi pelacuran itu terletak berdampingan dengan permukiman penduduk
sehingga anak-anak terbiasa dengan suasana pelacuran.

Dari Kota Timika, Ibu Kota Kabupaten Mimika, lokasi pelacuran itu bisa
ditempuh menggunakan kendaraan angkutan umum yang tersedia hingga sore hari.
Pada malam hari orang harus menggunakan mobil sendiri atau ojek sepeda
motor. Tarif ojek ke tempat itu mencapai Rp 30.000.

Malam itu, sejumlah mobil milik perusahaan tambang emas dan logam PT
Freeport Indonesia diparkir di lokalisasi tersebut. Kendaraan PT Freeport
juga tampak di sepanjang Jalan Ahmad Yani, yang penuh dengan bar, karaoke,
dan klub malam. Bar, karaoke, dan klub malam itu kebanyakan menempati
rumah-rumah berukuran kecil. Hanya satu dua yang berukuran besar.

Di antara tempat hiburan itu, terdapat Selana Bar yang mengklaim bebas Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS). Klaim itu tercantum pada papan nama bar. Di bar yang lain,
De Gama (singkatan Depot Gadis Malam) yang lebih dikenal sebagai bar
"Pemda", terpampang seruan "Perangi HIV/AIDS". Disebut Bar Pemda karena
karyawan Pemda Kabupaten Mimika sering berkunjung ke situ. Mobil-mobil
berpelat merah sering terlihat diparkir di sana.

Menjamurnya tempat-tempat hiburan dan pelacuran tersebut karena keberadaan
PT Freeport Indonesia. Ribuan karyawannya menjadi sasaran empuk para
pengusaha hiburan. Para karyawan itu bekerja lima hari dalam seminggu. Dua
hari libur biasanya mereka manfaatkan "turun" ke Timika untuk mencari
hiburan.

Para karyawan itu diangkut dengan bus dari lokasi tambang terbuka dan bawah
tanah "Grasberg" di Kecamatan Tembagapura. Bus-bus tersebut dikenal sebagai
bus kerinduan, karena untuk mengangkut karyawan yang hendak bertemu
keluarganya. Pada hari Minggu sampai Kamis ada delapan bus yang mengangkut
karyawan. Setiap bus memuat 60 orang.

Pada hari Jumat dan Sabtu jumlah bus yang dioperasikan mencapai 20 unit.
Bus-bus ini juga mengangkut karyawan yang bekerja di bagian pemeliharaan
mesin.

Menjamurnya tempat hiburan malam dan munculnya kasus HIV/AIDS meresahkan
penduduk asli. Di antara mereka yang prihatin terhadap merebaknya kasus
HIV/AIDS di Papua terdapat para aktivis hak asasi manusia.



Mereka ialah Mama Elizabeth, Mama Theresia dan Mama Ema. Para perempuan
Papua itu bergabung dalam organisasi Yayasan Hak Asasi Manusia Antikekerasan
(Yahamak).

Menurut Mama Theresia, mereka sama sekali buta tentang HIV/AIDS. Bagi mereka
HIV/AIDS adalah penyakit baru dan orang yang terinfeksi sebaiknya diumumkan
dokter. Cara ini untuk mencegah orang lain supaya tidak tertular. Mama
Theresia dan teman-temannya mengaku kesal karena semakin banyak bar, rumah
biliar, dan minuman keras di Papua.

Muncul pendapat yang menginginkan pengidap HIV dikeluarkan saja dari Papua
agar tidak menulari penduduk setempat. "Penyakit ini bikin habis orang
Papua," kata Mama Theresia.

Menurut Kepala Sub Dinas Pemberantasan Penyakit Menular Dinas Kesehatan
Kabupaten Mimika, Erens Meokbun, sejak 1995 sampai Agustus 2002 pihaknya
mencatat kasus HIV sebanyak 251 dan AIDS 42. Sejumlah 66,55 persen
penyebaran HIV/ AIDS melalui hubungan seks. Sedangkan penularan dari ibu ke
anak terdapat dua kasus.

