[Nasional-m] "Jangan Serahkan Negara ke Polit

Ambon nasional-m@polarhome.com
Sat, 26 Oct 2002 22:03:30 +0200


Suara Merdeka
Minggu, 27 Oktober 2002

"Jangan Serahkan Negara ke Politikus"
 Eko Budihardjo SM/dok

SEMARANG-Pemilu 2004 masih dua tahun lagi, tetapi para tokoh agama
se-Jateng, kemarin sudah membicarakannya. Dalam silaturahmi yang
diselenggarakan MUI Jateng di Hotel Dibya Puri, Semarang, para tokoh agama
bicara dalam acara bertajuk ''Budaya Demokrasi yang Bermoral dan Etis''.

Tema itu diprotes oleh KH Tamam Qaolani dari Salatiga. ''Coba tunjukkan,
mana ada demokrasi yang punya moral dan etis. Malahan kalau ada, kita bisa
gendheng semua,'' katanya.

Rektor Undip Prof Ir H Eko Budihardjo MSc yang menjadi pembicara,
tersenyum-senyum mendengarnya. Dia tak kalah cerdiknya. ''Ada saja, paling
tidak nilai-nilai Piagam Madinah yang demokratis, seperti yang dicontohkan
Rasulullah SAW, bisa kita tiru,'' tuturnya.

Pembicara lain yang tampil, yaitu Dr H Ahmad Rofiq MA (Sekretaris Umum MUI
Jateng), Romo Edy Purwanto Pr (Katolik), Jaka Sujitna (Hindu) dan Suhandoko
(Budha), Ketua Pusat Penelitian Sosial Budaya Undip Dr Mudjahirin Thohir MA,
dan Pendeta Sri Handoko. Acara dibuka Wagub III Ir Mulyadi Widodo.

Menurut Prof Eko, para politikus karena perilakunya sekarang hampir-hampir
sulit mendapat kepercayaan lagi dari masyarakat. ''Lihatlah parkir mobil di
Senayan, sudah mirip show room mobil mewah. Kalau wakil rakyatnya saja pakai
Jaguar, seharusnya rakyat yang diwakilinya pakai pesawat pribadi. Maka
negara ini jangan diserahkan ke politikus. Para kiai dan ulama juga harus
bertanggung jawab terhadap situasi yang terjadi sekarang,'' katanya.

Prihatin

Dia menyatakan prihatin, karena korupsi merebak di mana-mana dan sulit
dikendalikan. Dia lalu membaca satu bait puisi, ''Pejabat korupsi kuasa,
dosen korupsi angka, ilmuwan korupsi data, wartawan korupsi berita dan
ulama,.. korupsi fatwa''.

Para ulama se-Jateng dan pemuka agama lain tertawa terpingkal-pingkal. Belum
selesai mereka tertawa, Prof Eko berpuisi lagi, ''Satu demi satu pohon
tumbang, satu demi satu kali kering, satu demi satu pemimpin jadi terdakwa.
Apa yang tersisa ? Kita yang sengsara'', dan disambut tepuk tangan hadirin.

Dr H Ahmad Rofiq MA juga prihatin melihat kehidupan sosial yang tidak
stabil, penyakit masyarakat merebak, kehidupan politik di dalam dan luar
negeri carut marut tidak karuan.

''Kekuasaan cenderung dipertahankan dan dicari dengan segala cara. Kondisi
itu menimbulkan ketidaknyamanan di masyarakat dan konflik horizontal yang
tidak mungkin lagi dihindari,'' katanya.

Disinilah peran para pemuka agama terus memberikan pesan kesejukan kepada
umatnya.

Reformasi

Gubernur H Mardiyanto dalam sambutan tertulis yang dibacakan Wagub III
mengatakan, komitmen reformasi untuk mengadakan pembaharuan di berbagai
bidang guna mengatasi krisis multidimensional, dirasakan belum membuahkan
hasil yang diharapkan.

Bahkan implementasinya tidak sedikit membias ke arah yang kurang semestinya.
Seperti menggejala euforia demokrasi, disintegrasi bangsa, konflik elite
politik, menguatnya egoisme kepentingan kelompok dan golongan yang bermuara
kepada konflik horisontal.

Mudjahirin Thohir mengatakan, suhu politik menjelang Pemilu 2004 peran
tokoh-tokoh agama dirasakan semakin penting. Sebab, lebih dari 200 parpol
yang telah mendaftarkan sebagai calon peserta pemilu akan diikuti dengan
semangat membujuk, merayu, dan memprovokasi masyarakat.

''Dengan berbagai kepentingan akan terjadi praktik-praktik politik yang
kurang lazim. Tidak menunjukkan etika berpolitik berdasarkan budaya
ketimuran, bahkan memanfaatkan ideologi-ideologi agama,'' katanya.

''Oleh karena itu, dalam situasi hingar-bingar masyarakat yang membela
partainya, posisi dan peran tokoh agama sama-sama penting,'' tambahnya.

Pendeta Sri Handoko mengemukakan sudah saatnya masyarakat untuk mempererat
tali persahabatan. Berlomba-lomba untuk mencari kebaikan. Upaya tersebut
bisa dilakukan dengan menempuh ajaran untuk bekerja keras, tidak hidup
bermewah-mewah, berpikiran dan berkehendak sederhana.

''Kalau sudah cukup makan sepiring mengapa harus satu meja penuh yang
dihidangkan?'' ujarnya.(G1,B13-43,60)