[Nasional-m] [Nasional] Indonesia dan Terorisme Internasional

nasional-m@polarhome.com nasional-m@polarhome.com
Thu, 24 Oct 2002 18:24:53 +0200


-----------------------------------------------------------------------
Mailing List "NASIONAL"
Diskusi bebas untuk semua orang yang mempunyai perhatian terhadap
eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
-----------------------------------------------------------------------
BERSATU KITA TEGUH, BERCERAI KITA RUNTUH
-----------------------------------------------------------------------
Indonesia dan Terorisme Internasional

Oleh Juwono Sudarsono

MALAPETAKA di Bali, yang merenggut lebih dari 180 jiwa pada 12 Oktober 2002,
akhirnya menegaskan keberadaan kelompok teror di Indonesia yang terkait dengan
terorisme internasional. Demikian pernyataan resmi Pemerintah Indonesia usai
sidang kabinet pada Senin 14 Oktober yang lalu. Yang masih dalam penyelidikan
aparat hukum dan keamanan adalah "kelompok teror di Indonesia" yang mana, dan
bagaimana "kaitan"-nya dengan "terorisme internasional" yang mana.

Pertanyaan-pertanyaan sekitar peristiwa 12 Oktober 2002 di Bali itu penting bagi
kita, karena beragam tanggapan terhadap malapetaka di Bali tidak lepas dari
persoalan siapa yang memberi tanggapan, bagaimana yang bersangkutan merumuskan
tanggapannya, dan apa maksud menyampaikan tanggapannya itu.

Ragam tanggapan berupa pernyataan, komentar bahkan tudingan-balik telah muncul
di berbagai media sehingga lengkaplah simpang siur pendapat di kalangan
masyarakat Indonesia yang dihujani berbagai versi "teori konspirasi" atau "teori
dalang" yang amat digemari kalangan media massa, terutama televisi.

Sebagian penanggap di Indonesia, misalnya, berpandangan bahwa ledakan itu adalah
"rekayasa Amerika Serikat (AS)" yang bermaksud untuk "menekan Pemerintah
Indonesia" agar menangkap "orang Islam" yang dituduh terkait atau ikut membina
"kelompok teroris Islam" yang sudah ditangkap aparat keamanan di Malaysia,
Singapura, dan Filipina, sejak akhir tahun 2001.

Sebagian pejabat eksekutif dan legislatif Indonesia menganut pandangan ini, yang
berpijak pada keyakinan bahwa Indonesia (dan khususnya umat Islamnya) sengaja
disudutkan oleh pemerintah asing, khususnya AS. Sebagian lagi, termasuk mereka
yang disebut sebagai "pengamat intelijen", berpendirian bahwa ledakan di Legian
adalah perbuatan CIA (Central Intelligence Agency) dengan maksud "mengadu domba
rakyat Indonesia" agar Indonesia "tetap dalam cengkeraman imperialisme ekonomi
AS".

Sebagian lagi politisi dan pengamat malah yakin bahwa ledakan bom di Bali itu
dilakukan oleh "orang-orang Orde Baru dan unsur-unsur mantan TNI" yang "ingin
melemahkan pemerintahan Me-gawati". Ironinya, menuding CIA sebagai dalang di
balik setiap peristiwa biasanya dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia, selama
tahun 1948-1967, diteruskan oleh pengamat Marxis dan neo-Marxis tahun 1970-an di
AS dan Eropa hingga sekarang.

Oleh karena semua pernyataan, komentar, dan tudingan-balik di Indonesia
mengandung unsur spekulasi panas bahwa segala kejadian politik "pasti ada
da-langnya", maka tiap pandangan dianggap "masuk akal" dan cepat melayani
berbagai selera konsumsi politik Indonesia. Meskipun dahsyat, menarik dan
mengasyikkan, teori konspirasi dan teori dalang sesungguhnya menunjukkan bahwa
sebagian bangsa kita masih amat mudah melemparkan kesalahan kepada pihak luar
untuk menutupi kelemahan diri kita sendiri.