Dari 251 kasus HIV di atas, sebanyak 197 yang terkena adalah orang Papua.
Sementara dari 197 kasus tersebut terdapat 39 orang Papua yang mengidap
AIDS.

Petugas kesehatan PT Freeport, Dr Surinder Kaul, mengungkapkan, sejak 1996
sampai September 2002, pihaknya mencatat jumlah kasus HIV sebanyak 194 dan
AIDS 20. Berdasarkan kelompok umur, ada tiga orang berusia di bawah satu
tahun yang positif HIV. Kasus HIV terbanyak pada kelompok usia 20 tahun
sampai 29 tahun (110 kasus).

Dalam menanggulangi HIV/AIDS di Timika, PT Freeport mendirikan klinik
kesehatan reproduksi untuk umum. Para pekerja di sana memberi penyuluhan
HIV/ AIDS ke tempat pelacuran dan hiburan malam.

Mereka juga membagikan kondom gratis, melakukan tes HIV/ AIDS dan penyakit
kelamin menular lainnya. Darah orang yang dites HIV dikirim ke Jakarta untuk
diperiksa dengan teknik Western Blot.

Perawatan terhadap pengidap AIDS dilakukan di Rumah Sakit Mitra Masyarakat
yang dikelola Yayasan Caritas Timika.

Rumah Sakit Mitra Masyarakat mendapat dana operasional dari Lembaga
Pengembangan Masyarakat Irian (LPMI). Ada tujuh suku yang bernaung di
yayasan itu, yakni Kamoro, Amungme, Damal, Dani, Moni, Nduga dan Ekari.
Setiap tahun PT Freeport menyisihkan satu persen hasil penerimaannya untuk
tujuh suku itu.


Orang Asing

Menjamurnya tempat hiburan di Timika juga tidak terlepas dari kebijakan
Pemerintah Kabupaten Mimika. Berdasarkan penuturan Sumarni, pemilik Bar
Mekar Jaya di Kilometer 10, ia mendapat izin usaha dari Pemerintah setempat
untuk membuka restoran.

Mereka dikenai pajak Rp 7,5 juta per tahun. Jumlah itu belum termasuk
setoran bulanan sekitar Rp 500.000 dan kontrak bar Rp 50 juta setahun. Tahun
depan izin usaha di Kilometer 10 tarifnya akan dinaikkan menjadi Rp 20 juta.

"Kami keberatan. Usaha di sini tidak teralu banyak mendatangkan untung,"
tutur ibu dua anak asal Tuban, Jawa Timur itu.

Bar Mekar Jaya mempekerjakan 25 pramuria dari Jawa Timur. Sedangkan di Bar
De Gama, pramurianya berasal dari Sulawesi Utara dan Makassar.

Seorang pramuria asal Sulawesi Utara bernama Kiki, mengaku baru sebulan
bekerja di Bar De Gama. Sebelumnya dia bekerja di Kabupaten Sorong. Pramuria
lainnya, Windi, menuturkan, pelanggannya kebanyakan karyawan Pemerintah
Kabupaten Mimika dan orang asing yang berada di Kuala Kencana.

Menurut Windi, orang asing selalu membawa kondom, sehingga dia tidak perlu
repot-repot merayunya mengenakan sarung pengaman itu. Memakai kondom
diyakini bisa mencegah tertular HIV/AIDS.

Ditambahkan oleh Windi, yang sering membandel justru pelanggannya yang
orang-orang setempat. Mereka umumnya belum terbiasa memakai kondom. Windi
dan pelacur lainnya sering kali terpaksa menuruti kemauan pelanggan yang
menolak memakai kondom. Disadari oleh Windi bahwa hal itu sangat berisiko
tertular HIV/AIDS. Itu sebabnya, bus-bus yang mengantar ribuan pekerja PT
reeport ke tempat-tempat pelacuran tersebut sesungguhnya bukanlah bus
kerinduan, tetapi bus yang menuju kematian.*



----------------------------------------------------------------------------
----
Last modified: 26/11/2002