                                       ***

MASALAH bagaimana mengatasi terorisme (baik nasional, regional Asia Tenggara,
ataupun global) juga jadi bahan perdebatan di berbagai acara gelar wicara
televisi. Sebagian politisi dan pengamat menyalahkan lemahnya aparat intelijen
Indonesia, khususnya Badan Intelijen Negara dan Bais (Badan Intelijen Strategis
TNI) dalam bekerja sama dengan aparat intelijen negara Asia Tenggara.

Ada yang mengusulkan agar dibentuk badan baru yang dapat menjalin koordinasi dan
tindakan intelijen di bawah satu atap. Sebagian lagi mengusulkan agar
undang-undang antiterorisme secepatnya diluluskan di DPR.

Ada pula yang berpendapat bahwa ledakan bom di Bali itu terjadi akibat pemisahan
Polri dari TNI sehingga koordinasi antar-aparat menjadi lemah, karena itu,
katanya, sebaiknya Polri-TNI disatukan lagi.

Semua usulan itu lebih bersifat perubahan bentuk formal yuridis, yang
pelaksanaannya secara efektif hanya dapat dijawab dengan memperhatikan dengan
sungguh-sungguh kondisi obyektif para anggota aparat intelijen berpangkat paling
rendah di lapangan: Adakah dia dibekali dengan pendidikan, latihan,
perlengkapan, dan dukungan logistik yang memadai? Pengumpulan data dan operasi
intelijen memerlukan ketelitian dan pembiayaan mahal, meski mahal itu relatif
kecil dibandingkan dengan nilai penyelamatan nyawa dan harta yang dapat
dihindari dari tindakan teror.

Bagaimanakah sebaiknya langkah pencegahan melawan terorisme di kemudian hari?
Pertama, intelijen negara mana pun tidak mungkin mengantisipasi setiap peristiwa
sehingga mencapai 100 persen kesempurnaan dalam deteksi dan pencegahan. Di
negara-negara maju sekalipun diakui bahwa semahal dan secanggih apa pun
intelijen elektronik, tak ada satu pun alat teknologi yang dapat dengan jitu
membaca setiap saat motivasi perilaku perorangan atau kelompok orang teroris.

Yang maksimal dapat dilakukan adalah meningkatkan kadar intelijen manusia
sehingga perilaku perorangan atau kelompok teror dapat terpantau dan dideteksi
melalui intuisi tajam atas dasar pengalaman matang di lapangan. Hal ini terutama
berlaku untuk setiap petugas polisi dan tentara, tetapi juga petugas kejaksaan,
imigrasi, bea dan cukai, serta aparat lain yang berhubungan dengan lalu lintas
darat, laut, dan udara, di dalam dan di luar negeri. Kewaspadaan harus dipadu
dengan daya cipta yang tinggi, sebab peristiwa 12 Oktober 2002 di Bali termasuk
di luar jangkauan "masuk akal" yang lazim.

Kedua, harus ada keberanian politik agar temuan intelijen secepat mungkin
menjadi bahan verifikasi hukum agar setiap tindakan menghasut, menyebar
kebencian, kekerasan, perbuatan menakut-nakuti orang lain apalagi teror, dapat
ditindak berdasarkan undang-undang yang berlaku. Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) sesung-guhnya cukup banyak mengandung pasal-pasal yang langsung
dapat dikenakan terhadap setiap orang atau kelompok (agama, suku, ras, dan
kedaerahan) yang nyata-nyata melanggar ketertiban umum, termasuk perbuatan yang
menggunakan kekerasan dan mengganggu kenyamanan masyarakat.

Selama ini, alasan "menunggu payung hukum" berupa undang-undang antiterorisme
hanya memperkuat dugaan bahwa aparat keamanan, baik Polri maupun TNI, kurang
memiliki kemauan politik untuk menindak pelaku tindak pidana tanpa pandang bulu.
Tidak ada jaminan bahwa dengan adanya undang-undang antiteror, tindakan polisi
dan TNI akan lebih sigap.

                                       ***

TIADANYA penindakan tegas terhadap berbagai laskar, front, atau majelis yang
mengatasnamakan Islam selama empat tahun belakangan ini, diduga bermuatan
perhitungan politis kalangan "Islam mapan" yang berkepentingan dengan perlunya
dukungan "Islam jalanan" menjelang pemilihan umum tahun 2004.

Para pemimpin "Islam mapan", baik di pemerintah, MPR/DPR, partai politik,
ataupun perhimpunan lain dinilai kurang tegas menegur para pimpinan "Islam
jalanan" yang secara nyata melakukan berbagai tindak kekerasan, perusakan
terhadap usaha hiburan yang dinilainya maksiat, menakut-nakuti warga lain,
merusak tempat ibadah agama lain, bahkan melakukan perbuatan teror terhadap
sesama warga Islam sendiri. Ada rasa enggan untuk secara terbuka menyalahkan
"sesama orang Islam" meski secara pribadi mengutuk sekeras-kerasnya tindakan
kekerasan yang mengatasnamakan kepentingan "rakyat kecil".

Oleh karena itu, jikalau para anggota "Islam mapan" merasa tersandera untuk
tidak menegur, menindak atau meluruskan sesama orang Muslim bahwa perbuatan
merusak dan menakut-nakuti warga lain adalah justru bertentangan dengan ajaran
Islam yang baik dan benar, maka dunia luar akan sulit percaya bahwa negara
dengan penduduk Muslim terbesar di dunia ini patut menjadi teladan dalam
menawarkan jalan keluar dari terorisme internasional.

Bagaimana menyanggah citra Indonesia yang ganas dan tidak berperikemanusiaan
kalau sebagian kecil "Islam jalanan" dibiarkan berkeliaran menggunakan tongkat,
parang atau pedang samurai sambil membajak ajaran Islam dengan menamakan dirinya
sebagai "polisi susila" dan "pembela rakyat kecil"?

Benar bahwa harus ada verifikasi hukum berdasarkan temuan aparat kita tentang
ada tidaknya perkaitan teror domestik, teror regional di Asia Tenggara, dan
teror internasional yang terkait dengan Al Qaeda. Benar bahwa kedaulatan hukum
harus sebagian besar berada di tangan aparat hukum kita.

Para pemimpin "Islam mapan" telah bersikap benar dalam menekankan perlunya
pembuktian hukum yang nyata dan jelas dalam upaya membela nama Indonesia sebagai
negara yang berpenduduk mayoritas Islam bukanlah "sarang teroris internasional".
Akan tetapi, setiap pemimpin "Islam mapan" di semua lembaga pemerintahan negara
maupun swasta juga harus berani secara terbuka menyatakan bahwa premanisme
adalah premanisme, pemalakan adalah pemalakan, dan kriminal adalah kriminal,
sekalipun memakai kemasan Islam dengan gaya laskar, front, ataupun majelis.

Sesungguhnya, keberanian untuk bersikap tegas, sambil menyantun dan mengulurkan
tangan kepada para anggota "Islam pinggiran" ke arah jalan yang lurus, yang taat
hukum dan yang bersahabat dengan pemeluk agama lain, adalah langkah konkret yang
paling ditunggu-tunggu aparat keamanan kita. Langkah demikian pula yang
ditunggu-tunggu dunia internasional.

Pada akhirnya, melawan terorisme nasional, regional Asia Tenggara, ataupun
internasional, adalah upaya bersama seluruh bangsa dan khususnya para pemimpin
Islam di seluruh pelosok Tanah Air. Merekalah mata, telinga, dan tangan
intelijen yang sesungguhnya. Melaksa-nakan reformasi ekonomi, politik, dan hukum
yang menuju keadilan sosial akan meyakinkan dunia luar bahwa umat Islam di
Indonesia, termasuk mereka yang sementara masih terpinggirkan, sungguh-sungguh
menempuh amanah Islam sebagai "jalan damai".


-------------------------------------------------------------
Info & Arsip Milis Nasional: http://www.munindo.brd.de/milis/
Nasional Subscribers: http://mail2.factsoft.de/mailman/roster/national
Netetiket: http://www.munindo.brd.de/milis/netetiket.html
Nasional-m: http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-m/
Nasional-a:  http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-a/
Nasional-e:  http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-e/
------------------Mailing List Nasional------------------